Anda di halaman 1dari 5

Suara Merdeka Nasional.Jumat 25 Juni 2004.

Jakarta-Otak pembunuhan Dirut PT


ASABA, Boedyharto Angsono, Gunawan Santoso alias A Cin akhirnya dijatuhi hukuman
mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara.
Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim yang diketuai I Wayan Padang SH menyebutkan
bahwa terpidana telah memenuhi unsur pasal yang didakwakan, yaitu menjadi otak pembunuhan
berencana.
Perbuatan Gunawan, bekas menantu korban, telah memenuhi Pasal 340 jo Pasal 55 KUHP. Oleh
karenanya hakim menjatuhkan hukuman mati, dan itu sesuai dengan tuntutan jaksa dalam sidang
sebelumnya.
Di bagian lain pertimbangan majelis hakim, juga tampak berbagai hal yang sangat memberatkan
Gunawan, seperti pernah melarikan diri dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kuningan, Jawa
Barat, 15 Januari 2003, saat dia terlibat penipuan.
Gunawan juga pernah terlibat percobaan pembunuhan terhadap Direktur Keuangan PT Asaba,
Paulus Teja. Dan kini, dia terbukti memperalat empat anggota Marinir TNI AL untuk menjadi
eksekutor terhadap korban Boedyharto dan pengawalnya Sertu Edy Siyep, yang juga anggota
Kopassus.
Banding
Majelis hakim berpendapat, Gunawan terbukti menyuruh para anggota Marinir tersebut, meski
mereka mencabut BAP yang menyebutkan keterlibatan terpidana.
Setelah memutuskan pidana mati, majelis hakim kemudian memberikan kesempatan kepada
terpidana untuk berpikir sejenak guna menentukan langkah hukum yang akan diambil. Gunawan
yang tampak lesu, selang kemudian berpandang-pandangan dengan tim pengacaranya yang
diketuai Alamsyah Hanafiah SH.
Akhirnya, tim pengacara menyatakan banding. Sebelum sidang ditutup, tim pengacara sempat
memprotes majelis hakim yang tidak memberikan kesempatan untuk shalat Dhuhur.
Ketika akan dibawa meninggalkan ruang sidang Cakra, PN Jakarta Utara, belasan anggota polisi
dan kejaksaan langsung mengamankan terpidana. Para wartawan terus mencecar Gunawan,
namun yang bersangkutan hanya berkata sepatah-sepatah yang tidak jelas. Dia kelihatan lemas.
Usai pembacaan vonis, terjadi keributan kecil yang segera dapat diatasi. Para wartawan yang
mengerubuti terpidana, saling berdesakan untuk mendekat, sehingga suasana menjadi gaduh.

Sebelum sidang dilaksanakan, beredar kabar sidang akan ditunda. Hal itu berkaitan dengan
molornya waktu sidang, yang sedianya dijadwalkan pukul 10.00 WIB, tapi ternyata baru dimulai
pukul 12.00 WIB.
Melanggar KUHAP
Menurut Alamsyah Hanafiah SH, pihaknya harus mengajukan banding. "Karena sudah jelas,
menurut KUHAP, sidang kasus itu harus dilakukan secara koneksitas. Menurut peradilan militer
pun juga demikian, karena menyangkut terdakwa sipil dan militer. Karena cara yang sekarang ini
tidak sesuai, maka kami harus banding," katanya.
Menurutnya, ironis bila aparat penegak hukum justru melanggar aturan hukum itu sendiri. Selain
itu, dia juga mempertanyakan mengapa pelaku tidak dihukum terlebih dahulu; tapi justru pihak
yang diduga otaknya yang dihukum terlebih dahulu.
"Bagaimana nanti bila di sidang pelaku pembunuhan terbukti bahwa Gunawan bukan otaknya,"
katanya.(F4-58a)
Kejagung Tak Percepat Eksekusi Gunawan
JAKARTA - Mbegal dengan menjadi buron tiga kali belum jadi cukup alasan untuk segera
mengeksekusi Gunawan Santoso. Pembunuh bos PT Asaba Boedyaharto Angsono tersebut masih
diberi kesempatan untuk menempuh upaya hukum sampai tuntas. Alih-alih mempercepat
eksekusi, Jaksa Agung Hendarman Supanji mengungkapkan pihaknya masih menunggu upaya
hukum peninjauan kembali (PK) yang bakal dilakukan Atjin (nama akrab Gunawan, Red).
Kalau nanti PK-nya ditolak, ya eksekusi, ujar Hendarman di sela-sela acara peringatan Hari
Bakti Adhyaksa ke 47 di Kompleks Kejaksaan Agung kemarin. Meski demikian, mantan Jaksa
Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) itu menegaskan pihaknya hanya memberi kesempatan
sekali PK kepada buron yang tertangkap 20 Juli lalu. Pengalaman beberapa terpidana mati yang
bisa mengajukan PK dua kali bahkan lebih, tak akan dibiarkan terjadi kembali, terutama dalam
kasus Gunawan.
Hendarman menambahkan pemberian hak PK terkait dengan putusan Gunawan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap (in kracht). Pasca diputus mati oleh majelis hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Utara pada 24 Juni 2004, Gunawan telah melewati batasan waktu tujuh hari untuk
mengajukan banding. Maka otomatis putusan tersebut telah in kracht.

Jadi biasanya kalau sudah mempunyai kekuatan hukum tetap maka diberi hak untuk yang
bersangkutan mengajukan PK sejauh dia mengajukan alat bukti baru, tambah Hendarman.
Dijelaskan kembali oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Salman
Maryadi, pihaknya tak bsia serta-merta mempercepat eksekusi Gunawan. Nggak bisa
dipercepat karena tidak ada dalam KUHP, tidak ada vonis dipercepat karena dia melarikan diri,
ujarnya kemarin.
Tak hanya PK, menurut Salman, Gunawan bahkan masih punya kesempatan mengajukan grasi
kepada presiden.Inilah aturan hukum yang sama-sama harus kita hormati, tambahnya.
Soal pemidanaan tambahan, pria yang akrab dengan wartawan itu mengungkapkan hal tersebut
tak mungkin dilakukan, meski tidak tertutup kemungkinan terpidana berusia 44 tahun itu
melarikan diri kembali. Masalah dia itu lari tiga kali tidak mungkin dihukum mati tiga kali ya
kan? Tetap hukuman mati itu nantinya kalau sudah finis sudah in kracht itu, tetap hukuman mati
itu dilaksanakan sekali, tambah Salman.
Terpisah Ketua Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) Firmansyah Arifin
menegaskan dengan tiga kali berusaha kabur dari penjara, Terdakwa pembunuh bos PT, Asaba
Gunawan Santoso dapat dikatakan tidak memiliki itikad baik. Dia harus segera dieksekusi,
katanya ketika dihubungi kemarin. Kejaksaan, lanjutnya, tidak dapat meminta hukuman
tambahan meskipun Gunawan telah berkali-kali kabur. Dalam hukum kita, vonis mati adalah
vonis tertinggi, tegasnya.
Saat ditanya tentang hak terdakwa untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK), Firmansyah
mengatakan itu bisa menjadi celah bagi terdakwa untuk mengulur-ulur waktu eksekusinya.
Dalam KUHAP tidak disebutkan batasan waktu sampai kapan terdakwa bisa mengajukan PK,
sehingga bisa mengajukan PK kapanpun asal dia bisa mengajukan novum (bukti baru, Red),
katanya. Untuk ini, dia kembali menegaskan agar pengadilan segera mengeksekusinya. Karena
tak disebutkan dalam KUHAP itulah, lanjutnya, pihak kejaksaan tak dapat meminta batasan
pengajuan PK. (ein/nue)
Perburuan Suud Temui Titik Terang
Kapanlagi.com - Komandan Pusat Polisi Militer (Dan Puspom) TNI Angkatan Darat (AD)
Mayjen Ruchjan mengatakan, perburuan terhadap terpidana mati kasus pembunuhan Direktur
Utama PT Asaba Boedyharto Angsono, bekas Kopral Dua (Marinir) Suud Rusli, yang kabur dari

Rumah Tahanan Militer (RTM) Cimanggis pada Minggu dini hari (06/11) lalu, telah menemui
titik terang.
"Titik terang tersebut, antara lain didapat dari record hubungan telepon antara Ida (pacar Suud
-red) dengan keluarganya, temannya dan keluarga Suud," katanya, di sela-sela Lomba Tembak
Piala KSAD, di Markas Divisi I/Kostrad, Cilodong, Selasa (15/11).
Ia mengemukakan, Suud Rusli kabur dari RTM Cimanggis, dengan dibantu pacarnya Ida. Dalam
pelariannya, dua sejoli ini sempat menghubungi keluarga dan teman masing-masing.
Suud, menuriut Ruchjan, adalah pria berkeluarga dan memiliki anak. "Jadi dia juga pernah
menghubungi anaknya dengan memakai telepon selular Ida, demikian juga Ida kerap
mencurahkan isi hatinya pada keluarga dan teman-teman kerjanya," tutur Dan Puspom AD.
Berdasar data telepon itu, tambah dia, tim perburuan mulai menemukan titik terang di mana kirakira Suud dan Ida bersembunyi.
Rusli dan bekas Letnan Dua (Marinir) Syam Ahmad Sanusi pernah melarikan diri pada 5 Mei
2005, setelah vonis hukuman mati itu dijatuhkan karena membunuh Direktur Utama PT Asaba,
Boedyharto Angsono, dan pengawalnya, yang anggota Korps Pasukan Khusus TNI-AD, Edy
Siyep, pada 2003.
Setelah mereka kabur dari sel tahanan Pangkalan Utama TNI-AL II Jakarta di Jalan Bungur
Besar, Jakarta Pusat, yang bersebelahan dengan Stasiun Senen, Suud kemudian ditangkap
kembali pada 31 Mei 2005 di Malang, sementara Sanusi belum tertangkap hingga sekarang.
Namun setelah mendekam beberapa saat di RTM Cimanggis, Suud kembali melarikan diri.
Untuk menangkap buronon Suud, POM Angkatan Laut bekerjasama dengan Puspom AD,
masing-masing menurunkan empat dan tiga tim.
Ruchjan mengatakan, tim pencarian kini memfokuskan diri pada beberapa lokasi yang ditengarai
pernah disinggahi Suud saat melarikan diri pada kali pertama. "Dengan adanya titik terang
tersebut, diharapkan dalam bulan ini terpidana mati itu dapat segera ditangkap," katanya.
Kasus pembunuhan terhadap Dirut PT Asaba, Boedyharto Angsono, dan pengawalnya Edi Siyep
pada 19 Juli 2003, didalangi Gunawan Santosa, yang juga divonis mati.
Dalam amar putusannya bernomor PUT/14-K/PM II-08/II/2005, Majelis Hakim Pengadilan
Militer II-08 Jakarta memutuskan, Letnan Dua (Marinir) Syam Ahmad Sanusi dan Kopral Dua
(Marinir) Suud Rusli, bersalah dan dijatuhi hukuman mati, juga dipecat dari dinas militer.

Sementara itu Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal Djoko Susanto mengatakan, larinya
Suud merupakan tanggungjawab RTM Cimanggis.
"Kita senantiasa siap membantu TNI AL untuk menangkap Suud, namun tanggungjawab larinya
Suud tetap berada di pihak RTM," katanya.
Djoko mengatakan, akibat peristiwa itu pihaknya akan mengevaluasi kinerja aparatnya di RTM
Cimanggis. "Kita akan lakukan perbaikan instalasi dan mental personil, dalam menegakkan
keadilan. Sanksi tentu akan diberlakukan terutama bagi personil yang bertugas saat Suud lari,"
kata Djoko. (*/lpk)

Anda mungkin juga menyukai