BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
(BALITTRO), berkedudukan di Jalan Tentara Pelajar No. 3 dipimpin oleh Dr. Ir.
Agus Wahyudi, MS. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO)
Bogor, mempunyai kaitan dengan berdirinya Kebun Raya Bogor tanggal 18 Mei
bibit unggul (pemulian), penelitian hama dan penyakit, agronomi dan agroekonomi
juga teknologi. Atas dasar tugas tersebut, balai mempunyai fungsi dianataranya
serta usaha tani tanaman rempah dan obat, melakukan penelitian pensifatan, evolusi,
tanaman kakao. Selain pada tanaman kakao, Helopeltis juga menyerang tanaman
lainnya seperti teh, kina, kapok, kayu manis, dan jambu mete. Daerah sebaran
Papua, Sabah, Papua Nugini, dan Filipina (Sulistyowati, 2008). Pada tanaman kakao,
Helopeltis spp. menyerang bagian buah, pucuk, dan ranting muda, serangan dapat
dalam tulisan ini dijelaskan mengenai beberapa teknik pengendalian Helopeltis spp.
serangga predator penting bagi hama tanaman kedelai, padi, dan tanaman sayuran
serangga yang mempunyai kisaran mangsa yang luas dari famili yang berbeda pada
tingkat larva dan pupa. Preferensi makan Sycanus berkaitan dengan kebiasaan
1981). Predator ini memiliki alat mulut (rostrum) yang panjang, sehingga mampu
menusuk dan menghisap larva ulat kantung dan ulat api yang merupakan hama
defoliator di perkebunan kelapa sawit (Singh, 1992; Tiong, 1996; Zulkefli dkk., 2004;
Syari dkk., 2010; Dongoran dkk., 2011; Jamjanya dkk., 2014). Beberapa spesies
daun) pada tanaman sayuran, seperti: Crocidolomia pavonana, dan Plutella xylostella
L. (Yuliadhi dan Sudiarta, 2012). Oleh karena itu, Sycanus memiliki potensi untuk
Cimanggu Bogor, karena penulis sangat merespon akan adanya keresahan petani akan
3
hama tanaman yang sering menyerang tanaman terutama pada tanaman jambu mete
Hama dan Penyakit di BALITRO penulis dapat mengetahui pencegahan hama dengan
B. Rumusan Masalah
annulicornis?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(BALITTRO), berkedudukan di Jalan Tentara Pelajar No. 3 dipimpin oleh Dr. Ir.
Agus Wahyudi, MS. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO)
Bogor, mempunyai kaitan dengan berdirinya Kebun Raya Bogor tanggal 18 Mei
pengembangan bibit unggul (pemulian), penelitian hama dan penyakit, agronomi dan
2004 dan tahun 2009 untuk menjamin keakuratan hasil uji. Balittro bekerja sama
dengan berbagai jenis dan 7000 jenis tanaman sangat berkhasiat sebagai obat, tetapi
baru sebagian obat yang telah dianalisis kandungan obatnya. Balittro memiliki 600
jenis tanaman obat yang sesuai dengan iklim di Bogor. Balittro pertama kali berdiri
pada tahun 1817, pertama kali hanya memiliki satu laboratorium penelitian (Mega,
2014).
5
bibit unggul (pemulian), penelitian hama dan penyakit, agronomi dan agroekonomi
juga teknologi. Atas dasar tugas tersebut, balai mempunyai fungsi dianataranya
serta usaha tani tanaman rempah dan obat, melakukan penelitian pensifatan, evolusi,
tanaman jambu mente, dan tanaman industri lainnya. Balittro merupakan unit
pelaksana teknis di bidang penelitian dan pengembangan yang berada di bawah Pusat
Pertanian Republik Indonesia. Proses pelaksanakan tugasnya balai ini dipimpin oleh
6
seorang Kepala Balai dan dibantu oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi
Pelayanan Teknis dan Kepala Urusan Keuangan Kerja, disamping ketiga pejabat
eselon IVa tersebut, dalam melaksanakan tugas sehari-hari Kepala Balai dibantu oleh
dua kelompok program komoditas (Tanaman Obat dan Aromatik), Ketua Kelompok
3. Kelti Fisiopatologi.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya yang telah dibentuk 2 unit organisasi
fungsional yang langsung berada dibawah kordinasi Kepala Balai yaitu, Unit
Komersialisasi Teknologi (UKT) dan Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS). Tugas
pokok dibalai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO) secara terstruktur
telah terbagi sesuai dengan fungsi jabatan masing-masing dan telah mempunyai tugas
Fungsi Balitrro Bogor sebagai balai penelitian yang menangani tanaman rempah
aromatik.
dan aromatik.
Visi yang dimiliki Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro)
Bogor adalah “Menjadi balai berkelas dunia dalam penelitian dan diseminasi inovasi
Misi yang dimiliki Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Bogor
berkualitas.
Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat merupakan salah satu
penyedia plasma nutfah secara ex situ, yaitu pelestarian di luar habitat aslinya dalam bentuk
tanaman hidup di kebun koleksi. Balittro dengan lima kebun yang dimiliki mulai menata dan
termasuk koleksi kerja dan membedakan koleksi plasma nutfah yang ada dikebun dengan
visitor plot/petak pamer serta dari koleksi-koleksi yang dilestarikan di kebun- kebun koleksi,
beberapa komoditas penting yang jumlah koleksinya cukup banyak, melalui kegiatan utilisasi
dengan melakukan seleksi dari aksesi-aksesi yang telah terkarakterisasi dan terevaluasi
diperoleh aksesi-aksesi terpilih sesuai dengan target program pemuliaan untuk dijadikan
aksesi-aksesi unggulan calon varietas unggul. Kebun percobaan yang dimiliki oleh Balittro
yaitu Kebun Percobaan Manoko, Kebun Percobaan Cicurug, Kebun Percobaan Sukamulya,
Imago H. antonii memiliki warna kepala hitam dengan bercak kuning atau putih pada
bagian pangkal kepala .Warna pronotum menunjukkan empat variasi, yaitu hitam, cokelat
kehitaman, merah, dan oranye. Secara umum, warna pronotum yang paling banyak
ditemukan di setiap lokasi adalah H. antonii dengan pronotum berwarna hitam. Imago jantan
secara umum memiliki warna tubuh yang dominan gelap apabila dibandingkan dengan imago
betina, terutama pada bagian kepala dan pronotum. Secara ukuran imago jantan lebih kecil
Warna jarum pada H. antonii lebih cenderung oleh warna kuning-cokelat. Bentuk
jarum yang lebih terdapat pada spesies ini adalah bentuk jarum tegak lurus dengan bandul
berbentuk segitiga. Selain itu tonjolan pada toraks H. antonii mengarah lurus ke atas. Tungkai
belakang bagian femur H. antonii berwana kuning pada bagian basal, dan menjadi cokelat
disertai dengan bercak hitam ke arah distal. Bentuk lobal sclerite pada H. antonii dan H.
bradyi mempunyai kesamaan yang sangat mirip. Saluran telur pada genitalia betina H.
antonii memiliki guratan tipis dengan jumlah guratan yang lebih sedikit daripada spesies lain
a b
d e f
Gambar 1. Morfologi pada H. antonii bagian pangkal kepala (a); warna pronotum (b) ; warna
jarum (tonjolan pada bagian skutelum) (c) ; tungkai belakang bagian femur (d) ; bentuk lobal
sclerite (e) ; dan saluran telur (f) ( Cempaka, 2015)
b. Pola warna pada pronotum menunjukkan warna kuning dan hitam di ujung
pronotum.
c. Pola warna jarum pada spesies ini adalah cokelat tua-kuningcokelat tua dari
hitam.
g. Genitalia H. theivora betina memiliki saluran telur yang jelas dan lebih banyak
dengan salah satu bagian ujungnya yang lebih meruncing. Pada bagian ujung
a b
Gambar 2. Kepik Helopeltis; H. antonii ( panjang tubuh 7.0 mm) (a); H. theivora
(panjang tubuh 6.7 mm) (b) ( Cempaka 2015)
Gambar 3. Morfologi Helopeltis warna kepala (a); warna abdomen (b); jarum dorsal dari H.
cinchonae (1c) , H. antonii (2c) dan H. theivora (3c)( Stonedahl 1991)
a b c
d e f
Gambar 4. morfologi pada H. theivora; warna kepala (a); warna pronotum (b); bentuk jarum
(c); warna femur (d); lobal sclerite (e) dan genital chamber (f)(Cempaka 2015)
D. Siklus Hidup
Nimfa terdiri atas lima instar dan stadium nimfa dengan kisaran 10-11 hari. Instar
pertama berwarna cokelat bening, yang kemudian berubah menjadi cokelat. Untuk nimfa
instar kedua, tubuh berwarna cokelat muda, antena cokelat tua, tonjolan toraks mulai terlihat.
Nimfa instar ketiga tubuhnya berwarna cokelat muda, antena cokelat tua, tonjolan pada toraks
terlihat jelas dan bakal sayap mulai terlihat. Nimfa instar keempat dan kelima ciri
morfologinya sama. Imago aktif pada pagi dan sore hari. Imago jantan dan betina kawin pada
umur dua hari dan nisbah jantan dengan betina yang cenderung menghasilkan lebih banyak
Gejala serangan kepik helopeltis pada pucuk daun dan buah kakao berupa bercak-
bercak hitam yang membentuk lingkaran. Daun pertama dan kedua bagian pucuk merupakan
bagian yang paling disukai oleh kepik helopeltis karena adanya akumulasi nutrisi yang tinggi
pada bagian tersebut. Selain itu, pucuk daun merupakan bagian yang lunak sehingga sesuai
untuk kepik helopeltis yang memiliki alat mulut bertipe menusuk mengisap. Pada gejala awal
serangan, bercak bekas tusukan kepik helopeltis berwarna cokelat transparan. Pada hari
berikutnya, bercak tersebut berubah warna menjadi cokelat kemudian mengering dan
menyebabkan daun mengkerut. Gejala serangan berupa bercak mengkilap berwarna hitam
juga terlihat pada permukaan buah kakao yang berukuran kecil atau besar (Mahdona 2009).
Gejala yang sama pun dialami pada daun tanaman jambu mete. Daun muda pada
tanaman ini sangat disukai oleh kepik helopeltis. Daun jambu mete ini akan mengalami
a b
Gambar 6. Gejala yang disebabkan H. antonii pada; daun jambu mete (a) dan buah kakao (b)
predator penting bagi hama tanaman kedelai, padi, dan tanaman sayuran. Serangga ini
bersifat polifagus, yaitu serangga yang mempunyai kisaran mangsa yang luas dari famili yang
berbeda pada tingkat larva dan pupa. Predator ini memiliki alat mulut (rostrum) yang
panjang, sehingga mampu menusuk dan menghisap larva ulat kantung dan ulat api yang
merupakan hama defoliator di perkebunan kelapa sawit (Singh, 1992). Serangga ini
memangsa serangga (mangsa) dengan menusukkan stiletnya ke bagian yang lunak dari
bagian tubuh serangga (menghisap cairan haemolimfa). Setelah itu mangsa yang sudah
tertangkap akan mati akibat toksin yang dikeluarkan melalui stilet. Sycanus sp menjadi vektor
virus yang bersifat toksin terhadap serangga karena terdapat virus yaitu Nuclear Polyhedrosis
1. Telur
yang direkatkan satu sama lain secara vertikal hingga ke lapisan bawah. Imago betina S.
annulicornis dapat meletakkan 1–4 kelompok telur dalam sekali siklus hidupnya. Satu
kelompok telur terdiri dari 81 ± 40 telur. Telur-telur yang fertil berubah warna menjadi coklat
gelap dan diselimuti oleh selaput yang berwarna putih kekuningan. Periode inkubasi
kelompok telur, yaitu 15–19 hari. Persentase telur yang menetas dari setiap kelompok telur
2. Nimfa
Nimfa mengalami lima instar. Nimfa yang baru menetas masih lemah dan
berwarna jingga polos. Nimfa yang baru menetas biasanya berkumpul di sekitar kelompok
telur dan memakan sisa-sisa telur yang belum menetas. Setelah 2 hari, nimfa akan menyebar
dan bergerak dengan cepat untuk menemukan mangsanya. Rata-rata jumlah nimfa instar 1
yang menetas dari 1 kelompok telur (fertilitas) adalah sebanyak 75 ± 18,4 ekor. Nimfa instar
ke–2, ke–3, dan ke–4 berwarna orange dengan abdomen berwarna coklat kehitaman. Nimfa
instar ke–4 yang baru ganti kulit berubah menjadi nimfa instar ke–5 yang berwarna kuning
orange, dan setelah 3 jam kemudian warnanya berubah menjadi orange kecoklatan dengan
Lamanya proses pergantian kulit ini berlangsung sekitar 15–25 menit. Pada waktu
pergantian kulit, nimfa tidak aktif bergerak dan sangat lemah. Selama proses ini, nimfa
kadang-kadang dapat menjadi mangsa bagi nimfa lainnya ketika mangsanya tidak tersedia.
Namun beberapa saat setelah proses tersebut, nimfa dapat bergerak dengan cepat(Sahid
2016).
Gambar 3. Proses pergantian kulit dari nimfa instar 3 ke instar 4 (Sahid, 2016)
3. Imago
Nimfa instar ke–5 yang baru ganti kulit menjadi imago berwarna kuning jingga pada
bagian toraks dan abdomen, dengan sayap transparan dan tungkai berwarna putih. Setelah 3
jam kemudian, warnanya berubah menjadi hitam pada bagian toraks, abdomen dan tungkai,
sedangkan sayapnya berwarna jingga kecoklatan. Lama hidup imago betina yang diamati
mulai dari proses ganti kulit nimfa instar ke–5 menjadi imago hingga kematiannya adalah 48
± 6 hari, sedangkan imago jantan adalah 39 ± 5 hari. Imago betina dapat dibedakan dari
imago jantan dengan melihat ujung abdomen imago. Ujung abdomen imago jantan terlihat
mendatar, sedangkan ujung abdomen imago betina meruncing. Rasio jenis kelamin jantan :
betina adalah 3 : 4. Imago betina memiliki ukuran dan berat tubuh yang lebih besar daripada
jantan. Siklus hidup imago S. annulicornis betina dan jantan, berturut-turut adalah 141 ± 7
a b
Gambar 6. Kelamin imago jantan (a) ; kelamin imago betina (b)(Sahid, 2016)
H. Perilaku Kawin dan Kopulasi
Setelah 6-10 hari ganti kulit terakhir, imago jantan dan betina digabung agar
3,4 menit
b. posisi jantan di atas betina (riding over); waktu yang diperlukan untuk
kopulasi dicirikan oleh terkulainya antena jantan dan betina ke bawah, yang
d. pasca kopulasi; pasca kopulasi, betina mulai berjalan dengan posisi jantan
masih di atas tubuh betina. Perilaku ini berlangsung cukup lama, yaitu: 149,6
± 188,3 menit. Pasca kopulasi tidak ada perilaku kanibalisme yang terjadi
(Sahid, 2016).
a b
Gambar 7. Posisi jantan naik ke tubuh betina (riding over)(a); kopulasi (b)
I. Perilaku Kanibalisme
Terdapat tiga jenis perilaku kanibalisme yang teramati, yaitu: (1) nimfa instar 5
memangsa nimfa yang baru berganti kulit menjadi imago; (2) nimfa instar 3 memangsa
nimfa instar 2 yang sedang melakukan proses pergantian kulit menuju instar 3; (3) nimfa
a b c
Gambar 8. Kanibalisme saat nimfa baru berganti kulit (a dan b); kanibalisme terjadi saat
terjadi dalam pemeliharaan secara berkelompok jika: (a) wadah tempat pemeliharaan terlalu
sempit sehingga nimfa yang sedang melakukan proses pergantian kulit mudah ditemukan dan
dimangsa, (b) suplai pakan yang kurang atau pakan yang diberikan tidak cocok, dan (c)
rentang waktu pergantian kulit antar individu lebih dari 1 hari. Oleh karena itu untuk
Waktu kerja praktik berlangsung pada pukul 08.00 sampai dengan 12.00 WIB dan
tempat pelaksanaannya di Laboratorium Hama dan Penyakit dan Hutan Balai Penelitian Obat
Alat yang digunakan pada kerja praktik adalah kain saring berlubang kecil, kuas,
toples plastik berukuran 12 cm x 16,9 cm , karet gelang, cawan kecil, penjepit, container box
Bahan yang digunakan pada kerja praktik adalah buah timun segar, silica gel, mama
lemon, aquades, kapas, dan serangga Helopeltis antonii, daun buah jambu biji
C. Cara Kerja
Adapun cara kerja pada saat kerja praktik di Laboratorium Hama dan Penyakit adalah
sebagai berikut :
4 hari kedepan
b. Timun dipilih pada kondisi yang masih segar, mempunyai guratan garis di
permukaan daging buah, dan daging buah tidak terlalu keras maupun
lembek.
c. Kemudian timun di masukkan pada container yang sudah terisi air
sebanyak 100 liter air dan mama lemon sebanyak 2 cangkir. Didiamkan
selama 20 menit.
spons agar pestisida yang ada pada timun hilang. Kemudian dibilas dengan
e. Setelah itu, timun ditata pada rak piring plastik dan dikering anginkan pada
f. Disiapkan toples plastik yang sudah diberi kain berlubang dan kemudian
a. Setelah itu, mahasiswa akan pergi ke hutan Balai Penenlitian Obat dan
laboratorium
a. Toples yang sudah diberi karet gelang, berisi timun yang segar tadi dan
antonii.
d. Setelah itu, timun yang sudah terdapat telur dari Helopeltis antonii
waktu 2-3 hari. Pada saat menjadi nimfa instar II serangga ini tidak
f. Jika serangga Helopeltis antonii sudah menjadi nimfa instar III, IV , dan
dilakukan pengecekan buah timun. Jika ada timun yang sudah lembek,
perlu diganti.
rearing di laboratorium
dalam satu toples untuk melakukan perkawinan. Di dalam toples diisi ulat
d. Pada toples diberikan kain kassa agar Sycanus annulicornis bisa menaruh
Hasil yang didapat dari kerja praktek di laboratorium hama dan serangga Balai
Penelitian Obat dan Rempah Cimanggu-Bogor adalah Populasi serangga Helopeltis antonii
pada daerah Cimanggu-Bogor sangat melimpah. Terlihat setiap harinya 30-60 serangga
Helopeltis antonii dapat di tangkap di hutan Balai Penelitian Obat dan Rempah dengan pakan
Pada saat peneluran di laboratorium, sepasang serangga Helopeltis antonii jantan dan
betina yang dipelihara dalam waktu sebulan dan setiap hari diberi buah ketimun yang segar
dapat menghasilkan rataan jumlah telur sebanyak 65 butir. Periode telur berlangsung selama
6-7 hari. Hasil penelitian Kilin (2000), menyatakan bahwa jumlah telur yang diletakkan
betina H. antonii umur lima hari pada pucuk daun jambu mete selama 24 jam sangat
beragam. Rataan jumlah telur pada pucuk dalam gelas plastik 25 butir sedang pada pucuk
bibit 54 butir. Dari 25 butir telur yang diperoleh dari pucuk dalam gelas plastik hanya muncul
tiga ekor nimfa atau 12%. Untuk peneluran, buah ketimun yang digunakan harus yang
berkualitas agar tidak terganggu pada proses peneluran. Menurut TAN (1974), seekor betina
serangga pada buah kakao selama hidupnya menghasilkan telur 50-63 butir. Pada buah
ketimun lama hidup serangga betina rata-rata 7-26 hari sedangkan serangga jantan antara 8-
Rendahnya penetasan telur karena pucuk menjadi kering sehingga telur yang berada
dalam jaringan pucuk perkembangannya terganggu. Kalaupun ada telur yang menetas, nimfa
yang muncul akan mati karena pakannya kering. Hal ini menunjukkan perlunya penambahan
pucuk jambu mete yang segar sebelum telur menetas. Nimfa yang muncul dari telur dalam
pucuk bibit jambu mete jauh lebih banyak. Dari 54 butir telur, muncul 48 ekor nimfa atau
88,89%.
Hal ini karena pucuk bibit jambu mete tidak kering seperti pucuk yang dipotong
kemudian dimasukkan ke dalam gelas plastik. Periode telur pada pucuk jambu mete adalah
6-7 hari. Periode nimfa instar I sampai IV sekitar 21 hari sedangkan instar V 3-4 hari. Baik
periode telur maupun nimfa H. antonii pada pucuk jambu mete tidak jauh beda dibanding
pada perkembangan serangga dengan pakan buah ketimun di laboratorium. Hal ini
menunjukkan bahwa buah ketimun merupakan pahan yang cocok bagi serangga H. antonii .
Hasil rearing pada serangga Sycanus annulicornis pada laboratorium hama dan
serangga dengan pakan berupa ulat hongkong dengan penggantian makan setiap harinya.
T. molitor. Jumlah kelompok telur yang diletakkan dalam sekali siklus hidupnya dan jumlah
telur dalam setiap kelompok telur hampir sama dengan S. dichotomus (Zulkefli dkk., 2004;
Ibrahim dan Othman, 2011; Syari dkk., 2011). Dibandingkan dengan S. aurantiacus, jumlah
kelompok telur yang diletakkan oleh betina S. annulicornis lebih sedikit, yaitu hanya 1–4
kelompok telur, sedangkan S. aurantiacus mampu meletakkan 5–11 kelompok telur dalam
sekali siklus hidupnya (Yuliadhi dkk., 2015). Meskipun demikian, jumlah telur dalam satu
kelompok telur pada S. annulicornis lebih banyak (81± 40 telur) dibandingkan dengan
S.aurantiacus (35–73 telur) (Yuliadhi dkk., 2015), sehingga jumlah telur yang dihasilkan
tidak berbeda signifikan. Periode inkubasi telur S. annulicornis hampir sama dengan S.
collaris dan S. dichotomus yang diberi pakan larva T. molitor, yaitu berkisar antara 15–19
hari (Ibrahim dan Othman, 2011; Syari dkk., 2011; Jamjanya dkk., 2014). Namun S.
dichotomus yang dipelihara dengan pakan larva Corcyra cephalonica dan Plutella xylostella
memiliki rentang periode inkubasi telur yang lebih luas, yaitu 11–39 hari (Zulkefli dkk.,
2004).
setiap kelompok telur cukup tinggi, yaitu mencapai 94,44%, dengan rata-rata sebesar 74,74 ±
18,77 %. Hal ini menunjukkan bahwa sekali bertelur, S. annulicornis yang dipelihara dengan
pakan larva T. molitor dapat menghasilkan keturunan dalam jumlah banyak. Perbedaan jenis
pakan dapat mempengaruhi lama hidup serangga yang dipelihara. Syari dkk. (2011)
melaporkan bahwa S. dichotomus yang dipelihara dengan pakan larva T. Molitor memiliki
persentase keberhasilan yang lebih tinggi untuk berkembang menjadi imago dibandingkan
dengan yang diberi pakan larva C. cephalonica, yaitu 81% untuk pakan T. molitor dan 76%
untuk pakan C. cephalonica. Pada S. annulicornis, lama hidup imago yang diamati mulai dari
proses ganti kulit nimfa instar ke–5 menjadi imago hingga kematiannya sangat singkat, yaitu
hanya 48 ± 6 hari untuk betina dan 39 ± 5 hari untuk jantan. Beberapa spesies Sycanus yang
lain memiliki lama hidup imago yang lebih lama, yaitu 82 ± 11,7 hari untuk S. aurantiacus
yang diberi pakan larva T. molitor (Yuliadhi dkk., 2015), 62,96 ± 2,07 hari untuk S.
dichotomus yang diberi pakan larva C. cephalonica (Zulkefli dkk., 2004), 85,65 ± 2,71 hari
untuk S. dichotomus yang diberi pakan larva P. xylostella (Zulkefli dkk., 2004), dan 79,60 ±
4,50 hari untuk S. dichotomus yang diberi pakan larva T. molitor (Syari dkk., 2011). Hal ini
diduga disebabkan oleh perbedaan spesies dan kondisi lingkungan yang mempengaruhi lama
hidup Sycanus.
Lamanya waktu yang diperlukan oleh S. annulicornis dari telur hingga menjadi imago
adalah 89 ± 8 hari untuk jantan, dan 93 ± 3 hari untuk betina. Siklus hidup keseluruhan S.
annulicornis dari telur hingga kematiannya adalah 141 ± 7 hari untuk betina dan 127 ± 8 hari
untuk jantan. Persentase nimfa S. annulicornis yang berhasil menjadi imago adalah 60–68%,
dengan mortalitas nimfa tertinggi terjadi pada instar ke–1, yaitu sebesar 35,2 ± 6,5 %.
Sebagian besar nimfa instar 1 yang mati berada dalam kondisi sedang menusuk tubuh
mangsa, sehingga diduga kuat bahwa nimfa instar 1 masih sangat lemah dan tidak mampu
Kegiatan pada Laboratorium Hama dan Penyakit di BALITRO adalah melakukan uji
coba pada hama serangga yang sering merusak tanaman seperti pada daun Jambu Mete. Uji
dilakukan dengan membasmi hama serangga dengan predator alami pemakan hama tersebut
yang masih banyak di alam. Uji selanjutnya dengan menggunakan pestisida alami
menggunakan tumbuhan yang kandungannya hampir sama dengan pestisida buatan manusia
namun sebisa mungkin tidak membunuh dari predator alami dari serangga tersebut.
Bab V
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang didapat dari Bioekologi dan Perbanyakan Helopeltis antonii
1. Berdasarkan jumlah telur yang dihasilkan, pembatasan telur, periode nimfa serta
Helopeltis antonii. buah ketimun yang digunakan juga harus diperhatikan yang
dianggap menjadi salah satu metode perbanyakan yang ekonomis. Hasil penelitian
dilakukan karena kurang ekonomis dan tidak efisien waktu. Oleh karena itu,
melakukan uji yang berhubungan dengan serangga yang bersifat hama dan
alami
B. Saran
1. Perlu dikaji lagi mengenai macam hama serangga dan sebab yang
dicari , murah dan dapat digunakan oleh petani tanpa merusak tanaman.
Atmadja, W.R. (2003). Status Helopeltis antonii sebagai hama pada beberapa tanaman
Pertanian.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Revised by P.A. Van der
Karmawati E, Mardiningsih TL. 2005. Hama Helopeltis spp. pada Jambu Mete
antonii SIGN. Pada Buah Ketimun dan Pucuk Jambu Mete. Jurnal Littri Vol 5
No 4
Mahdona, N. (2009). Tingkat serangan hama kepik pengisap buah (Helopeltis spp.)
Padang).
http://dokumen.tips/documents/balai-penelitian-tanaman-rempah-dan-obat
html#. Diakses pada tanggal 1 Februari 2019 pada pukul 20.06 WIB.
Sahid Abdul, Wahyu DN, Hersanti, Sudarjat, Entun Santosa. 2016. Biologi dan
Singh, G. 1992. Management of oil palm pests and disease in Malaysia in 2000.
dalam. Pest Management and the environment in 2000, disunting oleh Aziz,
A., Kadar, S.A & Barlon, H.S. CAB International Wallingford, Oxon, U.K.
Siswanto, Muhammad, R., Omar, D., & Karmawati, E. 2009. The effect of mating on
Yuliadhi, K.A., P. Sudiarta. 2012. Struktur Komunitas Hama Pemakan Daun Kubis
Zulkefli, M., Norman, K., Basri, M.W. 2004. Life Cycle of Sycanus dichotomus