Anda di halaman 1dari 4

Penemuan Hukum

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penemuan Hukum

Oleh :

AFWAN ROSMI FIKRIYUDDIN

PASCA SARJANA ILMU HUKUM

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

2016
Sumanto, begitulah laki-laki berumur 31 tahun lalu itu dinamakan. Orang tuanya, Mulya
Wikarta (67 tahun) dan Samen (60), tak pernah bermimpi anaknya akan tumbuh menjadi
seorang kanibal - yang memakan tubuh tetangganya sendiri. Namun, pada Selasa (14/1) malam
lalu, Wikarta justru dikejutkan dengan mimpi buruk, ketika polisi membekuk Sumanto sebagai
pencuri mayat wanita tua, dan dinyatakan memakan daging mayat tersebut. Celakanya lagi,
karena tidak tahu sang ayah juga ikut makan bersama anaknya, setelah potongan daging Mbah
Rinah dibakar oleh Sumanto.

Peristiwa tersebut mulai terkuak ketika berita hilangnya mayat seorang nenek berusia 81
tahun yang belum sampai 24 jam dikubur di kuburan Desa Mojotengah, Kemangkon,
Purbalingga, Jawa Tengah. Warga setempat geger karena kuburan Mbah Rinah sudah acak-
acakan. Mereka lebih dibuat geger lagi ternyata mayat Mbah Rinah sudah raib. Berita tersebut
segera menyebar sampai ke desa tetangga. Malahan ada yang membumbuinya dengan hal-hal
yang berbau mistis sehingga membuat warga desa terteror. Kaum perempuan tak berani tidur
sendirian, para lelaki melakukan ronda sampai pagi. Ketegangan baru berakhir saat polisi
membekuk Sumanto di rumahnya sekitar lima kilo meter dari makam Mbah Rinah. Sumanto
rupanya teledor. Ia tak memperhitungkan sisa mayat yang ia tanam di depan rumahnya bakal
menyebarkan bau busuk. Warga yang mencium aroma tak sedap curiga, lalu melapor ke polisi.

Sumanto tak berkutik karena polisi menemukan potongan tubuh dan tulang-tulang Mbah
Rinah di rumahnya. Selain itu Polisi juga mendapati tengkorak manusia, dua alat vital laki - laki
dalam botol. Kepada Polisi Sumanto mengaku dirinya sedang memperdalam ilmu di bawah
bimbingan seorang guru. Dengan memakan mayat badannya akan menjadi kebal, tak terluka
oleh goresan senjata, dan mendapat ketenangan batin.

Perburuan Sumanto terhadap mayat Mbah Rinah dimulai sejak Sabtu (11/1) pukul 19 00
WIB. Saat itu ia mulai menggali kuburan Mbah Rinah yang telah diamatinya sejak sore. Kain
kafan pembungkus mayat Mbah Rinah yang dimakamkan Sabtu siang itu, baru berhasil ia sentuh
pada Minggu pukul dua dini hari. Hal itu dikarenakan pembongkaran kuburan ia lakukan dengan
tangan kosong tanpa menggunakan alat bantu. Setelah mayat Mbah Rinah dikeluarkan dari liang
kubur, kain kafan yang membalutnya dilucuti dan ditinggalkan begitu saja. Mayat kemudian
dimasukkan ke dalam karung plastik lalu diangkut dengan sepeda onthel menuju rumahnya yang
berjarak sekitar 1,7 km.

Sesampainya di rumah, Sumanto memotong alat vital Mbah Rinah dan membungkusnya
dengan kain merah. Saat ia ditangkap Polisi menemukan bungkusan kain merah itu di saku
bajunya. Selanjutnya, ia memotong-motong mayat seperti orang memotong daging ayam. Lantas
dipotong-potong sebagian dibakar, dimasak dengan kuali dan sebagian dimakan mentah-mentah.

Saat rekonstruksi kasus ini dilaksanakan pada pada Sabtu (18/1) pagi, warga tampak
histeris dan merasa jijik. Meski alat peraga dalam rekonstruksi itu hanyalah daging dan tulang
sapi mentah, Sumanto tampak antusias melahapnya. Meski rekontruksi dilakukan pagi pukul
06.30, namun rekonstruksi tersebut mendapat perhatian luas dari masyarakat sekitarnya.
"Sengaja kita lakukan rekonstruksi pagi-pagi sekali untuk menghindari kerumunan warga.
Namun kenyataannya, masyarakat tetap banyak yang melihat. Untungnya, rekontsruksi
berlangsung lancar," kata Kapolres Purbalingga, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Agus
Sofyan Abadi, saat mempimpin acara tersebut.

Setelah terungkap, kasus Sumanto menjadi perdebatan hukum pasal apa yang akan
diterapkan. Jaksa lalu menjerat Sumanto dengan Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. Pasal ini
berbunyi:
Barang siapa mengambil suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, dengan
maksud untuk memiliki barang tersebut secara melawan hukum, dipidana karena pencurian,
dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.

Tapi menjadi pertanyaan, apakah mayat termasuk barang?

"Mayat tidak termasuk barang karena definisi barang adalah sesuatu yang bernilai ekonomis,"
kata salah satu hakim anggota yang memutus perkara itu, Bagus Irawan.

Mendapati hal ini, maka majelis yang diketuai oleh Sumargiatmo melakukan terobosan
hukum meluaskan makna 'barang' menjadi sesuatu yang memiliki nilai-nilai kerohanian yang
melekat antara benda dengan ahli warisnya. Dengan penafsiran ini, maka Sumanto memenuhi
pasal pencurian yang dimaksud. Jika tidak ditafsirkan secara luas, maka Sumanto bisa bebas.
Sehingga pada Putusan No : 32/Pid.B/2003/PN.Pbg. dengan terdakwa Sumanto terdapat
tiga poin penting yang menjadi dasar hakim dalam memutus perkara tersebut. Dalam putusan
tersebut ketiga hal tersebut yang dimaksud adalah.

1. Menafsirkan mayat sebagai barang,

2. Tindak pidana yang dilakukan terdakwa Sumanto Bin Nuryadikarta dikategorikan kedalam
tindak pidana pencurian berkualifikasi (pengenaan Pasal 363 ayat (1) Ke-5 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana),

3. Kesimpulan hakim bahwa terdakwa sehat secara rohani.

Dari hasil analisis, putusan tersebut sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang yang
berlaku. Secara normatif putusan tersebut sudah benar. Putusan tersebut telah memenuhi
ketentuan yuridis karena terdakwa secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-5
Kitab Undang Undang hukum Pidana. Dalam penjatuhan pidana dengan putusan No :
32/Pid.B/2003/PN.Pbg. Majelis hakim telah menggunakan berbagai pertimbangan untuk
memberikan putusan.

Dalam putusan, ada tiga faktor yang menjadi pertimbangan hakim untuk menjatuhkan
putusan yakni faktor yuridis, faktor sosiologis dan faktor keyakinan hakim. Faktor yuridis, hakim
mempertimbangkan bahwasanya terdakwa Sumanto telah melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-5
secara sah dan meyakinkan. Faktor sosiologis, hakim menilai bahwasanya terdakwa Sumanto
telah melanggar etika, norma, serta nalar sehat dan telah melanggar ketentaraman warga. Faktor
keyakinan hakim didasarkan pada keyakinan hakim yang menilai Sumanto dalam keadaan sehat
dan tidak terganggu jiwanya. Putusan tersebut dilihat dari sudut pandang hukum pidana
merupakan sebuah precedent bagus ditengah upaya pembangunan hukum dan pembaharuan
hukum pidana yakni dengan terus diupayakannya pembentukan KUHP Nasional. Sehingga
diharapkan hukum pidana dapat dijadikan sebagai solusi atas persoalan hukum yang ada dan
menjadi alat rekayasa sosial.

Anda mungkin juga menyukai