Anda di halaman 1dari 9

Agus Hamdani,

Pencetak Juara Menggambar dan Mewarnai


Oleh : J. Haryadi
Agus Hamdani atau lebih dikenal dengan sebutan Agus Gambar, lahir dari
pasangan almarhum K.M. Khotim dan almarhumah Hj. Rodiah. Beliau
merupakan anak bungsu dari 9 bersaudara. Bapak kandungnya meninggal
dunia ketika Agus masih berusia 7 bulan. Kejadian ini membuat ibunya
terpaksa menjadi single parent, sehingga membesarkan beliau dan kakakkakaknya sendirian. Ekonomi keluarganya saat itu sangat pas-pasan dan
kondisinya cukup memprihatinkan.
Penggemar batu akik ini sering sedih kalau ingat masa kanak-kanaknya.
Ketika masih bersekolah di Sekolah Dasar (SD), jika ingin belajar
menggambar, Agus terpaksa harus memulung kertas dan pensil bekas.
Maklum saat itu ibunya tak mampu membelikan kertas gambar dan pensil
baru. Bahkan halaman kosong buku tulis yang biasa dipakainya untuk
sekolah, sering dipakai untuk menggambar. Selain itu, beliau juga sering
mencari pensil bekas yang sudah dibuang di tong sampah dan
memulungnya sebagai alat menggambar.
Jika ada orang menggali sumur, Agus sering mengambil tanah liat dari
galian tersebut untuk dijadikannya patung berbentuk hewan. Kebetulan
lingkungan tempat tinggalnya cukup fanatik dengan ajaran Agama Islam,
sehingga ustad sering menegur Ibunya agar melarang beliau untuk
membuat patung. Namun dirinya tetap saja membandel.
Begitulah Agus kecil yang sering tampil beda dan kreatif. Sikapnya ini
sering membuat orang di sekitarnya terkejut. Misalnya ketika musim
layangan tiba. Sementara teman-teman lainnya membeli layangan yang
sudah jadi dengan bentuk biasa, tetapi Agus justru membuat sendiri
layangannya berbentuk unik. Hal ini membuat teman-temannya tertarik

dan menyukai karyanya. Agus juga saat itu sudah pandai membuat mobilmobilan sendiri dengan memanfaatkan benda-benda bekas.
Sempat Minder, Meskipun Pandai Menggambar
Sejak kecil Agus sudah memiliki bakat melukis. Bakat alamnya tersebut
diasahnya sendiri secara otodidak. Namun kelemahannya, beliau
termasuk anak yang sulit untuk berkomunikasi dan sering duduk
menyendiri. Jika ingin ikut bermain dengan teman-temannya ke tempat
yang agak jauh, kakak-kakaknya justru melarangnya. Mungkin karena
sayang atau takut terjadi apa-apa padanya. Meskipun dirinya jarang
bepergian jauh, tetapi pikiran Agus tidak bisa diam, selalu melayang liar,
mengembara ke mana-mana.
Menginjak kelas 3 SD, ada sebuah pengalaman Agus yang cukup berkesan
terhadap salah seorang gurunya yang bernama Pak Kusna. Saat itu Sang
Guru membuat peraturan kepada semua muridnya, bahwa beliau akan
memajang 10 karya terbaik dari para muridnya. Kebetulan saat itu
gambar bikinan Agus juga terpilih di antara ke-10 karya terbaik yang
dipajang gurunya, meskipun karyanya berada pada urutan paling akhir.
Menginjak kelas 4-6 SD, kemampuan menggambar Agus kian meningkat.
Hal ini dibuktikan dengan naiknya peringkat karyanya yang melonjak dari
ranking 10 ke ranking 3 besar terbaik di kelasnya. Pengalaman ini
membuat beliau bangga, termotivasi dan sangat berkesan sampai
sekarang.
Salah satu kebiasaan Agus semasa kecil adalah sering menggambar
tokoh-tokoh yang ada dalam permainan gambar. Kemahirannya
menggambar saat itu tidak diragukan lagi, sehingga sering mendapat
pujian dari rekan-rekan sepermainannya. Namun beliau baru mengenal
crayon ketika sudah kelas 5 SD yang diperolehnya pertama kali ketika ada
anak tetangganya yang ingin belajar menggambar dari beliau.
Tetangganya itu lalu memberinya hadiah crayon sebagai tanda terima
kasihnya.
Didikan Keras Ibunya Membuat Dirinya Maju
Saat kelas 5 SD juga Agus baru mengenal yang namanya uang jajan di
sekolah. Ibunya akan memberinya uang jajan kalau beliau mau mengantar
barang dagangannya ke warung-warung yang ada di sekitar kampungnya.
Biasanya tugas ini dilakukannya pagi hari sebelum anak bungsu ini
berangkat ke sekolah.
Siang hari sepulang sekolah, Agus mengambil barang dagangan yang tadi
pagi dititipkannya di warung. Kemudian mengisi air di gentong untuk
mandi dan membuang sampah kulit pisang bekas bahan dagangan
ibunya. Setelah semua tugasnya selesai, baru beliau diperkenankan
makan oleh ibunya.

Masih ada tugas lain menanti Suami dari Lena Khodijah ini, yaitu
mengupas ubi kayu di sore hari. Itu merupakan bahan dagangan ibunya.
Ketika malam hari tiba, tugas mengiris kol menantinya, juga sebagai
bahan untuk ibunya membuat makanan bakwan. Begitulah cara Sang Ibu
mendidik beliau ketika masih kecil.
Saat itu sempat terpikir dalam diri Agus, mengapa Tuhan memberikan
kehidupan sulit bagi keluarganya. Beliau merasa kehidupan keluarganya
tidak seperti tetangganya yang jauh lebih enak. Namun hasil tempaan
ibunya inilah yang membuat beliau maju. Hasil didikan ibunya membuat
beliau menjadi pribadi yang berdispilin tinggi, pandai memanfaatkan
waktu, mandiri, dan selalu belajar bersyukur atas apa yang sudah
diberikan Allah padanya.
Kemiskinan adalah sahabat hidupnya
Masa-masa sulit dalam hidupnya ketika itu, membuat Agus dan kakakkakaknya sering bertengkar rebutan garam dapur yang akan dipakai
sebagai teman makan nasi, agar tidak terasa hambar. Biasanya garam
tersebut dicampur air sedikit dan petsin sebagai penyedapnya. Saat itu
makan teras nikmat, meskpun dengan gizi ala kadarnya. Sungguh sebuah
pengalaman masa lalu yang memilukan dan tidak terlupakan sepanjang
hidupnya.
Saking susahnya, pernah Agus memakai seragam SMP kakaknya, padahal
ketika itu beliau masih kelas 4 SD. Hal itu terpaksa dilakukan karena
celana seragam SD-nya sudah bolong. Akhirnya ibunya membuatkannya
seragam sekolah dari bekas karung goni.
Pernah ketika kelas 5 SD, Agus mendapat juara 2 dikelasnya. Saat akan
menerima hadiah di panggung, kedua tangan beliau menutupi celana
bagian depan, sambil agak membungkuk. Guru dan teman-temannya
mengira beliau sakit perut. Ternyata beliau tidak sakit perut, melainkan
sedang menutupi resliting celananya yang terbuka karena sudah rusak.
Senang Bergaul Dengan Orang Yang Lebih Dewasa
Ketika SMP, Agus kerap kali bergaul dengan orang-orang yang usianya
jauh lebih dewasa. Beliau sering bergaul dengan kalangan mahasiswa.
Tentu hal ini merupakan sesuatu yang kurang lazim bagi anak-anak
seusianya. Bahkan beliau juga suka membantu mengetik tugas-tugas
kuliah kakaknya yang saat itu kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN)
Sunan Gunung Djati Bandung.
Guru gambar yang hebat ini juga suka membaca buku-buku orang
dewasa. Anehnya, beliau justru kurang suka membaca buku-buku
pelajaran sekolahnya. Kebiasaan ini sekarang turun ke anak sulungnya,
Harun. Akibatnya Sang Ibu khawatir nilai anaknya buruk ketika akan ikut
ujian kelulusan SD dan sempat mengancam akan menyekolahkan beliau
ke pesantren jika nilai NEM (Nilai Ebtanas Murni) SD-nya buruk. Namun

alhamduillah hasil ujiannya baik, sehingga beliau berhasil masuk ke


sekolah negeri, tepatnya di SMP Negeri Pasir Kaliki, Cimahi.
Waktu di SMP, Aku sempat ditawarin untuk sekolah di SMP Teknik.
Kemudian lanjut ke SMK dan ATPU (Akademi Teknik Pekerjaan Umum).
Mungkin karena bakat menggambarku, ujar Agus menjelaskan.
Anehnya, kalau disuruh ibunya untuk ikut lomba menggambar, Agus kerap
menolaknya dengan alasan itu cuma sekedar hobi saja. Kebiasaan Agus di
kelas sering mendemontrasikan kemahirannya menggambar karikatur di
depan teman-temannya. Kebiasaannya ini membuat beliau dijuluki temantemannya dengan julukan Agus Gambar.
Musibah Datang Tanpa Diundang
Masa-masa sekolah di SMP yang begitu indah tidak bisa dirasakan terlalu
lama oleh Agus Hamdani. Suatu hari ketika masih duduk di kelas 2 SMP,
Agus mengalami sebuah kecelakaan. Saat itu dirinya sedang dibonceng
motor oleh temannya di daerah Kebon Jati, Bandung. Tiba-tiba sebuah
mobil menyalip motor yang ditumpanginya dari belakang. Motornya
tersenggol, sehingga dirinya terlempar cukup keras dari motor dan
terhempas ke jalan raya. Beberapa tulangnya patah dan mengalami luka
yang cukup parah.
Sejak kejadian tersebut, Agus mengalami kelumpuhan selama 2 tahun
lamanya. Sehari-hari kegiatannya cuma di atas tempat tidur, tidak bisa
kemana-mana Pengobatan secara terapi dijalankannya secara rutin,
sampai akhirnya bisa berjalan kembali menggunakan tongkat.
Pengalaman Mengajar Pertama Kalinya
Salah seorang kakak kandung Agus sehari-hari mengajar mengaji Iqro di
masjid dekat rumahnya. Suatu ketika masjid tersebut di renovasi,
sehingga semua murid yang belajar dipindahkan ke rumah ibunya. Karena
ruangan tengah rumah ibunya sempit untuk dipakai belajar, akhirnya
terpaksa kamar beliau juga dipakai sebagai tempat belajar siswa lainnya.
Belajar mengaji terkadang membuat anak-anak bosan. Salah satu cara
menyiasatinya, Agus punya ide untuk mengajar mengambar dan
mewarnai kepada
murid-murid tersebut. Ternyata respon anak-anak
begitu positif. Mereka bertambah antusias belajar. Inilah cikal bakal beliau
mengajar menggambar.

Profesi Agus sebagai guru menggambar profesional secara tak sengaja


diperolehnya setelah beliau mendapatkan penawaran dari salah seorang
kerabatnya. Semula beliau hanya iseng-iseng saja memberikan pelajaran
menggambar di TK Islam yaitu TK Muhammad Iqbal dan TK Cahaya
Indonesia (CI) sambil mengisi waktu luangnya. Namun berkat tangan
dinginnya, banyak anak asuhnya yang berhasil menjuarai berbagai

kejuaraan menggambar dan mewarnai yang ada di kota Cimahi dan


sekitarnya.
Akhirnya tawaran mengajar pun mengalir deras dan
kesempatan itu dimanfaatkannya dengan baik.
Menurut penggemar batu akik ini, dirinya sempat nerveus saat pertama
kali mengajar di sekolah TK. Ada perasaan minder dan tidak percaya diri,
semua bercampur menjadi satu. Keringat dingin keluar dari pori-pori kulit
di sekujur tubuhnya. Namun semua itu akhirnya berhasil dilaluinya
dengan selamat. Seiring dengan perjalanan waktu, kemampuan
mengajarnya pun semakin baik.
Saat ini Agus Hamdani sudah menyelesaikan pendidikan menengahnya
dengan ikut program Paket C. Kesibukan mengajarnya pun sangat luar
biasa. Betapa tidak, disamping mengajar di 32 TK-SD di Kota Cimahi, Kota
Bandung, Kab. Bandung dan Kab. Bandung Barat, beliau juga sering
diminta jadi nara sumber berbagai seminar pendidikan dan pelatihan
menggambar bagi guru-guru TK se Bandung Raya, menjadi juri berbagai
lomba menggambar dan mewarnai serta mengajar les/privat
menggambar dibeberapa studio/sanggar lukis.
Beberapa sekolah dan sanggar tempat Agus mengajar diantaranya adalah
TK Al-Azhar Syfa Budhi Parahyangan, TK Fitrah Insani, TK Nur Ar Rahman,
TK-SD Sekolah Islam Terpadu Darul Fikri, TK Cipta Cendekia Indonesia,
Sanggar My Idea, Sanggar Saung Seni Cimahi dan lain-lain.
Pria berdarah Sunda asli dan anak salah seorang Kyai terkemuka di kota
Cimahi ini juga aktif di berbagai organisasi, di antaranya KNPI, BKPRMI
dan FORKIS Cimahi. Pelukis kaligrafi ini hidup bahagia bersama seorang
istri yang cantik yang berprofesi sebagai guru TK dan dikarunia 3 orang
anak lelaki yang lucu-lucu.
Kembali Mengalami Kecelakaan Untuk Kedua Kalinya
Musibah kedua ini terjadi ketika Agus sudah duduk di kelas 2 STM. Saat itu
beliau terjatuh dari motor yang dikendarainya. Ketika itu beliau diobati ke
tukang urut. Menurut tukang urut, ada urat syaraf di kakinya yang
kejepit. Kakinya menjadi cacat permanen. Tiga bulan setelah kejadian itu
baru dampaknya benar-benar dirasakannya. Tubuhnya terasa sakit dan
tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali terbaring di tempat tidur. Tentu saja
aktivitasnya sekolah jadi terganggu. Namun hal itu tidak membuat
semangatnya luntur dalam mengembangkan bakat menggambar yang
dimilikinya.
Kondisi sakit ini membuat Agus lama tidak sekolah. Salah seorang
kakaknya yang kebetulan menjadi TKI di Arab menelpon ke sekolahnya
dan memohon agar beliau diberhentikan dari sekolah. Semua ini dilakukan
kakaknya tanpa meminta persetujuan darinya. Hal ini sempat membuat
beliau terpukul karena cita-cita pria kelahiran Cimahi, 1 Agustus 1972
harus kandas ditengah jalan.

Bukan Agus namanya kalau mudah menyerah dalam menghadapi


masalah. Kondisi tersebut justru memotivasinya ingin cepat sembuh.
Meskipun sempat terlintas dalam pikirannya ada perasaan minder dan
tidak percaya diri, tetapi semua itu dicoba untuk ditepisnya.
Sambil menunggu proses pemulisahn fisiknya, Agus terus mengasah
kemampuannya menggambar. Hampir setiap hari kerjanya cuma
menggambar menggunakan pensil dan crayon. Hal itu membuat
kemampuan dirinya menggambar semakin berkembang pesat. Ketika
sudah sembuh, beliau kembali beraktivitas mengajar seperti semula.
Kemampuan Agus mengajar menggambar tenyata sangat baik. Terbukti
beberapa muridnya berhasil menjadi juara nasional maupun internasional
di berbagai lomba menggambar dan mewarnai. Hal ini tentu menjadi iklan
gratis bagi dirinya, sehingga orang semakin percaya untuk menitipkan
anaknya untuk belajar menggambar di Sanggar Charisma Arts Cimahi
yang dikelolanya. Selain itu, ada beberapa sekolah ternama juga
mengajaknya bergabung untuk mengajar di sekolah mereka dengan
bayaran yang cukup tinggi.
Pandangan Terhadap Pendidikan Menggambar di Sekolah
Menurut cucu pendiri Pesantren Djati Cimahi ini, buku pelajaran
menggambar di sekolah sebaiknya disesuaikan dengan tema. Bukan
hanya buku gambar biasa, tetapi buku gambar yang bisa memberi ruang
kepada anak untuk bisa mewarnai gambar, juga bisa memberi komentar.
Buku gambar juga merupakan sarana untuk pendidikan karakter.
Buku gambar yang ada di pasaran umumnya terlalu rumit, sehingga
anak cepat jenuh. Oleh sebab itu diperlukan gambar yang lebih menarik
dan sederhana. Selain itu, guru sebagai pendidik harus mampu mendidik
anak dengan interaksi gambar tutur Agus serius.
Agus menambahkan kalau beberapa buku terbitan penerbit mayor,
harganya cukup mahal, sehingga tidak terjangkau oleh anak-anak yang
belajar di sekolah biasa. Akibatnya hanya mereka yang belajar di sekolahsekolah mahal saja yang mampu membelinya. Padahal untuk kalangan
menengah ke bawah diperlukan buku yang baik dan sesuai dengan
kurikulum, tetapi juga dengan harga terjangkau.
Guru Taman Kanak-Kanak (TK) seharusnya lebih pandai dari guru SD.
Namun pada kenyataannya, banyak guru TK di Indonesia yang kualitasnya
rendah. Guru TK bukan hanya bertugas mengajar, tetapi juga mengasuh.
Oleh sebab itu diperlukan seorang guru yang menguasai psikologi anak,
cerdas dan berwawasan luas.
Berdasarkan pengalaman Agus mengajar di beberapa sekolah TK, hasilnya
didikannya cukup menggembirakan. Ketika anak-anak tersebut masuk SD,
perkembangan motorik mereka secara umum bagus. Selein itu anak-anak

menjadi lebih mandiri dan emosinya terkontrol dengan baik. Hal itu
merupakan hasil belajar menggambar ketika masih di TK.
Belajar menggambar tujuannya bukan untuk menjadi juara. Kalau itu
tujuannya, maka orangtua salah besar. Tujuan belajar menggambar di
antaranya adalah melatih kemandirian anak, melatih syaraf motoriknya,
melatih keberanian, mengembangkan kreativitasnya dan sebagainya,
ujar Agus penuh semangat.
Memiliki Metoda Menggambar Yang Asik dan Menyenangkan
Agus Hamdani mempunyai metoda belajar menggambar yang sudah teruji
selama lebih dari 20 tahun. Beberapa anak didiknya sekarang sudah
sukses. Mereka semua berhasil mengembangkan bakat yang dimilikinya.
Semua ini akibat cara mengajar yang pernah diterapkannya yang
memegang prinsip: sederhana, menarik, kreatif dan tidak membosankan.
Salah satu metode yang diterapkan Agus ketika mengajar siswanya
belajar menggambar adalah Miracle Circle (Keajaiban Lingkaran) yaitu
mengajar menggambar apa saja dengan dimulai dari gambar lingkaran.
Menurutnya, metoda ini cukup efektif dalam mengajarkan anak
menggambar, karena anak cenderung lebih mudah membuatnya
dibandingkan dalam bentuk lainnya.
Menggambar itu hampir sama dengan menulis. Hanya saja kalau
menggambar itu diperlukan sedikit imajinasi yang perlu diolah.
Menggambar dan menulis adalah proses pengulangan yang memerlukan
latihan secara kontinyu. Inti menggambar adalah minat, bukan bakat.
Bakat adalah percepatan dari minat tersebut. Kalau kita ibaratkan sebuah
benda, maka minat itu seperti besi yang ditempa membentuk pisau.
Sedangkan bakat adalah pisau yang sudah jadi, kita hanya perlu
mengasahnya sehingga menjadi tajam, ulas Agus sedikit berfilosofi.
Prestasi dan Penghargaan
Kondisi fisiknya yang cacat dan pendidikannya yang terbatas, tidak
mengurangi semangat Agus untuk terus belajar dan mengembangkan
dirinya. Terbukti beberapa prestasi sempat ditorehnya. Semua itu
merupakan bukti kegigihannya berjuang selama ini.
Beberapa catatan rekam jejak Agus dalam berkarir di antaranya adalah
mendapat penghargaan sebagai Instruktur pada acara Pelatihan
Menggambar dan Mewarnai Se-Jawa Barat yang diselenggarakan oleh
Yayasan Nur Al Rahman Cimahi pada 21 Januari 2009. Tema yang diusung
adalah Optimalisasi Perkembangan Anak Usia Dini Melalui Kegiatan
Menggambar dan Mewarnai.
Kemudian mendapat sertifikat sebagai Penyaji pada Seminar Pendidikan
Guru/Tutor PAUD yang diselenggarakan oleh Pos Paud Sekarwangi pada
2010. Materi yang disajikan oleh beliau saat itu adalah Teknik dan
Mekanisme Menggambar untuk guru dan Anak.

Agus Hamdani juga secara istimewa diminta mengisi kegiatan Pelatihan


Guru TK di Yayasan BPK Penabur Bandung sebagai Narasumber selama 3
bulan, yaitu dari tanggal 13 Pebruari-1 Mei 2010. Beliau merupakan satusatunya narasumber yang memiliki latar belakang pendidikan non
sarjana.
Pada 8 Mei 2010, Agus Hamdani juga mendapat kepercayaan sebagai juri
dalam acara English and Japan Contest, Bunka Competition: Speak Your
Idea Up and Change the World yang diselenggarakan oleh SMAN 1
Cisarua, Kabupaten Bandung Barat.
Dalam acara bertajuk Musabaqah Kreativitas Anak Muslim (Mukram)
2010 Se-Wilayah Bandung Raya dan Cimahi yang diselenggarakan pata
tangggal 16-17 April 2010 oleh Sekolah Islam Terpadu Daarul Fikri, Agus
Hamdani didaulat sebagai Juri Lomba Menggambar.
Kemudian pada 2011, kembali SMAN 1 Cisarua mengundang Agus
Hamdani sebagai Juri Lomba Manga dan memberikan sertifikat kepadanya
dalam acara Bunka Competition bertajuk Yuuki ni Susaku Shimashu
pada 15 Oktober 2011.
Masih pada tahun yang sama, Agus Hamdani juga mendapat piagam
penghargaan sebagai Juri Mewarnai dari panitia Porseni Anak RA P.D. IGRA
Kabupaten Bandung yang diselenggarakan di Taman Lalu Lintas pada 21
April 2011.
Pada 4 Maret 2012, Agus Hamdani juga mendapat Piagam Penghargaan
sebagai Juri Lomba Kolasi dan Juri Lomba Menggambar (Perkelompok)
yang diselenggarakan oleh Sekolah Islam Terpadu Daarul Fikri dalam
acara Musabaqah Kreativitas Anak Muslim 2012 yang mengambil tema
Together We Can.
Tentu masih banyak lagi catatan perjalanan Agus Hamdani dalam
berkarya ditengah-tengah masyarakat. Sumbangsihnya dalam dunia
pendidikan memang tidak diragukan lagi, khususnya dalam pendidikan
menggambar untuk anak.
Aktivitas Berkesenian
Bukan hanya dikenal sebagai guru menggambar, tetapi Agus juga dikenal
sebagai seorang seniman. Sejak 2010 bersama-sama seniman lainnya,
Agus mendirikan Forum Pelukis Cimahi (Forkis), tempat berkumpulnya
para seniman Cimahi, khususnya seni Lukis.
Kini Agus Hamdani dipercaya sebagai Ketua di komunitas yang baru
berusia 6 tahun tersebut. Kiprahnya sebagai pimpinan Forkis semakin
menguat ketika dirinya berhasil menggebrak kegiatan berkesenian
bertajuk Cimahi, Art and Photography Exhibiton yang mendapat
dukungan penuh dari Diskopindagtan Pemerintah Kota Cimahi.

Acara bertema Save Our Cultural Heritage yang berlangsung di gedung


tua peninggalan Belanda yang kini lebih dikenal dengan sebutan The
Historich tersebut berlangsung dengan meriah dan sukses. Beberapa
seniman Forkis dan seniman dari luar kota ikut memeriahkan acara
pameran seni rupa tersebut. Tercatat ada beberapa nama seniman Forkis
yang terlibat dalam ajang pameran seni rupa tersebut, seperti Agus
Hamdani, Bahar Malaka, Hamdani, Bambang Sumantri, Muhammad Nur,
Ade Gombloh Mulyana alias Moel, dan Teddy Suchyar.
Selain itu, beberapa pelukis dari luar Cimahi juga ikut memeriahkan ajang
pameran tersebut. Beberapa nama pelukis seperti Olla Manelo (pelukis
wanita asal Bandung), Budi Baksil (Bandung), E.B. Wahyuno (Gunung
Kidul, Jogjakarta), Ardiyan Syah (Madura) dan Balchi Bara (Tegal, Jawa
Tengah) turut serta memajang karyanya di sana.
Pada perhelatan yang terbilang cukup akbar tersebut, Agus Hamdani
bersama Bahar Malaka, Bambang Sumantri, Muhammad Nur dan hamdani
(semuanya anggota Forkis) berhasil mendapat penghargaan dari ORI
(Original Record Indonesia) yang berada dalam naungan yayasan Prestasi
Anak Bangsa, karena berhasil memecahkan rekor melukis 5 menit secara
bersama-sama dengan objek lukisan berupa Jembatan Pemkot Cimahi
secara terbalik.
Kegiatan lainnya berupa pameran foto dan lomba fotografi yang
dimeriahkan beberapa fotografer Cimahi dan Kota Bandung, seperti Toto
Sugiarto, Lia Wantu, Feari Krisna, Risma Trisdiyanti, Godam Pratama,
Tatang Sukarna, Iwan, Yonathan Dwi Prasetya dan lain-lain.
***

Anda mungkin juga menyukai