Perkembangan Dan Prospek Rekayasa Struktur Kayu PDF
Perkembangan Dan Prospek Rekayasa Struktur Kayu PDF
1.
Pendahuluan
Material kayu: Hutan di Indonesia yang sangat potensial terbagi menjadi hutan alam, hutan rakyat dan hutan
tanaman industri. Sejak perhatian pemerintah dalam bentuk pengawasan terhadap maraknya penebangan liar pada
hutan alam, sumber bahan kayu sebagai bahan bangunan maupun untuk industri lainnya mulai beralih pada hasil
hutan tanaman industri dan hutan rakyat. Banyaknya kebutuhan kayu dalam dunia konstruksi menyebabkan
dikembangkannya hutan tanaman industri dengan kayu cepat tumbuh seperti kayu akasia, sengon, albasia, jabon dll.
Diharapkan dengan pengelolaan dan kebijakan pemerintah yang baik kebutuhan kayu sebagai bahan bangunan dapat
terpenuhi pada masa mendatang. Di daerah dimana kesulitan bahan semen dan baja untuk membuat bangunan dari
beton atau baja, bangunan kayu merupakan solusinya karena dapat menggunakan material lokal seperti kayu.
Material kayu ramah lingkungan (green) dan bersumber dari alam yang tidak pernah habis (sustainable) kurang
dimanfaatkan untuk bahan bangunan. Kayu yang masih muda dalam pertumbuhannya menyerap dan menyimpan
banyak CO2 dan menghasilkan O2. Kayu dalam prosesnya menjadi bahan bangunan paling rendah konsumsi
enerjinya karena hanya menggunakan enerji dari matahari, Forest Product Laboratory, 2010, Kolb, 2008.
Penggunaan bahan bangunan kayu di berbagai negara sebagai bahan yang ramah lingkungan dan hemat enerji
menyebabkan kemajuan teknologi dalam bidang konstruksi kayu maju dengan sangat pesat.
Kayu mempunyai sifat ortotropik yang sangat berbeda dengan material lainnya, mempunyai 3 buah sumbu,
longitudinal, tangensial dan radial seperti Gambar 1. Dibandingkan dengan material isotropik seperti beton dan baja,
material kayu yang merupakan material ortotropik mempunyai 3 buah modulus elastisitas, 3 buah modulus geser
dan 6 buah angka poisson. Karena merupakan material alam dengan 3 sumbu tersebut kuat lentur, kuat tarik (sejajar
Program Magister Teknik Sipil, Universitas Kristen Petra 4 Juli 2014
dan tegak-lurus serat), kuat tekan (sejajar dan tegak-lurus serat), kuat geser mempunyai perbedaan kekuatan. Kuat
tarik sejajar serat adalah terkuat dan kuat tarik tegaklurus serat terlemah.
Selain kayu gergajian solid juga muncul berbagai macam produk kayu laminasi atau komposit, mulai dari LVL,
PSL, plywood OSB, particleboard dan fiberboard, seperti pada Gambar 2. Produkproduk ini dapat digunakan baik
sebagai elemen struktural maupun non-struktural.
Kebutuhan akan perumahan: Kebutuhan akan perumahan di Indonesia bagi rakyat golongan menengah kebawah
masih sangat besar. Pencanangan pembangunan seribu tower rusun/ apartemen belum dapat dipenuhi. Material yang
digunakan mayoritas menggunakan beton dan baja, sangat kontras dengan residential building/housing di luar
negeri yang hampir 80% menggunakan kayu sebagai material bangunan. Sedangkan bangunan apartemen bertingkat
dari kayu sampai dengan 10 lantai juga sudah ada di Negara-negara di Eropa, seperti Inggris dan Swedia.
Ketahanan bangunan terhadap gempa bumi: Wilayah kepulauan Indonesia termasuk dalam daerah gempa aktif
atau biasa disebut Pacific Ring of Fire. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi gempa-gempa besar seperti, gempa
Aceh (2004), gempa Yogyakarta (2006), gempa Bengkulu (2007), gempa Tasikmalaya (2009) dan gempa Padang
(2009). Gempa-gempa besar tersebut menghancurkan sangat banyak gedung, fasilitas umum beserta isinya dan juga
korban jiwa. Jenis bangunan yang runtuh mulai dari rumah rakyat biasa tanpa perhitungan teknik (non-engineered
building) maupun bangunan bertingkat yang seharusnya didisain tahan gempa (engineered building), Wijanto et.al.
2010.
Pelajaran dari kegagalan struktur akibat gempa-gempa yang sudah terjadi menimbulkan keprihatinan akan lemahnya
pengetahuan baik teori, analisis maupun standar akan disain bangunan yang baik. Pengalaman pada bangunan
dengan beton dan baja menunjukkan bahwa pada umumnya kegagalan tersebut diakibatkan oleh; soft story
mechanism, short column effect, pounding, masa yang berlebihan, kurangnya tulangan longitudinal dan geser, tidak
ada tulangan pada hubungan balok dan kolom serta detailing tulangan seperti syarat jarak sengkang, bengkokan dan
overlap tulangan yang tidak memenuhi syarat. Dapat diindikasikan bahwa standarstandar yang ada tidak/belum
diketahui atau diikuti persyaratannya atau bahkan tidak memadai. Dari pengalaman yang ada di daerah yang
mengalami gempa, bangunan dari kayu menunjukkan ketahanan yang baik terhadap gempa walaupun merupakan
non-engineered building. Bangunan kayu secara umum lebih tahan terhadap gempa karena massanya yang ringan
sehingga menghasilkan gaya inersia yang kecil akibat gempa dengan rasio kekuatan/massa yang besar.
Peraturan konstruksi kayu. Pada bangunan kayu keruntuhan pada umumnya akibat sambungan atau hubungan
yang tidak memenuhi standar dan sistem strukturnya tidak tahan gempa. Peraturan Kayu di Indonesia sangat
ketinggalan jaman, sejak tahun 1961 Peraturan Kayu Indonesia (PKKI 1961) 52 tahun tidak mengalami perubahan.
Beberapa draft peraturan kayu tahun 1980, dan 2002 pernah dibuat sampai dengan terbitnya SNI 7973:2013
Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu. Saat ini peraturan-peraturan di luar negeri menggunakan metode disain
baik Load and Resistance Factor Design (LRFD) maupun Alowable Stress Design (ASD), Breyer 2008. PKKI 1961
menggunakan cara ASD lama. Pada SNI 7973:2013 yang mengadopsi NDS 2012, memuat baik LRFD/DFBK dan
ASD/DTI dan keduanya dapat digunakan dalam desain.
Penelitian dan kemajuan teknologi: Penelitian di negara-negara seperti Kanada, Australia, New Zealand Amerika
Serikat dan banyak Negara di Eropa menghasilkan teknologi yang berkembang dengan pesat. Forest Product
Laboratory di Amerika telah 100 tahun lebih melakukan penelitian kayu, Woodhandbook, 2010. Jenis kayu di luar
negeri pada negara-negara tersebut di atas pada umumnya adalah softwood atu kayu berdaun jarum, sedangkan di
daerah tropis atau Indonesia adalah hardwood atau kayu berdaun lebar. Peraturan Kayu Indonesia yang baru SNI
7973:2013 sebagian besar mengacu kepada peraturan luar negeri. Sifat-sifat kayu tropis yang umumnya hardwood
dapat berbeda dengan softwood sehingga peraturan dari luar negeri tidak dapat diadopsi begitu saja. Penelitian
mengenai sifat-sifat kayu tropis pada cara-cara atau teori yang ada dalam SNI 7973:2013 sebagian telah dilakukan.
Penyesuaian telah dilakukan pada kuat acuan untuk kayu berdaun lebar pada SNI 7973:2013. Peralatan dan dana
yang besar dukungan dari industri dan pemerintah di luar negeri menyebabkan perkembangan teknologi yang cepat
dalam penelitian untuk menyiapkan teknologi tepat guna dalam upaya pemenuhan kebutuhan perumahan dan juga
pengurangan risiko bencana khususnya akibat gempa. Bangunan bertingkat rendah dengan elemen-elemen struktur
kayu rekayasa prafabrikasi (contoh pada Gambar 3) telah menjadi solusi utama untuk bangunan perumahan.
Akhir-akhir ini penggunaan kayu laminasi silang (Cross Laminated Timber/ CLT) sebagai dinding geser maupun
lantai untuk bangunan tinggi banyak digunakan. CLT menggunakan perekat untuk merangkaikan lapisan-lapisan
papan atau balok kayu menjadi suatu panel berukuran besar. Perekat di Indonesia masih termasuk mahal harganya,
sehingga penggunaan paku untuk merekatkan atau melaminasi papan-papan menjadi satu kesatuan lebih murah dan
mudah dilakukan. Dinding geser papan kayu silang laminasi-paku merupakan salah satu pengembangan
dibandingkan CLT yang menggunakan perekat.
2. Sistem Struktur Kayu
Sistim struktur bangunan pada umumnya menggunakan rangka sebagai sistim pendukung lantai. Rangka umumunya
terdiri dari elemen-elemen balok dan kolom, baik dengan kayu solid maupun glulam, Gambar 4. Pada daerah gempa
yang membutuhkan kekakuan dan kekuatan dalam arah horizontal, elemen dinding geser pada umumnya digunakan.
Pada struktur bangunan kayu elemen-elemen tersebut juga umum digunakan. Perkembangan sistim struktur pada
bangunan kayu karena kebutuhan akan bangunan bertingkat maupun kecepatan konstruksinya mulai bergeser dari
sistim rangka kearah sistim panel. Sistim lantai, dan dinding pendukung lantai saat ini menggunakan panel CLT
(cross laminated timber). Demikian pula dengan atap penutup bangunan juga menggunakan sistim panel yang
sangat berbeda dengan atap rangka batang konvensional.
Gambar 4. Sistim struktur balok dan kolom dengan kayu glulam, Kolb 2008.
Elemen dinding geser pada awal mulanya lebih banyak menggunakan rangka kayu dengan lapisan penutup dari
gipsum atau plywood. Perkembangan terakhir adalah digunakannya papan kayu silang laminasi (Cross Laminated
Timber / CLT). CLT ini dapat direkayasa sehingga mempunyai kekuatan dan kekakuan yang mencukupi untuk
digunakan pada dinding geser bangunan bertingkat rendah, sedang maupun tinggi, seperti terlihat pada Gambar 5.
Bangunan bertingkat dari kayu tersebut pada umumnya mempergunakan dinding geser sebagai penahan beban
gravitasi selain penahan beban lateral angin atau gempa.
Gambar 5. Struktur bangunan kayu dengan konstruksi dinding geser untuk apartemen perumahan di United
Kingdom dan Swedia, Sumber: Forintek 2008.
Seperti pada sistim pracetak dan pratekan, konsep tersebut juga telah diterapkan pada bangunan kayu, seperti pada
Gambar 5.
Road Map penelitian dari penulis pada bidang keteknikan kayu dimulai dengan penelitian material mengenai sifat
mekanik dan fisik kayu-kayu di Indonesia, yang sebagian besar adalah hardwood (kayu berdaun lebar). Penelitian
berlanjut pada elemen-elemen struktur, mulai dari balok, kolom dan pelat. Khususnya mengenai elemen struktur
dinding geser kayu mulai kembali pada tahun 2011. Road map penelitian diperlukan agar tujuan dan arah serta
kegunaan penelitian dapat terwujud. Akhir dari penelitian yang ada untuk jangka beberapa tahun ke depan adalah
bangunan bertingkat rendah dari kayu yang menggunakan data-data penelitian material, elemen-elemen struktur
balok, kolom, pelat lantai dan dinding geser untuk menghasilkan bangunan kayu bertingkat rendah dengan dinding
geser yang tahan gempa. Secara garis besar contoh road map dapat dilihat pada Gambar 9. Contoh-contoh hasil
penelitian dipresentasikan.
Program Magister Teknik Sipil, Universitas Kristen Petra 4 Juli 2014
Gambar 9. Road map berkelanjutan untuk penelitian material, elemen struktur dan bangunan dari kayu
Dengan potensi wilayah hutan di Indonesia, pengembangan dan penggunaan kayu rekayasa untuk menjadi solusi
perumahan di Indonesia sangat dimungkinkan. Kebijakan pemerintah, kerjasama antar universitas, litbang dan
industri akan sangat mendukung hal tersebut. Produksi kayu rekayasa pada umumnya harus dengan fabrikasi dan
masal, sehingga secara ekonomis akan menguntungkan.
4. SNI 7973 2013: Spesifikasi Disain untuk Konstruksi Kayu
Perencanaan struktur kayu harus memenuhi syarat kekuatan, kekakuan dan kestabilan disamping efisien dari segi
ekonomis. SNI 7973:2013 Spesifikasi disain untuk konstruksi kayu telah mengatur tatacara disain struktur kayu
tersebut. LRFD dan ASD yang digunakan dalam NDS 2012 menjadi salah satu acuan untuk SNI 7973:2013.
Pertimbangan dan penyesuaian dilakukan untuk jenis kayu, iklim dan kondisi lingkungan di Indonesia. Penelitianpenelitian juga masih perlu dilakukan untuk mengisi kekurangan-kekurangan yang ada di dalam peraturan tersebut.
Kuat acuan kayu telah disesuaikan dengan jenis kayu dan kelembaban di Indonesia. Secara umum perhitungan
mekanika tidak mengalami perubahan, tetapi banyak faktor-faktor koreksi yang berlaku baik untuk DTI maupun
DFBK yang digunakan dalam disain, danakan dijelaskan di bawah ini. Faktor ketahanan, faktor waktu dan faktor
konversi format digunakan hanya untuk DFBK.
Nilai kuat acuan. Walaupun ada dual concept dalam SNI 7973:2013, hanya satu nilai acuan (DTI) yang dimuat
dan dapat dipakai juga pada DFBK dengan faktor konversi format, studi lebih lanjut masih diperlukan untuk nilai
acuan tersebut. Tabel 4.2.1 di bawah ini untuk nilai desain dan modulus elastisitas lentur acuan berdasarkan pada
data-data penelitian di Indonesia dan Tjondro 2009. Penentuan nilai E dapat dilakukan secara mekanis dengan uji
non destruktif.
Tabel 4.2.1 Nilai Desain dan Modulus Elastisitas Lentur Acuan (DTI)
Kode Mutu
E25
E24
E23
E22
E21
E20
E19
E18
E17
E16
E15
E14
E13
E12
E11
E10
E9
E8
E7
E6
E5
Fb
26.0
24.4
23.2
22.0
21.3
19.7
18.5
17.3
16.5
15.0
13.8
12.6
11.8
10.6
9.1
7.9
7.1
5.5
4.3
3.1
2.0
Fc
6.11
5.74
5.46
5.19
5.00
4.63
4.35
4.07
3.89
3.52
3.24
2.96
2.78
2.50
2.13
1.85
1.67
1.30
1.02
0.74
0.46
Faktor Durasi Beban, CD (hanya untuk DTI). Kayu mempunyai sifat mampu memikul beban maksimum jauh lebih
besar untuk durasi pembebanan pendek dibandingkan dengan durasi pembebanan panjang. Nilai desain acuan
berlaku untuk durasi beban normal. Durasi beban normal merepresentasikan beban yang secara penuh menimbulkan
tegangan di suatu komponen struktur hingga mencapai nilai desain izin dengan pemberian beban desain untuk durasi
kumulatif kira-kira sepuluh tahun. Apabila durasi kumulatif beban maksimum penuh tidak melebihi periode waktu
yang ditentukan, maka semua nilai desain acuan kecuali modulus elastisitas, E, modulus elastisitas untuk stabilitas
balok dan kolom, Emin, dan tekan tegak lurus serat, Fc, yang didasarkan atas limit deformasi harus dikalikan dengan
faktor durasi beban yang sesuai, untuk memperhitungkan perubahan kekuatan kayu terhadap durasi beban.
Faktor layan basah, CM. Pada saat dimensi kayu digunakan dengan kandungan kelembaban yang lebih dari 19%
untuk perpanjangan periode waktu, maka nilai desain akan dikalikan dengan Faktor layan basah yang sesuai. Ketika
glulam struktural yang digunakan memiliki kadar air 16% atau lebih, model desain harus dikalikan dengan faktor
kadar air yang berbeda.
Faktor temperatur, Ct. Nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor temperatur, Ct, untuk komponen
struktural yang akan mengalami pengeksposan tetap pada temperatur tinggi sampai 38-65,5oC.
Faktor stabilitas balok, CL. Faktor stabilitas balok, CL, mengoreksi nilai desain lentur acuan untuk efek tekuk torsi
lateral. Tekuk torsi lateral merupakan kondisi limit di mana deformasi balok meliputi deformasi di bidang,
deformasi ke luar bidang, dan puntir. Beban yang menyebabkan ketidakstabilan disebut beban tekuk torsi lateral
elastis dan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti pembebanan dan kondisi tumpuan, penampang komponen
struktur, dan panjang tak tertumpu. Kondisi limit tekuk torsi lateral diatasi dengan menggunakan format panjang
efektif di mana panjang tak tertumpu dikoreksi untuk memperhitungkan kondisi beban dan tumpuan yang
mempengaruhi beban tekuk torsi lateral. Format lain adalah dengan menggunakan faktor momen ekuivalen untuk
memperhitungkan kondisi-kondisi tersebut. AF&PA Technical Report 14 menguraikan dasar-dasar pendekatan
panjang efektif yang saat ini digunakan dan merangkum pendekatan faktor momen ekuivalen serta memberikan
perbandingan antara kedua pendekatan tersebut.
Faktor bentuk, CF. Apabila tinggi komponen struktur lentur kayu gergajian yang tebalnya 127 mm atau lebih besar
melebihi 305 mm dan dipilah secara visual, maka nilai desain lentur acuan, Fb, di dalam Tabel 4.2.1 harus dikalikan
dengan faktor ukuran berikut:
1/ 9
CF 305 / d
1,0
Faktor penggunaan permukaan, Cfu. Nilai desain kelenturan disesuaikan dengan faktor ukuran yang berdasarkan
posisi penggunaan edgewise (beban diberikan pada permukaan sempit). Ketika papan yang digunakan pada posisi flatwise
(beban diberikan pada permukaan lebar) nilai disain kelenturan, Fb, harus dikalikan dengan faktor penggunaan
permukaan.
Faktor Torehan, Ci. Nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor torehan, Ci berikut, apabila kayu dimensi
dipotong sejajar serat pada tinggi maksimum 10,16 mm, panjang maksimum 9,53 mm, dan densitas torehan sampai
11840/m2. Faktor torehan harus ditentukan dengan pengujian atau dengan perhitungan menggunakan penampang
tereduksi untuk pola torehan yang melebihi batas-batas tersebut.
Faktor Pengulangan, Cr. Nilai desain kelenturan, Fb, untuk papan berdimensi tebal 2 hingga 4 harus dikalikan
dengan faktor pengulangan penampang, Cr = 1,15, ketika penampang digunakan sebagai sambungan, kuda-kuda,
kasau, tiang, papan, geladak, atau penampang serupa yang bersentuhan atau berjarak tidak lebih dari 24 dari pusat,
tidak kurang dari 3 dalam jumlah dan terhubungkan oleh lantai, atap, atau elemen pendistribusian beban lain yang
cukup untuk menahan beban rencana.
Faktor stabilitas kolom CP. Pada umumnya, panjang efektif kolom adalah jarak antara titik-titik tumpuan yang
mencegah peralihan lateral pada komponen struktur di bidang tekuk. Adalah praktik biasa di struktur kayu untuk
mengasumsikan hampir semua kondisi ujung kolom sebagai sendi (translasi ditahan, dan bebas berotasi) meskipun
dalam banyak hal ada tahanan rotasional parsial. Apabila kondisi ujung di bidang tekuk sangat berbeda dengan
asumsi sendi, koefisien yang disarankan, Ke, untuk koreksi panjang kolom diberikan di Lampiran G. Sebagaimana
terlihat di SNI 7973 2013 Lampiran G, koefisien yang disarankan lebih besar daripada nilai teoritis untuk semua
kasus di mana tahanan rotasional di satu atau kedua ujung kolom yang diasumsikan. Asumsi konservatif seperti ini
diambil mengingat bahwa penjepitan penuh pada umumnya tidak ada di dalam praktik.
Faktor Kekakuan Tekuk, CT. Modulus elastisitas acuan untuk stabilitas balok dan kolom, Emin, harus dikalikan
dengan faktor kekakuan tekuk, CT, yang ditetapkan.
Program Magister Teknik Sipil, Universitas Kristen Petra 4 Juli 2014
Faktor Luas Tumpu, Cb. Nilai desain tekan acuan tegak lurus serat, Fc, harus dikalikan dengan faktor luas tumpu,
Cb, yang Ketentuan untuk memperbesar nilai desain tekan tegak lurus serat acuan untuk panjang tumpu didasarkan
atas hasil-hasil prosedur tes di ASTM D143 yang meliputi pembebanan pada tumpu plat baja yang lebarnya 50,8
mm yang bertumpu pada spesimen dengan lebar 50,8 mm, tinggi 50,8 mm dan panjang 152,4 mm. Riset di USDA
Forest Product Laboratory tentang tegangan limit proporsional yang terkait dengan beban mur dan baut
menunjukkan bahwa semakin kecil luas tumpu atau pelat relatif terhadap panjang spesimen uji, semakin tinggi
tegangan limit proporsionalnya. Riset yang dilakukan di Australia dan Cekoslovakia mengkonfirmasi sifat dan besar
dari efek panjang tumpu. Efek panjang tumpu ditimbulkan oleh kekuatan tarik sejajar serat dan lentur di serat-serat
di tepi pelat tumpu. Karena adanya efek tepi yang terlokalisasi, maka kontribusi tersebut berkurang dengan
membesarnya panjang area tersebut pada saat dibebani tekan.
Faktor Konversi Format, KF (untuk LRFD saja). Untuk LRFD, nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor
konversi, KF, yang ditetapkan di (Lampiran N.3.1) Faktor konversi format, KF, tidak berlaku untuk desain yang
menggunakan metode ASD. Faktor konversi format mengkonversi nilai desain acuan (nilai desain tegangan izin
yang didasarkan atas durasi beban normal) ke tahanan acuan LRFD sebagaimana didefinisikan di dalam ASTM
D5457. Faktor konversi format yang ditetapkan, KF, di dalam SNI 7973 2013 Tabel N1 didasarkan atas faktor
serupa yang terdapat di dalam ASTM D5457. Tahanan acuan LRFD adalah nilai desain level kekuatan untuk kondisi
pembebanan jangka pendek. Dengan demikian, faktor konversi meliputi: 1) faktor koreksi untuk mengoreksi nilai
desain izin ke nilai desain level kekuatan, 2) faktor koreksi untuk mengoreksi dari basis 10 tahun ke 10 menit
(jangka pendek), dan 3) faktor koreksi untuk mengoreksi faktor tahanan yang ditetapkan, .
Faktor Ketahanan, (untuk LRFD saja). Untuk LRFD, nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor
tahanan, , yang ditetapkan di dalam Lampiran N.3.2. Faktor tahanan, , tidak berlaku untuk desain yang
menggunakan metode ASD. Faktor tahanan, , yang ditetapkan di dalam SNI 7973 2013 Tabel N2 didasarkan atas
faktor tahanan yang didefinisikan di dalam ASTM D5457. Faktor tahanan diberikan untuk berbagai sifat kayu
dengan hanya satu faktor untuk setiap ragam tegangan (yaitu lentur, geser, tekan, tarik, dan stabilitas). Pada
umumnya, besar faktor tahanan antara lain merefleksikan variablitas sifat produk kayu. Perbedaan aktual pada
variabilitas produk diperhitungkan di dalam penurunan nilai desain acuan.
Tabel N2 Faktor Ketahanan, (Hanya DFBK)
Aplikasi
Properti
Simbol
Komponen struktur
Fb
Ft
Fv, Frt, Fs
Fc, Fc
Emin
b
t
v
c
s
Sambungan
(semua)
Nilai
0,85
0,80
0,75
0,90
0,85
0,65
Faktor waktu, (untuk LRFD saja). Faktor efek waktu, (padanan LRFD untuk faktor durasi beban, CD, yang
ada di ASD) bervariasi terhadap kombinasi beban dan ditujukan untuk mendapatkan indeks reliabilitas target yang
konsisten untuk skenario beban yang direpresentasikan dengan kombinasi beban yang berlaku. Dengan kekecualian
kombinasi beban mati saja, setiap kombinasi beban dapat dipandang sebagai mennunjuk skenario beban yang
meliputi nilai puncak dari satu atau lebih beban utama yang dikombinasi dengan beban tambahan lain. Faktor efek
waktu spesifik untuk berbagai kombinasi beban ASCE 7-10 sangat bergantung pada besar, durasi, dan variasi beban
utama di dalam masing-masing kombinasi. Sebagai contoh, faktor efek waktu sebesar 0,8 terkait dengan kombinasi
beban 1,2D + 1,6(Latap atau S atau R) + (L atau 0,8W) untuk memperhitungkan durasi dan variasi beban utama di
dalam kombinasi tersebut (beban hidup atap, salju, atau air hujan, atau es). Efek beban tambahan pada kombinasi
beban tertentu atau bahkan perubahan pada faktor beban di dalam kombinasi yang diketahui dipandang kecil relatif
terhadap efek beban utama terhadap respons durasi beban pada kayu. Dengan demikian, faktor efek waktu spesifik
tidak perlu berubah untuk memperhitungkan perubahan kombinasi beban atau faktor beban terhadap waktu. Lihat
Tabel N3. Peraturan Pembebanan Indonesia yang didasarkan pada ASCE 7-10 masih belum disosialisasikan.
0,6
0,6
0,7 apabila L adalah gudang
0,8 apabila L adalah hunian
1,25 apabila L adalah impak
0,8
1,0
1,0
1,0
1,0
1,4(D+F)
1,2(D+F) + 1,6(H) + 0,5(Lr atau R)
1,2(D+F) + 1,6(L+H) + 0,5(Lr atau R)
1,2D + 1,6(Lr atau R) atau (L atau 0,8W)
1,2D + 1,6W + L + 0,5(Lr atau R)
1,2D + 1,0E + L
0,9D + 1,6W + 1,6H
0,9D + 1,0E + 1,6H
Sebagai contoh keberlakuan faktor-faktor koreksi untuk kayu gergajian adalah seperti Tabel 4.3.1 sebagai berikut:
CD
CD
CD
CD
-
CM
CM
CM
CM
CM
CM
CM
CL
-
CF
CF
CF
-
Cfu
-
Ci
Ci
Ci
Ci
Ci
Ci
Ci
Cr
-
CP
-
Faktor Tusukan
Faktor Ukuran
Faktor Temperatur
Ct
Ct
Ct
Ct
Ct
Ct
Ct
CT
Cb
-
Faktor Ketahanan
x
x
x
x
x
x
x
Hanya DFBK
Fb= Fb
Ft = Ft
Fv = Fv
Fc = Fc
Fc = Fc
E = E
E min=E min
2,54
2,70
2,88
1,67
2,40
1,76
0,85
0,80
0,75
0,90
0,90
0,85
Hanya DTI
Kombinasi pembebanan, ASCE 7-10. LRFD memperhitungkan keamanan pada dua hal (efek beban dan tahanan)
dengan menggunakan faktor beban dan faktor tahanan. Setiap kondisi beban mempunyai faktor beban yang berbeda
yang memperhitungkan derajat uncertainty, sehingga dimungkinkan untuk mendapatkan reliabilitas seragam.
Analisis yang dapat dipilih untuk mendapatkan efek beban adalah analisis elastis orde kedua, atau analisis elastis
orde pertama dan efek orde keduanya diperhitungkan dengan menggunakan faktor amplifikasi momen.
Contoh kombinasi pembebanan pada ASD :
1. D
2. D + L
3. D + (La atau H)
4. D + 0,75L + 0.75(La atau H)
5. D + (0,6W atau 0,7E)
6. D + 0,75L + 0.75(0,6W) + 0.75(La atau H)
7. D + 0,75L + 0.75(0,7E)
8. 0,6D + 0,6W
9. 0,6D + 0,7E
Program Magister Teknik Sipil, Universitas Kristen Petra 4 Juli 2014
Gambar 10. Ragam kegagalan pada teori batas leleh untuk sambungan dengan pasak/ baut, Aghayere 2007.
10
Dari hasil uji eksperimental dihasilkan persamaan-persamaan untuk menghitung besarnya kekuatan pasak,
merupakan hasil regresi yang dipakai untuk disain. Kuat tumpu pasak/ baut untuk hardwood berbeda dengan kuat
tumpu pasak/ baut pada NDS yang berupa softwood. Pada SNI 7973:2013 kuat tumpu pasak atau baut telah
disesuaikan dengan beberapa penelitian di Indonesia, Tjondro 2006. Tahanan sambungan yang ditentukan dengan
persamaan-persamaan tersebut menganggap bahwa setiap alat pengencang pada sambungan memikul beban sama
besar. Lihat Tabel 11.3.1A : Persamaan Batas Leleh. Pada sambungan majemuk faktor koreksi aksi kelompok Cg,
digunakan untuk memperhitungkan ketidak seragaman gaya yang bekerja pada baut, sekrup kunci, cincin belah,
pelat geser, dan alat pengencang sejenis.
Perangkat Lunak. Sejalan dengan perkembangan cara-cara analisis, penelitian mengenai kegempaan dan teknologi
komputer, tiga macam cara analisis seperti cara statik ekivalen, modal analisis dan analisis riwayat waktu dapat
digunakan dalam disain bangunan dengan program komputer seperti: ETABS, SAP dari Computers and Structures
Inc., dan RUAUMOKO. Perangkat lunak dengan metode elemen hingga seperti MIDAS, ADINA dan lainnya sudah
memasukkan sifat ortotropik dari material, model elemen kontak, retak/ fraktur untuk analisis material maupun
elemen struktur. Gambar 11 di bawah adalah contoh anilis baut dengan model kontak elemen. Secara umum
perangkat lunak yang ada saat ini akan sangat menunjang penelitian secara numerik.
SNI 7973:2013 Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu masih memerlukan dan penyempurnaanpenyempurnaan lebih lanjut yang sesuai dengan kondisi di Indonesia, terutama kuat acuan yang berdasarkan
pada penelitian sifat mekanik kayu-kayu Indonesia. Kondisi umum kelembaban udara di Indonesia sebesar 15%
dapat menjadi acuan untuk dasar penentuan kuat kayu. Penelitian lebih lanjut kuat tumpu pasak/ baut untuk
hardwood juga diperlukan.
Grading dan legalitas dari produk kayu gergajian atau kayu rekayasa harus diterapkan. Dengan adanya grading,
kuat acuan akan mudah ditentukan dan lebih pasti dalam perhitungan disain, disamping menjamin kualitas dan
melindungi konsumen.
Sosialisasi SNI 7973:2013 Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu perlu dilakukan, seperti halnya sosialisasi
SNI untuk beton, baja dan gempa. Perhitungan dengan dasar DTI maupun DFBK dengan berbagai adjustment
factor perlu disosialisasikan konsepnya, sehingga tidak menimbulkan kerancuan bagi para praktisi.
Bagian-bagian disain pada SNI 7973:2013 mengenai glulam, floor I joist, shearwall dan fire resistance
merupakan hal-hal yang baru yang juga harus dikenal oleh para praktisi di Indonesia untuk menghadapi AEC
(Asean Economic Community)
Penelitian baik secara fisik non-destruktif atau destruktif dan numeric harus melibatkan pemerintah, universitas,
litbang dan industri.
11
Daftar Pustaka
Aghayere, A. And Vigil, J. 2005. Structural Wood Design. John Wiley & Sons, Inc.
American Forest and Paper Association (AF&PA). 2012. National Design Specification for Wood Construction and
Supplement. ANSI/AF&PA NDS-2005, AF&PA, Washington DC.
American Institute of Timber Construction. 2005. Timber Construction Manual. 5th ed. John Wiley & Sons, Inc.
American Society of Civil Engineers. 2010. Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures. ASCE
Standard, ASCE/SEI 7-10.
American Society for Testing and Materials. (2010). ASTM D143-09: Standard Methods of Testing Small Clear
Specimens of Timber. Annual Book of ASTM Standards volume 04.10 Baltimore, U.S.A.
Breyer, D.E. et al. 2007. Design of Wood Structures - ASD/LRFD, 6th ed. McGraw-Hill.
Forest Products Laboratory. 2010. Wood Handbook: Wood as an Engineering Material. USDA Forest Service,
Madison, Wisconsin.
Kolb, J. 2008. Systems in Timber Engineering. Birkhauser Verlag AG, Basel, Switzerland.
Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan. 1961. Peraturan Konstruksi kayu Indonesia, NI-5 PKKI 1961.
Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Direktorat Jendral Ciptakarya. Lembaga Penyelidikan
Masalah Bangunan.
Standar Nasional Indonesia. SNI 7973:2013 Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu. Badan Standarisasi Nasional.
Thelandersson, S., and Larsen, H.J. 2003. Timber Engineering, John Wiley & Sons Inc.
Tjondro, J.A., Suryoatmono, B. and Imran, I. 2006. Dowel Bearing Strength of Indonesian-wood Species. The
Proceedings of The Tenth East Asia-Pacific Conference on Structural Engineering and Construction, August
3-5, 2006 Bangkok, Thailand.
Tjondro, J.A. dan Suryoatmono, B. 2009. Sifat Mekanik Linier dan Non-linier Kayu Indonesia. Laporan
Penelitian Hibah Bersaing, 2009.
Wijanto S., Andriono T., and Tjondro, J.A., 2010. A Strategic Way For Promoting Improved Seismic Resistant
Techniques To Indonesian Builders. The 9th U.S. National and 10th Canadian Conference on Earthquake
Engineering, Toronto, Canada, Juli, 25-29, 2010.
12
C
L = 2000 mm
B=80 mm
Jawab:
ijin = L/300 = 2000/300 =6,67 mm
E = 19000 MPa
Kuat lentur acuan Fb = 18,5 MPa, KF = 2,54
kuat geser acuan Fv = 2,18 MPa, KF = 2,88
Kombinasi beban U = 1,2 DL + 1,6 LL (diasumsikan paling kritis), faktor waktu = 0,8
1) Syarat terhadap kuat lentur, cek terhadap momen maksimum
Momen maksimum ada di tengah bentang, di C
MDL = qDL L2/8 = 2. 22/8 = 1 kNm
Sx = BD2/6 = 80. 1202 / 6 =192.000 mm3 , faktor tahanan lentur b = 0,85
Fb = M/Sx, M = Fb. Sx
M= . b. CL. CM. CF. Sx. KF . Fb = 0,8. 0,85. 1. 1. 1. 192000. 2.54 (18,5) = 6,14 kNm
Mu < M
1,2 MDL + 1,6 MLL < 6,14 kNm.momen lentur
1,2 (1) + 1,6 MLL < 6,14 kNm
MLL < 3,09 kNm
qLL L2/8 < 3,09 kN/m
qLL 22/8 < 3,09 kN/m
qLL < 6,18 kN/m..( a )
3
VDL = qDL L / 2 = 2. 2 /2 = 2 kN
Vu < V
1,2 VDL + 1,6 VLL < 24,1 kN
1,2 (2) + 1,6 VLL < 24,1 kN, . VLL < 13,57 kN
.
< 13,57 kN
tengah bentang) =
(
6,67
)
)(
(2 +
)2
5
384 (19.000)(11.520.000)
( ,
,
, . ,
( , ( )
, ( ))
=10,4 kN
= 17,33
dn=90.6 mm
D=120mm
17.330 = (6.3)(80)
..dn = 90.6 mm
4
80x160
Gambar 1. Sambungan kayu dengan pelat penyambung pada ke dua sisi dari kayu
b. Pelat penyambung pada kedua sisi terbuat dari baja dengan ukuran 8 x 80 mm2, Gambar 2. Mutu pelat
baja BJ-41 (Fyb = 270 MPa, Fub = 410 MPa). Skets bentuk ragam keruntuhan yang terjadi (Im, IIIs,
atau IV).
Baut d=19
80x120
8x80
80x160
Gambar 2. Sambungan kayu dengan pelat penyambung pada ke dua sisi dari baja
Gs 0.68
Fyb 410MPa
Fem 11200
Fes 11200
Gm MPa
52.889MPa
144
Gs MPa
52.889MPa
144
D 19mm
tm 80mm
Lm tm 80 mm
ts 40mm
Ls ts 40 mm
5
K 1 0.25
1.014
90
Rd lihat Tabel11.3.1B
Im
Z1m
D Lm Fem
4 K
19.822 kN
( 11.3 7 )
Is
Z1s
2D Ls Fes
4K
IIIs
Re
Fem
Fes
( 11.3 8 )
k3 1
Z3s
19.822 kN
2 ( 1 Re)
Re
2k3 D Ls Fem
( 2 Re) 3.2K
2 Fyb ( 2 Re) D
3 Fem ts
14.357 kN
1.738
( 11.3 9 )
IV
2
Z4
2D
3.2K
2 Fem Fyb
3 ( 1 Re)
18.92 kN
( 11.3 10)
Z 14.357 kN
CM 0.9
Z 0.65
KF
2.16
3.323
nr 1
nf ni nr 6
Faktor Aksi Kelompok
hm 120mm
hs 100mm
bm tm
bs ts
Am bm hm 9.6 10
As 2bs hs 8 10
0.7
Em 16000 Gm
0.7
Es 16000 Gs
1.5
0.246 D
s 5 D 95 mm
2
20.373
mm mm
kN
mm
1
s
1
u 1
1.018
Es As
2 Em Am
m u
REA
ai
u 1 0.827
min( Em Am Es As)
max( Em Am Es As)
1 REA
1m
0.833
2 ni
5.553
1 REA mni ( 1 m) 1 m2 ni
m 1 m
nr
Cg
i 1
nf
ai
0.925
Z 0.65
Zu Z KF ZI 123.984 kN
Fub 550MPa
Fyp 270MPa
Fup 410MPa
Fem 11200
Gm MPa
144
52.889MPa
D 19mm
tm 80mm
Lm tm 80 mm
ts 8mm
Ls ts 8 mm
5
K 1 0.25
1.014
90
Im
Z1m
D Lm Fem
4K
19.822 kN
( 11.3 7 )
IIIs
Re
Fem
Fes
0.129
k3 1
Z3s
2 ( 1 Re)
Re
2 k3 D Ls Fem
( 2 Re) 3.2K
2 Fyb ( 2 Re) D
3 Fem ts
7.92
18.435 kN
( 11.3 9 )
IV
2
Z4
2D
3.2K
2 Fem Fyb
3 ( 1 Re)
25.181 kN
Z 18.435 kN
( 11.3 10)
CM 0.9
Z 0.65
KF
2.16
3.323
nr 1
nf ni nr 6
bm tm
bs ts
Am bm hm 9.6 10
3
3
As 2bs hs 1.28 10
0.7
Em 16000 Gm
s 5 D 95 mm
2
Es 200000MPa
1.5
0.369 D
kN
1.5
30.56
mm mm
kN
mm
1
s
1
u 1
1.018
Es As
2 Em Am
m u
REA
ai
u 1 0.827
min( Em Am Es As)
max( Em Am Es As)
1 REA
1m
0.458
2 ni
5.228
1 REA mni ( 1 m) 1 m2 ni
m 1 m
nr
Cg
i 1
nf
ai
0.871
ZI nf C CM Cg Z 86.745 kN
0.8
Z 0.65
Zu Z KF ZI 149.895 kN