Anda di halaman 1dari 6

TIPOLOGI TUBUH PROFESI MODEL

Perkembangan dunia tata busana sangat melaju pesat baik di dunia maupun di
Indonesia. Profesi sebagai model sudah tidak asing lagi, bahkan seringkali menjadi mata
pencaharian utama seseorang, khususnya wanita. Seorang model terkenal dengan penampilan
fisik yang prima. (Haryandra, 2014)
Profesi model inilah yang memanfaatkan tubuh dan kecantikan wajah sebagai modal
bekerja. Sebab, persyaratan bekerja sebagai model hanya mengenai penampilan. Penampilan
inilah yang akan mempertahankan eksistensinya di publik. Model yang masih eksis hingga
saat ini, tidak akan ada di era saat ini tanpa modal tersebut.
Faktor fisik merupakan faktor utama yang menunjang karier seorang model. Fisik
seorang model merupakan aspek yang mendukung dan turut mengarahkan spesifikasi
kariernya di dunia modeling. Cukup banyak persyaratan yang harus dipenuhi untuk
berprofesi sebagai model, di antaranya faktor fisik (seperti tinggi badan dan berat badan),
karakteristik wajah, serta faktor sikap atau attitude. (Haryandra, 2014)
Bagi para pria, bentuk tubuh yang ideal adalah bentuk tubuh yang mesomorfik (bentuk
huruf V) dengan bahu lebar, dada bidang, tubuh bagian atas berotot, tapi dengan perut yang
datar dan pinggang kecil. Masalah bobot tubuh yang tidak ideal ini menjadi salah satu
kekhawatiran yang paling sering dibicarakan, sedangkan masalah otot berada di urutan
kedua. Dengan penampilan tersebut laki-laki akan merasa lebih percaya diri karena
penampilannya sesuai dengan penilaian tubuh ideal di masyarakat. (Pramarta, 2014)
Perempuan yang menarik adalah kulit yang putih, mulus, serta kencang. Lekukan tubuh
yang menunjukkan keindahan organ-organ tertentu (misalnya dada dan pinggul), bibir yang
sensual, dan bagian lain mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Hal tersebut yang harus
dimiliki oleh perempuan, khususnya modelling. (Kasiyan, 2008)
Namun, perempuan sering menjadi ajang pertontonan. Hal ini dikarenakan, tubuh
perempuan memiliki simbol keanggunan, keindahan, dan glamour. Sehingga bisa dimengerti,
apabila Killbourne (2004) mengatakan bahwa tubuh perempuan hanya menjadi potonganpotongan tanda. Tubuh perempuan yang dipotong-potong (betis, kaki, dada, punggung dll)
kemudian diproduksi menjadi tanda-tanda yang akan membentuk citra, makna dan identitas
yang ada didalamnya (Santi, 2012).
Kondisi ini sudah menyangkut estetika yang mengandung unsur obyektif dan subyektif.
Kecantikan juga

merupakan bagian dari sistem budaya yang direpresentasikan melalui

simbol. Konsep kecantikan perempuan, dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan,

mulai dari yang bersifat seksual semata, sampai ke politis, sehingga disebut dengan istilah
dialektika konstruksi kecantikan. Dialektika konstruksi kecantikan yang selalu berubah dapat
dilihat dari definisi kecantikan yang berbeda dari masa ke masa.
Simbol dalam tubuh adalah sesuatu yang disampaikan, sekaligus yang disembunyikan.
Karena itu maka dikatakan bahwa tubuh manusia yang awalnya adalah tubuh alami (natural
body), kemudian dibentuk menjadi tubuh sosial atau fakta sosial (Abdullah, 2006: 138).
Namun, masing-masing budaya memiliki kekhasan (tipikal) kecantikan yang ditunjukkan
melalui ciri-ciri fisik dan nonfisik, yang bersifat komulatif, mencakup ukuran-ukuran tubuh
tertentu yang ideal, misalnya kulit putih, rambut hitam, badan kurus, pinggang ramping, serta
kepribadian (inner beauty) yang baik.
Ciri-ciri atau indikator semacam ini pada akhirnya melahirkan tipologi, yang menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 1199), tipologi diartikan sebagai bagian manusia di
golongan-golongan menurut corak masing-masing. Dalam konteks ini tipologi kecantikan
lebih merupakan penggolongan-penggolongan berdasarkan ciri-ciri atau corak khas yang
bersifat fisik atau nonfisik yang dianggap ideal oleh suatu masyarakat.
Keke Harun, model senior sekaligus pemilik Look Model, Inc. mengemukakan bahwa
untuk berjalan di atas catwalk seorang model wanita harus memiliki tinggi badan minimal
170 cm, semakin tinggi akan semakin baik. Lain halnya menurut Edwan Handoko,
koreografer fashion ternama. Menurutnya seorang model wanita harus memiliki tinggi badan
minimal 175 cm, untuk keperluan show di pagelaran besar. Lain lagi jika show dari merek
pakaian desainer luar negeri. Mereka biasanya mempekerjakan model wanita dengan tinggi
badan minimal 178 cm. (http://wolipop.detik.com)
Di samping itu, seorang model harus memiliki berat badan yang proporsional dengan
tinggi badannya. Hal tersebut dikarenakan pakaian yang diproduksi oleh perancang busana
pada umumnya menggunakan ukuran sample (dasar) yang mengharuskan pemakainya
memiliki postur tubuh yang sesuai. Selain badan yang proporsional, fisik yang menarik bisa
menjadi nilai tambah. Seorang model sebaiknya memiliki kulit yang mulus, wajah tidak
berjerawat, gigi rapi, dan rambut indah. (Haryandra, 2014)
Selain itu, seorang model juga sangat dituntut untuk bekerja secara professional. Renata
Kusmanto, model senior Indonesia mengungkapkan bahwa seorang model tidak boleh
menunjukkan rasa lelahnya sama sekali. Model harus terlihat segar dan selalu tersenyum
selelah apapun kondisinya. (http://female.kompas.com)
Model tidak hanya dituntut dalam penampilan fisik semata, karena syarat tersebut
berlaku secara umum hampir di seluruh belahan dunia. Tetapi, agensi model ternama, IMG

mengatakan bahwa mereka mencoret keharusan mengenai tinggi badan dan bertubuh
langsing. Setiap orang yang berminat menjadi model baik mereka tua atau muda, berbagai
warna

kulit,

bahkan

semua

ukuran

tubuh

dipersilahkan

mendaftar.

(http://www.tribunnews.com/lifestyle)
Ivan Bart, Senior Vice President dan Managing Director IMG Models mengatakan
bahwa keputusan tersebut diambil berdasarkan keinginan untuk menghadirkan yang terbaik
dalam dunia model. Sesuatu yang terbaik dalam dunia model bukan dari fisik semata yang
berupa tubuh tinggi dan badan ramping. Akan tetapi gebrakan dalam dunia model tersebut
dapat dikatakan sebagai pelengkap yang akan membuat panggung model terlihat semakin
beragam dan berwarna. (http://www.tribunnews.com/lifestyle)
Seiring waktu berjalan, era globalisasi telah mempengaruhi aspek kehidupan manusia,
termasuk tubuh atau penampilan diri yang telah mengalami estetisasi melalu proses
konstruksi. Hal ini didukung oleh kehadiran media. Media inilah yang memberikan gambaran
kecantikan tubuh perempuan. Berikut contoh gambaran perempuan cantik dengan media
iklan.
Gambaran perempuan cantik bertubuh proposional telah menancap kuat di benak
masyarakat, karena dalam kehidupan sehari-hari mereka selalu bertemu dengan banyak
contoh bentuk iklan. Iklan yang muncul selalu menawarkan berbagai macam produk dengan
menampilkan model perempuan cantik, muda dan langsing dalam setiap bentuk dan promosi
produk iklan. Segala kegiatan tersebut membantu menciptakan body image tentang
bagaimana seorang perempuan dapat dikatakan cantik.(Lingga, 2004)
Jika melihat perempuan-perempuan yang ada dan beredar baik di TV maupun media
lain yang dapat disimpulkan bahwa perempuan dipandang cantik bila mereka memiliki
ukuran tubuh yang proporsional. Proporsional di sini dianggap sebagai tubuh yang kurus,
langsing semampai dengan ukuran yang kecil, dan tanpa adanya kelebihan lemak. Sehingga,
hal tersebut menjadi asumsi masyarakat mengenai gambaran perempuan cantik. (Lingga,
2004)
Namun, masyarakat memiliki beberapa persepsi mengenai kecantikan. Pertama,
kecantikan hanya bersifat fisik saja. Kedua, hakikat kecantikan ada dalam diri bukan fisik,
seperti intelektualis, kepribadian dan kecakapan emosional. Dan, ketiga yaitu gabungan
antara pendapat yang pertama dengan kedua.
Perempuan yang sudah diciptakan memiliki penampilan fisik yang menarik, mereka
telah memakai persepsi pertama, walaupun juga ada yang memakai persepsi ketiga menjadi
sesuatu hal yang istimewa. Hal ini sangat berbeda dengan perempuan yang bentuk tubuhnya

tidak proporsional. Mereka hanya berpresepsi perempuan itu berkencenderungan dengan


yang kedua, kecantikan itu dilihat yang ada didalam dirinya. Namun, mereka tidak menutup
kemungkinan meninginkan penampilan fisik yang sama. Bahkan, mereka juga melakukan
perawatan demi menggapai kecantikan yang sama, setidaknya standart.
Adanya media-media yang menggambarkan perempuan cantik, adanya ajang
perlombaan kecantikan, dsb. telah menunjukkan pergeseran makna kecantikan yang
sesungguhnya. Semuanya yang mempertaruhkan keindahan dan kemolekan tubuh
perempuan, merupakan contoh bagaimana tubuh dikelola dalam suatu sistem sosial, politik
dan kultural. Terkadang kecantikan ini hanya digunakan kepentingan individu semata.
Tubuh pun telah diartikan sebagai konstruksi sosial, bukan sesuatu yang terberi (given),
melainkan kategori sosial dengan makna yang terus berkembang seiring perubahan
masyarakat. Setiap masa merekonstruksi tubuh berdasarkan gambarannya masing-masing.
Gambaran tubuh dan pemaknaan atas tubuh membawa konsekuensi pada identitas,
subjektivitas, dan diri individu (Synnott, 1993: 1-2). Anthony Synnott (1993: 36-37) juga
mengatakan bahwa wajah terkait hidung, bibir, mata, dan alis, kemudian rambut, kulit,
tangan, kaki, dan keseluruhan bagian tubuh bukan sekadar bagian dari organ biologis,
melainkan merefleksikan nilai dari kultur yang melingkupinya.
Secara garis besar, pergaulan masyarakat menilai standar ideal seorang perempuan
dengan penampilan fisik yang meliputi cara berpakaian yang baik, berperilaku yang baik dan
memperlakukan tubuhnya dengan baik sebagai tindakan moralitas. Mereka berpendapat
perempuan yang cantik juga harus memiliki moral yang baik juga dan memahami
penampilannya yang sesuai dengan nilai dan norma. Hal ini dikemukan, karena masyarakat
berpendapat dengan melihat kebudayaan yang melatarbelakangi kehidupan mereka. pendapat
tersebut telah mempengaruhi cara pandang gaya hidup perempuan di era globalisasi ini.
Tidak jarang, para pengiklan menggunakan pria sebagai modelnya. Ciri-ciri pria yang
dijadikan model iklan adalah mereka yang mempunyai tubuh atletis, gesit, dan memiliki
wajah yang menarik pula. Media massa akan mengkronstruksikan bahwa pria harus dapat
melindungi wanita dan harus memiliki sifat tegas. Perbedaan maskulin dan feminim pun
menggiring anggapan umum bahwa karakteristik maskulin lekat dengan laki-laki, Karakter
tersebut dikaitkan dengan tiga sifat khusus yaitu kuat, keras, beraroma keringat. Secara
sederhana laki-laki dilabeli sifat macho. (Kurnia, 2004)
Sementara itu, karakteristik perempuan diidentikkan dengan sifat yang lemah, lembut
dan beraroma wangi yang sekaligus dikaitkan dengan sifat seorang putr. Pria maskulin
digambarkan dengan wajah yang tampan, berbadan tinggi, putih dan atletis. Lelaki yang

berbadan besar terkesan dapat melindungi wanitanya, berbadan atletis terkesan sexy, dan
wajah tampan dan putih sebagai penunjang penampilan. (Kurnia, 2004)
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa mayoritas tipologi seorang model adalah
tipologi atletik dalam teori tipologi Kretschmer baik perempuan maupun laki-laki. Teori pada
tipologi atletik sesuai dengan ketentuan-ketentuan umum model seperti penjelasan diatas.
Pada orang yang bertipe atletis ukuran-ukuran tubuh menegak dan mendatar dalam
perbandingan yang seimbang, sehingga tubuh kelihatan selaras. Sifat-sifat khas tipe ini ialah:

Tulang-tulang serta otot dan kulit kuat


Badan kokoh dan tegap
Tinggi cukup dan sesuai standar
Bahu lebar dan kuat
Perut kuat
Panggul dan kaki kuat, dalam perbandingan dengan bahu dan kelihatan agak kecil
Tengkorak cukup besar dan kuat, kepala dan leher tegak
Tipe olahragawan
Tabel 1. Keadaan Rata-Rata Orang yang Bertipe Atletis
Keadaan rata-rata
Tinggi badan

Pria
170 cm

Wanita
163 cm

Lebar bahu

39 cm

37,4 cm

Dada

91,7 cm

86 cm

Panggul

91 cm

96 cm

Panjang kaki

91 cm

85 cm

Berat badan

63 kg

62 kg

(sumber : http://12106sr.blogspot.co.id/2013/05/tipologi-kretschmer.html)

Sementara, teori tipologi W.H Sheldon berpendapat bahwa mayoritas tipologi seorang
model sesuai dengan tipologi tipe Mesomorph. Tipe Mesomorph memiliki ciri-ciri yaitu
bagian tubuh yang berasal dari mesoderm lebih berkembang (otot, pembuluh darah, jantung).
Secara fisik tampak harus kokoh, keras, otot menonjol, tahan sakit, dan banyak ditemukan
olahragawan, tentara.
Sisi kepribadian, tipe Mesomorph termasuk Somatotonis yang memiliki sifat-sifat
sebagai berikut :

Gagah perkasa
Kebutuhan bergerak besar
Suka terus terang
Suara lantang
Nampaknya lebih dewasa dari yang sebenarnya
Bila menghadapi kesukaran-kesukaran butuh melakukan gerakan-gerakan

Merasa dirinya tetap muda


Kebutuhan untuk tidur dan makan kurang
Tidak suka malas dan santai
Bereaksi cepat

DAFTAR PUSTAKA
Suka Duka Menjadi Model http://female.kompas.com diakses 2 Juni 2016.
Tak Cuma Modal Cantik, Ini Syarat yang Harus Dimiliki Model http://wolipop.detik.com
diakses 2 Juni 2016.
Tinggi dan Langsing Bukan Lagi Syarat Utama Jadi Model, Ini yang Lebih Penting
http://www.tribunnews.com/lifestyle
Tipologi

Kretschmer

http://12106sr.blogspot.co.id/2013/05/tipologi-kretschmer.html

diakses 2 Juni 2016.


Tipologi William H. Sheldon http://aniendriani.blogspot.co.id/2011/03/tipologi-william-hsheldon.html diakses 2 Juni 2016.
W.H. Sheldon 1898 Tokoh Psikologi Kepribadian http://kafeilmu.com/w-h-sheldon-tokohpsikologi-kepribadian/ diakses 2 Juni 2016.
Haryandra, Paringga C. 2014. Studi Mengenai Psychological Well Being Pada Model Wanita
Di Kota Bandung. Skripsi. Universitas Padjadjaran Bandung.
Kasiyan. 2008. Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan Dalam Iklan. Ombak: Yogyakarta.
Kurnia, Novi. (2004). Representasi Maskulinitas dalam Iklan. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, 8(1). 17-36.
Lingga, A. 2004. Mempercantik Diri Sebagai Gaya Hidup. Jakarta: Femina No. 47.
Pramarta, L dan Ahmad Gimmy P. S. (2014). Studi Deskriptif Mengenai Citra Tubuh pada
Remaja Pria di Sma Negeri 11 Kota Bandung. Universitas Padjadjaran.

Nama Kelompok
Asizah Afandi

071511733063

Istidha Nur Amanah

071511733073

Siti Rokhimah Hilma

071511733074

Bagaskara Adhinugroho

071511733086

Anda mungkin juga menyukai