dan menyukai karyanya. Agus juga saat itu sudah pandai membuat mobilmobilan sendiri dengan memanfaatkan benda-benda bekas.
Sempat Minder, Meskipun Pandai Menggambar
Sejak kecil Agus sudah memiliki bakat melukis. Bakat alamnya tersebut
diasahnya sendiri secara otodidak. Namun kelemahannya, beliau
termasuk anak yang sulit untuk berkomunikasi dan sering duduk
menyendiri. Jika ingin ikut bermain dengan teman-temannya ke tempat
yang agak jauh, kakak-kakaknya justru melarangnya. Mungkin karena
sayang atau takut terjadi apa-apa padanya. Meskipun dirinya jarang
bepergian jauh, tetapi pikiran Agus tidak bisa diam, selalu melayang liar,
mengembara ke mana-mana.
Menginjak kelas 3 SD, ada sebuah pengalaman Agus yang cukup berkesan
terhadap salah seorang gurunya yang bernama Pak Kusna. Saat itu Sang
Guru membuat peraturan kepada semua muridnya, bahwa beliau akan
memajang 10 karya terbaik dari para muridnya. Kebetulan saat itu
gambar bikinan Agus juga terpilih di antara ke-10 karya terbaik yang
dipajang gurunya, meskipun karyanya berada pada urutan paling akhir.
Menginjak kelas 4-6 SD, kemampuan menggambar Agus kian meningkat.
Hal ini dibuktikan dengan naiknya peringkat karyanya yang melonjak dari
ranking 10 ke ranking 3 besar terbaik di kelasnya. Pengalaman ini
membuat beliau bangga, termotivasi dan sangat berkesan sampai
sekarang.
Salah satu kebiasaan Agus semasa kecil adalah sering menggambar
tokoh-tokoh yang ada dalam permainan gambar. Kemahirannya
menggambar saat itu tidak diragukan lagi, sehingga sering mendapat
pujian dari rekan-rekan sepermainannya. Namun beliau baru mengenal
crayon ketika sudah kelas 5 SD yang diperolehnya pertama kali ketika ada
anak tetangganya yang ingin belajar menggambar dari beliau.
Tetangganya itu lalu memberinya hadiah crayon sebagai tanda terima
kasihnya.
Didikan Keras Ibunya Membuat Dirinya Maju
Saat kelas 5 SD juga Agus baru mengenal yang namanya uang jajan di
sekolah. Ibunya akan memberinya uang jajan kalau beliau mau mengantar
barang dagangannya ke warung-warung yang ada di sekitar kampungnya.
Biasanya tugas ini dilakukannya pagi hari sebelum anak bungsu ini
berangkat ke sekolah.
Siang hari sepulang sekolah, Agus mengambil barang dagangan yang tadi
pagi dititipkannya di warung. Kemudian mengisi air di gentong untuk
mandi dan membuang sampah kulit pisang bekas bahan dagangan
ibunya. Setelah semua tugasnya selesai, baru beliau diperkenankan
makan oleh ibunya.
Masih ada tugas lain menanti Suami dari Lena Khodijah ini, yaitu
mengupas ubi kayu di sore hari. Itu merupakan bahan dagangan ibunya.
Ketika malam hari tiba, tugas mengiris kol menantinya, juga sebagai
bahan untuk ibunya membuat makanan bakwan. Begitulah cara Sang Ibu
mendidik beliau ketika masih kecil.
Saat itu sempat terpikir dalam diri Agus, mengapa Tuhan memberikan
kehidupan sulit bagi keluarganya. Beliau merasa kehidupan keluarganya
tidak seperti tetangganya yang jauh lebih enak. Namun hasil tempaan
ibunya inilah yang membuat beliau maju. Hasil didikan ibunya membuat
beliau menjadi pribadi yang berdispilin tinggi, pandai memanfaatkan
waktu, mandiri, dan selalu belajar bersyukur atas apa yang sudah
diberikan Allah padanya.
Kemiskinan adalah sahabat hidupnya
Masa-masa sulit dalam hidupnya ketika itu, membuat Agus dan kakakkakaknya sering bertengkar rebutan garam dapur yang akan dipakai
sebagai teman makan nasi, agar tidak terasa hambar. Biasanya garam
tersebut dicampur air sedikit dan petsin sebagai penyedapnya. Saat itu
makan teras nikmat, meskpun dengan gizi ala kadarnya. Sungguh sebuah
pengalaman masa lalu yang memilukan dan tidak terlupakan sepanjang
hidupnya.
Saking susahnya, pernah Agus memakai seragam SMP kakaknya, padahal
ketika itu beliau masih kelas 4 SD. Hal itu terpaksa dilakukan karena
celana seragam SD-nya sudah bolong. Akhirnya ibunya membuatkannya
seragam sekolah dari bekas karung goni.
Pernah ketika kelas 5 SD, Agus mendapat juara 2 dikelasnya. Saat akan
menerima hadiah di panggung, kedua tangan beliau menutupi celana
bagian depan, sambil agak membungkuk. Guru dan teman-temannya
mengira beliau sakit perut. Ternyata beliau tidak sakit perut, melainkan
sedang menutupi resliting celananya yang terbuka karena sudah rusak.
Senang Bergaul Dengan Orang Yang Lebih Dewasa
Ketika SMP, Agus kerap kali bergaul dengan orang-orang yang usianya
jauh lebih dewasa. Beliau sering bergaul dengan kalangan mahasiswa.
Tentu hal ini merupakan sesuatu yang kurang lazim bagi anak-anak
seusianya. Bahkan beliau juga suka membantu mengetik tugas-tugas
kuliah kakaknya yang saat itu kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN)
Sunan Gunung Djati Bandung.
Guru gambar yang hebat ini juga suka membaca buku-buku orang
dewasa. Anehnya, beliau justru kurang suka membaca buku-buku
pelajaran sekolahnya. Kebiasaan ini sekarang turun ke anak sulungnya,
Harun. Akibatnya Sang Ibu khawatir nilai anaknya buruk ketika akan ikut
ujian kelulusan SD dan sempat mengancam akan menyekolahkan beliau
ke pesantren jika nilai NEM (Nilai Ebtanas Murni) SD-nya buruk. Namun
menjadi lebih mandiri dan emosinya terkontrol dengan baik. Hal itu
merupakan hasil belajar menggambar ketika masih di TK.
Belajar menggambar tujuannya bukan untuk menjadi juara. Kalau itu
tujuannya, maka orangtua salah besar. Tujuan belajar menggambar di
antaranya adalah melatih kemandirian anak, melatih syaraf motoriknya,
melatih keberanian, mengembangkan kreativitasnya dan sebagainya,
ujar Agus penuh semangat.
Memiliki Metoda Menggambar Yang Asik dan Menyenangkan
Agus Hamdani mempunyai metoda belajar menggambar yang sudah teruji
selama lebih dari 20 tahun. Beberapa anak didiknya sekarang sudah
sukses. Mereka semua berhasil mengembangkan bakat yang dimilikinya.
Semua ini akibat cara mengajar yang pernah diterapkannya yang
memegang prinsip: sederhana, menarik, kreatif dan tidak membosankan.
Salah satu metode yang diterapkan Agus ketika mengajar siswanya
belajar menggambar adalah Miracle Circle (Keajaiban Lingkaran) yaitu
mengajar menggambar apa saja dengan dimulai dari gambar lingkaran.
Menurutnya, metoda ini cukup efektif dalam mengajarkan anak
menggambar, karena anak cenderung lebih mudah membuatnya
dibandingkan dalam bentuk lainnya.
Menggambar itu hampir sama dengan menulis. Hanya saja kalau
menggambar itu diperlukan sedikit imajinasi yang perlu diolah.
Menggambar dan menulis adalah proses pengulangan yang memerlukan
latihan secara kontinyu. Inti menggambar adalah minat, bukan bakat.
Bakat adalah percepatan dari minat tersebut. Kalau kita ibaratkan sebuah
benda, maka minat itu seperti besi yang ditempa membentuk pisau.
Sedangkan bakat adalah pisau yang sudah jadi, kita hanya perlu
mengasahnya sehingga menjadi tajam, ulas Agus sedikit berfilosofi.
Prestasi dan Penghargaan
Kondisi fisiknya yang cacat dan pendidikannya yang terbatas, tidak
mengurangi semangat Agus untuk terus belajar dan mengembangkan
dirinya. Terbukti beberapa prestasi sempat ditorehnya. Semua itu
merupakan bukti kegigihannya berjuang selama ini.
Beberapa catatan rekam jejak Agus dalam berkarir di antaranya adalah
mendapat penghargaan sebagai Instruktur pada acara Pelatihan
Menggambar dan Mewarnai Se-Jawa Barat yang diselenggarakan oleh
Yayasan Nur Al Rahman Cimahi pada 21 Januari 2009. Tema yang diusung
adalah Optimalisasi Perkembangan Anak Usia Dini Melalui Kegiatan
Menggambar dan Mewarnai.
Kemudian mendapat sertifikat sebagai Penyaji pada Seminar Pendidikan
Guru/Tutor PAUD yang diselenggarakan oleh Pos Paud Sekarwangi pada
2010. Materi yang disajikan oleh beliau saat itu adalah Teknik dan
Mekanisme Menggambar untuk guru dan Anak.