Anda di halaman 1dari 5

Dewi Susanti (068114126)

Nugraheni Dwiari K (068114127)


Secara kimia, DMP (d-3-methoxy-N-methyl-morphinan) adalah suatu dekstro isomer dari
levomethorphan, suatu derivat morfin semisintetik. Walaupun strukturnya mirip narkotik, DMP tidak
beraksi pada reseptor opiat sub tipe mu (seperti halnya morfin atau heroin), tetapi ia beraksi pada
reseptor opiat subtipe sigma, sehingga efek ketergantungannya relatif kecil. Pada dosis besar, efek
farmakologi DMP menyerupai PCP atau ketamin yang merupakan antagonis reseptor NMDA. DMP
sering disalahgunakan karena pada dosis besar ia menyebabkan efek euforia dan halusinasi
penglihatan maupun pendengaran. Intoksikasi atau overdosis DMP dapat menyebabkan hipereksitabilitas, kelelahan, berkeringat, bicara kacau, hipertensi, dan mata melotot (nystagmus). Apalagi
jika digunakan bersama dengan alkohol, efeknya bisa sangat berbahaya dan dapat menyebabkan
kematian.
Penyalahguna DMP menggambarkan adanya 4 plateau yang tergantung dosis, seperti
berikut:
First Plateau
Dosis : 100-200 mg
Efek : Stimulasi ringan
Second Plateau
Dosis : 200-400 mg
Efek : Euforia dan halusinasi
Third Plateau
Dosis : 300-600 mg
Efek : gangguan persepsi visual,
hilangnya koordinasi motorik
Fourth Plateau
Dosis : 500-1500 mg
Efek : Dissociative sedation
Farmakologi
Dekstrometorfan merupakan bahan kimia sintetik dengan nama kimianya adalah 3 methoxy-17methyl morphinan monohydrat yang merupakan d-isomer dari levophenol, analog dari kodein
dan analgesik opioid. Dekstrometorfan berupa serbuk kristal berwarna putih, tidak berbau, larut
dalam air maupun ethanol dan tidak larut dalam ether. Adapun struktur kimia dari
dekstrometorfan adalah: C18H25NO.HBr.H2O dengan berat molekul: 370,3.
2. Farmakokinetik
Dekstrometorfan diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral dengan kadar serum maksimal
dicapai dalam 2,5 jam. Onset efeknya cepat, seringkali 15-30 menit setelah pemberian oral. Belum
ada penelitian tentang distribusi volume dekstrometorfan pada manusia, akan tetapi penelitian oleh
Silvasti et al. (1989) yang dilakukan pada anjing, distribusi volume dekstrometorfan berkisar antara
5,0-6,4 L/kg. Waktu paruh obat ini adalah 2-4 jam dan lama kerjanya adalah 3-6 jam. Metabolisme
dekstrometorfan telah diketahui dengan baik dan telah diterima secara luas bahwa aktivitas terapeutik
dekstrometorfan ditentukan oleh metabolit aktifnya yaitu dextrorphan. Dekstrometorfan mengalami
metabolisme di hepar oleh enzim sitokrom P-450 dan diubah menjadi dextrorphan yang mempunyai
derivat lebih aktif dan poten sebagai antagonis NMDA (Schadel et al., 1995)

3. Farmakodinamik
(a). Efek analgetik
Efek analgetik dekstrometorfan berdasarkan cara kerja sebagai antagonis reseptor NMDA. Peranan
NMDA dalam fenomena persepsi nyeri ditegaskan lagi pada binatang percobaan yaitu dengan cara
memberikan reseptor antagonis NMDA secara intraspinal. Pada suatu studi pada manusia pemberian
ketamin intravena akan mengurangi hiperalgesia primer dan sekunder dan mengurangi nyeri yang
ditimbulkan oleh stimulasi panas. Dektrometorfan menunjukkan hal yang sama (Ilkjaer et al., 1996).
Ikatan obat-obat antagonis pada reseptor NMDA menimbulkan terjadinya perubahan pada calsium
channel. Perubahan pada ca-channel akan menyebabkan aktivitas neuron yang dirangsang NMDA,
jika itu menetap, akan diikuti dengan peningkatan intensitas stimulus nosiseptik primer, misalnya
fenomena wind-up dan pencetusan dari nyeri sekunder. Dekstrometorfan mempunyai kemampuan
untuk mengurangi influks ion Ca2+melalui channel reseptor NMDA dan mengatur channel voltase Ca
yang pada keadaan normal diatur oleh konsentrasi K + ekstrasel yang tinggi (Weinbroum et al., 2000).
Dengan berkurangnya influks ion Ca+, maka eksitabilitas neuron di kornudorsalis medula spinalis
menurun, sehingga sensitisasi menurun dan terjadi pengurangan nyeri. Pada penelitian
dekstrometorfan sebagai efek analgetik, obat tersebut memberikan hasil yang cukup baik, yaitu dapat
mengurangi intensitas nyeri sebanyak 33,4% dibanding pada pemberian memantin maupun
lorazepam, dimana masing-masing hanya mengurangi nyeri sebanyak 17,4% dan 16,1%. Hal ini
menunjukkan perbedaan yang bermakna antara pemberian ketiga obat tersebut (Christine et
al.,2002)
(b). Sebagai antitusif
Empat puluh tahun yang lalu dekstrometorfan dibuat sebagai obat alternatif dari morfin.
Pada awalnya pemakaian klinis terbatas pada obat antitusif, pada orang dewasa
dosisnya adalah 10 30 mg, 3 6 kali sehari. Tempat spesifik sentral dimana
dekstrometorfan mempunyai efek antitusif belum jelas, tetapi dekstrometorfan berbeda
dengan golongan opioid, sehingga efek dekstrometorfan tidak ditekan oleh nalokson.
Dekstrometorfan juga mempunyai catatan keamanan yang baik, sebagai contoh dosis
terapetik untuk batuk 1 mg/kg /hr tidak mempunyai side efek yang berarti, dan tidak
menimbulkan komplikasi akibat pelepasan histamin (Weinbroum et al., 2000)
(c). Efek anti kejang dan parkinson
Pada manusia dekstrometorfan juga mampu mengurangi keluhan yang berhubungan
dengan gangguan neurologis oleh karena eksitotoksisitas, seperti kejang dan penyakit
parkinson jika diberikan pada dosis 30 atau 60 mg (Albers et al., 1987) yang diberikan 4
kali sehari, 45 180 mg single dose (Bonuccelli et al., 1992) atau 120 mg single dose
(Fisher et al., 1990) selama 3 minggu sampai 3 bulan. Tidak didapati adanya efek
samping neurologis yang berat pada penelitian ini dan juga pada penelitian lain dengan
sampel 8 orang yang sehat dimana eksitabilitas korteks motorik berkurang setelah
pemberian secara oral dengan dosis tinggi (150 mg) (Ziemann et al., 1998). Pada suatu
penelitian double blind plasebo control pada pasien dengan penyakit parkinson,
eksitabilitas korteks motorik dan diskinesia oleh karena levodopa berkurang dengan

pemberian dekstrometorfan pada dosis 100 mg dengan efek samping yang minimal
(Verbagen Metman et al., 1998).

Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika (FDA) sedang memberikan perhatian
pada penyalahgunaan Dextrometorfan (DMP), sebuah produk bahan sintetik yang terdapat
pada obat untuk mengatasi batuk dan flu. Tanggapan serius mengenai isu penyalahgunaan ini
sejak baru-baru ini lima remaja dilaporkan tewas berhubungan dengan konsumsi bubuk DMP
yang dijual dalam bentuk kapsul.
Meskipun DMP, ketika diformulasikan dengan tepat dan dalam dosis kecil, dapat
dengan aman digunakan sebagai obat penekan batuk. Penyalahgunaan obat dapat
menyebabkan kematian dan juga reaksi efek simpang lainnya, seperti mual, halusinasi,
kerusakan otak, seizure, kehilangan kesadaran, dan aritma jantung.
Penyalahgunaan DMP, meskipun bukan lagi sebuah fenomena baru, tetapi telah
berkembang menjadi sebuah tren baru yang melibatkan penjualan DMP murni dalam bentuk
serbuk. DMP murni ini sering dikemas dalam kapsul oleh pengedar dan ditawarkan pada
pengguna jalanan. DMP telah menggantikan kedudukan kodein sebagai obat yang paling luas
digunakan sebagai penekan batuk di Amerika Serikat.
Para orangtua mungkin merasa khawatir jika anak-anaknya terkena pengaruh dari
pergaulan sehingga menjadi salah satu pecandu DMP. Untuk mewaspadai hal tersebut, perlu
diketahui tanda-tanda sebagai berikut:
-->Anak anda akan meminum obat flu atau batuk dalam jumlah yang banyak atau
tetap mengkonsumsi obat meskipun tidak sakit.
-->Obat penekan batuk sering lenyap dari kotak obat anda.
-->Anda menemukan obat batuk tersembunyi dalam kamar atau lemari anak.
Tinggal kelas, kehilangan fokus, dan mengalami perubahan sikap atau penampilan juga dapat
menjadi pertanda dari masalah penyalahgunaan obat.
Nama jalanan yang sering digunakan untuk menyebut DMP antara lain: Candy, C-CC, Dex, DM, Drex, Red Devil, Robo, Rojo, Skittles, Tussin, Velvet, Vitamin D, Dexing,
Robotripping, Robotdosing

15 Juli 2009

Dextromethorphan (DMP) bukan Narkoba!


Tahukah Anda bahwa obat batuk dapat digunakan untuk mabuk-mabukan.
Setidaknya, inilah yang dilakukan oleh sekelompok pecandu narkoba kurang modal.
Mereka mengkonsumsi dextromethorphan jauh di atas ambang batas dosis yang
diizinkan. Hasilnya, selain 'fly', sel-sel tubuh mereka akan mengalami keracunan hebat.
Aman Dalam Dosis Terapi
Dextromethorphan atau sering disingkat DMP, adalah obat batuk "over the counter"
(OTC) yang disetujui penggunaannya pertama kali pada tahun 1958. OTC artinya dapat
dibeli secara bebas, tanpa resep. Walaupun demikian, obat ini hanya boleh dijual di toko
obat berizin.
Meskipun ada dalam bentuk murni, DMP biasanya berupa sediaan kombinasi. Artinya,
dalam satu tablet, selain DMP juga terdapat obat lain seperti parasetamol (antinyeri
antidemam), CTM (antihistamin), psuedoefedrin/fenilpropanolamin (dekongestan), atau
guafenesin (eskpektoran).
Manfaat utama DMP adalah menekan batuk akibat iritasi tenggorokan dan saluran napas
bronkhial, terutama pada kasus batuk pilek.
Obat ini bekerja sentral, yaitu pada pusat batuk di otak. Caranya dengan menaikkan
ambang batas rangsang batuk. Sebagai catatan, beberapa obat batuk lain bekerja
langsung di saluran napas.
Untuk mengusir batuk, dosis yang dianjurkan adalah 15 mg sampai 30 mg yang
diminum 3 kali sehari. Dengan dosis sebesar ini, DMP relatif aman dan efek samping
jarang terjadi.
Overdosis Mematikan!
Penyalahgunaan DMP sering terjadi. Penyebabnya, selain murah, obat ini juga relatif
mudah didapat. Bentuk penyalahgunaannya antara lain adalah konsumsi dalam dosis
besar (berpuluh-puluh butir) atau mengkonsumsinya bersama alkohol atau narkoba.
Pada keadaan overdosis, terjadi berbagai macam efek samping. Terjadi stimulasi ringan
pada konsumsi sebesar 100 - 200 mg; euforia dan halusinasi pada dosis 200 - 400 mg;
gangguan penglihatan dan hilangnya koordinasi gerak tubuh pada dosis 300 - 600 mg,
dan terjadi sedasi disosiatif (perasaan bahwa jiwa dan raga berpisah) pada dosis 500 -

1500 mg.
Gejala lain yang terjadi akibat overdosis DMP adalah bicara kacau, gangguan berjalan,
gampang tersinggung, berkeringat, dan bola mata berputar-putar (nistagmus).
Penyalahgunaan sediaan kombinasi malah berefek lebih parah. Komplikasi yang timbul
dapat berupa peningkatan tekanan darah karena keracunan pseudoefedrin, kerusakan
hati karena keracunan parasetamol, gangguan saraf dan sistim kardiovaskuler akibat
keracunan CTM. Alkohol atau narkotika lain yang telan bersama DMP dapat
meningkatkan efek keracunan dan bahkan menimbulkan kematian.

Anda mungkin juga menyukai