Lapsus High Miopia Dalam Kehamilan
Lapsus High Miopia Dalam Kehamilan
Laporan Kasus
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Disusun Oleh:
Nadila Lupita Puteri
Pembimbing:
dr. Erwin Ginting, Sp.OG
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB 1......................................................................................................................3
1.1
Latar Belakang..........................................................................................3
1.2
Tujuan........................................................................................................4
BAB 2......................................................................................................................5
2.1
Identitas.....................................................................................................5
2.2
2.3
Pemeriksaan Fisik......................................................................................6
2.4
Status obstetrik..........................................................................................8
2.5
Pemeriksaan Penunjang.............................................................................8
2.6
Diagnosis Kerja.......................................................................................10
2.7
Tatalaksana..............................................................................................11
2.8
Prognosis :...............................................................................................11
2.9
Follow Up................................................................................................11
2.10
Laporan Operasi...................................................................................13
BAB 3....................................................................................................................15
3.1
DEFINISI................................................................................................15
3.1.1
Myopia.............................................................................................15
3.1.2
Epidemiologi....................................................................................15
3.1.3
Tipe Myopia.....................................................................................16
3.1.4
Persalinan.........................................................................................17
3.1.5
3.2
PERUBAHAN
DAN
GANGGUAN
PENGLIHATAN
PADA
KEHAMILAN...................................................................................................20
3.3
BAB 4....................................................................................................................29
BAB 5....................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................32
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Myopia
yang
paling umum,
yang
1.2
Tujuan
Laporan kasus ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai high
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1
Identitas
Identitas pasien:
Nama
: Ny. WD
Umur
: 25 tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: IRT
Suku
: Kutai
Alamat
: Loa Bakung
Masuk RS (MRS)
Identitas suami:
Nama
: Tn. MJ
Umur
: 28 tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Swasta
Suku
: Banjar
Alamat
: Loa Bakung
2.2
Pasien
mempunyai
gangguan
pengelihatan
jarak
jauh
sehingga
Hipertensi (-)
DM (-)
Kanker (-)
Tahun
Tempat
Umur
Jenis
Penolong
Partus
Partus
kehamilan
Persalinan
Persalinan
Spontan
Bidan
1.
2007
2.
2011
3.
2015
Kegugura
Jenis
Keadaan
Kelamin
Anak
Anak/ BB
Sekarang
12 minggu
n
BPS
Aterm
Laki-
Hidup
laki/3000 gr
Hamil ini
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
: tampak baik
Kesadaran
Tanda-tanda Vital
Status Gizi
Tekanan Darah
: 110/60 mmHg
Nadi
Frekuensi Napas
: 22 x/menit, teratur
Temperatur
: 36,8oC
: BB = 64 Kg, TB = 150 cm
Kepala/leher
Rambut merah
:-
Mata
Telinga
Mulut
Leher
Thorax
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Inspeksi
: tidak trampak
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Cor
Ekstremitas
2.4
Edema
Superior
Ekstremitas hangat
Inferior
Ekstremitas hangat
Sianosis (-)
Sianosis (-)
MMT
Status obstetrik
Inspeksi
Palpasi
: TFU 30 cm,
- Leopold I
- Leopold II
- Leopold III
- Leopold IV
Vulva/Vagina
Portio
Pembukaan
Ketuban
Bagian terbwah
Penurunan
Pelepasan
: normal
: konsistensi lunak arah medial
: 0 cm
: (+)
: Kepala
: Hodge I
: darah (-), Bloodslym (-)
Pemeriksaan Penunjang
16-3-2015
18-3-2015
11,2
33,9%
10.300
156.000
14,3
34,9%
14.300
134.000
76
20,5
0,9
3
9
NR
NR
Oculli Dekstra
1/60
- 9,25 D
Oculli Sinistra
1/60
- 9,25 D
Pemeriksaan USG
2.6
Diagnosis Kerja
G
Tatalaksana
-
2.8
Prognosis :
Dubia ad bonam
2.9
Follow Up
Tanggal
16-3-2015
Follow up
Tindakan
Menerima pasien baru dari Poli dengan Lapor dr. Sp OG rencana
16.15
G3P1A1 Gravid 38-39 bulan, janin tunggal pro SC elektif tanggal 18hidup, prsentasi kepala, belum inpartu + 3-2015
miopi berat ODS. Keluhan nyeri perut
Hasil pemeriksaan
KU tampak sehat, kesadaran CM
Tanda vital
Tekanan darah : 110/60 mmhg
Nadi
: 80 x/menit
Pernafasan
: 22 x/menit
Suhu
: 360 C
TFU 30 cm,
- Leopold I
: teraba bokong
- Leopold II
: punggung kiri
darah
110/70
mmHg,
nadi
10
anemis -/-,
A: G3P1A1 Gravid 38-39 bulan, janin tunggal
hidup, prsentasi kepala, belum inpartu +
18-3-15
P:
Inj.
3x1gr IV
Asam Mefenamat
3x500mg
SF 2x3 tab
Inj.
3x1gr IV
Asam Mefenamat
3x500mg
SF 2x3 tab
Cefadroxil
2x500mg
Asam Mefenamat
3x500mg
SF 2x3 tab
Boleh rawat jalan
Cefotaxim
P:
Cefotaxim
P:
11
Macam Pembedahan
(+) Besar
(+)
Emergency
pusar
Insisi diperdalam secara tajam dan tumpul sampai menembus peritoneum dan dibuat
bladder flap
Insisi segmen bawah Rahim 2 cm dibawah irisan plika vesikouterinasecara tajam
sepanjang 2 cm dengan arah transversal, kemudian diperlebar dengan kedua jari telunjuk
operator
Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan , janin dilahirkan dengan
meluksir kepalanya. Badan janin dilahirkan dengan mengait kedua ketiaknya. Lahir hidup
seorang bayi laki-laki Dengan BB 3200gr PB 45cm, A/S 8/10, anus (+), cacat (-), pada
pukul 11.20
Tali pusat dijepit dan di potong, ke dalam otot Rahim intramural disuntikkan 10U
oksitosin dan plasenta dilahirkan secara manualkemudian dilakukan pembersihan kavum
12
berikut :
Peritoneum dijahit secara jelujur dengan plain catgut no 2.0
Otot dijahit secara jelujur dengan chromic catgut no 1.0
Fascia dijahit secara jelujur dengan chromic catgut no 1.0
Subkutis dijahit secara jelujur dengan plain catgut no 2.0
Kutis dijahit secara subkutikuler dengan plain catgut 2.0
- Luka operasi ditutup dengan sofratulle, kassa dan Opsite
Instruksi Post Operasi
-
13
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
3.1.1
DEFINISI
Myopia
Bila bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di depan retina oleh
Epidemiologi
Prevalensi dan Insiden
Prevalensi myopia bervariasi dengan usia dan faktor lainnya. Prevalensi
myopia meningkat pada usia sekolah dan dewasa muda, mencapai 20-25 % pada
populasi remaja dan 25-35 % pada dewasa muda di Amerika Serikat dan negaranegara maju. Dilaporkan bahwa prevalensi myopia lebih tinggi pada beberapa
area di Asia, seperti China dan Jepang. Prevalensi myopia pada populasi Asia
sekarang mencapai 70-90 %. Prevalensi ini berkurang pada populasi berusia di
atas 45 tahun, mencapai 20 % pada usia 65 tahun, dan menurun hingga 14 % pada
orang berusia 70-an.
Faktor Resiko
Faktor risiko yang penting dalam perkembangan myopia adalah riwayat
keluarga myopia. Penelitian menunjukkan prevalensi 33-60 % myopia pada anak,
yang kedua orang tuanya mengalami myopia. Pada anak yang memiliki satu orang
tua penderita myopia, prevalensinya adalah 23-40 %. Bila tak satupun orang tua
yang menderita myopia, hanya 6-15 % anak-anak mereka yang myopia. Myopia
yang diketahui dengan retinoskopi nonsikloplegik pada masa bayi dan kemudian
menurun menjadi emetropia sebelum anak tersebut memasuki usia sekolah
14
Tipe Myopia
Dikenal beberapa bentuk myopia seperti:
a. Myopia refraktif
Apabila unsur-unsur pembias lebih refraktif dibandingkan dengan ratarata, kelainan yang terjadi disebut myopia kurvatura atau myopia refraktif.
Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada katarak
intumesen, dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih
kuat. Sama dengan myopia bias atau myopia indeks, yakni myopia yang
terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.
b. Myopia aksial
Myopia aksial terjadi bila mata berukuran lebih panjang daripada normal.
Untuk setiap milimeter tambahan panjang sumbu, mata kira-kira lebih miopik
3 dioptri. Menurut derajat beratnya, myopia dibagi dalam:
1. Myopia ringan, dimana myopia lebih kecil daripada 1 3 dioptri
2. Myopia sedang, dimana myopia lebih antara 3 6 dioptri
3. Myopia berat atau tinggi, dimana myopia lebih besar dari 6 dioptri
15
Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat malahan melihat
terlalu dekat, sedangkan melihat jauh akan kabur atau biasa disebut rabun jauh.
Pasien akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan
celah kelopak yang sempit. Seseorang dengan myopia akan memiliki kebiasaan
mengerenyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan
efek pinhole. Pasien dengan myopia juga memiliki pungtum remotum yang dekat
sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi. Bila kedudukan mata
ini menetap, maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.
Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopic cressent yaitu gambaran
bulan sabit yang terlihat pada polus posterior fundus mata myopia, sklera oleh
koroid. Pada mata dnegan myopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus
okuli seperti degenerasi makula dan degenerasi retina bagian perifer. Myopia
derajat tinggi menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap gangguangangguan retina degeneratif seperti ablatio retinae1 ataupun gangguan lain seperti
juling. Juling biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat mata berkonvergensi
terus-menerus. Bila terdapat juling keluar, mungkin fungsi satu mata telah
berkurang atau terdapat ambliopia.
3.1.4
Persalinan
Persalinan atau partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang
dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Partus immaturus
ialah partus yang terjadi pada masa kehamilan kurang dari 28 minggu namun
lebih dari 20 minggu dengan berat janin antara 1000 500 gram. Partus
prematurus adalah suatu partus dari hasil konsepsi yang dapat hidup tetapi belum
cukup bulan. Berat janin antara 1000 sampai 2500 gram atau tua kehamilan antara
28 minggu sampai 36 minggu. Sedangkan partus postmaturus atau serotinus
adalah partus yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang
diperkirakan.4
3.1.5
pembukaan 10 cm. Kala I dinamakan pula kala pembukaan. Kala II disebut pula
kala pengeluaran, oleh karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan, janin
16
didorong keluar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri plasenta terlepas dari
dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 1
jam. Dalam kala itu, diamati apakah terjadi perdarahan postpartum.
Kala I
Klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut
mengeluarkan lendir yang bersemu darah. Lendir yang bersemu darah ini berasal
dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar.
Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh darah kapiler yang berada
di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks
membuka. Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase,
yaitu:
a. Fase Laten
Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai
ukuran diameter 3 cm.
b. Fase Aktif
Dibagi ke dalam 3 fase lagi, yaitu:
i. Fase Akselerasi Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm.
ii. Fase Dilatasi Maksimal Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung
sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
iii. Fase Deselerasi Pembukaan menjadi lambat kembali, dalam waktu 2
jam, pembukaan 9 cm menjadi lengkap.
Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun
terjadi demikian, tetapi fase-fase tersebut menjadi lebih pendek. Mekanisme
membukanya serviks berbeda antara primigravida dan multigravida. Pada yang
pertama, ostium uteri internum akan membuka lebih dahulu, sehingga serviks
akan mendatar dan menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum membuka.
Pada multigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri
internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat
yang sama. Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan hampir atau
telah lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkam ketika pembukaan hampir
atau telah lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan
17
hampir lengkap atau telah lengkap. Bila ketuban telah pecah sebelum mencapai
pembukaan 5 cm, disebut ketuban pecah dini. Kala I selesai apabila pembukaan
serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam,
sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam.
Kala II
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3
menit sekali. Karena biasanya dalam hal ini, kepala janin sudah masuk di ruang
panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang
secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa pula tekanan pada
rektum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan
menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama
kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul
sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi di luar his, dan dengan his
dan kekuatan mengedan maksimal, kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di
bawah simfisis dan dahi, muka dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat
sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan, dan anggota bayi. Pada
primigravida, kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata
0,5 jam.
Kala III
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas
pusat. Beberapa menit kemudian ueterus berkontraksi lagi untuk melepaskan
plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepasdalam 6 sampai 15 menit setelah
bayi lahir dengan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri.
Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah.4
Kala IV
Seperti diterangkan di atas, kala ini dianggap perlu untuk mengamati
apakah ada perdarahan postpartum.
3.2
18
Seorang wanita mengalami banyak perubahan pada saat kehamilan, baik sistemik
maupun okular. Pada saat kehamilan, terjadi perubahan fisiologis pada sistem
kardiovaskular, sistem hormon, metabolik, hematologik, dan sistem imunologik.
Akibat beberapa mekanisme ini, kehamilan menyebabkan perubahan pada mata.
Perubahan hormon dan metabolik yang terjadi pada saat kehamilan,
hiperdinamisitas sirkulasi kapiler retina mungkin menyebabkan progresivitas dari
retinopati diabetika pada wanita hamil dengan diabetes. Perubahan hormon
merupakan perubahan sistemik yang paling menonjol pada wanita hamil.
Plasenta, kelenjar endokrin ibu, dan kelenjar adrenal fetus mengkombinasi
produktivitasnya menghasilkan pabrik hormon berkekuatan tinggi. Kadar imun
tersupresi, menyebabkan wanita hamil tersebut mudah mengalami kelainan imun
yang serius. Perubahan penglihatan pada kehamilan sering terjadi, dan sebagian
besar berhubungan secara spesifik dengan kehamilan itu sendiri. Kehamilan
sering dihubungkan dengan perubahan pada mata, yang biasanya bersifat
sementara, namun dapat juga menetap. Efek okular pada kehamilan ini dapat
bersifat fisiologis maupun patologis, atau bisa eksaserbasi dari kondisi yang telah
ada sebelumnya.
Perubahan yang dapat terjadi pada mata termasuk chloasma, spider
angiomas dan ptosis. Perubahan yang dapat terjadi pada segmen anterior yaitu
berkurangnya kapiler di konjungtiva dan bertambahnya jaringan granular di
venula dan lengkungan kornea, perubahan ketebalan kornea, indeks refraksi,
ketidaksesuaian akomodasi dan refraksi, dan menurunnya tekanan intraokular.
Perubahan yang dapat terjadi pada segmen posterior termasuk perburukan dari
retinopati diabetik, korioretinopati serosa sentral, peningkatan resiko terjadinya
distrofi vitreokorioretinal perifer dan ablatio retina, dan efek yang menguntungkan
dari uveitis non-infeksiosa. Beberapa gangguan sistemik yang terjadi pada
kehamilan juga dapat mempengaruhi mata, seperti preeklampsia, penyakit Graves
dan sklerosis multipel. Gangguan intrakranial dengan efek pada okuler pada
kehamilan yaitu Pseudotumor cerebri, prolactinoma dan Sindroma Sheehans.
Adneksa Okular
19
20
indeks refraksi kornea juga dapat berubah. Namun dianjurkan untuk menunda
pemberian resep maupun lensa kontak sampai beberapa minggu setelah kelahiran.
Gangguan Akomodasi dan Refraksi
Perubahan akomodasi dan gangguan refraksi pada masa kehamilan telah
dilaporkan. Hilangnya daya akomodasi yang bersifat sementara dapat terjadi pada
saat maupun sesudah kehamilan. Insufisiensi akomodasi dan paralisis dilaporkan
berhubungan dengan laktasi. Hasil operasi refraksi mata sebelum, selama ataupun
segera setelah kehamilan tidak dapat diprediksi, dan operasi ini disarankan untuk
ditunda hingga terjadi stabilitas refraksi setelah kelahiran. Myopia dapat
meningkat selama kehamilan. Ini telah dibuktikan oleh Pizzarello yang telah
melakukan penelitian pada 83 orang wanita hamil untuk menentukan penyebab
perubahan penglihatan selama kehamilan dan dan post partum. Wanita hamil yang
mengeluh terjadinya perubahan visual telah ditemukan perubahan pada kondisi
myopia yang telah ada pada kehamilan, yang kemudiannya kembali ke tingkat
semulanya pada post-partum.
Tekanan Intraokular
Kehamilan dapat memberikan keuntungan pada glaukoma. Kehamilan
dihubungkan dengan penurunan tekanan intraokular pada mata yang sehat dan
hipertensi okular. Pada subjek yang normal, kehamilan menurunkan tekanan
intraokular sampai 19,6%. Hampir 35% dari keseluruhan penurunan terjadi pada
minggu ke 12 dan 18 kehamilan. Sedangkan pada hipertensi okular, kehamilan
menurunkan tekanan intraokular hingga 24,4%. Berbagai macam mekanisme telah
diimplikasikan pada hasil penelitian ini. Beberapa mekanisme ini termasuk
adanya peningkatan keluaran aqueous humor, penurunan resistensi vaskuler
sistemik yang menyebabkan terjadinya penurunan tekanan vena episclera,
peningkatan elastisitas jaringan generalisata yang menyebabkan berkurangnya
kekakuan sklera, dan asidosis generalisata selama kehamilan.
Gangguan Segmen Posterior
a. Retinopati Diabetika
Kehamilan dapat memperparah retinopati diabetika yang telah ada.
Perubahan diabetik yang terjadi selama kehamilan tidak jauh berbeda dengan
21
yang ditemukan pada pasien non diabetik dan pada pria. Namun, kehamilan pada
pasien diabetes yang terkontrol tidak menjadi faktor resiko untuk terjadinya
komplikasi vaskular. Gangguan pandangan yang diakibatkan oleh retinopati
diabetika pada kehamilan jarang terjadi, akan tetapi dapat terjadi konsekuensi
yang buruk terhadap ibu dan bayinya. Foto-koagulasi dengan laser harus
dipertimbangkan untuk wanita hamil dengan pre-proliferatif retinopati diabetika
yang berat. Retinopati diabetika proliferatif mungkin tidak membaik setelah
kelahiran.
b. Korioretinopati serosa sentral
Ini adalah kelainan makular yang ditandai oleh ablatio retina serosa
lokalisata. Umumnya menyerang dewasa pada usia pertengahan sekitar 20 sampai
45 tahun. Lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan perbandingan
10:1. Kehamilan adalah salah satu faktor resiko terjadinya penyakit ini.
Korioretinopati serosa sentral pada wanita hamil sering dihubungkan dengan
eksudat subretina yang kemungkinan bersifat fibrinosa alami. Eksudat subretinal
fibrinosa ini terlihat pada 90% pasien, dibandingkan dengan kurang dari 20%
korioretinopati sentral serosa (tanpa kehamilan).
secara spontan pada akhir kehamilan atau setelah melahirkan, namun dapat timbul
kembali di luar kehamilan.
c. Distrofi Vitrokorioretinal Perifer (PVCRD)
Observasi dinamis yang diikuti pada 86 wanita hamil dengan distrofi
vitrokorioretinal (121 mata) menunjukkan bahwa kondisi tersebut berkembang
selama masa kehamilan pada 33,8% kasus. Menurunnya haemodinamik okular
dan kekakuan sklera adalah karakteristik kehamilan. Insidens tertinggi
progresivitas PVCRD diamati pada wanita hamil dengan sistem haemodinamik
tipe hipokinetik.5
d. Ablatio Retina Rhegmatogenosa
Wanita hamil dengan myopia tinggi, riwayat ablatio retina atau
perlubangan retina, atau diketahui memiliki degenerasi lattice umumnya dirujuk
ke spesialis mata untuk meminta saran manajemen kelahiran, apakah
diperbolehkan melahirkan spontan pervaginam, atau harus dilakukan profilaksis
22
atas indikasi resiko tinggi terjadinya kelainan retina. Banyak ahli obstetri masih
mempercayai bahwa wanita hamil dengan kelainan mata beresiko mengalami
ablatio retina rhegmatogenosa harus melahirkan dengan instrumen atau bahkan
dianjurkan untuk Sectio Caesaria. Telah dibuktikan bahwa tatalaksana prenatal
untuk kelainan retina asimptomatik tidak dianjurkan dan kelahiran spontan
pervaginam diperbolehkan untuk dilakukan oleh wanita dengan kelainan retina
resiko tinggi.
e. Edema Makular
Edema makular dengan atau tanpa retinopati proliferatif juga dapat timbul
pada masa kehamilan. Hal tersebut dapat timbul ataupun memburuk selama
kehamilan. Telah ditunjukkan bahwa edema makular sering berhubungan dengan
wanita hamil yang menderita diabetes yang juga memiliki proteinuria dan
hipertensi. Penelitian juga menunjukkan bahwa pada beberapa kasus dapat
membaik secara spontan setelah kelahiran namun dapat juga menetap, dan
menyebabkan kehilangan penglihatan jangka panjang.
f. Uveitis
Uveitis mengacu pada peradangan dari traktus uvea, terdiri dari iris, badan
siliar dan choroid. Telah dilaporkan bahwa kehamilan berhubungan dengan
sejumlah kasus timbulnya uveitis non-infeksi dibandingkan dengan kondisi tanpa
kehamilan. Apabila kondisi tersebut timbul saat kehamilan, umumnya terjadi pada
trimester pertama. Penyebab spesifik dari uveitis non-infeksi ini menunjukkan
efek yang menguntungkan dari kehamilan termasuk sindroma Vogt-KoyanagiHarada, uveitis idiopatik dan penyakit Behcets. Sebagian besar dari wanitawanota tersebut akan mengalami kekambuhan dalam 6 bulan pasca kelahiran.
Diduga bahwa peningkatan hormon-hormon intrinsik, terutama kortikosteroid,
dan beberapa faktor lain dengan kehamilan dapat memberikan pengaruh
penekanan pada uveitis.
3.3
23
ini.
Kebanyakan
dari
responden
(76
di
antaranya)
24
%), riwayat keluarga dengan ablasio retina sebagai risiko rendah-sedang (73 %)
dan riwayat operasi mata sebelumnya sebagai risiko tinggi (56 %).
Apabila ditanyakan tentang kondisi mata yang manakah jika ada akan
mempengaruhi pengambilan keputusan klinis antara operasi seksio Caesarea
dengan persalinan apontan pervaginam, hanya 14 % responden mengatakan
pasien tanpa riwayat kelainan mata, 13.6 % lagi mengatakan pasien dengan
riwayat ablasio retina, 61 % menghindar untuk menjawab pertanyaan ini yang
mengindikasikan mayoritas dokter spesialis masih bingung untuk memilih apa
yang lebih praktis. 48 % juga mengatakan pasien dengan riwayat ablasio retina
merupakan indikasi untuk operasi seksio Caesarea. Hasil survei ini sejalan dengan
data yang dilakukan di Inggeris dan ini mungkin menunjukkan pegangan ini
dipakai secara internasional.
Komentar yang diberikan kebanyakannya mirip; rata-rata menjelaskan
persalinan spontan harus dihindari karena peningkatan risiko ablasio retina akibat
peningkatan tekanan intra-okular yang disebabkan oleh manuver yang mirip
Valsalva pada kala 2 persalinan. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa
peningkatan tekanan intra-abdominal juga akan meningkatkan tekanan intraokular. Hal ini hanya dapat disebabkan oleh kondisi yang mempengaruhi aliran
drainase dari aqueous pada ruang anterior mata seperti glaukoma. Selain itu,
peningkatan tekanan intra-okular bukanlah faktor risiko untuk terjadinya ablasio
retina. 10
Menurut pengamatan yang dilakukan oleh Prost, yang melakukan
pengamatan terhadap 42 pasien dengan myopia tinggi dan 4 pasien dengan
myopia tinggi disertai riwayat operasi ablatio retina pada salah satu mata, tidak
terbukti adanya progresivitas dari perubahan retina dan terjadinya robekan retina,
namun pada beberapa pasien ditemukan adanya perdarahan retina dan edema
makular. Dari pengamatan tersebut disimpulkan bahwa myopia tinggi bukan
merupakan indikasi untuk dilakukan operasi caesar, namun sebaiknya tetap
dilakukan pemeriksaan oftalmologi pada pasien setelah melahirkan.
Penelitian lain juga mendukung hal ini. Penelitian yang dilakukan pada 10
wanita yang telah mengalami 19 persalinan (10 prospektif dan 9 retrospektif) dan
25
26
BAB 4
PEMBAHASAN
27
28
pemeriksaan
Kesimpulannya,
oftalmologi
persalinan
spontan
pada
pasien
pervaginam
setelah
tidak
melahirkan.
dianggap
sebuah
29
BAB 5
KESIMPULAN
Ny W, 25 tahun, MRS dengan keluhan nyeri perut bagian bawah dan
mempunyai riwayat kelainan pada mata yaitu rabun jauh. Pengelihatan pasien
dikoreksi dan didapatkan -9,25/-9,25, ini termasuk pada myopia derajat berat.
Pasien direncanakan seksio sesarea secara elektif. Pasien direncanakan seksio
sesarea secara elektif. Pasien dengan myopia yang tinggi beresiko mengalami
robekan retina pada saat melahirkan secara spontan. Pada beberapa penelitian
tidak ada yang mendukung bahwa myopia tinggi merupakan indikasi seksio
sesarea.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan; Jakarta; Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002;
2. Wiknjosastro, H. Seksio Sesarea. Dalam Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta;
Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo, 2000; hal 198-204
3. Pizzarello L: Refractive changes in pregnancy. Graefes Arch CliExp
Ophthalmol 241:484, 2003.
4. Saw SM, Gazzard G, Shih-Yen EC, Chua WH, Myopia and associated
pathological complications. Ophthalmic Physiol Opy. 2005 Sep; 25(5):381-91.
5. Barbazetto IA, Pizzarello LD, Ocular changes during pregnancy, Compr
Ophthalmol Update. 2007 May-Jun ; 8(3):155-67.
6. Sushma Sharma, Rekha Wuntakal, Aashish Anand, Tarun K. Sharma,
Gabrielle Downey, Pregnancy and the eye. The Obstetrician & Gynaecologist
2006; 8:141146.
7. Prost M. Severe myopia and delivery. Klin Oczna. 1996 Feb; 98(2):129-30.26.
8. Neri A, Grausbord R, Kremer I, Ovadia J, Treister G. The management of
labor in high myopic patients. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 1985 May;
19(5): 277-9.
9. Katsulov A, Todorova Ts, Denovska M, Iankov M. Myopia and labor. Akush
Ginekol (Sofia). 1999; 38 (3): 51-4.
10. A G Travkin, K N Akh vlediani, T Kh Petrova Average and high myopia in
pregnant women at delivery. Vestn Oftamol.; 119(3):34-7 12822335.
11. Jnemann AG, Sterk N, Rejdak R; Influence of mode of delivery on
preexisting eye disease and mode of delivery. Z Geburthilfe Neonatol. 2007
Aug; 211(4): 139-4.
31