Anda di halaman 1dari 31

SMF/Lab Obstetri dan Ginekologi

Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

HIGH MYOPIA DALAM KEHAMILAN

Disusun Oleh:
Nadila Lupita Puteri

Pembimbing:
dr. Erwin Ginting, Sp.OG

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada


SMF/Lab Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2015

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB 1......................................................................................................................3
1.1

Latar Belakang..........................................................................................3

1.2

Tujuan........................................................................................................4

BAB 2......................................................................................................................5
2.1

Identitas.....................................................................................................5

2.2

Anamnesa (autoanamnesa dan alloanamnesa)..........................................5

2.3

Pemeriksaan Fisik......................................................................................6

2.4

Status obstetrik..........................................................................................8

2.5

Pemeriksaan Penunjang.............................................................................8

2.6

Diagnosis Kerja.......................................................................................10

2.7

Tatalaksana..............................................................................................11

2.8

Prognosis :...............................................................................................11

2.9

Follow Up................................................................................................11

2.10

Laporan Operasi...................................................................................13

BAB 3....................................................................................................................15
3.1

DEFINISI................................................................................................15

3.1.1

Myopia.............................................................................................15

3.1.2

Epidemiologi....................................................................................15

3.1.3

Tipe Myopia.....................................................................................16

3.1.4

Persalinan.........................................................................................17

3.1.5

Fisiologi Persalinan Normal.............................................................17

3.2

PERUBAHAN

DAN

GANGGUAN

PENGLIHATAN

PADA

KEHAMILAN...................................................................................................20
3.3

MYOPIA TINGGI PADA PERSALINAN.............................................25

BAB 4....................................................................................................................29
BAB 5....................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................32

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Myopia

adalah kelainan pada mata

yang

paling umum,

yang

mempengaruhi kira-kira satu milyar orang di seluruh dunia. Berbagai perubahan


yang timbul pada tubuh kita selama hamil dan melahirkan, termasuk pada mata.
Ada berbagai macam perubahan fisiologis dan patologis yang terjadi pada mata
yang dapat timbul selama kehamilan dan melahirkan. Myopia diklasifikasilan
menjadi sangat ringan < 3 dioptri, sedang 3-6 dioptri, dan tinggi > 6 dioptri.
Myopia (minus) dapat diklasifikasikan sebagai myopia simpleks dan myopia
patologis. Myopia simpleks biasanya ringan dan myopia patalogis hampir selalu
progresif. Keadaan ini biasanya diturunkan orang tua pada anaknya. Myopia
tinggi adalah salah satu penyebab kebutaan pada usia dibawah 40 tahun. Myopia
tinggi adalah myopia dengan ukuran 6 dioptri atau lebih. Penderita dengan minus
diatas 6 dioptri mempunyai risiko 3-4 kali lebih besar untuk terjadinya komplikasi
pada mata.
Terdapat kekhwatiran bahwa pasien dengan myopia tinggi berisiko untuk
terjadinya robekan retina apabila mereka melalui persalinan normal pervaginam.
Tetapi dalam beberapa studi telah menunjukkan wanita hamil yang mempunyai
riwayat kelainan pada mata (myopia, ablasio retina yang telah ditangani) yang
melahirkan secara pervaginam tidak mempunyai efek merugikan pada retina
pasien tersebut. Wanita dengan miopi >4 dioptri memiliki risiko yang lebih besar
untuk mengalami ablasio retina saat persalinan. Ablasio retina disebabkan tekanan
pada retina mata saat proses mengejan jika pengejanan terlalu keras. Insiden
ablasio retina adalah 1 dari 15.000 orang, dengan insiden pertahun ratarata 1 dari
10.000 atau sekitar 1 dari 300 dari populasi pernah mengalaminya. Sumber lain
mengatakan bahwa insidennya sekitar 12,5 kasus per 100.000 orang pertahun atau
28.000 kasus pertahun di Amerika Serikat.

1.2

Tujuan
Laporan kasus ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai high

miopia dalam kehamilan, serta meningkatkan kemampuan dalam menganalisa


data dan permasalahan yang ditemukan pada kasus tersebut.

BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1

Identitas

Identitas pasien:
Nama

: Ny. WD

Umur

: 25 tahun

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: IRT

Suku

: Kutai

Alamat

: Loa Bakung

Masuk RS (MRS)

: Hari Senin, 16 Maret 2015 pukul 16.25 WITA

Identitas suami:
Nama

: Tn. MJ

Umur

: 28 tahun

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: Swasta

Suku

: Banjar

Alamat

: Loa Bakung

2.2

Anamnesa (autoanamnesa dan alloanamnesa)

Keluhan Utama : Perut kencang-kencang


Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan adanya kencang-kencang pada perut bagian bawah
yang muncul sejak satu hari yang lalu, terutama jika bayi sedang bergerak. Nyeri
perut dirasakan tidak timbul secara terus menerus dan ketika timbul hanya
sebentar. Pasien tidak ada mengeluhkan ada keluar air maupun lendir dari jalan
lahir.

Pasien

mempunyai

gangguan

pengelihatan

jarak

jauh

sehingga

membutuhkan bantuan kaca mata untuk melihat.


Riwayat Penyakit Dahulu :
-

Pasien memiliki high myopia sejak 6 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Keluarga :


-

Hipertensi (-)
DM (-)
Kanker (-)

Riwayat Riwayat Menstruasi :


Pertama kali menarche saat usia 13 tahun dengan lama haid 7 hari.
Banyaknya jumlah perdarahan haid 2 kali ganti pembalut sehari. Hari pertama
haid terakhir 20-6-2014 dan taksiran persalinan 27-3-2015
Riwayat Perkawinan :
Perkawinan yang kedua, lama menikah 5 tahun, pertama kali menikah usia 17
tahun.
Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas :
No

Tahun

Tempat

Umur

Jenis

Penolong

Partus

Partus

kehamilan

Persalinan

Persalinan

Spontan

Bidan

1.

2007

2.

2011

3.

2015

Kegugura

Jenis

Keadaan

Kelamin

Anak

Anak/ BB

Sekarang

12 minggu

n
BPS

Aterm

Laki-

Hidup

laki/3000 gr

Hamil ini

Riwayat Penggunaan Kontrasepsi :


Menggunakan kontrasepsi jenis suntik per 3 bulan selama 1 tahun terakhir.
2.3

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum

: tampak baik

Kesadaran

: Compos Mentis, GCS E4V5M6

Tanda-tanda Vital

Status Gizi

Tekanan Darah

: 110/60 mmHg

Nadi

: 80 x/menit, reguler, kuat angkat

Frekuensi Napas

: 22 x/menit, teratur

Temperatur

: 36,8oC

: BB = 64 Kg, TB = 150 cm

Kepala/leher

Rambut merah

:-

Mata

: konjungtiva anemis (-/-),

skera ikterik (-/-), refleks

cahaya (+/+), mata cowong (-/-), edem palpebra (-/-)


Hidung

: sumbat (-), sekret (-), napas cuping hidung (-)

Telinga

: bersih, sekret (-)

Mulut

: bibir lembab, lidah bersih, faring hiperemis (-),


pembesaran tonsil (-), perdarahan (-)

Leher

: kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar (-)

Thorax
Pulmo
Inspeksi

: gerakan simetris D=S, retraksi ICS (-),

Palpasi

: pelebaran ICS (-), fremitus raba D=S

Perkusi

: sonor, batas paru hepar ICS V MCL D

Auskultasi

: vesikuler (+), rhonki (-), wheezing (-)

Inspeksi

: tidak trampak

Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS V S 1 jari lateral MCL S

Perkusi

: batas jantung dbn

Auskultasi

: S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-) sistolic, gallop (-)

Cor

Ekstremitas

2.4

Edema

Superior
Ekstremitas hangat

Inferior
Ekstremitas hangat

Sianosis (-)

Sianosis (-)

Palmar eritema (-)

Palmar eritema (-)

MMT

Status obstetrik

Inspeksi

: Perut membesar arah memanjang, linea nigra (+)

Palpasi

: TFU 30 cm,
- Leopold I

: teraba bulat, lunak, tidak melenting

- Leopold II

: teraba keras dan rata di sebelah kiri, teraba bagian


kecil janin di sebelah kanan.

- Leopold III

: teraba bulat, keras, melenting

- Leopold IV

: sudah masuk pintu atas panggul

DJJ : 144x/menit, HIS : Taksiran Berat Janin : 2.915 gram


Pemeriksaan dalam:
Vaginal Toucher :
2.5

Vulva/Vagina
Portio
Pembukaan
Ketuban
Bagian terbwah
Penurunan
Pelepasan

: normal
: konsistensi lunak arah medial
: 0 cm
: (+)
: Kepala
: Hodge I
: darah (-), Bloodslym (-)

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium Darah Lengkap


Tanggal
Darah lengkap
Hb
Hct
Leukosit
Trombosit
Kimia darah
GDS
Ur
Cr
BT
CT
HbsAg
112
Pemeriksaan Oftamologi
Visus
Refraksi

16-3-2015

18-3-2015

11,2
33,9%
10.300
156.000

14,3
34,9%
14.300
134.000

76
20,5
0,9
3
9
NR
NR
Oculli Dekstra
1/60
- 9,25 D

Oculli Sinistra
1/60
- 9,25 D

Pemeriksaan USG

2.6

Diagnosis Kerja
G

P 1 A 1 Gravid 38-39 bulan, janin tunggal hidup, presentasi kepala,

belum inpartu + miopi berat ODS


2.7

Tatalaksana
-

2.8

Pro Sectio Secarea

Prognosis :
Dubia ad bonam

2.9

Follow Up

Tanggal
16-3-2015

Follow up
Tindakan
Menerima pasien baru dari Poli dengan Lapor dr. Sp OG rencana

16.15

G3P1A1 Gravid 38-39 bulan, janin tunggal pro SC elektif tanggal 18hidup, prsentasi kepala, belum inpartu + 3-2015
miopi berat ODS. Keluhan nyeri perut
Hasil pemeriksaan
KU tampak sehat, kesadaran CM
Tanda vital
Tekanan darah : 110/60 mmhg
Nadi

: 80 x/menit

Pernafasan

: 22 x/menit

Suhu

: 360 C

TFU 30 cm,
- Leopold I

: teraba bokong

- Leopold II

: punggung kiri

- Leopold III : teraba kepala


- Leopold IV : kepala masuk PAP
DJJ : 144x/menit, HIS : 17-3-15

S: Nyeri perut , Mual (-), Muntah (-)

P: pro SC elektif tanggal

O: Kesadaran CM, GCS 15 E4M6V5. 18-3-2015


Tekanan

darah

110/70

mmHg,

nadi

76x/menit, nafas 20x/menit, suhu 36,20C,

10

anemis -/-,
A: G3P1A1 Gravid 38-39 bulan, janin tunggal
hidup, prsentasi kepala, belum inpartu +
18-3-15

miopi berat ODS


S: Perut Terasa Kencang-kencang

P: pro SC elektif tanggal

O: Kesadaran compos mentis, GCS 15 18-3-2015


E4M6V5. Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi
68x/menit, nafas 24x/menit, suhu 36,60C,
anemis -/-,
A: G3P1A1 Gravid 38-39 bulan, janin tunggal
hidup, prsentasi kepala, belum inpartu +
19-3-2015

miopi berat ODS


S: Nyeri bekas operasi

P:

O: Kesadaran compos mentis, GCS 15

Inj.

3x1gr IV
Asam Mefenamat

3x500mg
SF 2x3 tab

Inj.

3x1gr IV
Asam Mefenamat

3x500mg
SF 2x3 tab

Cefadroxil

2x500mg
Asam Mefenamat

3x500mg
SF 2x3 tab
Boleh rawat jalan

E4M6V5. Tekanan darah 110/60 mmHg, nadi


84x/menit, nafas 20x/menit, suhu 36,50C,
anemis -/-

Cefotaxim

A: P2A1 post SC a/i miopi berat ODS


19-3-2015

perawatan hari pertama


S: Nyeri bekas operasi

P:

O: Kesadaran compos mentis, GCS 15


E4M6V5. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi
80x/menit, nafas 18x/menit, suhu 36,60C,
anemis -/-

Cefotaxim

A: P2A1 post SC a/i miopi berat ODS


19-3-2015

perawatan hari kedua


S: Nyeri bekas operasi
O: Kesadaran compos mentis, GCS 15

P:

E4M6V5. Tekanan darah 110/60 mmHg, nadi


84x/menit, nafas 20x/menit, suhu 36,50C,
anemis -/A: P2A1 post SC a/i miopi berat ODS

11

perawatan hari ketiga


2.10 Laporan Operasi
Bangsal : Mawar
Nomor : 820048
Nama : Ny. WD
Umur : 25 tahun
Nama Ahli Bedah : dr., Sp OG
Nama asisten :
Nama Anastesi :
Jenis anastesi : spinal
Diagnosa Pre Operatif
: G3P1A1 Gravid 38-39 bulan, janin tunggal hidup, prsentasi
LAPORAN OPERASI

kepala, belum inpartu + miopi berat ODS


Diagnosa post Operatif
: P2A1 post SC a/i miopi berat ODS
Nama / Macam Operasi : SC

Macam Pembedahan

(+) Besar

(+)

Emergency

Jaringan yang dieksisi/insisi : Uterus


Dikirim untuk pemeriksaan PA (-)
Tanggal : 18-3-2015 Jam Op dimulai 11.00 Jam Op selesai 11.45 Lama Op 45 menit
- Penderita dalam posisi terlentang dalam spinal anestesi.
- Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik di daerah abdomen.
- Lapangan operasi dipersempit dengan duk steril.
- Dilakukan insisi Mediana dimulai dari 2 jari diatas simpisis pubis sampai 1 jari dibawah
-

pusar
Insisi diperdalam secara tajam dan tumpul sampai menembus peritoneum dan dibuat

bladder flap
Insisi segmen bawah Rahim 2 cm dibawah irisan plika vesikouterinasecara tajam
sepanjang 2 cm dengan arah transversal, kemudian diperlebar dengan kedua jari telunjuk

operator
Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan , janin dilahirkan dengan
meluksir kepalanya. Badan janin dilahirkan dengan mengait kedua ketiaknya. Lahir hidup
seorang bayi laki-laki Dengan BB 3200gr PB 45cm, A/S 8/10, anus (+), cacat (-), pada

pukul 11.20
Tali pusat dijepit dan di potong, ke dalam otot Rahim intramural disuntikkan 10U
oksitosin dan plasenta dilahirkan secara manualkemudian dilakukan pembersihan kavum

uteri dengan kassa.


Luka dinding Rahim dijahit dengan chromic catgut No 2.0
Lapisan I dijahit jelujur pada endometrium dan myometrium
Lapisan II dijahit jelujur hanya pada myometrium saja
Lapisan III dijahit jelujur vesikouterina
- Dilakukan pemeriksaan adanya perdarahan dan pencucian abdomen dengan NaCl 0.9%.
- Kemudian dilakukan penutupan dinding abdomen lapis demi lapis dengan cara sebagai
-

12

berikut :
Peritoneum dijahit secara jelujur dengan plain catgut no 2.0
Otot dijahit secara jelujur dengan chromic catgut no 1.0
Fascia dijahit secara jelujur dengan chromic catgut no 1.0
Subkutis dijahit secara jelujur dengan plain catgut no 2.0
Kutis dijahit secara subkutikuler dengan plain catgut 2.0
- Luka operasi ditutup dengan sofratulle, kassa dan Opsite
Instruksi Post Operasi
-

Drip Oksitosin 1 ampul dalam RL selama 8 jam


Inj Cefotaxim 3x1gr
Inj ketorolac 3x1 amp
Drip tramadol 1 amp/20tpm

13

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
3.1.1

DEFINISI
Myopia
Bila bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di depan retina oleh

mata yang tidak berakomodasi, mata tersebut mengalami myopia, atau


nearsighted. Pada myopia, panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar
atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. Jika objek digeser lebih
dekat dari 6 meter, bayangan akan bergerak mendekati retina dan terlihat lebih
fokus. Titik tempat bayangan terlihat paling tajam fokusnya di retina disebut titik
jauh. Derajat myopia dapat diperkirakan dengan menghitung kebalikan dari titik
jauh tersebut.
3.1.2

Epidemiologi
Prevalensi dan Insiden
Prevalensi myopia bervariasi dengan usia dan faktor lainnya. Prevalensi

myopia meningkat pada usia sekolah dan dewasa muda, mencapai 20-25 % pada
populasi remaja dan 25-35 % pada dewasa muda di Amerika Serikat dan negaranegara maju. Dilaporkan bahwa prevalensi myopia lebih tinggi pada beberapa
area di Asia, seperti China dan Jepang. Prevalensi myopia pada populasi Asia
sekarang mencapai 70-90 %. Prevalensi ini berkurang pada populasi berusia di
atas 45 tahun, mencapai 20 % pada usia 65 tahun, dan menurun hingga 14 % pada
orang berusia 70-an.
Faktor Resiko
Faktor risiko yang penting dalam perkembangan myopia adalah riwayat
keluarga myopia. Penelitian menunjukkan prevalensi 33-60 % myopia pada anak,
yang kedua orang tuanya mengalami myopia. Pada anak yang memiliki satu orang
tua penderita myopia, prevalensinya adalah 23-40 %. Bila tak satupun orang tua
yang menderita myopia, hanya 6-15 % anak-anak mereka yang myopia. Myopia
yang diketahui dengan retinoskopi nonsikloplegik pada masa bayi dan kemudian
menurun menjadi emetropia sebelum anak tersebut memasuki usia sekolah

14

tampaknya adalah faktor risiko perkembangan myopia pada masa kanak-kanak.


Suatu analisis menyatakan bahwa anomali refraksi yang dialami saat masuk
sekolah adalah prediktor yang lebih baik untuk mengetahui siapa yang akan
mengalami myopia pada masa kanak-kanak dibandingkan riwayat myopia pada
orang tua. Anak dan dewasa muda dengan anomali refraksi berkisar antara
emetropia hingga hiperopia 0,5 D memiliki kemungkinan mengalami myopia
yang lebih besar dibanding individu berusia sama dengan hiperopia lebih dari 0,5
D. Selain itu, risiko myopia lebih tinggi pada anak dengan astigmat against-therule.

Melakukan sejumlah pekerjaan jarak dekat secara teratur dapat

meningkatkan risiko myopia. Myopia berkaitan dengan banyaknya waktu yang


digunakan untuk membaca, pendidikan yang lebih tinggi, dan pekerjaan yang
melakukan banyak kegiatan jarak dekat. Kurvatura kornea yang lebih tajam dan
rasio panjang aksial terhadap radius kornea yang lebih dari 3,00 dapat menjadi
faktor risiko. Pada anakanak,

kondisi yang mengganggu pembentukan

penglihatan yang normal sering menyebabkan myopia.


3.1.3

Tipe Myopia
Dikenal beberapa bentuk myopia seperti:

a. Myopia refraktif
Apabila unsur-unsur pembias lebih refraktif dibandingkan dengan ratarata, kelainan yang terjadi disebut myopia kurvatura atau myopia refraktif.
Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada katarak
intumesen, dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih
kuat. Sama dengan myopia bias atau myopia indeks, yakni myopia yang
terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.
b. Myopia aksial
Myopia aksial terjadi bila mata berukuran lebih panjang daripada normal.
Untuk setiap milimeter tambahan panjang sumbu, mata kira-kira lebih miopik
3 dioptri. Menurut derajat beratnya, myopia dibagi dalam:
1. Myopia ringan, dimana myopia lebih kecil daripada 1 3 dioptri
2. Myopia sedang, dimana myopia lebih antara 3 6 dioptri
3. Myopia berat atau tinggi, dimana myopia lebih besar dari 6 dioptri

15

Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat malahan melihat
terlalu dekat, sedangkan melihat jauh akan kabur atau biasa disebut rabun jauh.
Pasien akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan
celah kelopak yang sempit. Seseorang dengan myopia akan memiliki kebiasaan
mengerenyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan
efek pinhole. Pasien dengan myopia juga memiliki pungtum remotum yang dekat
sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi. Bila kedudukan mata
ini menetap, maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.
Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopic cressent yaitu gambaran
bulan sabit yang terlihat pada polus posterior fundus mata myopia, sklera oleh
koroid. Pada mata dnegan myopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus
okuli seperti degenerasi makula dan degenerasi retina bagian perifer. Myopia
derajat tinggi menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap gangguangangguan retina degeneratif seperti ablatio retinae1 ataupun gangguan lain seperti
juling. Juling biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat mata berkonvergensi
terus-menerus. Bila terdapat juling keluar, mungkin fungsi satu mata telah
berkurang atau terdapat ambliopia.
3.1.4

Persalinan
Persalinan atau partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang

dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Partus immaturus
ialah partus yang terjadi pada masa kehamilan kurang dari 28 minggu namun
lebih dari 20 minggu dengan berat janin antara 1000 500 gram. Partus
prematurus adalah suatu partus dari hasil konsepsi yang dapat hidup tetapi belum
cukup bulan. Berat janin antara 1000 sampai 2500 gram atau tua kehamilan antara
28 minggu sampai 36 minggu. Sedangkan partus postmaturus atau serotinus
adalah partus yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang
diperkirakan.4
3.1.5

Fisiologi Persalinan Normal


Partus dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka samapai terjadi

pembukaan 10 cm. Kala I dinamakan pula kala pembukaan. Kala II disebut pula
kala pengeluaran, oleh karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan, janin

16

didorong keluar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri plasenta terlepas dari
dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 1
jam. Dalam kala itu, diamati apakah terjadi perdarahan postpartum.
Kala I
Klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut
mengeluarkan lendir yang bersemu darah. Lendir yang bersemu darah ini berasal
dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar.
Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh darah kapiler yang berada
di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks
membuka. Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase,
yaitu:
a. Fase Laten
Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai
ukuran diameter 3 cm.
b. Fase Aktif
Dibagi ke dalam 3 fase lagi, yaitu:
i. Fase Akselerasi Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm.
ii. Fase Dilatasi Maksimal Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung
sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
iii. Fase Deselerasi Pembukaan menjadi lambat kembali, dalam waktu 2
jam, pembukaan 9 cm menjadi lengkap.
Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun
terjadi demikian, tetapi fase-fase tersebut menjadi lebih pendek. Mekanisme
membukanya serviks berbeda antara primigravida dan multigravida. Pada yang
pertama, ostium uteri internum akan membuka lebih dahulu, sehingga serviks
akan mendatar dan menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum membuka.
Pada multigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri
internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat
yang sama. Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan hampir atau
telah lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkam ketika pembukaan hampir
atau telah lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan
17

hampir lengkap atau telah lengkap. Bila ketuban telah pecah sebelum mencapai
pembukaan 5 cm, disebut ketuban pecah dini. Kala I selesai apabila pembukaan
serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam,
sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam.
Kala II
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3
menit sekali. Karena biasanya dalam hal ini, kepala janin sudah masuk di ruang
panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang
secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa pula tekanan pada
rektum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan
menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama
kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul
sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi di luar his, dan dengan his
dan kekuatan mengedan maksimal, kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di
bawah simfisis dan dahi, muka dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat
sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan, dan anggota bayi. Pada
primigravida, kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata
0,5 jam.
Kala III
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas
pusat. Beberapa menit kemudian ueterus berkontraksi lagi untuk melepaskan
plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepasdalam 6 sampai 15 menit setelah
bayi lahir dengan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri.
Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah.4
Kala IV
Seperti diterangkan di atas, kala ini dianggap perlu untuk mengamati
apakah ada perdarahan postpartum.

3.2

PERUBAHAN DAN GANGGUAN PENGLIHATAN PADA


KEHAMILAN

18

Seorang wanita mengalami banyak perubahan pada saat kehamilan, baik sistemik
maupun okular. Pada saat kehamilan, terjadi perubahan fisiologis pada sistem
kardiovaskular, sistem hormon, metabolik, hematologik, dan sistem imunologik.
Akibat beberapa mekanisme ini, kehamilan menyebabkan perubahan pada mata.
Perubahan hormon dan metabolik yang terjadi pada saat kehamilan,
hiperdinamisitas sirkulasi kapiler retina mungkin menyebabkan progresivitas dari
retinopati diabetika pada wanita hamil dengan diabetes. Perubahan hormon
merupakan perubahan sistemik yang paling menonjol pada wanita hamil.
Plasenta, kelenjar endokrin ibu, dan kelenjar adrenal fetus mengkombinasi
produktivitasnya menghasilkan pabrik hormon berkekuatan tinggi. Kadar imun
tersupresi, menyebabkan wanita hamil tersebut mudah mengalami kelainan imun
yang serius. Perubahan penglihatan pada kehamilan sering terjadi, dan sebagian
besar berhubungan secara spesifik dengan kehamilan itu sendiri. Kehamilan
sering dihubungkan dengan perubahan pada mata, yang biasanya bersifat
sementara, namun dapat juga menetap. Efek okular pada kehamilan ini dapat
bersifat fisiologis maupun patologis, atau bisa eksaserbasi dari kondisi yang telah
ada sebelumnya.
Perubahan yang dapat terjadi pada mata termasuk chloasma, spider
angiomas dan ptosis. Perubahan yang dapat terjadi pada segmen anterior yaitu
berkurangnya kapiler di konjungtiva dan bertambahnya jaringan granular di
venula dan lengkungan kornea, perubahan ketebalan kornea, indeks refraksi,
ketidaksesuaian akomodasi dan refraksi, dan menurunnya tekanan intraokular.
Perubahan yang dapat terjadi pada segmen posterior termasuk perburukan dari
retinopati diabetik, korioretinopati serosa sentral, peningkatan resiko terjadinya
distrofi vitreokorioretinal perifer dan ablatio retina, dan efek yang menguntungkan
dari uveitis non-infeksiosa. Beberapa gangguan sistemik yang terjadi pada
kehamilan juga dapat mempengaruhi mata, seperti preeklampsia, penyakit Graves
dan sklerosis multipel. Gangguan intrakranial dengan efek pada okuler pada
kehamilan yaitu Pseudotumor cerebri, prolactinoma dan Sindroma Sheehans.
Adneksa Okular

19

Chloasma atau yang lebih dikenal sebagai topeng kehamilan adalah


proses hormonal, yang ditandai dengan meningkatnya pigmentasi di sekitar mata
dan pipi. Perubahan pigmentasi tersebut akan hilang perlahan setelah melahirkan.
Spider angiomas, yang merupakan salah satu jenis telengiektasi, biasanya timbul
pada saat kehamilan di daerah muka dan tubuh bagian atas, dan juga hilang
setelah melahirkan.8,9 Ptosis telah dilaporkan timbul saat dan setelah kehamilan
dan biasanya bersifat unilateral. Mekanisme terjadinya ptosis diperkirakan akibat
defek yang terjadi pada aponeurosis m.levator akibat adanya perubahan cairan
serta hormonal, akibat tekanan pada saat proses kelahiran.9
Segmen Anterior Konjungtiva
Penurunan kapiler konjungtiva dan peningkatan jaringan granuler venula
konjungtiva telah dilaporkan terjadi dan hilang setelah kelahiran.
Kerusakan Lensa
Kehamilan menginduksi terjadinya syndrone kekeringan mata yang
timbulakibat gangguan pada sel acinar kelenjar lakrimal. Kehamilan dapat
mencetuskan perubahan dari ekspresi faktor pertumbuhan (growth factor) kelenjar
lakrimal dan redistribusi limfosit dari periductal foci ke celah interacinar, serta
meningkatkan reaktivitas imun terhadap prolactin, TGF- beta 1 dan EGF pada sel
duktus.
Kornea
Banyak wanita yang mengalami intoleransi terhadap lensa kontak saat
kehamilan, walaupun mereka tidak memiliki masalah dengan lensa kontak
sebelum kehamilannya. Suatu penelitian yang meneliti mengenai lengkungan
kornea pada wanita hamil menyebutkan peningkatan statiskik yang signifikan
pada lengkungan kornea pada trimester kedua dan ketiga, namun akan hilang
setelah melahirkan ataupun setelah mulai menyusui. Kehamilan juga dihubungkan
dengan perubahan pada ketebalan dan sensitifitas kornea. Peningkatan ketebalan
yang sedikit namun dapat terukur pada kornea disebabkan oleh terjadinya edema
pada saat kehamilan. Sensitifitas kornea cenderung berkurang, dengan perubahan
terbesar terjadi pada tahap akhir kehamilan. Akibat dari variasi ketebalan tersebut,

20

indeks refraksi kornea juga dapat berubah. Namun dianjurkan untuk menunda
pemberian resep maupun lensa kontak sampai beberapa minggu setelah kelahiran.
Gangguan Akomodasi dan Refraksi
Perubahan akomodasi dan gangguan refraksi pada masa kehamilan telah
dilaporkan. Hilangnya daya akomodasi yang bersifat sementara dapat terjadi pada
saat maupun sesudah kehamilan. Insufisiensi akomodasi dan paralisis dilaporkan
berhubungan dengan laktasi. Hasil operasi refraksi mata sebelum, selama ataupun
segera setelah kehamilan tidak dapat diprediksi, dan operasi ini disarankan untuk
ditunda hingga terjadi stabilitas refraksi setelah kelahiran. Myopia dapat
meningkat selama kehamilan. Ini telah dibuktikan oleh Pizzarello yang telah
melakukan penelitian pada 83 orang wanita hamil untuk menentukan penyebab
perubahan penglihatan selama kehamilan dan dan post partum. Wanita hamil yang
mengeluh terjadinya perubahan visual telah ditemukan perubahan pada kondisi
myopia yang telah ada pada kehamilan, yang kemudiannya kembali ke tingkat
semulanya pada post-partum.
Tekanan Intraokular
Kehamilan dapat memberikan keuntungan pada glaukoma. Kehamilan
dihubungkan dengan penurunan tekanan intraokular pada mata yang sehat dan
hipertensi okular. Pada subjek yang normal, kehamilan menurunkan tekanan
intraokular sampai 19,6%. Hampir 35% dari keseluruhan penurunan terjadi pada
minggu ke 12 dan 18 kehamilan. Sedangkan pada hipertensi okular, kehamilan
menurunkan tekanan intraokular hingga 24,4%. Berbagai macam mekanisme telah
diimplikasikan pada hasil penelitian ini. Beberapa mekanisme ini termasuk
adanya peningkatan keluaran aqueous humor, penurunan resistensi vaskuler
sistemik yang menyebabkan terjadinya penurunan tekanan vena episclera,
peningkatan elastisitas jaringan generalisata yang menyebabkan berkurangnya
kekakuan sklera, dan asidosis generalisata selama kehamilan.
Gangguan Segmen Posterior
a. Retinopati Diabetika
Kehamilan dapat memperparah retinopati diabetika yang telah ada.
Perubahan diabetik yang terjadi selama kehamilan tidak jauh berbeda dengan

21

yang ditemukan pada pasien non diabetik dan pada pria. Namun, kehamilan pada
pasien diabetes yang terkontrol tidak menjadi faktor resiko untuk terjadinya
komplikasi vaskular. Gangguan pandangan yang diakibatkan oleh retinopati
diabetika pada kehamilan jarang terjadi, akan tetapi dapat terjadi konsekuensi
yang buruk terhadap ibu dan bayinya. Foto-koagulasi dengan laser harus
dipertimbangkan untuk wanita hamil dengan pre-proliferatif retinopati diabetika
yang berat. Retinopati diabetika proliferatif mungkin tidak membaik setelah
kelahiran.
b. Korioretinopati serosa sentral
Ini adalah kelainan makular yang ditandai oleh ablatio retina serosa
lokalisata. Umumnya menyerang dewasa pada usia pertengahan sekitar 20 sampai
45 tahun. Lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan perbandingan
10:1. Kehamilan adalah salah satu faktor resiko terjadinya penyakit ini.
Korioretinopati serosa sentral pada wanita hamil sering dihubungkan dengan
eksudat subretina yang kemungkinan bersifat fibrinosa alami. Eksudat subretinal
fibrinosa ini terlihat pada 90% pasien, dibandingkan dengan kurang dari 20%
korioretinopati sentral serosa (tanpa kehamilan).

Gangguan ini akan sembuh

secara spontan pada akhir kehamilan atau setelah melahirkan, namun dapat timbul
kembali di luar kehamilan.
c. Distrofi Vitrokorioretinal Perifer (PVCRD)
Observasi dinamis yang diikuti pada 86 wanita hamil dengan distrofi
vitrokorioretinal (121 mata) menunjukkan bahwa kondisi tersebut berkembang
selama masa kehamilan pada 33,8% kasus. Menurunnya haemodinamik okular
dan kekakuan sklera adalah karakteristik kehamilan. Insidens tertinggi
progresivitas PVCRD diamati pada wanita hamil dengan sistem haemodinamik
tipe hipokinetik.5
d. Ablatio Retina Rhegmatogenosa
Wanita hamil dengan myopia tinggi, riwayat ablatio retina atau
perlubangan retina, atau diketahui memiliki degenerasi lattice umumnya dirujuk
ke spesialis mata untuk meminta saran manajemen kelahiran, apakah
diperbolehkan melahirkan spontan pervaginam, atau harus dilakukan profilaksis

22

atas indikasi resiko tinggi terjadinya kelainan retina. Banyak ahli obstetri masih
mempercayai bahwa wanita hamil dengan kelainan mata beresiko mengalami
ablatio retina rhegmatogenosa harus melahirkan dengan instrumen atau bahkan
dianjurkan untuk Sectio Caesaria. Telah dibuktikan bahwa tatalaksana prenatal
untuk kelainan retina asimptomatik tidak dianjurkan dan kelahiran spontan
pervaginam diperbolehkan untuk dilakukan oleh wanita dengan kelainan retina
resiko tinggi.
e. Edema Makular
Edema makular dengan atau tanpa retinopati proliferatif juga dapat timbul
pada masa kehamilan. Hal tersebut dapat timbul ataupun memburuk selama
kehamilan. Telah ditunjukkan bahwa edema makular sering berhubungan dengan
wanita hamil yang menderita diabetes yang juga memiliki proteinuria dan
hipertensi. Penelitian juga menunjukkan bahwa pada beberapa kasus dapat
membaik secara spontan setelah kelahiran namun dapat juga menetap, dan
menyebabkan kehilangan penglihatan jangka panjang.
f. Uveitis
Uveitis mengacu pada peradangan dari traktus uvea, terdiri dari iris, badan
siliar dan choroid. Telah dilaporkan bahwa kehamilan berhubungan dengan
sejumlah kasus timbulnya uveitis non-infeksi dibandingkan dengan kondisi tanpa
kehamilan. Apabila kondisi tersebut timbul saat kehamilan, umumnya terjadi pada
trimester pertama. Penyebab spesifik dari uveitis non-infeksi ini menunjukkan
efek yang menguntungkan dari kehamilan termasuk sindroma Vogt-KoyanagiHarada, uveitis idiopatik dan penyakit Behcets. Sebagian besar dari wanitawanota tersebut akan mengalami kekambuhan dalam 6 bulan pasca kelahiran.
Diduga bahwa peningkatan hormon-hormon intrinsik, terutama kortikosteroid,
dan beberapa faktor lain dengan kehamilan dapat memberikan pengaruh
penekanan pada uveitis.

3.3

MYOPIA TINGGI PADA PERSALINAN

23

Banyak pendapat mengenai hal ini. Banyak yang mengatakan pasien


dengan myopia yang tinggi beresiko mengalami robekan retina pada saat
melahirkan secara spontan. Namun tidak ada kasus yang dilaporkan dalam
literatur yang dapat menghubungkan ablasio atau ro bekan retina dengan myopia
pada wanita yang melahirkan.
Socha et. Al telah melakukan suatu studi, dimana sebanyak 4895 operasi
seksio Caesarea yang dilakukan telah diamati, 100 (2.04 %) diantaranya karena
indikasi okular yang telah dikonsulkan ke spesialis mata dan disarankan untuk
persalinan secara operasi. Frekuensi operasi seksio Caesarea atas indikasi okular
telah meningkat banyak pada tahun 2005 hingga 2006 tapi merosot sejak tahun
2006.
Namun demikian, hal itu tetap menjadi dua kali lebih tinggi pada tahun
2000. Dua kelainan mata yang paling sering mengarah ke operasi seksio Caesarea
adalah myopia dan retina diabetikum. Hampir setengah dari keputusan untuk
operasi seksio Caesarea diambil hanya berdasarkan indikasi oftalmologi.
Literatur menunjukkan bahwa sedikit bukti untuk mendukung keyakinan
bahwa riwayat operasi pada retina sebelumnya meningkatkan risiko perlepasan
retina pada persalinan spontan. Papamicheal et al. telah melakukan survei pada 74
orang ahli kebidanan di Kongres Kebidanan dan Kandungan Eropa di Lisbon,
Portugal. Mayoritas dari dokter spesialis kebidanan ini tidak mendukung
pandangan

ini.

Kebanyakan

dari

responden

(76

di

antaranya)

merekomendasikan persalinan yang dibantu alat (salah satu operasi seksio


Caesarea atau persalinan instrumental), sedangkan 24 % yang memberikan saran
persalinan yang normal dan tidak ada faktor lain yang mempengaruhi keputusan
ini. Sebagian besar (58 % ) mengambil keputusan tentang pelaksanaan persalinan
ibu hamil hanya berdasarkan pendapat pribadi saja.
Partisipan juga diminta untuk mengklasifikasikan pasien dengan myopia
tinggi, riwayat ablasio retina, riwayat keluarga dengan ablasio retina dan riwayat
operasi mata sebelumnya menjadi kategori risiko rendah, sedang atau tinggi untuk
persalinan spontan. Mayoritas membagikan myopia tinggi sebagai tidak berisiko
atau risiko rendah (59 %), riwayat ablasio retina sebagai risiko sedang-tinggi (73

24

%), riwayat keluarga dengan ablasio retina sebagai risiko rendah-sedang (73 %)
dan riwayat operasi mata sebelumnya sebagai risiko tinggi (56 %).
Apabila ditanyakan tentang kondisi mata yang manakah jika ada akan
mempengaruhi pengambilan keputusan klinis antara operasi seksio Caesarea
dengan persalinan apontan pervaginam, hanya 14 % responden mengatakan
pasien tanpa riwayat kelainan mata, 13.6 % lagi mengatakan pasien dengan
riwayat ablasio retina, 61 % menghindar untuk menjawab pertanyaan ini yang
mengindikasikan mayoritas dokter spesialis masih bingung untuk memilih apa
yang lebih praktis. 48 % juga mengatakan pasien dengan riwayat ablasio retina
merupakan indikasi untuk operasi seksio Caesarea. Hasil survei ini sejalan dengan
data yang dilakukan di Inggeris dan ini mungkin menunjukkan pegangan ini
dipakai secara internasional.
Komentar yang diberikan kebanyakannya mirip; rata-rata menjelaskan
persalinan spontan harus dihindari karena peningkatan risiko ablasio retina akibat
peningkatan tekanan intra-okular yang disebabkan oleh manuver yang mirip
Valsalva pada kala 2 persalinan. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa
peningkatan tekanan intra-abdominal juga akan meningkatkan tekanan intraokular. Hal ini hanya dapat disebabkan oleh kondisi yang mempengaruhi aliran
drainase dari aqueous pada ruang anterior mata seperti glaukoma. Selain itu,
peningkatan tekanan intra-okular bukanlah faktor risiko untuk terjadinya ablasio
retina. 10
Menurut pengamatan yang dilakukan oleh Prost, yang melakukan
pengamatan terhadap 42 pasien dengan myopia tinggi dan 4 pasien dengan
myopia tinggi disertai riwayat operasi ablatio retina pada salah satu mata, tidak
terbukti adanya progresivitas dari perubahan retina dan terjadinya robekan retina,
namun pada beberapa pasien ditemukan adanya perdarahan retina dan edema
makular. Dari pengamatan tersebut disimpulkan bahwa myopia tinggi bukan
merupakan indikasi untuk dilakukan operasi caesar, namun sebaiknya tetap
dilakukan pemeriksaan oftalmologi pada pasien setelah melahirkan.
Penelitian lain juga mendukung hal ini. Penelitian yang dilakukan pada 10
wanita yang telah mengalami 19 persalinan (10 prospektif dan 9 retrospektif) dan

25

memiliki riwayat ablatio retina sebelumnya, telah didiagnosa mengalami


degenerasi lattice yang luas, atau telah mendapat terapi simptomatik untuk
kerusakan retina. Subjek diikuti sejak trimester ketiga kehamilan sampai pada
proses persalinan dan post partum, diawasi adanya perubahan pada retina.
Hasil penelitian tersebut menyatakan tidak ditemukannya perubahan pada
retina pada pemeriksaan postpartum, sehingga dapat disimpulkan terapi prenatal
pada kelainan retina asimptomatik tidak dianjurkan, dan kelahiran spontan per
vaginam dapat dilakukan pada wanita dengan resiko tinggi terjadinya kelainan
retina.
Penelitian yang dilakukan oleh Neri A et al juga mendukung hal tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan mengamati 50 wanita dengan myopia (4.5 15.0
D) yang akan melahirkan. Dilakukan pemeriksaan funduskopi pada seluruh
responden sebelum dan setelah melahirkan. Berbagai macam tipe degenerasi
retina dan kerusakan retina ditemukan pada pemeriksaan pre partum, namun tidak
ditemukan adanya perburukan dari kelainan yang ada pada pemeriksaan post
partum. Dari hasil penelitian tersebut, disarankan untuk tetap dilakukan persalinan
spontan per vaginam pada pasien dengan myopia tinggi.12
Sebuah penelitian telah menunjukkan terdapat kecenderungan yang tinggi
persalinan secara seksio caesarean pada pasien denga myopia tinggi. Loncare et.
Al telah meneliti 30553 persalinan selama 9 tahun di antara 1993 hingga 2002.
Terdapat 87 % pasien melahirkan secara spontan, 3 % melahirkan dibantu
ekstraksi vakum dan 10 % persalinan secara seksio caesarean. Di dalam jumlah
tersebut terdapat 693 wanita hamil dengan myopia, 421 orang (61 %) dengan
myopia rendah, 159 orang (23%) dengan myopia sedang dan 113 orang (16 %)
dengan myopia tinggi. Persalinan dengan operasi seksio caesarea dilaporkan
kurang lebih sama pada pasien yang tidak myopia, dan myopia tingkat rendahsedang serta lebih tinggi pada pasien dengan myopia tinggi.Tingkat persalinan
secara ekstraksi vakum diamati lebih tinggi pada pasien dengan myopia sedang
dan tinggi berbanding pasien dengan myopia rendah dan tidak myopia. Di antara
semua pasien, pasien dengan myopia tinggi mempunyai kadar persalinan secara
operasi yang lebih tinggi berbanding persalinan spontan. Kesimpulannya,

26

persalinan spontan pervaginam tidak dianggap sebuah kontraindikasi untuk pasien


dengan myopia tinggi.

BAB 4
PEMBAHASAN

27

Ny W, 25 tahun, masuk rumah sakit pada tanggal 16 Maret 2014 dengan


Pasien mengeluhkan adanya perut kencang-kencang sejak 1 hari SMRS. Pasien
mempunyai riwayat kelainan pada mata yaitu rabun jauh. Pengelihatan pasien
dikoreksi dan didapatkan -9,25/-9,25 dan masuk pada myopia derajat berat.
Pasien direncanakan seksio sesarea secara elektif. Pasien dengan myopia yang
tinggi beresiko mengalami robekan retina pada saat melahirkan secara spontan,
oleh karena itu direncanakan tindakan operatif. Persalinan spontan harus dihindari
karena peningkatan risiko ablasio retina akibat peningkatan tekanan intra-okular
yang disebabkan oleh manuver yang mirip Valsalva pada kala 2 persalinan, tetapi
tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa peningkatan tekanan intra-abdominal
juga akan meningkatkan tekanan intra-okular. Hal ini hanya dapat disebabkan oleh
kondisi yang mempengaruhi aliran drainase dari aqueous pada ruang anterior mata
seperti glaukoma. Selain itu, peningkatan tekanan intra-okular bukanlah faktor
risiko untuk terjadinya ablasio retina. Literatur menunjukkan bahwa sedikit bukti
untuk mendukung keyakinan bahwa riwayat operasi pada retina sebelumnya
meningkatkan risiko perlepasan retina pada persalinan spontan.
Penelitian yang dilakukan oleh Neri A et al juga mendukung hal tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan mengamati 50 wanita dengan myopia (4.5 15.0
D) yang akan melahirkan. Dilakukan pemeriksaan funduskopi pada seluruh
responden sebelum dan setelah melahirkan. Berbagai macam tipe degenerasi
retina dan kerusakan retina ditemukan pada pemeriksaan pre partum, namun tidak
ditemukan adanya perburukan dari kelainan yang ada pada pemeriksaan post
partum. Dari hasil penelitian tersebut, disarankan untuk tetap dilakukan persalinan
spontan per vaginam pada pasien dengan myopia tinggi.12
Menurut pengamatan yang dilakukan oleh Prost, yang melakukan
pengamatan terhadap 42 pasien dengan myopia tinggi dan 4 pasien dengan
myopia tinggi disertai riwayat operasi ablatio retina pada salah satu mata, tidak
terbukti adanya progresivitas dari perubahan retina dan terjadinya robekan retina,
namun pada beberapa pasien ditemukan adanya perdarahan retina dan edema
makular. Dari pengamatan tersebut disimpulkan bahwa myopia tinggi bukan

28

merupakan indikasi untuk dilakukan operasi caesar, namun sebaiknya tetap


dilakukan

pemeriksaan

Kesimpulannya,

oftalmologi

persalinan

spontan

pada

pasien

pervaginam

setelah

tidak

melahirkan.

dianggap

sebuah

kontraindikasi untuk pasien dengan myopia tinggi.

29

BAB 5
KESIMPULAN
Ny W, 25 tahun, MRS dengan keluhan nyeri perut bagian bawah dan
mempunyai riwayat kelainan pada mata yaitu rabun jauh. Pengelihatan pasien
dikoreksi dan didapatkan -9,25/-9,25, ini termasuk pada myopia derajat berat.
Pasien direncanakan seksio sesarea secara elektif. Pasien direncanakan seksio
sesarea secara elektif. Pasien dengan myopia yang tinggi beresiko mengalami
robekan retina pada saat melahirkan secara spontan. Pada beberapa penelitian
tidak ada yang mendukung bahwa myopia tinggi merupakan indikasi seksio
sesarea.

30

DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan; Jakarta; Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002;
2. Wiknjosastro, H. Seksio Sesarea. Dalam Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta;
Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo, 2000; hal 198-204
3. Pizzarello L: Refractive changes in pregnancy. Graefes Arch CliExp
Ophthalmol 241:484, 2003.
4. Saw SM, Gazzard G, Shih-Yen EC, Chua WH, Myopia and associated
pathological complications. Ophthalmic Physiol Opy. 2005 Sep; 25(5):381-91.
5. Barbazetto IA, Pizzarello LD, Ocular changes during pregnancy, Compr
Ophthalmol Update. 2007 May-Jun ; 8(3):155-67.
6. Sushma Sharma, Rekha Wuntakal, Aashish Anand, Tarun K. Sharma,
Gabrielle Downey, Pregnancy and the eye. The Obstetrician & Gynaecologist
2006; 8:141146.
7. Prost M. Severe myopia and delivery. Klin Oczna. 1996 Feb; 98(2):129-30.26.
8. Neri A, Grausbord R, Kremer I, Ovadia J, Treister G. The management of
labor in high myopic patients. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 1985 May;
19(5): 277-9.
9. Katsulov A, Todorova Ts, Denovska M, Iankov M. Myopia and labor. Akush
Ginekol (Sofia). 1999; 38 (3): 51-4.
10. A G Travkin, K N Akh vlediani, T Kh Petrova Average and high myopia in
pregnant women at delivery. Vestn Oftamol.; 119(3):34-7 12822335.
11. Jnemann AG, Sterk N, Rejdak R; Influence of mode of delivery on
preexisting eye disease and mode of delivery. Z Geburthilfe Neonatol. 2007
Aug; 211(4): 139-4.

31

Anda mungkin juga menyukai