Anda di halaman 1dari 10

IDENTIFIKASI HAMA DAN PENYAKIT BIBIT PASANG (Quercus suber) dan

PUSPA (Schima wallichii) DI PERSEMAIAN PT ANTAM UBPE PONGKOR, BOGOR1


Dinda Aisyah Fadhillah Hafni2 dan Lailan Syaufina3
Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB
ABSTRAK
Tanaman Quercus suber dan Schima Wallichii merupakan tanaman asli Taman
Nasional Gunung Halimun Salak, kedua tanaman tersebut dapat tumbuh dengan baik apabila
pada awal pertumbuhannya dipelihara dengan baik. Kondisi tanaman yang ditanam juga
diawali dengan kondisi bibit yang sehat dan memenuhi kriteria mutu bibit siap tanam.
Kegiatan pemeliharaan bibit selama berada di persemaian menentukan kondisi dan kesehatan
bibit, khususnya kegiatan pengendalian hama dan penyakit di persemaian. Dalam kegiatan
pengendalian yang cepat dan tepat diperlukan identifikasi penyebab serangan hama dan
penyakit. Identifikasi hama dan penyakit perlu dilakukan secara makroskopis yaitu
penampakan luar tanaman yang sakit dan secara mikroskopis yaitu dengan mengetahui
penyebab hama dan penyakit. Persentase kejadian serangan penyakit di persemaian pada
kedua jenis bibit ini lebih tinggi dibandingkan persentase kejadian serangan hama. Serangan
penyakit pada kedua jenis bibit ini diduga disebabkan oleh Phytophthora ramorum dan
Cylindrocladium sp.yang menimbulkan gejala bercak daun (Leaf spot) dan hawar daun (Leaf
blight). Serangan hama pada bibit Quercus suber disebabkan oleh ulat penggulung daun
sedangkan Serangan hama pada bibit Schima Wallichii disebabkan oleh ulat pemakan daun.
Persentase kejadian serangan hama dan penyakit di persemaian PT Antam UBPE Pongkor
tergolong sedang.
Kata Kunci: Quercus suber, Schima Wallichii, hama, penyakit, PT Antam UBPE
Pongkor
PENDAHULUAN
Pertambangan merupakan salah satu
kegiatan usaha pemanfaatan sumberdaya
alam sebagai upaya memenuhi kebutuhan
manusia dan memiliki peran yang sangat
penting dalam perekonomian nasional.
Setiap kegiatan pertambangan diwajibkan
untuk
mereklamasi
lahan
bekas
tambangnya sesuai PP No. 60 Tahun 2009.
Reklamasi adalah kegiatan penataan untuk
memperbaiki dan memulihkan kembali
lahan serta vegetasi hutan yang rusak agar
dapat berfungsi secara optimal sesuai
peruntukannya (UU No. 41 Tahun 1991
Pasal 44). Salah satu kegiatan pokok
dalam reklamasi hutan dan lahan, yaitu
revegetasi. Revegetasi merupakan kegiatan
pemulihan dan pengembalian vegetasi di
atas hamparan lahan. Setiadi (2006)
menyatakan bahwa revegetasi adalah
1

usaha penanaman kembali di lahan bekas


tambang untuk perbaikan biodiversitas dan
pemulihan
estetika
lanskap
serta
komunitas
tumbuhan
asli
secara
berkelanjutan untuk mengendalikan erosi
dan aliran permukaan untuk mendukung
keberhasilan dari revegetasi lahan yang
terganggu.
PT Aneka Tambang (Persero) Unit
Bisnis Penambangan Emas (UBPE)
Pongkor atau biasa disingkat dengan PT
Antam UBPE Pongkor merupakan
perusahaan terbuka yang bergerak di
bidang penambangan emas yang telah
melakukan kegiatan reklamasi dan
revegetasi lahan bekas tambang. Tambang
emas Pongkor memiliki tiga urat emas
utama yakni Ciguha, Kubang Cicau dan
Ciurug.
Metode
penambangan
menggunakan conventional cut and fill
stoping pada urat emas Ciguha dan

Makalah disampaikan dalam Seminar Praktik Kerja Profesi Departemen Silvikultur pada hari Rabu,
06 Mei 2015 pukul 08.00-10.00 WIB di Ruang Sidang ABT-2 Fahutan IPB
2
Mahasiswa Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB (E44110020)
3
Dosen Pembimbing Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB (Dr Ir MSc)

Kubang Cicau. Pada urat emas Ciurug


Antam
menggunakan
metode
penambangan mechanised cut and fill
dengan peralatan hydraulic jumbo drill dan
load haul dump (LHD) sejak tahun 2000.
Setelah bijih emas ditambang, bijih emas
kemudian diolah melalui beberapa proses
seperti crushing, milling, cyanidation,
carbon leaching dan stripping, electro
winning dan casting untuk memproduksi
bullion/dore.
Limbah
dari
pabrik
menghasilkan tailing, tailing ini berpotensi
menurunkan tingkat kesuburan tanah dan
menyebabkan keracunan bagi tanaman
untuk tumbuh. Oleh karena itu, salah satu
cara pengelolaan tailing ini adalah
revegetasi lahan yang terganggu.
Kegiatan revegetasi lahan yang
terganggu tersebut membutuhkan bibitbibit tanaman yang memiliki mutu yang
baik, salah satunya adalah terbebas dari
hama dan penyakit. Kunci utama
penyediaan bibit yang baik terletak pada
sistem pengelolaan persemaian. Oleh
karena itu diperlukan adanya evaluasi
mutu bibit secara berkala di persemaian
dengan cara perhitungan persentase
kejadian serangan hama dan penyakit pada
bibit-bibit tanaman tersebut.
Praktik Kerja Profesi (PKP) ini
memiliki tujuan umum untuk mengenal
dan
memahami
sistem
reklamasi,
mempraktikkan
prinsip
keilmuan
silvikultur di dalam kegiatan reklamasi
lahan sekaligus membangun etos kerja
yang
baik,
dan
mengidentifikasi
permasalahan reklamasi lahan pasca
tambang dan pengelolaan persemaian serta
mencari alternatif pemecahan masalah
yang dijumpai di PT Antam UBPE
Pongkor. Adapun tujuan khusus dari
kegiatan PKP yaitu untuk menganalisis
persentase kejadian serangan hama dan
penyakit di persemaian permanen PT
Antam UBPE Pongkor dan identifikasi
awal jenis patogen penyebab serangan
hama dan penyakit secara makroskopik
maupun mikroskopik.
METODE PRAKTIK

Waktu dan Lokasi Praktik


Praktik kerja profesi dilaksanakan
selama dua bulan pada periode I yaitu
tanggal 16 Februari sampai 16 April 2015
di PT Antam UBPE Pongkor, Desa Bantar
Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat. Praktik
khusus dilakukan di persemaian permanen
PT Antam UBPE Pongkor yaitu P4TA
(Pusat Pengembangan Penelitian dan
Pendidikan Pohon dan Tanaman Asli).
Alat dan Bahan
Alat
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah alat tulis, kalkulator,
software Microsoft Excel, kamera digital,
laminar air flow, mikroskop, gelas obyek,
gelas penutup, cawan petri. Bahan yang
digunakan sebagai objek pengamatan
adalah bibit Quercus suber (Famili:
Fagaceae) dan Schima wallichi (Famili:
Theaceae), media PDA, alkohol 70%,
kertas steril, dan air steril.
Metode Praktik
Pengumpulan Data
Kegiatan
praktik
umum
dilaksanakan dengan cara mengumpulkan
data-data melalui pengamatan di lapang,
wawancara, dan studi pustaka.
Kegiatan praktik khusus dilakukan
dengan cara mengumpulkan data primer.
Data primer tersebut diperoleh dari
pengamatan langsung pada bedeng sapih
dengan intensitas sampling sebesar 5%
dari total bedeng sapih (26 bedeng) yang
ada kemudian masing-masing jenis bibit
yang diamati berjumlah 1 082 bibit.
Presentase kejadian hama dan penyakit
dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Keterangan:
KP
=persentase kejadian hama dan
penyakit
a
=jumlah tanaman yang

menunjukkan gejala adnya hama


dan penyakit
= jumlah tanaman yang diamati

Isolasi Patogen
Isolat patogen diisolasi dari tanaman
yang terserang patogen bercak daun.
Isolasi dilakukan dengan cara membiakkan
jaringan tanaman sakit pada bagian daun
yang dipotong pada perbatasan jaringan
yang sehat dengan sakit. Kemudian
dibiakan pada media Potato Dextrose
Agar (PDA).
Identifikasi Patogen
Identifikasi patogen dilakukan secara
makroskopik melalui studi literatur
berdasarkan gejala yang timbul dan secara
mikroskopik melalui pengamatan di bawah
mikroskop optic lab yang kemudian
diidentifikasi melalui kunci identifikasi
Watanabe (2002) meliputi koloni dan
bentuk morfologi patogen.
KONDISI UMUM LOKASI
PRAKTIK
PT Aneka Tambang Unit Bisnis
Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor
terletak di salah satu kawasan yang dikenal
dengan Gunung Pongkor, Desa Nunggul,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat. Daerah ini memiliki
jarak sekitar 54 Kilometer kearah barat
daya dari Kota Bogor. Secara geografis,
PT Antam UBPE Pongkor terletak pada
6o3637.2
6o4811.0
LS
dan
106o3001.0106o3538.0 BT dengan
ketinggian antara 400 1 800 mdpl serta
memiliki suhu maksimum 33oC dan suhu
minimum 22oC dengan curah hujan
tahunnya yang mencapai rata-rata 3 000
3 500 mm. Ditinjau dari segi topografi,
wilayah PT Antam UBPE Pongkor berupa
daerah pegunungan di sebelah selatan dan
dataran rendah di sebelah barat.

Gambar 1 Peta lokasi Unit Bisnis


Pertambangan Emas Pongkor.
Surat keputusan Menteri Kehutanan
mengenai perluasan Taman Nasional
menyatakan bahwa PT Antam UBPE
Pongkor termasuk dalam kawasan Taman
Nasional Gunung Halimun Salak. Lokasi
pertambangan termasuk pada Zona Bogor
Barat yang membentang dibagian tengah
Jawa Barat. Berdasarkan Surat Kuasa
Pertambangan Eksploitasi KW 98 PPO
138, luas Kuasa Pertambangan (KP) PT
Antam Tbk UBPE Pongkor adalah 6 047
Ha.
Penanganan lahan di permukaan
dilakukan pada areal-areal yang terganggu
(disturbed lands) akibat pekerjaan
konstruksi,
pembuatan sarana
dan
prasarana, serta akibat dari kegiatan
penambang emas tanpa ijin (PETI).
Penanganan
berupa
pogram
reklamasi/revegetasi yang sebagian di
antaranya
bekerjasama
dengan
Puslitbanghut Kementerian Kehutanan,
Dinas PKT Kab. Bogor, Taman Nasional
Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan
Perum Perhutani.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Praktik Umum
Praktik umum yang dilakukan di PT
Antam UBPE Pongkor meliputi kegiatan
pemeliharaan dan monitoring tanaman di
lahan revegetasi, manajemen persemaian,
pengadaan bibit secara generatif maupun
vegetatif, pemeliharaan tanaman di
persemaian,
pengangkutan
bibit,
pembuatan kompos, pemantauan kualitas
air, pemantauan kualitas udara dan emisi.

Secara
keseluruhan,
terdapat
beberapa permasalahan pada kegiatan
reklamasi lahan pasca tambang dan
pengelolaan persemaian di PT Antam
UBPE Pongkor, di antaranya yaitu: (1)
kurang
diperhatikannya
faktor-faktor
keberhasilan revegetasi seperti: seleksi
tanaman, waktu penanaman antara jenis
fast growing dan slow growing, dan jarak
tanam, (2) belum tersedianya jadwal
khusus dalam pengelolaan persemaian, (3)
standar pengadaan bibit yang kurang
terpenuhi, seperti: anakan alam yang
diambil memiliki tinggi < 20 cm, (4)
persentase berakar stek yang rendah, (5)
tidak ada upaya pengendalian hama dan
penyakit, (6) pengakutan bibit yang tidak
menggunakan rak bibit, (7) persediaan
serasah yang relatif sedikit sehingga
menghambat proses pembuatan kompos,
(8) kualitas air yang berpeluang untuk
tercemar
sianida
akibat
adanya
Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI).
Praktik Khusus
Persemaian
merupakan
wajah
rehabilitasi secara keseluruhan. Jika
kondisi persemaian tidak dikelola dengan
baik, maka bisa dipastikan perusahaan
pertambangan tidak memiliki komitmen
tinggi dalam merehabilitasi lahan bekas
tambangnya (Mansur 2010). Oleh karena
itu perlu adanya evaluasi mutu bibit di
persemaian salah satunya melalui analisis
persentase kejadian serangan hama dan
penyakit. Penilaian adanya tidaknya hama
dan penyakit ini sangat penting karena jika
bibit mengandung hama dan penyakit
maka akan tersebar ke puluhan bahkan
ribuan hektar lahan. Menurut Indriyanto
(2013), hama dan penyakit merupakan
salah satu faktor yang memengaruhi
perkecambahan benih dan pertumbuhan
bibit di persemaian. Oleh karena itu, perlu
dipahami
karakteristik
organisme
penyebab serangan hama dan penyakit di
persemaian
agar
pencegahan
dan
penanggulangannya
dapat
dilakukan
secara efektif dan efesien sehingga tidak

menimbulkan dampak negatif terhadap


lingkungan.
Gejala penyakit dan akibat serangan
Hasil pengamatan memperlihatkan
bahwa gejala serangan tampak pada daun
bibit Quercus suber (Famili: Fagaceae)
dan Schima wallichi (Famili: Theaceae)
yang berasal dari persemaian permanen PT
Antam UBPE Pongkor. Pada umumnya
bercak yang timbul mula-mula berupa
bercak berwarna coklat muda dengan
bentuk yang tidak beraturan, yang muncul
pada bagian tengah, pangkal daun, dan
ujung daun. Bercak yang dihasilkan
kemudian semakin membesar dan meluas
dengan warna coklat tua. Perluasan ini
kadang-kadang dibatasi oleh garis-garis
tulang daun yang penampakannya sering
tidak beraturan. Apabila terdapat beberapa
bercak dalam satu daun, bercak-bercak itu
dapat saling meyatu membentuk suatu
daerah bercak yang meluas.
Daerah pada daun di sekitar bercak
seringkali berwarna kekuningan, dengan
bercak berwarna coklat tua tanpa dibatasi
oleh warna lain pada pinggir atau
sekelilingnya, seperti yang terlihat pada
Gambar 2. Selain itu, ada bercak yang
tidak sampai meluas perkembangannya,
akan tetapi hal ini diikuti dengan
menguningnya keseluruhan daun dan
kemudian daun tersebut gugur. Pada
bagian bawah dan atas dari daerah bercak
ketebalannya lebih tipis dibandingkan
dengan daerah daun yang masih sehat.
Daun-daun yang terserang penyakit
bercak daun ini dapat gugur sebelum
waktunya, terkadang keseluruhan daun
yang terserang gugur untuk kemudian
terbentuk lagi jaringan daun yang masih
baru dan sehat.
No
1
2
3
4
5

Gejala/Tanda
Bercak-bercak
Bercak-bercak dan hama
Mati pucuk
Mati
Hama
Total

Persentase (%)
40.20
13.31
0.55
10.72
25.23
90.02

Gambar 2 Daun (a) Quercus suber dan


(b) Schima wallichi yang
terserang penyakit bercak
daun.
Hasil pemeriksaan serangan hama
dan penyakit pada bibit Quercus suber
(Tabel 1) dan Schima wallichi (Tabel 2)
memperlihatkan bahwa bibit puspa yang
terserang
mencapai
90.02
persen
sedangkan
bibit
pasang
terserang
seluruhnya atau 100.00 persen. Serangan
terjadi diduga karena kurangnya intensif
pemeliharaan pada kedua bibit. Salah satu
yang
menandakan
kurangnya
pemeliharaan yaitu terlihat pada media
tanam yang ditumbuhi banyak lumut
sehingga munculnya persaingan hara
antara bibit dan lumut. Faktor penting
lainnya yang sangat kurang diperhatikan
yaitu upaya pengendaliaan hama dan
penyakit yang tidak dilakukan secara
intensif setiap hari sehingga penyebab
hama dan penyakit ini menyebar luas.
Tabel 1 Persentase kejadian serangan
hama dan penyakit pada bibit
pasang (Quercus suber)
No
1
2
3
4
5

Gejala/Tanda
Bercak-bercak
Bercak-bercak dan
hama
Mati pucuk
Mati
Hama
Total

Persentase (%)
37.30
26.59
1.94
30.75
3.42
100.00

Tabel 2 Persentase kejadian serangan


hama dan penyakit pada bibit
puspa (Schima wallichi)

Menurut Untung (2010), nilai


persentase kejadian serangan kurang dari
25% dikatakan kejadian serangan yang
ringan sedangkan nilai kejadian serangan
25 50% dikatakan kejadian serangan
yang sedang. Nilai persentase kejadian
serangan hama penyakit ini tergolong
sedang, namun sangat diperlukan usaha
intensif untuk memperbaiki sistem
pemeliharaan di persemaian PT Antam
UBPE Pongkor sehingga tingkat kejadian
serangan tidak semakin meningkat. Salah
satu caranya yaitu mengendalikan hama
dan penyakit yang ada dengan insektisida
dan fungisida alami.

Gambar 3 Grafik tingkat serangan hama


dan penyakit.
Daun bibit pasang (Quercus suber)
lebih banyak terkena serangan penyakit
dibandingkan serangan hama ulat pemakan
daun. Hal yang sama juga terjadi pada
daun bibit puspa, persentase kejadian
serangan yang lebih banyak yaitu
disebabkan oleh penyakit (Gambar 4).
Besarnya serangan penyakit pada kedua
bibit ini dikarenakan patogen penyebab
penyakit lebih mudah berdispersal apabila
terdapat dukungan dari prinsip segitiga
penyakit, yaitu (1) Kondisi inang yang
tidak resisten, (2) Patogen yang virulen,
dan (3) Kondisi lingkungan yang
mendukung peningkatan jumlah patogen
dan penurunan daya hidup/resistensi inang.
Patogen penyebab penyakit cenderung
lebih cepat berdispersal dan tidak mudah

terlihat secara kasat mata. Kemampuan


dormansi patogen penyebab penyakit
dalam jangka waktu yang panjang juga
menyebabkan
patogen
ini
sulit
diidentifikasi langsung di lapangan.

ataupun sungai, (c) aktivitas manusia, dan


(d) hewan vetebarata maupun invetebrata.

Sumber: Grunwald et al. (2012)

Gambar 5 Gejala penyakit bercak daun


Oak di California.

Gambar 4 Grafik penyebab kerusakan


pada bibit Quercus suber dan
Schima wallichi.
Identifikasi makroskopik jenis patogen
Hasil studi literatur berdasarkan
gejala yang diekspresikan oleh daun
Quercus suber (nama lokal oak, cork),
penyakit bercak daun tersebut disebabkan
oleh fungi. Hasil penelitian Grunwald et
al. (2012) menyatakan bahwa, fungi jenis
Phytophthora ramorum yang sering
menyerang daun Quercus suber di Eropa
dan Amerika Utara. Spesies Phytophthora
merupakan anggota dari Oomycetes yang
memiliki fase aseksual dan seksual. Dua
jenis
spora
aseksualnya
yaitu
klamidiospora dan sporangia sedangkan
dari
reproduksi
seksualnya
akan
mengahasilkan oospora. Phytophthora
ramorum dapat beradaptasi pada kondisi
suhu optimum 20oC. Namun menurut
Werres et al. (2001), patogen ini dapat
tumbuh pada suhu antara 2 hingga 30oC.
Sporangia dapat terbentuk di atas
permukaan daun dan di cabang-cabang
tanaman inang. Selanjutnya dapat lepas
dan menyebar dengan adanya percikan air
hujan dan angin. Mekanisme penyebaran
melalui (a) hujan dan angin, (b) aliran air

Penelitian Henricot et al. (2004)


menyatakan bahwa gejala yang muncul
tergantung pada jenis tanaman yang
diinfeksi. Secara umum, ada dua tipe
kerusakan yang akan timbul di antaranya
yaitu (a) kanker pada kulit kayu, dan (b)
kerusakan pada daun yang dapat dilihat
adanya necrotic leaf spots atau leaf blight,
kemudian mati pucuk pada cabang-cabang
daun.
Pada daun puspa (Schima wallichii)
juga terlihat gejala yang sama dengan daun
pasang (Quercus suber) yaitu bercakbercak hitam (leaf spot). Schima wallichii
merupakan salah satu anggota famili
Theachea, anggota lainnya yang termasuk
dalam famili ini adalah Apterosperma,
Camellia, Euryodendron, Franklinia,
Gordonia,
Hartia,
Malachodendron,
Piquetia, Polyspora, Pyrenaria, Stewartia,
dan Theopsis (ThePlantList 2015). Hasil
penelitian Tubajika et al. (2006)
menyatakan
bahwa,
Phytophthora
ramorum
timbul
pada
Camellia,
Rhododendron,
and
Viburnum
di
Persemaian wilayah California, Oregon,
and Washington selama 2003, 2004, and
2005. Penyebab penyakit atau patogen ini
bisa saja menyerang inang yang satu genus
ataupun satu famili. Oleh karena itu, fungi
Phytophthora ramorum diduga sebagai
penyebab penyakit bercak hitam pada daun
Schima wallichii (Gambar 2b) yang satu
famili dengan Camellia. Selama kondisi

lingkungan mendukung perkecambahan


spora
aseksual
dari
Phytophthora
ramorum dan ada interfensi aktifitas
manusia dalam persemaian, bukan hal
yang tidak mungkin, fungi tersebut
menyerang daun Schima wallichii.
Berdasarkan penelitian Grunwald et al.
(2012) yang telah dijabarkan sebelumnya,
mekanisme penyebaran fungi ini dapat
melalui (a) hujan dan angin, (b) aliran air
ataupun sungai, (c) aktivitas manusia, dan
(d) hewan vetebarata maupun invetebrata.
Pada persemaian P4TA PT Antam UBPE
Pongkor, keempat mekanisme penyebaran
tersebut mungkin saja terjadi sehingga
dibutuhkan perhatian khusus bagi tanaman
yang telah terindikasi adanya gejala
serangan penyakit agar tidak menyebar
luas.

Sumber: suddenoakdeath.org
Gambar 6 Gejala bercak hitam pada daun
Camellia spp. yang terserang
patogen Phytophthora
ramorum.

Jenis patogen lainnya yang diduga


dapat menyerang tanaman berfamili
Theaceae yaitu Cylindrocladium sp.
Menurut Crous et al. (1991), gejala yang
ditimbulkan tanaman terserang patogen
Cylindrocladium sp.yaitu leaf blight dan
leaf spot. Hasil penelitian Graca et al.
(2009), menyatakan bahwa kondisi daun
yang
basah
akan
memengaruhi
perkecambahan spora, di mana penyerapan
air dan aktivasi enzim hidrolitik terjadi.
Dalam penelitian ini juga ditemukan
bahwa tingkat keparahan penyakit
tertinggi terjadi pada daun yang basah
selama 48 jam. Penelitian lain yang
dilakukan
Booth
et
al.
(2000)
membuktikan
bahwa
negara
yang

memiliki suhu minimum di atas 16oC


selama berbulan-bulan akan cenderung
lebih rentan daripada negara yang suhu
minimum di atas 16oC beberapa bulan.
Lokasi praktik ini memiliki suhu minimum
sebesar 22oC dan curah hujan yang sangat
tinggi, hal ini yang meyebabkan terjadinya
ledakan penyakit yang disebabkan fungi
Cylindrocladium sp.
Isolasi dan Identifikasi patogen
Hasil isolasi yang diperoleh dalam
medium PDA berupa fungi dengan koloni
berwarna putih. Pertumbuhan koloni
sampai menutupi permukaan cawan petri
yaitu 7 9 hari. Pengamatan secara
mikroskopik ditemukan konidia berbentuk
silinder. Menurut Watanabe (2002), bentuk
konidia yang demikian menunjukkan
karakteristik dari jenis Cylindrocladium
sp. Fungi ini termasuk dalam kelas
Deuteromycetes.

G
Gambar 7 Koloni Cylindrocladium sp pada
media PDA (a) tampak depan
dan (b) tampak belakang.

Keterangan: perbesaran 400x

Gambar 8 Konidia berbentuk silindris dari

Cylindrocladium sp.
Gejala hama dan akibat serangan
Hasil pengamatan memperlihatkan
bahwa gejala serangan tampak pada daun
bibit Quercus suber dan Schima wallichi
yang berasal dari persemaian permanen PT
Antam UBPE Pongkor. Pada umumnya
bibit Quercus suber dan Schima wallichii
yang terserang hama ulat hampir
semuanya mati. Ulat menyerang daun
dengan cara menggigit pada bagian pinggir
maupun tengah permukaan daun (Gambar
9), sehingga pada permukaan daunnya
bolong-bolong bahkan hampir habis. Hal
tersebut mengakibatkan proses fotosintesis
pada daun terhambat.

Gambar 9 Gejala serangan hama (a)


Quercus suber dan (b)
Schima wallichi.
Identifikasi jenis hama
Hasil studi literatur berdasarkan
gejala yang terdapat pada daun Quercus
suber (Gambar 9a) dan tanda adanya
keberadaan hama (Gambar 10a), bibit ini
terserang hama penggulung daun dan
defoliator. Jenis ulat penggulung daun itu
adalah Archips argyrospila (Ordo:
Lepidoptera,
Famili:
Torticidae).
Sedangkan gejala yang terdapat pada daun
Schima wallichi (Gambar 9b) dan tanda
adanya keberadaan hama (Gambar 10b),
bibit ini terserang hama pemakan daun.
Jenis ulat pemakan daun itu adalah

Malacosoma indica atau Lymantria


obfuscat.
Penelitian di California, larva ulat ini
memakan daun muda hanya pada musim
semi. Bagian yang dimakan adalah daundaun yang masih muda yang kemudian
akan digulung dan diikat menggunakan
suteranya. Larva mengunyah melalui
bagian dalam permukaan daun. Kerusakan
pada daun menjadi semakin tidak
beraturan sementara bagian yang tidak
termakan akan terus tumbuh. Selama
proses serangan yang berat, tanaman
mungkin akan mengalami pengguguran
daun yang parah. Pada umumnya, tanaman
akan terus berkembang melawan serangan
yang terjadi yaitu dengan memproduksi
daun-daun yang baru. Larva ini berwarna
hijau dan memiliki ukuran panjang 1.5
2.5 cm, kepalanya mengkilap dan
berwarna hitam.

Gambar 10 Jenis ulat pemakan daun yang


menyerang bibit (a) Quercus
suber dan (b) Schima
wallichi.
Upaya pengendalian
Wilayah PT Antam UBPE Pongkor
terletak pada kawasan Taman Nasional
Gunung Halimun Salak, hal ini
menyebabkan
pengelola
tidak
diperbolehkan menggunakan bahan kimia
yang tidak ramah lingkungan dalam
pengendalian
hama
dan
penyakit.
Beberapa upaya pengendalian hama dan
penyakit yang dapat dilakukan di
antaranya, yaitu:
a. Pengendalian hama ulat dengan cara
sebagai berikut:

9
1. (Secara

Fisik) Membuang telur


kupu kupu yang melekat pada
bagian bawah daun.
2. (Secara Mekanik) Menggenangi
tempat persemaian dengan air
dalam jumlah banyak sehingga ulat
akan bergerak ke atas sehingga
mudah untuk dikumpulkan dan
dibasmi.
3. (Secara Kimiawi) Apabila kedua
cara diatas tidak berhasil, maka
dapat dilakukan penyemprotan
dengan menggunakan pestisida
alami (Misalnya menggunak ekstrak
tanaman Batrawalik, Mindi, Surian,
atau Picung).
b. Pengendalian fungi Phytophthora
ramorum dan Cylindrocladium sp
menggunakan Biological control yaitu
menggunakan
fungi
mikoriza
arbuskula dan fungi ektomikoriza yang
terbukti dalam penelitian Irianto
(2009),
dapat
berguna
untuk
menghasilkan bibit yang sehat (vigor)
di pesemaian dan selanjutnya bibit
tersebut akan memberikan persen
tanaman hidup yang lebih baik serta
tahan terhadap kekeringan pada
tanaman muda di lapang, tahan hidup
pada tanah yang kekurangan nutrisi,
dan tahan penyakit. Pada penelitian
Prasetiyo
(2011),
memberikan
inokulum mikoriza dilakukan pada saat
penyapihan dengan dosis sebanyak 2
gram pada masing-masing polybag.
SIMPULAN
Persentase
kejadian
serangan
penyakit di persemaian permanen PT
Antam UBPE Pongkor, Bogor lebih tinggi
dibandingkan persentase kejadian serangan
hama. Gejala yang terlihat pada daun
Quercus suber dan Schima wallichii yaitu
bercak-bercak daun (leaf spot) dan hawar
daun (leaf blight) menandakan adanya
serangan dari patogen fungi Phytophthora
ramorum dan Cylindrocladium sp. Gejala
daun yang bolong-bolong menandakan

adanya serangan hama ulat pemakan daun


ataupun ulat penggulung daun. Upaya
pengendalian serangan hama dan penyakit
ini dapat dilakukan secara fisik, mekanik,
kimiawi, ataupun biologis yang ramah
lingkungan.
SARAN
Pengelolaan persemaian permanen di
PT Antam UBPE Pongkor, Bogor
tergolong kurang baik, oleh karena itu
perlu adanya upaya peningkatan jumlah
sekaligus kinerja SDM yang ada sesuai
dengan
SOP
(Standard
operating
procedure) dan WI (Work Instructions)
yang berlaku di bagian Environment, PT
Antam Tbk.UBPE Pongkor.
DAFTAR PUSTAKA

Booth TH, Jovanovic T, Old KM,


Dudzinski. 2000. Climatic mapping
to identify high-risk areas for
Cylindrocladium quinqueseptatum
leaf blight on eucalypts in mainland
South East Asia and around the
world. Environmental Pollution.
108: 365-372. doi: 10.1016/S02697491(99)00215-8.
Crous PW, Phillips AJL, Wingfield MJ.
1991. The genera Cylindrocladium
and
Cylindrocladiella
in
SouthAfrica, with special reference
to forest nurseries. South African
Forestry. 157 : 69-85. doi: 10.1080/
00382167. 1991.9629103
Graca RN, Alfenas AC, Maffia LA, Titon
M, Alfenas RF, Lau D, Rocabado
JM. 2009. Factors influencing
infection
of
eucalypts
by
Cylindrocladium pteridis. Plant
Pathology. 58: 971981. doi:
10.1111/j.1365-3059.2009.02094.x
Grunwald NJ, Matteo G, Erica MG, Kurt
H, Simone P. 2012. Emergence of
the sudden oak death pathogen
Phytophthora ramorum. Trends in
Microbiology. 20(3): 131 138.
doi:10.1016/j.tim.2011.12.006.

10

Henricot B, Chris P. 2004. Phytophthora


ramorum, the cause of sudden oak
death or ramorum leaf blight and
dieback. Mycologist. 18(4): 151
156.
doi:
10.1017/
S0269915XO4004148.
Indriyanto. 2013. Teknik dan Manajemen
Persemaian. Bandar Lampung (ID):
Lembaga Penelitian Universitas
Lampung.
Irianto RSB. 2009. Inokulasi ganda
Glomus sp. dan Pisolithus arrhizus
meningkatkan pertumbuhan bibit
Eucalyptus pellita F. Muell. Jurnal
Penelitian dan Konservasi Alam 6
(2) : 159-167.
Mansur I. 2010. Teknik Silvikultur untuk
Reklamasi Lahan Bekas Tambang.
Bogor (ID): SEAMEO BIOTROP.
Prasetiyo NA. 2011. Aplikasi pemanfaatan
cendawan mikoriza arbuskula (cma)
terhadap pertumbuhan jati (Tectona
grandis). Tekno Hutan Tanaman.
4(3):93 97.
Setiadi Y. 2006. Teknik Revegetasi untuk
Merehabilitasi
Lahan
Pasca
Tambang. Seminar Nasional
PKRLT Fakultas Pertanian UGM.
11 Febuari 2006. Yogyakarta.
Swiecki TJ, Elizabeth AB. 2006. A field
guide to insects and diseases of
california oaks. Gen. Tech Rep.
PSW-GTR-197. Albany, CA: Pacific

Southwest Research Station, Forest


Service, U.S. Department of
Agriculture, 151 p.
ThePlantList. 2015. The Plant List: A
Working List of All Plant Species.
http://www.theplantlist.org. Diakses
19 April 2015.
Tubajika KM, Bulluck R, Shiel PJ, Scott
SE, Sawyer AJ. 2006. The
occurrence
of
Phytophthora
ramorum in nursery stock in
California, Oregon, and Washington
states. Online. Plant Health Progress
doi:10.1094/PHP-2006-0315-02-RS.
Untung K. 2010. Diktat Dasar-dasar Ilmu
Hama Tanaman. Yogyakarta (ID):
Jurusan
Hama
dan
Penyakit
Tumbuhan Fakultas Pertanian UGM.
Watanabe T. 2002. Pictorial Atlas of Soil
and Seed Fungi : Morphologies of
Cultured Fungi and Key to Species.
United Stated of America (US): CRC
Press LLC.
Werres S et al. 2001. Phytophthora
ramorum sp. nov. a new pathogen on
Rhododendron
and
Viburnum.
Mycol. Res. 105: 11551165.
doi:10.1016/S0953-7562(08)619863

Anda mungkin juga menyukai