Anda di halaman 1dari 16

Sevoflurane

Anestesi inhalasi
I. Sejarah
A. Penemuan properti anestetik, seperti nitrit oksida, dietil eter, dan kloroform pada
1840 diikuti dengan masa vakum selama 80 tahun sebelum anestesi lainnya
ditemukan (Gambar 4-1).
1. Pengetahuan mengenai penggantian atom hidrogen dengan atom fluorin karena
penurunan

kemungkinan

meledak

mendorong

penggungaan

anestesi

hidrokarbon halogenasi, fluroxenen pada 1951.


2. Halotan disentesis pada 1951 dan diperkenalkan untuk penggunaan klinis pada
1956. Namun, kecenderungan derivat alkana seperti halotan yang meningkatkan
efek aritmogenik epinefrin mendorong pencarian anestesi inhalasi turunan ester
yang baru.
3. Methoxyflurane diperkenalkan pertama kali untuk penggunaan klinis pada 1960.
Walaupun methoxyflurane tidak meningkatkan efek aritmogenik epinefrin,
kelarutan yang tinggi dalam darah dan lipid menyebabkan

induksi

berkepanjangan dan pemulihan anestesi yang lambat.


4. Enflurane, derivat metil etil lainnya, diperkenalkan untuk penggunaan klinis
pada 1973. Agen anestetik ini, berlawanan dengan halotan, tidak meningkatkan
efek aritmogenik epinefrin atau menyebabkan hepatotoksisitas.
B. Dalam pencarian agen dengan efek samping yang lebih kecil, isofluran, isomer
strukturan dari enfluran, diperkenalkan pada 1981. Agen ini resisten terhadap
metabolisme sehingga toksisitas organ setelah pemberian agen ini kemungkinan
tidak terjadi.
II. Anestesi Inhalasi Saat Ini dan Masa Depan
A. Penelusuran untuk agen anestesi inhalasi yang secara farmakologis sempurna
belum berhenti walaupun dengan temuan dan penggunaan luas isofluran.
B. Desfluran, metil eter yang terfluorinasi, diperkenalkan pada 1992 dan pada 1994
diikuti dengan
III. Anestesi Inhalasi Yang Bermanfaat dalam Klinis

A. Nitrit oksida, agen dengan berat molekul rendah, tidak berbau atau berbau
manis, tidak berpotensi meledak, memiliki kelarutan darah yang buruk
(koefisien partisi darah:gas 0.46) paling sering dikombinasikan dengan
opioid atau anestetik volatil untuk menghasilkan anestesi umum.
1. Walaupun nitrit oksida tidak meledak, agen ini berkontribusi dalam
ledakan.
2. Kelarutan yang buruk mendorong pencapaian tekanan parsial alveolar
dan otak dengan cepat (Efek anelgesik nitrit oksida sangat menonjol
namun singkat).
3. Manfaat nitrit oksida harus diimbangi dengan kemungkinan efek
samping (absorpsi nitrit oksida dengan volume tinggi pada rongga berisi
gas, potensi peningkatan mual dan muntah pasca operatif, kemampuan
menginaktivasi vitamin B12).
B. Halotan, dengan kelarutan intermediet pada darah dan potensi yang tinggi,
memiliki onset dan pemulihan intermediet ketika diberikan tunggal atau
dikombinasikan dengan nitrit oksida atau obat injeksi lainnya, seperti opioid.
C. Enfluran, dengan kelarutan intermediet pada darah dan potensi yang tinggi,
memiliki onset dan pemulihan intermediet ketika diberikan tunggal atau
dikombinasikan dengan nitrit oksida atau obat injeksi lainnya, seperti opioid.
Enfluran menurunkan ambang kejang (digunakan untuk prosedur dimana
ambang kejang rendah diinginkan, seperti terapi elektrokonvulsif).
D. Isofluran, dengan kelarutan intermediet pada darah dan potensi yang tinggi,
memiliki onset dan pemulihan intermediet dengan penggunaan tunggal atau
dikombinasikan dengan nitrit oksida atau obat injeksi lainnya, seperti opioid,
1. Walalupun isofluran merupakan isomer dari enfluran, proses pembuatan
kedua agen ini tidak sama. Purifikasi isofluran dengan distilasi lebih
rumit dan mahal.
2. Isofluran memiliki karakteristik stabilitas fisik yang sangat baik.

E. Desfluran merupakan metil etil eter terfluorinasi yang berbeda dari isofluran
hanya pada substitusi atomi fluorine dengan atom khorine yang ditemukan
pada komponen -etil dari isofluran.
1. Fluorinasi dibandingkan khlorinasi

meningkatkan

tekanan

uap

(menurunkan ikatan intermolekuar), meningkatkan stabilitas molekular,


dan menurunkan pontensi.
2. Tekanan uap dari desfluran melebihi isofluran tiga kali lipat sehingga
desfluran akan mendidih pada suhu ruangan normal (membutuhkan alat
penguap yang dipanaskan dan bertekanan untuk pemberiannya).
3. Tidak seperti halotan dan sevofluran, desfluran berbau tajam sehingga
induksi anestesi inhalasi tidak memungkinkan atau tidak menyenangkan
bagi pasien.
4. Karbon monoksida dihasilkan dari degradasi desfluran oleh basa kuat
yang terdapat pada absorben karbon dioksidan terdesikasi.
5. Karakteristik kelarutan (koefisien partisi darah:gas 0.45) dan potensi
(MAC 6.6%) mendorong pencapaian cepat tekanan alevolar parsial yang
dibutuhkan untuk anestesi diikuti dengan bangun dengan cepat ketika
pemberian anestesi dihentikan.
F. Sevofluran merupakan metil isopropil eter terfluronasi.
1. Tekanan uap dari sevofluran menyerupai halotan dan isofluran, sehingga
pemberian anestetik ini dapat dilakukan dengan alat penguap yang tidak
dipanaskan.

2. Kelarutan sevofluran (koefisien partisi darah:gas 0.69) menyerupai desfluran


sehingga dapat dilakukan induksi anestesi dan pemulihan dengan cepat
setelah penghentian anestetik.
3. Sevofluran tidak berbau menyengat, dengan prosedur bronkodilasi yang
mirip dengan isofluran, dan menyebabkan iritasi jalan napas paling rendah
dibandingkan anestetik volatil lainnya yang tersedia saat ini (seperti halotan
yang disetujui untuk induksi anestesi inhalasi).
4. Sevofluran kemungkinan 100 kali lebih rentan dimetabolisme dibandingkan
desfluran, dengan estimasi 3-5% dosis yang menyalami biodegradasi
(fluoride).
5. Sevoflurane adalah agen anestesi volatil dengan kemungkinan pembentukan
absorben karbon dioksida paling kecil.
FARMAKOLOGI KOMPARATIF DARI OBAT ANESTESI BERBENTUK GAS
Anestesi inhalasi memberikan pengaruh farmakologis yang berbeda pada persentase
konsentrasi alveolar minimum (KAM) yang sebanding, menunjukkan bahwa kurva
dosis-respon untuk obat-obatan tersebut belum tentu paralel (Tabel 4-6). Desflurane dan
sevoflurane memberikan lebih banyak manfaat spesifik dibandingkan anestesi inhalasi
poten lainnya yang beredar saat ini. Kedua anestesi inhalasi tersebut memiliki kelarutan
dalam darah dan jaringan yang lebih rendah sehingga memungkinkan kontrol induksi
anestesi yang lebih tepat dan pemulihan yang lebih cebat ketika pemberian obat
dihentikan.
A. Efek pada Sistem Saraf Pusat
1. Gangguan mental tidak ditemukan pada objek penelitian yang menghirup
1.600 ppm (0,16%) gas nitrous (sehingga gangguan fungsi mental pada
tenaga kesehatan yang bekerja di kamar operasi dengan menggunakan
teknik scavanging anestesi modern tidak mungkin disebabkan karena
menghirup konsentrasi trace dari anestesi).
2. Penurunan kebutuhan oksigen metabolik serebral sebanding dengan
penurunan aktivitas serebral terkait obat.
3. Peningkatan aliran darah otak (cerebral blood flow/CBF) diinduksi obat
dapat meningkatkan tekanan intrakranial pada pasien dengan lesi desak
ruang (space-occupying lesions/SOL).

a. Desflurane and isoflurane memberikan efek yang sama dalam meningkatkan


aliran darah otak dan preservasi reaktivitas terhadap karbon dioksida.
b. Peningkatan aliran darah otak terkait anestesi terjadi selama beberapa menit
inisiasi pemberian obat inhalasi dengan penurunan atau tanpa perubahan pada
tekanan darah, menunjukkan efek vasodilatasi serebral dari obat ini (Gambar 410).
Gambar 4-10: Aliran darah otak diukur pada normocapnia dan
tanpa stimulasi bedah. *P<0,05.

4. Aktivitas kejang.
Enflurane (bukan desflurane ataupun sevoflurane) dapat menyebabkan
frekuensi yang cepat dan tegangan tinggi pada elektroensefalograf yang
sering berkembang menjadi aktivitas spike-wave yang tidak dapat
dibedakan dengan perubahan yang muncul saat kejang.
5. Evoked Potentials
Anestesi volatil menyebabkan penurunan terkait dosis pada amplitudo dan
peningkatan latensi komponen kortikal dari somatosensory evoked

potentials, visual evoked potentials, dan auditory evoked potentials saraf


median.
6. Tekanan Intrakranial
Anestesi inhalasi menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang
paralel dengan peningkatan aliran darah otak yang disebabkan oleh obat
tersebut. Pasien dengan lesi desak ruang intrakranial merupakan pasien
yang paling rentan terhadap peningkatan tekanan intrakranial terkait dosis
ini.
B. Efek pada Sirkulasi
Anestesi inhalasi menyebabkan beberapa efek yang spesifik obat dan terkait
dosis. Efek sirkulasi dari desflurane dan sevoflurane paralel dengan banyak
anestesi inhalasi yang lebih lama, dengan desflurane bersifat sangat mirip
dengan isoflurane dan sevoflurane yang memiliki sifat seperti isoflurane dan
halotan.
1. Mean Arterial Pressure (Tekanan Arteri Rata-rata) (Gambar 4-11 dan
4-12)

Gambar 4-11: Pengaruh peningkatan konsentrasi alveolar minimum dari


halotan, isoflurane, desflurane dan sevoflurane pada MAP (mmHg)
ketika diberikan kepada individu yang sehat.
2. Denyut Jantung (Gamber 4-13)
Opioid dosis rendah (morfin dalam medikasi praoperatif atau fentanyl
intravena segera sebelum induksi anestesi) dapat mencegah peningkatan
denyut jantung yang disebabkan oleh isoflurane dan mungkin anestesi
volatil lainnya.

3. Cardiac Output (Curah Jantung) dan Stroke Volume (Isi Sekuncup)

4. Resistensi Pembuluh Sistemik

Isoflurane, desflurane, dan sevoflurane, namun tidak padahaloton,


menurunkan resistensi pembuluh sistemik ketika diberikan pada individu
sehat.
5. Durasi Pemberian Obat
Pemberian anestesi volatil selama 5 jam atau lebih disertai dengan
pemulihan efek depresan kardiovaskular dari obat tersebut (dibandingkan
dengan pengukuran pada 1 jam, konsentrasi alveolar minimun setelah 5
jam dikatikan dengan pengembalian curah jantung ke nilai sebelum
pemberian obat).
6. Disritmia Jantung
Kemampuan anestesi volatil untuk menurunkan dosis epinefrin yang
penting untuk tatalaksana disritmia ventrikel jantung memberikan efek
paling besar dengan halaton turunan alkana dan paling kecil dengan
turunan ether seperti isoflurane, desflurane dan sevoflurane.
7. Pernafasan Spontan
Efek sirkulasi dari anestesi inhalasi selama pernafasan spontan berbeda
dengan yang ditemukan selama normocapnia dan ventilasi terkontrol
(menunjukkan pengaruh stimulasi sistem saraf simpatis akibat akumulasi
karbon dioksida [asidosis respiratorik] dan perbaikan venous return
selama pernafasan spontan).
8. Aliran Darah Koroner
Anestesi volatil menginduksi vasodilatasi koroner.
9. Penyakit Yang Telah Ada dan Terapi Obat
a. Anestesi volatil menyebabkan penurunan kontraktilitas myokardia yang sama
pada otot jantung yang normal maupun yang terganggu, namun signifikansi dari
perubahan tersebut akan lebih besar pada otot jantung abnormal karena
kontraktilitas otot jantung abnormal telah menurun sebelum pemberian anestesi
depresan.
b. Penyakit katup jantung dapat mempengaruhi signifikansi efek sirkulasi terkait
anestesi (vasodilatasi perifer akibat isoflurane dan mungkin juga desflurane dan
sevoflurane tidak diharapkan pada pasien dengan stenosis aorta namun dapat
bermanfaat dengan menyebabkan reduksi afterload pada pasien dengan
regurgitasi mitral dan aorta)
c. Terapi obat sebelumnya yang mengubah aktivitas saraf simpatis (antihipertensif,
antagonis -adrenergik) dapat mempengaruhi besar efek sirkulasi yang
disebabkan oleh anestesi inhalasi.
C. Efek pada Ventilasi

Anestesi inhalasi menyebabkan efek yang terkait dosis dan spesifik obat pada (a)
pola pernafasan, (b) respon pernafasan terhadap karbon dioksida, (c) respon
pernafasan terhadap hipoksemia arteri, dan (d) resistensi jalan nafas. PaO2
diprediksi menurun selama pemberian anestesi inhalasi tanpa adanya bantuan
oksigen tambahan.
1. Pola Pernafasan
a. Seluruh anestesi inhalasi, kecuali isoflurane, menyebabkan peningkatan terkait
dosis pada frekuensi nafas (isoflurane meningkatkan frekuensi nafas sama
seperti anestesi inhalasi lainnya hingga mencapai dosis 1 KAM, namun
konsentrasi >1 KAM tidak menyebabkan peningkatan frekuensi nafas lanjutan)
b. Volume tidal mengalami penurunan akibat dari peningkatan frekuensi nafas
terkait pemberian anestesi.
c. Efek akhir dari perubahan diatas adalah pola pernafasan yang cepat dan dangkal
selama anestesi umum. Peningkatan frekuensi nafas tidak mampu mengimbangi
penurunan volume tidal, sehingga menyebabkan penurunan ventilasi per menit
dan peningkatan PaCO2.
2. Respon Pernfasan terhadap Karbon Dioksida
Anestesi volatil menyebabkan depresi pernafasan terkait dosis yang
dicirikan dengan penurunan respon pernafasan terhadap karbon dioksida
dan peningkatan PaCO2.
3. Stimulasi Bedah
Stimulasi bedah meningkatkan ventilasi per menit hingga 40% akibat
peningkatan volume tidal dan frekunsi nafas. Namun, PaCO2 hanya
menurun sebesar 10% (4 hingga 6 mmHG) meskipun dengan
peningkatan ventilasi per menit yang besar.
a. Penyebab dari kesenjangan ini diperkirakan adalah peningkatan produksi karbon
dioksida akibat aktivasi sistem saraf simpatis dalam merespon stimulasi bedah
yang menyakitkan.
b. Peningkatan produksi karbon dioksida diperkirakan untuk mengimbangi
peningkatan ventilasi per menit pada PaCO2.
4. Tatalaksana Depresi Pernafasan
a. Efek depresan pernafasan akibat dari pemberian anestesi volatil sering
ditatalaksana dengan pemberian ventilasi mekanik (terkontrol) ke paru-paru
pasien (efek depresan pernapasan yang dimiliki oleh anestesi volatil
memudahkan inisiasi ventilasi terkontrol)
b. Bantuan pernafasan merupakan metode yang efektif untuk mengimbangi efek
depresan pernafasan dari anestesi volatil (batas ambang apneik [PaCO 2

maksimal yang tidak menginisiasi pernafasan spontan] hanya 3-5 mmHg lebih
rendah dibandingkan PaCO2 selama pernafasan spontan)
5. Respon Pernafasan terhadap Hipoksemia
Seluruh anestesi inhalasi, termasuk gas nitrous, secara signifikan
menekan respon pernafasan terhadap hipoksemia yang biasanya
dimediasi oleh badan karotid.
6. Resistensi Jalan Nafas dan Iritabilitas

D. Efek pada Hepar


1. Aliran Darah Hepar
Aliran darah hepar selama pemberian desflurane dan sevoflurane
dipertahankan sama dengan isoflurane. Pemeliharaan suplai oksigen
hepatik yang dipengaruhi oleh kebutuhan selama paparan anestesi
penting untuk menemukan bukti bahwa hipoksia hepatosit merupakan
mekanisme signifikan dalam etiologi multifaktorial dari disfungsi
hepatik postoperatif.
2. Klirens Obat
Anestesi volatil dapat menganggu klirens obat dari plasma akibat dari
penurunan aliran darah hepar dan inhibisi enzim pemetabolisme obat.
3. Uji Fungsi Hati

10

Peningkatan sementara dari aktivitas alanin aminotransferase plasma


akibat pemberian enflurane dan desflurane, namun tidak pada pemberian
isoflurane,

pada

individu

yang

menajdi

objek

pemeriksaan.

Hepatotoksisitas
Disfungsi hepar post-operatif telah dikaitkan dengan sejumlah besar
anestesi volatil, terutama halaton
Gambar 4-26: Kerusakan hepar terjadi pada model tikus setelah
pemberian obat inhalasi atau injeksi ketika konsentrasi oksigen terhirup
sebesar 10%. Sebaliknya, kerusakan hepar terjadi setelah pemberian
halotan, namun tidak pada pemberian enflurane atau isoflurane, ketika
konsentrasi oksigen terhirup sebesar 12% atau 14%.
E. Efek pada Ginjal
Anestesi volatil menyebabkan penurunan terkait dosis yang serupa pada aliran
darah renal, laju filtrasi glomerulus dan keluaran urin (akibat dari efek anestesi
volatil pada tekanan darah dan curah jantung). Hidrasi praoperatif menurunkan
dan bahkan dapat menghilangkan beberapa perubahan fungsi renal yang
disebabkan oleh anestesi volatil
1. Nefrotoksisitas Diinduksi Fluorida
Seluruh anestesi volatil yang ditemukan setelah methoxyflurane
menjalani metabolisme yang secara signifikan lebih sedikit, dan
kelarutan yang lebih rendah dibndingkan methoxyflurane menunjukkan
bahwa sejumlah besar anestesi di keluarkan melalui nafas dan tidak akan
menjalani metabolisme hepatik untuk membentuk fluorida.
F. Efek pada Otot dan Rangka
1. Neuromuscular Junction
Anestesi volatil menyebabkan peningkatan efek obat blok neuromuskular
yang bergantung dosis, dengan efek enflurane, isoflurane, desflurane dan
sevoflurane yang serupa dan lebih besar jika dibandingkan dengan
halotan
2. Hipertermia Malignan
Seluruh anestesi volatil, termasuk desflurane dan sevoflurane, dapat
mencetuskan hipertermia malignan pada pasien yang secara genetik
rentan meskipun tanpa pemberian suksinilkolin secara bersamaan.
G. Efek Obstetrik

11

Seluruh anestesi volatil menyebabkan penurunan kontraktilitas dan aliran darah


otot polos uterus yang serupa dan bergantung dosis.
Resistensi terhadap Infeksi
Beberapa fungsi normal sistem imun akan menurun setelah paparan kombinasi
anestesi pada pasien (biasanya terjadi pada trauma bedah dan respon endokrin
dan inflamasi lanjutan).
H. Neuropati Perifer
Manusia yang menghirup gas nitrous secara kronis untuk tujuan nonmedis dapat
menderita neuropati yang dicirikan dengan polineuropati sensorimotorik yang
sering disertai dengan tanda degenerasi medula spinalis lateral posterior yang
terlihat seperti anemi pernisiosa (kemampuan gas nitrous untuk mengoksidasi
atom kobalt pada vitamin B12 secara irreversibel seperti yang dilakukan oleh
enzim dependen-vitamin B12 akan menurun)
METABOLISME SEVOFLURANE
Diperkirakan sebesar 5% sevoflurane yang diserap tubuh akan mengalami metabolisme
oksidatif yang enzim sitokrom P-450 untuk membentuk matabolit fluorida organik dan
anorganik.
a. Konsentrasi fluorida plasma puncak ditemukan lebih tinggi pada pemberian
sevoflurane dibandingkan enflurane pada dosis sebanding, namun durasi
paparan fluorida pada tubulus renalis akibat metabolisme sevoflurane sangat
terbatas disebabkan oleh eliminasi pulmonal yang cepat dari anestesi dengan
kelarutan darah yang rendah ini.
b. Produksi fluorida hepatik dari sevoflurane diperkirakan memiliki risiko
nefrotoksik yang lebih rendah dibandingkan produksi fluroida intrarenal dari
enflurane.

12

Atracurium
Atracurium mengalami degradasi spontan dengan suhu dan pH fisiologis oleh eliminasi
Hofmann (proses kimia), menghasilkan laudanosine (stimulan sistem saraf pusat) dan
akrilat monokuartener sebagai metabolit. Atracurium juga dapat mengalami hidrolisis
ester. Tidak ada bukti yang menunjukkan pemberian atracurium berkepanjangan di
kamar operasi atau di unit perawatan intensif pada pasien dengan fungsi ginjal normal
atau terganggu menghasilkan konsentrasi laudanosine yang dapat menyebabkan kejang.

13

14

EFEK SAMPING BLOKER NUEROMUSKULAR


Agen blok neuromuskular diperkirakan memiliki peran penting dalam menyebabkan
efek samping selama pemberian anestesi.
A. Efek Otonom
1. Agen blok neuromuskular berinteraksi dengan reseptor kolinergik
nikotinik dan muskarinik pada sistem saraf simpatis dan parasimpatis
dan dengan reseptor nikotinik pada neuromuscular junction.
2. Pancuronium memiliki efek vagolitik langsung dan dapat memblok
reseptor muskarinik pada terminal saraf postganglionik simpatik,
sehingga menyebabkan inhibisi mekanisme negative-feedback dan
modulasi atau pencegahan pelepasan katekolamin yang berlebihan.
B. Pelepasan histamin
Pelepasan histamin oleh senyawa benzylisoquinolinium dapat menyebabkan
kemerahan pada kulit, penurunan tekanan darah dan resistensi pembuluh
sistemik, dan peningkatan denyut nadi (obat blok neuromuskular steroid tidak
dihubungkan dengan pelepasan histamin pada dosis klinis tipikal)
C. Reaksi Alergi
1. Reaksi anafilaktik (dimediasi imun) atau anafilaktoid

yang

membahayakan nyawa selama anestesi diperkirakan terjadi pada 1 dari


1.000 hingga 1 dari 25.000 pemberian (lebih sering terjadi dibandingkan

15

reaksi alergi terhadap lateks atau antibiotik) dan dikaitkan dengan laju
mortalitas sebesar 5%.
2. Saat ini masih tidak terdapat standar mengenai uji diagnostik (uji skin
prick, uji interdermal atau pemeriksaan immunoglobulin E) yang harus
dilakukan untuk mengidentifikasi risiko pasien.
3. Pengobatan reaksi anafilaktik melipuri pemberian oksigen (100%) segera
dan epinefrin intravena (10 hingga 20 g). Intubasi trakea dini dengan
tube endotrakeal cuffed harus dipertimbangkan untuk dilakukan pada
pasien dengan angioedema yang berkembang cepat. Cairan (larutan
kristaloid dan/atau koloid) harus diberikan bersamaan. Penggunaan
antihistamin dan/atau steroid masih kontroversial.

16

Anda mungkin juga menyukai