TINJAUAN PUSTAKA
adalah
suatu
tempat
tertentu
dilakukan
pekerjaan
semua
bahan
dan
peralatan
yang
diperlukan
untuk
Tempat
pengabdian
profesi
seorang
apoteker
yang
telah
KepMenKes
RI
No.
1027/MenKes/SK/IX/2004,
apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi yang
telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia
sebagai apoteker (6).
Apoteker merupakan tenaga kesehatan profesional yang banyak
berhubungan langsung dengan masyarakat sebagai sumber informasi
obat. Oleh karena itu, informasi obat yang diberikan pada pasien haruslah
informasi yang lengkap dan mengarah pada orientasi pasien bukan pada
orientasi produk. Dalam hal sumber informasi obat seorang apoteker
harus mampu memberi informasi yang tepat dan benar sehingga pasien
memahami dan yakin bahwa obat yang digunakannya dapat mengobati
penyakit yang dideritanya dan merasa aman menggunakannya. Dengan
demikian peran seorang apoteker di apotek sungguh-sungguh dapat
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat (6).
Selain memiliki fungsi sosial sebagai tempat pengabdian dan
pengembangan jasa pelayanan pendistribusian dan informasi obat
perbekalan kesehatan, apotek juga memiliki fungsi ekonomi yang
mengharuskan suatu apotek memperoleh laba untuk meningkatkan mutu
pelayanan dan menjaga kelangsungan usahanya. Oleh karena itu
b. Sublingual:
Dibawah lidah, absorpsi melalui membran mukosa.
c. Topikal:
Melalui permukaan kulit.
d. Intranasal:
Melalui hidung
e. Intrarespiratorial:
Melaui paru-paru
f. Intraocular:
Melaui mata
g. Aural:
Melalui telinga
h. Rectal:
Melaui rectum atau dubur
i. Vaginal, uretral, Parenteral:
Melalui injeksi dengan cara intravena, intramuscular, subcutan,
intrakardial, intrakutan, dll.
j. Efek yang ditimbulkan (7)
a. Lokal:
Efek obat hanya bekerja setempat, contoh: obat topical, intranasal,
uretral, vaginal, rectal.
b. Sistemik:
Obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, contoh: obat
oral, rectal, inhalasi, parenteral.
c. Konsistensi (7)
a. Gas:
Gas, aerosol/aerodispersion
b. Cair:
Larutan, suspensi, emulsi, infusa, lotio, saturasi.
c. Semi-solid/semipadat:
Tidak berbentuk seperti krim, salep, pasta, gel
Berbentuk seperti suppositoria, ovula
d. Asal mula bahan baku (7)
a. Modern:
1. Berasal dari zat kimia/dari sintesis ramuan zat kimia.
2. Jika tidak sesuai akan ditolak tubuh (timbul efek samping)
b. Tradisional:
1. Berasal
dari
tumbuh-tumbuhan,
hewan
dan
mineral
yang
10
Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah
lingkarang biru dengan garis tepi berwarna hitam (12).
sentimeter,
lebar
(dua)
sentimeter
dan
memuat
11
12
Rokok dan serbuk untuk penyakit bengek untuk dibakar yang mengandung
scopolamin
P No. 5
1. Amonia 10 % ke bawah
2. Sulfanilamidum steril dalam bugkusan tidak lebih dari 5 mg
bungkusnya
P No. 6
1. Suppositoria
c. Obat keras
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan
resep dokter. Menurut undang-undang obat keras No. 419 tanggal 22
Desember 1949 pasal 1, obat-obat keras yaitu obat-obatan yang tidak
digunakan
untuk
keperluan
teknik,
yang
mempunyai
khasiat
mengobati, menguatkan, membaguskan, mendesinfeksikan, dan lainlain tubuh manusia. Obat-obat ini berkhasiat keras dan bila dipakai
sembarangan bisa berbahaya bahkan meracuni tubuh, memperparah
13
14
memberikan
obat
keras,
namun
ada
wajib
memberikan
indikasi,
informasi
kontra-indikasi,
obat
cara
secara
pemakain,
benar
cara
diderita
pasien.
Antara
lain:
obat
antiinflamasi
(asam
15
Narkotika Golongan 1
16
ini
Kepala
Badan
memiliki
Pengawas
potensi
sangat
Obat
dan
Makanan.
tinggi
mengakibatkan
2.
Narkotika Golongan II
Golongan ini berkhasiat pengobatan dan digunakan sebagai pilihan
terakhir dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan sehingga potensi untuk menimbulkan ketergantungan
juga tinggi. Contohnya: Fentanil, alfasetilmetadol, Pethidin, morfin
dan garam-garamnya
3.
17
distribusinya
diatur
oleh
pemerintah.
Contoh:
Kodein
dan
asetildihidrokodein.
Penandaan obat narkotika adalah:
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
pengobatan
dan
ilmu
pengetahuan
dengan
18
diselenggarakan
memperoleh,
oleh
pemerintah
menanam,
ataupun
menyimpan,
dan
swasta
dapat
menggunakan
No.35
tahun
2009
pasal
14
ayat
(2)
19
obat
sebagai
komoditi
menjadi
pelayanan
yang
tersebut
antara
lain
adalah
melaksanakan
pemberian
20
berbahaya. Secara etika kertas resep warna putih dengan ukuran minimal 11 x
17 cm.
pertimbangan
dan
alternatif
seperlunya
bila
perlu
21
4. Penyerahan Obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan
akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat
dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan
konseling kepada pasien
5. Informasi Obat
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara
penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan
dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
22
6. Konseling
Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi,
pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar
dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk
penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC,asma
dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling
secara berkelanjutan.
7. Monitoring Penggunaan Obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan
pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti
kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.
II.3.3 Promosi dan Edukasi (9).
Dalam
rangka
pemberdayaan
masyarakat,
apoteker
harus
23