Anda di halaman 1dari 7

KASUS Di PENGADILAN MILITER

1.       Pengadilan Tinggi Militer


Tentara Pemukul Wartawan Divonis 3 Bulan Penjara
TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Tinggi Militer I Medan menjatuhkan vonis 3 bulan penjara
kepada Letnan Kolonel Pnb Robert Simanjuntak dalam kasus pemukulan wartawan harian Riau
Pos Didik Herwanto. Putusan majelis hakim, yang diketuai Kolonel CHK DR Djodi Suranto SH
MH, sama dengan tuntutan oditur militer Kolonel CHK Rizaldi selama 3 bulan penjara, dikurangi
masa kurungan sementara.

Majelis hakim menuturkan, terdakwa Robert Simanjuntak terbukti secara sah melanggar Pasal
351 ayat 1 KUHP tentang Tindakan Penganiayaan yang dilakukan terhadap Didik Herwanto, saat
melakukan liputan pesawat tempur Sky Hawk milik TNI AU yang jatuh beberapa waktu lalu.

"Menyatakan terdakwa Letkol Robert Simanjuntak terbukti secara sah melakukan tindak pidana
penganiayaan dan menjatuhkan hukuman selama tiga bulan dikurangi dengan masa kurungan
sementara," ujar hakim ketua Kolonel CHK DR Djodi Suranto SH MH di Unit Pelayanan Teknis
Oditorium Militer 1-03 Pekanbaru, pada Selasa, 17 September 2013.

Usai mendengar putusan, terdakwa Robert Simanjuntak menyatakan pikir-pikir terhadap putusan
tersebut. Robert Simanjuntak menyatakan siap menjalani keputusan itu. Menurut dia, sejak kasus
itu bergulir, dia merasa sudah menerima sanksi sosial yang cukup berat bagi dia dan keluarganya.
Sebelumnya, Robert sudah menjalani sanksi masa kurungan sementara selama 20 hari dan nonjob
selama 6 bulan. "Dengan adanya keputusan ini saya lega, saya siap untuk menjalaninya," ujar
Robert kepada wartawan.

Putusan terhadap Letkol Robert Simanjuntak tidak menyertakan Undang-Undang Pers Nomor 40
Tahun 1999. Menurut Oditur Militer Rizaldi, undang-undang pers tidak digunakan karena
sebelumnya terdakwa tidak mengetahui bahwa Didik Herwanto adalah wartawan.

Kasus penganiayaan ini terjadi saat jatuhnya pesawat tempur Sky Hawk milik TNI AU Roesmin
Nurjadin di Jalan Amal Bakti, Kelurahan Pandau Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten
Kampar, Riau, pada 16 Oktober 2012 lalu. Fotografer harian Riau Pos, Didik Herwanto, yang
meliput insiden itu mendapat penganiayaan dari Letkol Robert Simanjuntak serta kameranya
sempat dirampas.
Sumber : (http://nasional.tempo.co/read/news/2013/09/17/063514071/tentara-pemukul-wartawan-divonis-3-
bulan-penjara)

2.      Pengadilan Militer (Tingkat Kab/Kota)

Pengadilan Militer Vonis 3 Anggota Kopassus Terkait


Kasus LP Sleman
Tiga anggota Korps Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat pelaku penyerangan dan
pembunuhan tahanan di LP Sleman, dijatuhi hukuman penjara dan dipecat dari militer.
YOGYAKARTA— Para pelaku penyerangan dan pembunuhan tahanan di LP Sleman, Serda
Ucok Tigor Simbolon, Serda Sugeng Sumaryanto dan Koptu Kodik, anggota Kopassus Grup 2
Kandang Menjangan Kartasura,  masing-masing dihukum penjara 11 tahun, 8 tahun, dan 6 tahun
dan dipecat dari dinas militer.

Majelis hakim yang dipimpin Letkol ChK Djoko Sasmito dalam sidang hari Kamis, 5 September
di Pengadilan Militer II-11Yogyakarta meyakini bahwa para terdakwa telah melakukan
pembunuhan berencana.

Dalam pembacaan keputusan hakim setebal 449 halaman, Hakim Djoko Sasmito memaparkan
fakta bahwa para pelaku berembug, membawa senjata, melakukan perjalanan dari hutan Gunung
Lawu, mencari korban di berbagai tempat di Yogyakarta, dan kemudian melakukan penyerangan
ke LP Sleman dengan pembagian tugas bagi para pelaku yang seluruhnya berjumlah 12 orang.

“Menyatakan para terdakwa tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan, bersalah
melakukan tindak pidana, kesatu secara bersama-sama melakukan pembunuhan berencana dan
kedua, militer yang dengan sengaja tidak mentaati perintah dinas, yang dilakukan oleh dua orang
atau lebih secara bersama-sama. Sebagaimana diatur dan diancam dalam pasar 340 KUHP junto
pasal 55 ayat 1 KUHP dan pasal 103 ayat 1 junto ayat 3 KUHP M,” kata Djoko Sasmito.

Sejumlah anggota berbagai ormas berdemo menuntut anggota Kopassus dibebaskan dalam sidang
di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta (VOA/Nurhadi)
Sementara itu, seusai persidangan, Ketua Tim Penasihat Hukum anggota Kopassus, Kolonel
Rochmad mengatakan, unsur pembunuhan berencana tidak dapat dibuktikan.

“Sesuai dengan apa yang sudah kita sampaikan dalam materi pembelaan, bahwa unsur
perencanaan tidak ada sama sekali," kata Kolonel Rochmad.

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Menejer Nasution kepada VOA memberikan
apresiasi terhadap keputusan hakim. Menurutnya, majelis hakim sudah bertindak independen.
Namun, lanjut Menejer, jika unsur pembunuhan berencana terpenuhi semestinya hukumannya
lebih tinggi dari vonis 11, 8 dan 6 tahun tersebut.

“Hanya memang, kalau misalnya kita melihat di pasal 340 KUHP, kalau pembunuhan berencana
itu kan mestinya hukumannya itu kan pidana mati, atau seumur hidup atau 20 tahun, kan? Kalau
misalnya unsur pembunuhan berencana terpenuhi. Nah, catatan awal kita memang ini tidak
matching antara hakim berhasil membuktikan bahwa ini pembunuhan berencana tetapi kemudian
divonis (dengan hukuman) yang tidak matching dengan pasal 340 itu,” jelas Menejer Nasution.

Seperti diberitakan 12 anggota Kopassus Kandang Menjangan Kartasura telah menyerang dan
membunuh empat tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Sleman, pada 23 Maret 2013 lalu.
Keempat tahanan itu adalah Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, Adrianus Candra Galaga,
Yohanes Juan Mambait, dan Gameliel Yermiayanto Rohi Riwu. Keempatnya ditahan karena
membunuh anggota Kopassus, Sertu Heru Santoso, di sebuah cafe di Yogyakarta beberapa hari
sebelumnya.

Seusai mendengar keputusan majelis hakim, tiga anggota Kopassus beserta tim penasehat hukum
langsung menyatakan banding. Saat keluar meninggalkan gedung pengadilan, para terdakwa ini
dielu-elukan sekitar 500 massa anggota berbagai organisasi kemasyarakatan. Serda Ucok Tigor
Simbolon bahkan sempat menyampaikan orasi pendek di depan massa yang mendukungnya.

Sumber : (http://www.voaindonesia.com/content/pengadilan-militer-vonis-3-anggota-kopassus-terkait-kasus-lp-
sleman/1743742.html)

KASUS Di PENGADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN)


1.       Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN)
PTTUN Menangkan Gugatan PSSI atas Sanksi Menpora
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan Tinggi Tata Usaha (PTUN) Jakarta memenangkan
gugatan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) atas Surat Keputusan (SK) Kementerian
Pemuda dan Olahraga yang memberikan sanksi administratif terhadap PSSI.
Dalam putusan yang dibacakan hakim Ujang Abdullah pada Selasa (14/7), PTUN menerima
positif seluruh gugatan eksepsi yang dilakukan oleh pihak Penggugat PSSI terhadap pihak
tergugat (Menpora) mengenai keabsahan status Ketua Umum PSSI La Nyalla Mattalitti sebagai
penggugat SK Kemenpora tersebut. PTUN menolak keabsahan SK yang diterbitkan oleh
Menpora dalam mencabut kewenangan PSSI.
PTUN menyatakan bahwa SK Pembekuan PSSI sudah tidak sesuai dengan Sistem Perundang-
Undangan yang berlaku di Indonesia, baik dari UU SKN maupun SIstem Keolahragaan yang
berlaku di KONI/KOI. Hakim menjelaskan bahwa Tidak ada pasal hukum satupun yang
mengatur boleh tidaknya Pemerintah melakukan pencabutan wewenang PSSI tersebut dilihat dari
UU SKN yang telah diajukan oleh pihak Tergugat (Kemenpora) tersebut.
PTUN pun menolak seluruh pembelaan yang dilakukan oleh Kemenpora tersebut karena bukan
berdasarkan pasal pasal hukum melainkan hanya berupa rangkuman pendapat saja tapi
kenyataannya tidak ada satupun pasal hukum yang menjelaskan soal Pencabutan wewenang
terhadap induk organsiasi cabang olahraga tersebut.. PTUN justru menegaskan, berdasarkan
sistem perundangan nasional yang berlaku di Indonesia bahwa PSSI adalah satu satunya cabang
olahraga sepakbola Indonesia yang berada dibawah naungan Komite Olahraga Nasional
Indonesia sehingga langkah Menpora dalam mengeluarkan SK pelarangan terhadap PSSI dinilai
telah melanggar kewenangan KONI sebagai satu satunya induk Organisasi olahraga di Indonesia
ini.
"Yang paling penting kami sampaikan sebagai tim pembela PSSI, SK (Kemenpora) tersebut tidak
proporsional, cermat, dan mencampuradukkan kewenangan," ujar salah satu tim pengacara PSSI,
Togar Manahan Nero.
"Tugas kami sebagai pembela PSSI sudah selesai, kecuali jika nanti Menpora lanjut banding.
Kami menyerahkan pada komite eksekutif untuk membuka jalan agar sepak bola dapat berjalan
sesuai dengan semestinya," ujar Togar.
SK sanksi dikeluarkan Menpora Imam Nahrawi pada 17 April lalu, yang kemudian berdampak
pada sanksi FIFA karena pemerintah Indonesia dianggap melakukan intervensi terhadap
pengelolaan sepak bola nasional.
Kuasa hukum PSSI lain, Aristo Pangaribuan, merasa hasil keputusan PTUN ini bukan sekadar
masalah menang atau kalah. "Ini bukan masalah menang dan kalah. Mari kita manfaatkan
momentum ini untuk duduk bersama-sama (PSSI dan Kemenpora) membangun sepak bola. Tim
pembela PSSI telah cukup mendapatkan exposure (sorotan), gantian dong sekarang exposurenya
ke lapangan hijau."ujar Aristo
Kemenpora akan mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang
menyatakan tidak sah SK Menpora Nomor 01307 tahun 2015 tentang Pembekuan PSSI
"Kami anggap banyak hal yang menurut hemat kami tidak sesuai. Kami akan menggunakan 14
hari waktu yang kami punya untuk ajukan banding," ujar kuasa hukum Kemenpora Faisal
Abdullah usai sidang putusan di PTUN, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, walaupun PTUN sudah menjatuhkan putusan, namun upaya banding adalah hak
yang akan ditempuhnya untuk mencapai "inkracht". Terkait dengan usulan beberapa pihak agar
menempuh jalur damai dengan PSSI, Faisal menyatakan keputusan itu sepenuhnya ada di tangan
Menpora Imam Nahrawi. "Soal damai itu kewenangan menteri. Kami hanya kuasa hukum," tegas
Faisal.
Sebaliknya, anggota kuasa hukum PSSI Togar Manahan Nero meminta Menpora mematuhi
putusan PTUN karena putusan ini mengartikan Menpora terbukti melanggar kewenangan saat
menerbitkan SK pembekuan itu. "Kami menyerahkan pada Exco PSSI untuk membuka jalan
khususnya dengan Menpora supaya sepak bola berjalan semestinya. Lupakan segala proses
hukum, jalankan putusan ini, pilihlah langkah-langkah strategis untuk kemajuan sepak bola
Indonesia," kata dia.
Majelis Hakim PTUN memutuskan SK Pembekuan PSSI oleh Menpora tidak sah sehingga
keberadaannya tidak diakui dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Menurut pertimbangan Majelis Hakim, penerbitan SK tersebut telah bertentangan dengan asas-
asas umum pemerintahan yang baik diantaranya asas profesionalisme, proporsionalitas, dan di
luar kewenangan.
Sumber : (http://www.cnnindonesia.com/olahraga/20150714134827-142-66305/ptun-menangkan-gugatan-pssi-
atas-sanksi-menpora/)

2.      Pengadilan Tata Usaha Negara (Tingkat Kab/Kota)

Kasus Semen Pati, PTUN Semarang Kabulkan Gugatan


Warga Kendeng
REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG -- Warga lereng Pegunungan Kendeng bersukacita. Upaya
mereka untuk mengawal proses persidangan gugatan izin pembangunan pabrik semen dengan
berjalan kaki Semarang- Pati membuahkan hasil.

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang mengabulkan gugatan izin lingkungan untuk
pembangunan pabrik semen dan penambangan PT Indocement, di wilayah Pati Selatan.

Dalam sidang putusan yang berjalan lebih dari tujuh jam, majelis hakim PTUN Semarang yang
diketuai oleh Adi Budi Sulistyo memerintahkan pembatalan Surat Keputusan Bupati Pati Nomor
660.1/4767 tentang izin lingkungan pembangunan pabrik semen dan penambangan.

Dalam putusannya majelis hakim berpendapat, penerbitan izin lingkungan tersebut telah
bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pati serta azas umum
penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

“Ini menjadi pertimbangan majelis hakim untuk mengabulkan permohonan penggugat,” kata
hakim ketua Adi Budi Sulistyo, Selasa (17/11) petang.

Ia juga menyampaikan sejumlah pertimbangan putusan majelis hakim. Antara lain penyusunan
dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) sebagai syarat penerbitan izin
lingkungan juga tidak mengakomodasi partisipasi masyarakat, dalam hal ini warga di sekitar
lokasi pabrik dan penambangan.

“Majelis hakim juga menolak eksepsi yang disampaikan tergugat, dalam hal ini Bupati Pati serta
PT Sahabat Mulia Sakti (SMS) selaku anak perusahaan PT Indocement,” lanjutnya.
Kuasa hukum PT SMS Florianus Sangsun menyampaikan akan mengajukan banding atas putusan
majelis hakim PTUN Semarang dalam perkara ini. Ia menilai hakim tidak cermat dalam memutus
perkara gugatan warga Pati terkait izin lingkungan pembangunan pabrik semen ini.

Menurutnya, penerbitan izin lingkungan sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Namun majelis hakim telah mengesampingkan fakta berkaitan dengan partisipasi masyarakat atas
penyusunan Amdal.

“Adanya data 67 persen warga yang menolak pembangunan pabrik semen yang dijadikan dasar
penggugat diperoleh dari survei yang tidak mewakili warga di empat desa, yang berada di sekitar
lokasi pembangunan dan penambangan,” katanya.
Sumber : (http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/11/17/nxym1y346-kasus-semen-pati-ptun-
semarang-kabulkan-gugatan-warga-kendeng)
KASUS Di PENGADILAN AGAMA
1.       Pengadilan Tinggi Agama

Berbuat Asusila, Ketua Pengadilan Agama


Dinonaktifkan
Liputan6.com, Jambi - Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Provinsi Jambi telah menon-palukan
atau menonaktifkan EN sebagai Ketua Hakim Pengadilan Agama Kualatungkal, yang diduga
telah berbuat asusila dengan pegawai wanitanya berinisial NA.

Seperti ditayangan Liputan 6 Pagi SCTV, Jumat (13/3/2015), keputusan Pengadilan Tinggi
Agama tertangal 5 Maret tersebut menjadikan EN tidak bisa melakukan sidang di pengadilan.
Bahkan, dia dinon-jobkan menyusul adanya laporan korban terkait peristiwa memalukan dan
mencoreng citra pengadilan agama itu.

Menurut Kepala Humas Pengadilan Tinggi Agama Jambi Husnul Arifin, keputusan ini diambil
setelah pihaknya mengkaji laporan dugaan perbuatan asusila yang dinilainya sebagai perbuatan
melanggar etika dan norma sebagai hakim agama.

"Sudan non-palu itu, namanya pak kalau sudah tidak bisa sidang. Dia kan hakim tingkat pertama.
Dia (EN) mestinya sidang di sana, kalau di sini dia nggak bisa sidang. Di sini kan hakim tinggi,"
kata Husnul Arifin.

Sementara korban asusila berinisial NA, hingga kini masih trauma dan shokk akibat aksi bejat
EN. Kendati NA sudah bekerja kembali di Pengadilan Agama Kualatungkal tersebut.

Kasus asusila yang melibatkan kepala pengadilan agama ini terkuak melalui pemberitaan media
setempat. Warga pun dihebohkan dengan kasus tersebut, sebab pelakunya merupakan oknum
ketua hakim agama setempat. (Mar/Rmn)
Sumber : (http://news.liputan6.com/read/2190210/berbuat-asusila-ketua-pengadilan-agama-dinonaktifkan)

2.      Pengadilan Agama (Tingkat Kab/Kota)

Perceraian Artis: Hakim Putuskan Venna Melinda


Berbagi Harta
Bisnis.com, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan telah memutuskan
gugatan cerai Venna Melinda terhadap suaminya Ivan Fadilla.
Majelis hakim memutuskan hak asuk anak berada pada Venna dan Ivan, sedangkan sebagian
harta yang terkumpul selama mereka terikat dalam pernikahan diputuskan untuk dibagi dua.
Proses perceraian Venna Melinda-Ivan Fadilla bisa dibilang memegang rekor terlama karena
memakan waktu setahun tepat sejak Venna Melinda melayangkan gugatan pada 18 Maret 2013
lalu.
Untuk hak asuh anak, majelis hakim memutuskan diasuh secara bersama. Sedangkan terkait harta
yang diperdebatkan diputuskan untuk dibagi dua.
Apa saja harta tersebut?
Sebuah rumah di Jalan Paso, Jakarta Selatan, sebuah mobil Alphard dan sebuah mobil merek
Jaguar menjadi harta bersama yang akan dibagi dua.
Sementara untuk satu unit apartemen di Pluit dan sebuah rumah di Bali yang digugat oleh Venna
Melinda ditolak oleh majelis hakim.
"Semua sudah jelas, persoalan perceraian, perwalian, dan harta bersama sudah diputuskan dan
kami menerima putusan majelis hakim," ujar kuasa hukum Ivan, Petrus Bala Pattyona usai sidang
cerai di Pengadilan Agama, Jakarta Selatan, Selasa (18/3/2014).
Soal adanya keberatan dari pihak Venna Melinda, Petrus mengatakan hal itu dikembalikan lagi ke
putusan hakim.
"Kami sifatnya menunggu, karena telah menerima putusan. Jadi bila keberatan silakan diajukan,"
pungkas Petrus.

hokum indonesia

Berdasarkan hasil diskusi yang telah kami lakukan, terdapat beberapa faktor yang
 menyebabkan hukum di Indonesia masih dikatakan tidak adil yaitu:
1. Adanya transaksi dalam penegakkan hukum di Indonesia.
2. Moral penegak hukum yang jelek.
3. Adanya intervensi dari penguasa/petinggi.
4.Rakyat Indonesia yang masih kurang sadar akan hukum padahal mereka sudah
   mengetahui hukum di Indonesia.
5. Ketimpangan pasal yang satu dengan yang lain.

Dasar hukum peradilan nasional adalah 


1.Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 : menegaskan bahwa kekuasaan negara diajalnkan atas dasar
hukum yang baik dan adil.
2.Pasal 24 ayat 1 UUD 1945 : menegaskan kekuasaan kehakiman harus bebas dari campur
tangan kekuasaan lainnya.
3.Pasal 24 ayat 2 UUD 1945 : menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya.
4.Pasal 24 B UUD 1945 : mengatur bahwa suatu lembaga baru yang berkaitan dengan
penyelanggaran kekuasaan kehakiman 
5.UU No.14 tahun 1970 : ketentutan pokok kekuasaan kehakiman.

Anda mungkin juga menyukai