Anda di halaman 1dari 14

PENGARUH INTENSITAS PENGGUNAAN KOSMETIK TERHADAP

CITRA DIRI REMAJA AKHIR

(Survei terhadap remaja perempuan di DKI Jakarta)

1.1. Latar Belakang


Dewasa ini, perkembangan teknologi dan informasi digital semakin melesat
cepat. Pekembangan tersebut menyebabkan adanya transformasi besar yang tentu
sangat mempengaruhi kehidupan baik pribadi, maupun dengan kelompok. Terdapat
banyak aspek yang dipengaruhi, mulai dari ekonomi, sosial, budaya, dan salah
satunya yaitu penampilan. Sebagian besar orang menganggap visualisasi sangat
penting, dan tuntutan untuk tampil menarik dihadapan publik menjadi sesuatu hal
yang tidak dapat dihindari, terlebih untuk kaum hawa.
Tampilan menarik wanita melekat pada tampilan fisik proporsional dan wajah
yang cantik. Banyak wanita yang dibuat merasa tidak nyaman dengna tubuhnya dan
penampilannya yang tidak sesuai dengan stereotype di masyarakat. Iklan dan media
menampilkan wanita berkulit putih, berambut lurus, serta bertubuh langsing sebagai
representasi dari cantik. Selanjutnya, penggunaan model-model iklan yang selalu
menonjolkan penampilan fisik yang dipandang ideal menyebabkan banyak wanita
merasa tidak puas dengan kondisi fisik pada dirinya dan kerap pula timbul tdak
percaya diri hingga depresi. Seperti saat sudah berusaha tampil cantik di depan publik
untuk menarik perhatian dan mendapat pujian cantik, namun tidak mendapatkannya.
Terlebih untuk usia remaja yang terbilang masih belum memiliki pendirian dan
cenderung terbawa kondisi yang berkembang, tentu penampilan akan dirasa sangat
penting. Perilaku remaja tersebut salah satunya dipengaruhi juga oleh penggunaan
Media Sosial yang menjadi candu untuk para remaja. Menurut Santrock (2004:23)
membagi fase remaja menjadi 3 batasan umur, yaitu :
1. Fase remaja awal dalam rentang usia dari 12 – 15 tahun.
2. Fase remaja madya dalam rentang usia 15 -18 tahun
3. Fase remaja akhir dalam retang usia 18 – 32.

Adapaun karakter remaja yang ditulis dalam jurnal yang diteliti oleh Nurwati,
dkk (2016) menyimpulkan bahwa “Kalangan remaja yang menjadi hiperaktif di
media sosial sering memposting kegiatan sehari-hari mereka yang seakan
menggambarkan gaya hidup mereka yang mencoba mengikuti perkembangan jaman,
sehingga mereka dianggap lebih populer di lingkungannya.”. Dari penelitian tersebut
dapat dilihat bagaimana kondisi remaja yang sangat mudah terpengaruh dan juga
mementingkan tampilannya di media sosial. Mereka akan mengikuti apapun yang
sedang menjadi tren, jika penampilan mereka dianggap kurang menarik, maka
kepercayaan diri pun akan menurun.
Psikologis Klinis di RSJ Sanatorium Dharmawangsa yang dilansir dari situs
suara.com (https://www.suara.com/health/2018/09/26/163743/streorotif-cantik-buat-
tidak-percaya-diri-ini-kata-psikolog diakses pada 11 September 2019, pukul 02:34
WIB) menyatakan bahwa “Rasa percaya diri adalah hal yang vital agar perempuan
bisa hidup dengan lebih positif. Orang yang percaya diri berpotensi besar untuk
sukses dalam kehidupan pribadi maupun karirnya, jadi bayangkan jika penilaian fisik
membuat seseorang tidak percaya diri dan tidak sedikit pula yang depresi”.
Ketidakpercayaan diri karena penampilan fisik mendorong para wanita untuk
melakukan apapun demi mendapatkan label “cantik”. Mereka berusaha untuk tampil
cantik dengan melakukan berbagai perawatan agar mendapatkan suatu penampilan
fisik yang sempurna. Mulai dari suntik putih, penggunaan skin care, botox, sedot
lemak, chemical peeling, laser terapi, hingga operasi untuk memperbaiki tampilan
fisik mereka. Selain dari perawatan, salah satu usaha yang paling banyak dilakukan
oleh wanita untuk mempercantik diri adalah dengan menggunakan kosmetik.
Kosmetik menurut perarturan Menteri Kesehatan RI No.
445/MenKes/PerMenKes/1998 dalam Tranggono (2007:6) menyatakan bahwa:
“Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yagn siap digunakan pada bagian
luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar),
gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah
penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau
badan teteapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu
penyakit.”

Dalam definisi komsetik diatas, yang dimaksud dengan “tidak dimaksudkan


untuk mengobati suatu penyakit” adalah tidak mempengaruhi struktur dan faal kulit.
Kosemtik yang jaman dahulu bertujuan untuk melindungi tubuh dari alam, kini pada
masyarakat memiliki tujuan utama untuk kebersihan pribadi, meningkatkan daya tari
melalui make up, meningkatkan rasa percaya diri, dan lainnya.
Unsur stereotype yang dibuat oleh iklan dan media, menyebabkan kosmetik
membuat wanita menjadi konsumtif dan sangat membutuhkan kosmetik. Dilansir dari
web Marketeers (https://marketeers.com/menganalisa-konsumsi-kosmetik-
perempuan-milenial-indonesia/ diakses pada 11 September 2019 pukul 3:24 WIB)
menyatakan bahwa pada tahun 2020 pasar kosmetik secara global mencapai nilai US$
675 miliar. Di Indonesia, pertumbuhan volume penjualan industri kosmetik di
dongkrak oleh permintaan yang meninggi dari kelas menengah. Populasi perempuan
Indonesia sebagai pengguna kosemetik kini telah mencapai 126,8 juta orang.
Kementerian Perindustirian (Kemenprin) turut membenarkan adanya
pertumbuhan pada industri kosmetik nasional mencatatkan kenaikan pertumbuhan
20% atau empat kali lipat dari pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2017. “Saat
ini, produk kosmetik sudah menjadi kebutuhan primer bagi kaum wanita yang
merupakan target utama dari industri kosmetik. Selain itu, seiring dengan
perkembangan zaman, industri kosmetik juga mulai berinovasi pada produk kosmetik
untuk pria dan anak-anak,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga
Hartarto yang dikutip dari website kemenprin
(https://kemenperin.go.id/artikel/18957/Industri-Kosmetik-Nasional-Tumbuh-20
diakses pada 11 September 2019 pukul 21:43 WIB).
Kosmetik yang berkembang menjadi kebutuhan primer dikalangan wanita bisa
membuat mereka menjadi tidak percaya diri ketika tidak menggunakan kosmetik.
Mereka menganggap dengan menggunakan kosmetik, penampilan mereka akan
terlihat lebih menarik dan orang-orang disekitar mereka memuji kecantikan tersebut.
Hal yang mereka lakukan tentu tidak terlepas dari citra diri yang mereka tampilkan
dihadapan publik. Citra diri adalah salah satu unsur untuk menunjukan diri
sebenarnya setiap orang.
Ruslan (2010:80) mendefinisikan cira sebagai “sesuatu yang bersifat abstrak
karena berhubungan dengan keyakinan, ide dan kesan yang diperoleh dari suatu objek
tertentu baik dirasakan secara langsung, melalui panca indera maupun mendapatkan
infroamsi dari suatu sumber. Citra merupakan seperangkat keyakinan, ide, dna kesan
seseorang terhadap suatu objek tertetu”.
Sedangkan citra diri menurut Stuart dalam Mankuprawira (2008) adalah
“konsep sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar, sikap ini mencakup persepsi
dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi, penampilan, potensi tubuh saat ini dan
masa lalu yan gberkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman yang baru.
Apalagi citra diri sendiri sangat dipengaruhi perfoma individu itu sendiri. Sementara
citra diri mempengaruhi perilaku dan perilaku mempengaruhi performa.
Pengaruh dari citra diri terhadap perfoma individu bisa mempengaruhi
seseorang memikirkan pentingnya penampilan fisik. Dalam penelitian ini, peneliti
melihat bahwa penampilan fisik yang paling utama pada wanita adalah wajah mereka.
Mereka sangat menjaganya dan ingin tampak cantik dengan menggunakan kosmetik.
Bagi mereka, perfoma mereka bisa terlihat lebih tinggi dan mereka bisa lebih percaya
diri dengan adanya kosmetik tersebut. Selain itu, faktor lainnya yang membuat
mereka merasa kosmetik menjadi hal yang penting adalah dikarenakan dengan
penggunaan kosmetik mampu memperbaiki suasana hati yang buruk dan berpengaruh
dengan bagaiman orang lain memperlakukan mereka ketika mereka menggunakan
kosmetik.
Pendapat diatas diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Collage
Fashion yang dilansir dari situs lifestyle Sindonews.com
(https://lifestyle.sindonews.com/read/1304631/186/makeup-membantu-wanita-
perbaiki-mood-dan-kepercayaan-diri-1525955681 dikases pada 13 September 2019
Pukul 00:11 WIB), yang mengatakan bahwa sekitar 85% wanita mengakuk bahwa
berdandan mampu memperbaiki suasana hati yang buruk. Penggunaan kosmetik
(make up) juga mempengaruhi cara wanita menilai sesamanya. Selanjutnya, sebanyak
8 dari 10 wanita mengaku bahwa mereka lebih igin berteman dengan wanita
khususnya rekan kerja yang menggunakan kosmetik. Selain itu, 78% mengaku
penggunaan kosmetik memberikan pengaruh terhadap orang lain memperlakukan
mereka.
Peneliti turut memperhatikan sekeliling peneliti, terlebih remaja perempuan
yang sangat serig peneliti jumpai. Mereka terlihat cukup percaya diri dengan
menggunakan make up bahkan tak sedikit remaja yang rela menyisikan uang
jajannya, hanya untuk mengoleksi perlatan kosmetik untuk mempercantik diri
mereka. Selain itu, peneliti sering melihat bahwa para remaja dengan sengaja
membawa kosmetik untuk nantinya diaplikasikan ke wajah mereka ketika kosmetik
yang digunakan sebelumnya luntur.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti melihat adanya fenomena yang membuat
mahasiswi ketergantungn dengan kosmetik. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat
lebih dalam dengan melakukan penelitian langsung kepada para remaja perempuan di
DKI Jakarta dengan judul penelitian “Pengaruh Intensitas Penggunaan Kosmetik
terhadap Citra Diri Remaja perempuan di DKI Jakarta”.

1.2. Perumusan Masalah


Dalam penelitian ini, pokok utama masalah yang akan dijadikan objek
penelitian adalah bagaimana pengaruh intensitas penggunaan kosmetik (make up)
dapat mempengaruhi citra diri remaja perempuan di DKI Jakarta. Peneliti ingin
melihat seberapa besar pengaruh dari intensitas penggunaan kosmetik terhadap citra
diri remaja perempuan di DKI Jakarta.

1.3. Tujuan Penelitian


Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh intensitas penggunaan kosmetik (make up) dapat
mempengaruhi citra diri remaja perempuan di DKI Jakarta. Dan juga melihat
seberapa besar pengaruh dari intensitas penggunaan kosmetik terhadap citra diri
remaja perempuan di DKI Jakarta.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat Akademis
Melalui penelitian ini, peneliti berharap dapat memberikan sebuah kontribusi
nyata untuk ilmu komunikasi, khususnya dalam mengembangkan ilmu hubungan
masyarakat (Public Relations). Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan
sebuah gambaran informasi dan pengetahuan tentang seberapa besar pengaruh
intensitas penggunaan kosmetik (make up) di kalangan remaja perempuan di DKI
Jakarta .

1.4.2. Manfaat Praktis


Hasil dari penelitan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan
informasi mengenai penggunaan kosmetik terhadap citra diri Remaja perempuan di
DKI Jakarta . Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar mahasiswa
Universitas Mercu buana untuk melihat karakteristik dan perilaku Remaja perempuan
di DKI Jakarta dalam menggunakan kosmetik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu inni menjadi salah satu acuan peneliti dalma melakukan
penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji
penelitian yang dilakukan. Dari penelitian terdahulu, peneliti tidak menemukan
penelitian dengan judul sama seperti judul penelitian. Namun, peneliti mengangkat
beberapa penelitian sebagai referensi dalam memperkaya bahan kajian pada
penelitian ini. Berikut merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal terkait :

Tabel 2.1.
Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Astrid Namira Majid Hubungan Penggunaan Sumbangan efektif (R2)
(2017) Kosmetika dengan Citra variabel Intensitas
Diri Remaja. Penggunaan Kosmetika
dalam mempengaruhi
variabel citra diri adalah
sebesar 0,045 atau 4,5%
yang berarti intensitas
penggunaan kosmetika
dapat mempengaruhi citra
diri remaja putri sebesar
4,5%.
Perbedaan: penelitian yang dilakukan oleh Astrid pada tahun 2017. Penelitian yang
dilakukan dengan metode kuantitatif dengan waktu penelitian yang berbeda dari
penelitian yang dilakukan penulis sebelumnya.
Kharisma Putri Hubungan antara Citra Hasil analisis regresi
Sunastiko,dll (2017) Diri (self imager) dengan sederhana mendapatkan r
perilaku Konsumtif dalam xy = -0,467 dengan p =
pembelilan produk 0,000 (p
kosmetik dikalangan
mahasiswi.
Perbedaan: Pada penelitian yang dilakukan oleh Kharisma, dll pada tahun 2017
terdapat perbedaan pada penelitian yang penelti sedang lakukan yaitu dalam
pengambilan teknik sampel yang digunakan. Selain itu, variabel y (terikat) yang
dpakai pada penelitian ini juga tidak sejenis.
Lita Donna Elianti (2018) Makna Penggunaan Make Hasil penelitian
Up sebagai Identitas Diri. menunjukkan bahwa
penggunaan make up
dikarenakan faktor
internal yaitu sadar akan
kekurangan fisik dan
kesukaan mahasiswi
terhadap make up, dan
faktor eksternal yaitu
pengaruh dari teman,
orang tua, beauty vlogger
dan tutorial video di
Youtube serta adanya
berbagai tuntutan dalam
pekerjaan dan organisasi.
Makna penggunaan make
up sebagai identitas diri
bagi mahasiswi adalah
keinginan untuk tampil
sempurna, ingin
mendapatkan perhatian
dari lingkungan
disekitarnya, dan adanya
kepuasan dan kebanggaan
dari dalam dirinya.
Perbedaan: Pada penelitian yang dilakukan oleh Lita pada tahun 2018, terdapat
perbedaan pada penelitian yang penelti sedang yaitu pada penggunaan metode
penelitian, peneliti menggunakan metode kuantitatif bukan kualitatif yang dilakuan
oleh lita.

2.2. Kajian Teoritis

2.2.1. Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu hal yang paling mendasar dan paling penting sehingga
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Komunikasi sudah menjadi kebutuhan di
masyarakat. Komunikasi dibagi menjadi beberapa bagian, di antaranya adalah komunikasi
antarpribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi publik dan komunikasi massa.
Perkembangan komunikasi memiliki manfaat yang sangat besar bagi manusia. Komunikasi
mampu memberikan kemudahan bagi manusia untuk memperoleh informasi, dalam
menunjang kelancaran segala aktivitasnya. Masyarakat menjadi lebih berkembang dengan
kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang ada. Saat ini, komunikasi dilakukan oleh
masyarakat untuk memenuhi tujuan tertentu.

Sederhananya komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari orang kepada


orang lain melalui media atau perantara hingga penerima pesan dapat menerima dan
memberikan feedback kepada pengirim pesan. Menurut Laswell dalam Mulyana (2007:69),
“(Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-
pertanyaan berikut) Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?” Atau
Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?

Seperti yang telah dipaparkan di atas dari definisi Laswell diungkap sebagai
komunikasi verbal sebagai berikut: unsur sumber (who) dapat dikatakan narasumber dari
penyampai pesan (says what) merupakan bahan untuk analisis isi. Saluran komunikasi (in
which channel) menarik untuk mengkaji analisis media. Unsur penerima pesan (to whom)
dilakukan untuk studi analisis publik. Unsur pengaruh (with what effect) berhubungan dengan
efek pesan yang timbul dari publiknya. Dari penjelasan tersebut peneliti menyimpulkan
bahwa komunikasi adalah suatu penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikannya
dengan melalui suatu media dan mendapatkan efek dari pesan yang disampaikan tersebut.
Jika dikaitkan dengan penelitian ini, di dalam penelitian ini peneliti ingin melihat efektivitas
penyampaian pesan yang dilakukan secara non verbal, yaitu ketika sesoarang
merepresentasikan dirinya menggunakan kosmetik.

Terlepas dari definisi menurut Laswell, komunikasi adalah suatu bentuk yang sangat
penting bagi kehidupan manusia, karena tanpa adanya komunikasi kita sebagai manusia tidak
akan bisa hidup secara individu saja. Dimana tujuan dari komunikasi adalah kita sebagai
manusia harus memberikan pesan yang mencapai tujuan yang diinginkan. Jenis komunikasi
pun ada dua yaitu komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi
yang disampaikan dengan kata-kata dan dilakukan secara langsung. Sedangkan komunikasi
non verbal adalah proses komunikasi melalui bahasa isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah
dan simbol-simbol dalam penyampaian sebuah pesan. Komunikasi non verbal ini banyak
sekali manusia yang salah dalam menerima pesan atau message yang disampaikan dari
komunikator (orang yang memberikan pesan) kepada si komunikan (orang yang menerima
pesan). Penyampaian pengertian antarindividu. Pengertiannya adalah dimana manusia
menyampaikan maksud dan tujuan dari orang yang satu kepada orang lainnya. Komunikasi
menjadi suatu pusat dimana suatu sumber menyampaikan pesan kepada seseorang penerima
dengan berupaya mempengaruhi perilaku yang menerima pesan tersebut. Morissan dan
Wardany (2009: 17-21) menjelaskan definisi tentang elemen komunikasi:

1. Komunikator, adalah proses dimulai atau berawal dari sumber (source) atau pengirim
pesan, yaitu dimana gagasan, idea atau pikiran berasal, yang kemudian akan
disampaikan kepada pihak lainnya yaitu penerima pesan.

2. Enkoding, dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan sumber untuk


menerjemahkan pikiran dan ide-idenya ke dalam suatu bentuk yang dapat diterima
oleh indra pihak penerima.

3. Pesan, yang disampaikan manusia dapat berbentuk sederhana namun bisa


memberikan pengaruh yang cukup efektif.

4. Saluran, adalah jalan yang dilalui pesan untuk sampai kepada penerima.
5. Dekoding, adalah kegiatan untuk menerjemahkan atau menginterprestasikan pesan-
pesan fisik ke dalam suatu bentuk yang memiliki arti bagi penerima.

6. Komunikan, adalah sasaran atau target dari pesan. Penerima sering pula disebut
dengan “komunikan”. Penerima dapat berupa satu individu, satu kelompok, lembaga,
atau bahkan suatu kumpulan besar manusia yang tidak saling mengenal.

7. Umpan balik, adalah tanggapan atau respons dari penerima pesan yang membentuk
dan mengubah pesan berikut yang akan disampaikan sumber. Umpan balik menjadi
tempat perputaran arah dari komunikasi. Artinya, sumber pertama, kemudian
menjadi penerima, sementara penerima pertama menjadi sumber baru.

Sedangkan merujuk pada teori yang digunakan oleh peneliti yaitu Teori
Pembelajaran Sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura (1969) alam Karlinah
(2007:64) teori ini menjelaskan bahwa pemirsa meniru apa yang mereka lihat di media
(televisi), melalui suatu proses pembelajaran hasil pengamatan. Dengen melihat
maraknya kosmetik yang digunakan oleh para influencer dan blogger membuat remaja
melakukan peniruan untuk menggunakan kosmetik.

Komunikasi sendiri terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu


pesan yang disampaikan oleh si pengirim pesan (komunikator) kepada si penerima
pesan (komunikan). Dengan berkumpulnya peserta didik (komunikan) yang sama-
sama menyukai animasi, proses penambahan pengetahuan (dari yang tidak tahu
menjadi tahu), perubahan sikap (dari yang tidak setuju menjadi setuju), menjadi lebih
mungkin terjadi. Menurut Bandura dalam buku Charles dkk, (2014:365) disebutkan
teori pembelajaran sosial adalah mengamati perilaku orang lain, termasuk perilaku
tokoh di media, orang dapat mengembangkan pedoman untuk bertindak sendiri di
kemudian hari atau terdorong untuk memperagakan perilaku yang sebelumnya
dipelajari. Belajar melalui pengamatan dipengaruhi empat proses yang dikontrol oleh
keterampilan dan perkembangan kognitif pengamat. Yaitu :

a. Pertama, perhatian pada model-model tertentu dan perilakunya, dipengaruhi oleh


sumber dan aspek-aspek kontekstual, misalnya, daya tarik, relevansi, kebutuhan
fungsional dan valensi afektif.
b. Kedua , proses retensi fokus pada kemampuan untuk menggambarkan secara simbolis
perilaku yang diamati dan konsekuensi-konsekuensinya, serta mengulang urutannya.
Produksi fokus pada penerjemahan gambaram-gambaran simbolis menjadi tindakan,
mereproduksi perilaku dalam konteks yang terlihat tepat dan mengoreksi kekeliruan
berdasarkan umpan balik yang diterima.
c. Terakhir, proses motivasional memperngaruhi perilaku gambaran simbolis mana yang
akan diperagakan berdasarkan bentuk balensi penguatannya (positif atau negatif).
Karena belajar dengan mengamati berlangsung melalui gambaran-gambaran simbolis,
besar kemungkinan efeknya akan berlangsung lama. Keyakinan akan kesanggupan
membentuk diri sendiri diyakini sangat penting bagi pemeragaan perilaku.

2.2.1.1. Model Kommunikasi


Sumber :

Charles r. dkk. 2014. Handbook ilmu komunikasi. Nusa media: Bandung

Mangkuprawira, S.Tb. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Bogor:


Ghalia Indonesia.

Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Morrisan , Andy Wardany Corry. 2009. Teori Komunikasi, Bogor: Ghalia Indonesia.

Nurwati, Nunung, dkk. 2016. Pengaruh Media Sosial Terhadap Perilaku Remaja.
Vol 3. Bandung: Universitas Padjajaran.

Sarlito Wirawan Sarwono. 2012. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Ruslan, Rosady. 2016. Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.

Tranggono, Latifah. Buku pegangan ilmu pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT.


Gramedia Pustaka Utama.

Website :

https://www.suara.com/health/2018/09/26/163743/streorotif-cantik-buat-tidak-
percaya-diri-ini-kata-psikolog diakses pada 11 September 2019, pukul 02:34
WIB

https://marketeers.com/menganalisa-konsumsi-kosmetik-perempuan-milenial-
indonesia/ diakses pada 11 September 2019 pukul 3:24 WIB

https://kemenperin.go.id/artikel/18957/Industri-Kosmetik-Nasional-Tumbuh-20
diakses pada 11 September 2019 pukul 21:43 WIB

https://lifestyle.sindonews.com/read/1304631/186/makeup-membantu-wanita-
perbaiki-mood-dan-kepercayaan-diri-1525955681 dikases pada 13 September
2019 Pukul 00:11 WIB

Anda mungkin juga menyukai