11 - 193diagnosis Dan Tata Laksana Ensefalitis Herpes Simpleks PDF
11 - 193diagnosis Dan Tata Laksana Ensefalitis Herpes Simpleks PDF
PENDAHULUAN
Beberapa jenis virus yang dapat menginfeksi
susunan saraf pusat (SSP) manusia, di antaranya HIV ( HIV-1 dan HIV-2), Herpes Simplex Virus
(HSV-1 dan HSV-2), Cytomegalovirus (CMV),
Varicella Zoster Virus (VZV), dan Dengue Virus.1,2
Makalah ini membahas ensefalitis herpes
simpleks yang masih merupakan salah satu
penyebab utama infeksi viral SSP di dunia.1,3,4
HSV cenderung menempati bagian medial lobus temporal, merusak neuron, sel glia, mielin,
dan pembuluh darah, dapat menimbulkan
gejala dan gambaran EEG khas; penyakit ini
cukup responsif terhadap pengobatan apabila diagnosis telah ditegakkan. Pada beberapa
kasus HIV yang akhirnya menjadi AIDS, dapat
menyebabkan nekrosis fokal di seluruh bagian
permukaan serebrum.1-4
ETIOLOGI
Disebabkan oleh HSV-1 yang merupakan penyebab umum infeksi herpes pada mukosa
oral, serta HSV-2 yang ditularkan melalui sekret
vagina yang bermanifestasi pada neonatus.1-4
MANIFESTASI KLINIS
Gejala berlangsung akut selama beberapa
hari. Dua keadaan klinis ensefalitis HSV yaitu
1) Sindrom meningitis aseptik; disebut aseptik karena hasil kultur negatif, sebagian besar
disebabkan virus, Sindrom ini menandakan
keterlibatan meninges pada ensefalitis HSV,
umumnya disebut meningoensefalitis; dan 2)
Sindrom Ensefalitis Akut yang umum terlihat
pada ensefalitis HSV.1,3,4
EPIDEMIOLOGI
Herpes Simplex Virus merupakan penyebab
tersering ensefalitis akut. Sekitar 2.000 kasus
terjadi di Amerika Serikat, dan merupakan
10% dari seluruh kasus ensefalitis di negara
tersebut. Sekitar 30 sampai 70 persen berakhir
fatal, dan tidak sedikit yang berakhir dengan
kecacatan neurologis. Insidensi tertinggi terjadi pada usia neonatus, 5-30 tahun, dan di atas
50 tahun, dengan masa inkubasi 4-6 hari.1,2,4
PATOGENESIS
Terdapat dua jalur utama (port dentree) untuk
memasuki pejamu (host), yaitu dari mukosa
oral dan mukosa vagina. Setelah memasuki
tubuh pejamu, virus bermultiplikasi secara
lokal dan di tempat sekunder lainnya, menyebabkan viremia. Secara eksperimen telah
dibuktikan bahwa penyebaran HSV ke susunan saraf pusat (SSP) melibatkan neuron olfaktorius di mukosa nasal, dan proses sentral
sel-sel neuron tersebut akibat celah pada
355
6/5/2012 11:02:11 AM
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2 A : CT aksial hari ke 10 memperlihatkan lesi berdensitas rendah di temporal kanan dan lobus frontobasalis, B : CT
dengan kontras memperlihatkan penyangatan di fisurra Sylvii dan regio insula (lebih besar di bagian kanan)
(Dikutip dari: Rowland LP. Merrits Neurology. 11th ed. Lippincott William & Wilkins. 2005. Ch. 24 (E-book))
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pungsi lumbal
Konsensus AAP (American Academy of Pediatrics) sangat menganjurkan pungsi lumbal
pada bayi usia 6-12 bulan dengan kejang
demam sederhana pertama, dan dipertimbangkan pada anak usia 12-18 bulan dengan
kejang demam sederhana pertama.3-5,9
LCS umumnya meningkat tekanannya (dihubungkan dengan peningkatan tekanan
intrakranial) dan memperlihatkan gambaran
pleositosis (10 sampai 200 sel per mm3, jarang di
atas 500), didominasi limfosit; terdapat peningkatan sel neutrofil pada fase awal penyakit. Pada
beberapa kasus, komposisi LCS normal di awal
penyakit, namun akan abnormal pada pemeriksaan ulang. Tidak jarang terdapat peningkatan
protein (50-2000 mg/dL) dan dalam persentase
kecil, penurunan glukosa hingga 40 mg/dL, hal
ini terkadang membuat rancu antara diagnosis
infeksi HSV, TBC, atau jamur.1,2 Pungsi lumbal serial disarankan oleh CASG (Collaborative Antiviral
Study Group), bertujuan untuk melihat efektivitas pencegahan replikasi virus, dilakukan hingga
dosis terapi lengkap asiklovir; pemeriksaan LCS
pada minggu ke 1,2 dan 4,6 setelah terapi asiklovir intravena selesai untuk melihat kemungkinan kekambuhan subklinis.3,5
Polymerase Chain Reaction
Akhir-akhir ini berkembang pemeriksaan
PCR (Polymerase Chain Reaction) LCS untuk
mendeteksi antigen HSV; dalam hari-hari
perawatan awal, antigen dibiarkan bereplikasi
untuk mengkonfirmasi keberadaan HSV. Hasil
negatif palsu tes PCR HSV pada awal penyakit
dapat disebabkan oleh sedikitnya pelepasan
asam nukleat HSV dari otak ke LCS atau keterbatasan alat. Beberapa narasumber menyarankan pemeriksaan PCR berkala, teru-
356
CDK-193_vol39_no5_th2012 ok.indd 356
Gambar 3 Kiri : Potongan koronal MRI T2 weight pada stadium akut. Terdapat penyangatan di daerah inferior dan bagian
dalam lobus temporal, Kanan : Potongan MRI T1 weight setelah pemberian gadolinium memperlihatkan penyangatan
bagian insula kiri dan korteks temporal dan keterlibatan awal lobus
(Dikutip dari: Ropper AH, Brown RH. Adams and Victors Principles of Neurology. 8th edition.
McGraw-Hill; 2005. p. 631-40)
EEG (Elektroensefalografi)
Perubahan EEG berupa periodic lateralizing
epileptiform discharge atau perlambatan kompleks regular pada interval dua sampai tiga
per detik di daerah temporal atau frontotemporal (Gambar 2), merupakan suatu temuan
bermakna, meskipun tidak spesifik.1-4
6/5/2012 11:02:12 AM
TINJAUAN PUSTAKA
Pencitraan
CT Scan memperlihatkan area hipodensitas
(biasanya temporal atau frontotemporal) pada
50%-60% kasus; MRI (Magnetic Resonance
Imaging) memperlihatkan perubahan sinyal
pencitraan T2. T1 memperlihatkan area dengan intensitas sinyal rendah dikelilingi edema,
terkadang terdapat gambaran perdarahan di
area lobus frontal dan temporal. Dengan kontras Gadolinium dapat dilihat kelainan korteks
dan pial, yang terakhir ini cukup sering terjadi
pada semua infeksi SSP virus.1-4,10
Pemeriksaan Patologi
Pada pemeriksaan biopsi otak serta postmortem, ditemukan lesi nekrosis hemoragik di lobus temporal inferior dan medial; dapat meluas
sampai ke girus cinguli dan terkadang sampai
ke insula atau bagian lateral lobus temporalis,
atau secara kaudal ke otak tengah. Lesi area ini
biasanya bitemporal, tetapi tidak simetris. Pada
fase akut ensefalitis dan nekrosis hemoragik,
ditemukan inklusi eosinofilik intranuklear di
neuron dan sel glia (Gambar 5).1,2
DIAGNOSIS BANDING
Herpes simpleks harus dibedakan dari beberapa penyakit yang mirip manifestasi klinisnya
1,2,4
:
Varicella Zoster Virus
Epstein Barr Virus
Cytomegalovirus
HIV dan AIDS (Meningococcus dan Cryptococcus)
Acute leukoencephalitis Weston Hurst
Empiema subdural
Abses serebral
Trombosis vena serebral
Emboli septik
Stroke non-hemoragik
TATA LAKSANA 1-4
Diagnosis melalui anamnesis dan pemerik-
saan neurologis yang baik, serta pungsi lumbal (jika tidak ada kontraindikasi). Terapi diusahakan langsung dimulai tanpa menunggu
konfirmasi pemeriksaan lain untuk menurunkan morbiditas serta mortalitas.
Asiklovir intravena diberikan dengan dosis 10
mg/kg per dosis (setiap 8 jam) dilanjutkan sampai 10 hingga 14 hari (dapat hingga 21 hari)
untuk mencegah relaps; dapat dihentikan bila
pemeriksaan mengarah ke diagnosis lain. Asiklovir memiliki risiko efek samping rendah; yang
harus diperhatikan adalah peningkatan enzim
hepar dan penurunan fungsi ginjal.
Kasus alergi atau resisten asiklovir dapat diberi
vidarabin 15 mg/kg per hari selama 14 hari. Pengendalian edema serebri dengan deksametason IV 0,15 mg/kg/dosis, tiap 6 jam selama 2
hari, serta mengurangi asupan cairan menjadi
2/3 kebutuhan 24 jam, dapat mengurangi kemungkinan peningkatan tekanan intrakranial.
Pra Rumah Sakit
Rumah Sakit/IGD
Airway
Breathing
Circulation
Diazepam 5 mg rektal
(max 2x dengan jarak 5 menit)
0-10 Menit
10-20 Menit
Atau
Midazolam 0,2 mg/kg/IM
ICU/IGD
20-30 Menit
Fenobarbital
(20 mg/kg/iv) rate >10 menit
ICU
60-90 Menit
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ropper AH, Brown RH. Adams and Victors Principles of Neurology. 8th ed. McGraw-Hill; 2005. pp. 631-40.
2.
Rowland LP. Merrits Neurology. 11th ed. Lippincott William & Wilkins. 2005. Ch. 24 (E-book).
3.
Frenkel LM. Challenges in diagnosis and management of neonatal herpes simplex virus encephalitis. Pediatrics 2005;115; 795-7.
4.
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Staton BF. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. Saunders 2007. pp. 2521-2.
5.
Kullnat MW, Morse RP. Choreathetosis after herpes simplex encephalitis with basal ganglia involvement on MRI. Pediatrics 2008;121; e1003-7.
6.
Pelligra G, Lynch N, Miller SP, Sargent MA, Osiovich H. Brainstem Involvement in neonatal herpes simplex virus type 2 encephalitis. Pediatrics 2007;120; e442-6.
7.
Fonseca-Aten M, Messina AF, Jafri HS, Sanchez PJ. Brainstem Involvement in neonatal herpes simplex virus type 2 encephalitis in premature infant. Pediatrics 2005;115;804-9.
8.
Kropp RY, Wong T, Cormier L, et al. Neonatal herpes simplex virus infections in Canada: Results of a 3-year national prospective study. Pediatrics 2006;117:195562.
9.
Kimia AA, Capraro AJ, Hummel D, Johnston P, Harper MB. Utility of lumbar puncture for first simple febrile seizure among children 6 to 18 months of age. Pediatrics 2009;123;6-12.
10. Barkovich AJ. Infections of the nervous system. In: Barkovich AJ, ed. Pediatric Neuroimaging. 4th ed. Lippincott Williams & Wilkins; 2005:807-9.
11. Pudjiadi AH, Hegar. B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Pedoman pelayanan medis. Edisi 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. pp. 310-3.
357
6/5/2012 11:02:13 AM