Anda di halaman 1dari 6

NASKAH POLEMIK

Tolak Ukur Kecantikan Di Indonesia

Karya : Wulan Adekantari

(Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Kaifiyat
Mujadalah)

Dosen Pengampu:

Dr. H. Aep Kusnawan, M.Ag.

Hj. Yuyun Yuningsih, S.Sos.I, M.Ag.

Disusun Oleh:

Ine Mutmainnah 1224040051

PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

2023/2024
TOLAK UKUR KECANTIKAN WANITA INDONESIA

Oleh: Wulan Adekantri

(Sebagai artikel yang akan ditanggapi di dalam naskah polemik)

Standar kecantikan merupakan salah satu hal yang melekat pada wanita. Standar kecantikan ini
muncul karena adanya stigma masyarakat bahwa cantik itu harus putih, tinggi, langsing dan
lain-lain. Sedangkan seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan
yang banyak memiliki perbedaan pada setiap daerahnya yang berupa budaya, ras, suku, agama
termasuk warna kulit yang lebih di dominasi oleh sawo matang.

Adanya stigma bahwa cantik itu harus putih mulus, langsing, tinggi, rambut lurus, yang seolah-
olah berorientasi terhadap peuntutan wanita itu harus sempurna. Padahal pada kenyataannya,
perempuan Indonesia tidak semuanya memiliki fisik tersebut sehingga cara satu-satunya untuk
memenuhi standar kecantikan tersebut mereka memodifikasi tubuh mereka entah
menggunakan make up, diet, operasi plastik, bahkan semua mereka lakukan agar dapat
memenuhi standar kecantikan yang ada. Di Indonesia sendiri standar kecantikannya di
pengaruhi oleh beberapa kultur dari beberapa negara yang pernah singga di Indonesia.

Sejarah adanya standar kecantikan ini di mulai terbentuk dari masa-masa kolonial Belanda.
Hal ini dijelaskan oleh Luh Ayu Saraswati, Profesor Kajian Wanita dari Universitas Hawaii,
dan penulis “Seeing Beauty, Sensing Race in Transnational Indonesia” mengatakan, di masa
pra-penjajahan Belanda, putih tak melulu dilekatkan dengan ras, melainkan sekadar warna.

Setelah itu mulailah muncul sebuah kepercayaan dan stigma yang berkembang. Putih bukan
lagi hanya sekadar warna, tetapi juga dicitrakan lebih baik dan bersih ketimbang hitam. Standar
kecantikan di Indonesia juga di pengaruhi oleh beberapa media yang selalu menunjukkan
bahwa cantik itu harus putih, langsing, tinggi tetapi mereka tidak menunjukkan cantik dari sisi
yang berbeda sepeti dari wanita timur yang cenderung memiliki warna kulit yang lebih gelap
serta rambut yang kering. Oleh sebab itu, karena mereka tidak terbiasa melihat itu maka mereka
masih cenderung berpikir bahwa cantik itu harus putih.

Standar kecantikan juga tercipta dari patriarki yang merupakan sistem terhadap perbedaan
kedudukan antara perempuan dan laki-laki. Hal itu berdampak terhadap bentuknya berbagai
macam percekcokan kelas. Salah satunya standar kecantikan yang di ciptakan untuk mereduksi
nilai perempuan dimana di tuntut untuk terlihat feminim dimana wanita memiliki kodrat harus
cantik dan enak untuk di pandang. Standar kecantikan ini juga menjelaskan bahwa perempuan
itu statusnya inferior yang seolah-olah fisiknya saja yang di utamakan sedangkan kualitas
mereka miliki tidak terlalu di pentingkan.

Alasan mengapa perempuan sangat mementingkan fisik mereka di karenakan sejak kecil yang
dibahasakan dari diri mereka melulu berupa hal fisik entah dari keluarganya ataupun dari
lingkaran pertemanannya. Fisik merupakan suatu pembahasan yang kerap mereka dengar,
dimana perempuan dari kecil hingga dewasa selalu menjadi target objektifikasi yang akhirnya
banyak perempuan yang berpikiran penampilan mereka lebih penting dari pada aspek lainnya
dan mereka akan berusaha untuk mencapai standar kecantikan itu.

Munculnya stereotip dan stigma tersebut dalam moralitas masyarakat yang hari ini
berkembang, hal itu tentu berpengaruh terhadap kesehatan mental. Sehingga membuat wanita
menjadi tidak percaya diri dan pada akhirnya membuat mereka berlomba-lomba untuk
memenuhi standar kecantikan tersebut. Padahal kita ketahui bahwa Indonesia terdiri dari
beraneka ragam budaya, suku, serta ras yang berbeda-beda. Oleh karena itu, setiap wilayah di
Indonesia tentu memiliki ukuran cantik yang harusnya berbeda-beda juga sebagai identitas dan
integritas masyarakatnya.

Kita luput membedakan mana hal yang merupakan keinginan dan kebutuhan. Sebab, itu adalah
dua makna dan orientasi yang tentunya berbeda. Saya rasa dengan menggunakan nalar yang
kritis kita dapat menghalau segala hal yang tentunya dapat menciderai nilai-nilai wanita
sebagai manusia.

Wanita bukan objek yang ditawarkan dalam pasar kemanusiaan untuk dipilih dan ditindas!
NASKAH POLEMIK TOLAH UKUR KECANTIKAN

(Tanggapan terhadap tulisan Wulan Adekantari)

Oleh: Ine Mutmainah

A. PENDAHULUAN
Pada hakikatnya, setiap Wanita itu diciptakan cantik dengan masing masing
keunikannya, apapun warna kulitnya, rambut, bentuk tubuh, dan lainnya kerena Allah
menciptakan manusia dengan bentuk yan paling sempurna. Namun seiring berkembangnya
zaman dan pengaruh modernisasi mulalah bermunculan sebuah trend kecantikan dan kini
definisi cantik memiliki standarnya.
Perempuan dan kecantikan, tentu menjadi dua hal yang sulit untuk dikesampingkan.
Merambahnya sejumlah kontes kecantikan seolah menjadi ajang sekaligus wadah bagi
perempuan untuk menampilkan kemampuan untuk mencapai sebuah konsepsi “cantik”
sesuai dengan kriteria tertentu. Realitas kecantikan ideal kemudian menjadi “standar” bagi
perempuan dan dianggap sebagai sebenar-benarnya realitas karena besarnya pengaruh
media. hal ini pada dasarnya dikarenakan konsep “cantik” dan “kecantikan” tanpa disadari
tertanam dan dipahami kemudian disepakati sebagai sebuah standar yang tanpa
disampaikan secara lisan pun hal tersebut tergambarkan dari bagaimana media
menggambarkan kecantikan dengan menampilkan orang-orang yang memiliki kriteria
tertentu.
Kritik atas standar kecantikan bentukan media pun banyak disampaikan dan dituangkan
dalam konten media sosial, sehingga mulai ada perubahan-perubahan dalam cara pandang
untuk menetapkan standar “cantik” dan “kecantikan”, meskipun demikian konsep cantik
dan standar kecantikan tersebut tidak berlari jauh dari konsep yang sebelumnya tentang
“cantik” dan kecantikan” dimana putih, tinggi, lansing masih menjadi tolak ukur pertama
dalam memandang kecantikan seseorang.
B. PEMBAHASAN

Zaman sekarang ini sudah tidak asing lagi ketika menjumpai orang berlomba-lomba
dalam hal kecantikan, dimulai dari wajah glowing, hidung mancung, bibir merah, kulit
kenyal, mulus, dan masih banyak lagi. Hal itu seakan-akan menjadi tolak ukur kecantikan
menurut mereka. Sehingga tidak heran segala cara akan mereka lakukan dengan senang
hati guna mencapai kriteria tersebut, dari penggunaan berbagai merek make up atau berupa
perawatan-perawatan lainnya. Bahkan nekat memakai produk luar negeri sekalipun.

Hal ini sudah menjadi trend budaya yang terjadi sekarang oleh kebanyakan orang,
bahkan banyak dari mereka yang lebih mengutamakan style tersebut dalam hal performa.
Islam memang tidak melarang untuk berhias bagi laki-laki maupun perempuan, bahkan
berhias atau berdandan lebih ditekankan bagi kaum hawa. Benar jika islam menginginkan
agar manusia tampil indah tapi tidak dengan cara yang berlebihan.

Selain itu, ada juga perbedaan kultural yang beraneka ragam mengenai pandangan
tentang kecantikan fisik itu sendiri. Misalnya saja, pandangan kebudayaan bangsa Mesir
pada era Firaun tentang kecantikan fisik berbeda dengan pandangan bangsa Persia.
Sementara itu, kebudayaan bangsa Arab, yang diwakili oleh para penyairnya, mempunyai
pandangan lain yang di satu sisi mungkin memiliki perbedaan dan di sisi lain mempunyai
kesamaan dengan pandangan-pandangan di atas.

Kebanyakan kaum pria tertarik kepada wanita karena penampilan fisik sang wanita. Hal
ini bisa dilihat dari beberapa penilaian atas teks-teks sastra, syair, dan juga karya-karya seni
lainnya, serta ditunjang juga oleh beberapa penelitian modern yang menyebutkan bahwa
penampilan fisik wanita lebih cepat menarik pria ketimbang daya tarik penampilan fisik
pria terhadap wanita. Kebanyakan pria memilih wanita karena penampilan fisiknya,
sekurang- kurangnya pada saat ia melihatnya untuk pertama kali. Pemilihan yang
berdasarkan penilaian fisik ini, entah disadari atau tidak, merupakan dasar bagi semua
hubungan lainnya.

Islam adalah agama yang cinta akan kebersihan dan juga keindahan. Salah persepsi
ketika kita menganggap islam melarang dalam hal memperindah dan mempercantik diri –
Sama seperti halnya wanita yang berdandan untuk mempercantik diri – Karena hal ini
sudah tercantum dalam al-qur’an surah al- A’raf, bahwasanya Allah bersabda yang artinya:

“Hai anak-anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (masuk) masjid”.
Namun ada hal yang perlu diperhatikan khususnya bagi kaum wanita yang senang
berpenampilan mengikuti trend budaya saat ini yaitu larangan “bertabarruj”.

Dapat dipahami bahwa Al-Qur’an tidak pernah melarang hambanya untuk


berpenampilan menarik dan merawat tubuh. Selama penampilan itu tidak melewati batas
norma-norma sosial dan agama. Cantik yang sebenarnya memang terletak pada keshalihan.
Sesungguhnya Allah Swt. menciptakan manusia dengan bentuk yang sebaik-baiknya.
Karena itu, setiap perempuan hakikatnya adalah cantik. Jika ada anggapan bahwa si A
cantik dan si B tidak cantik, maka yang salah adalah penilaian manusia. Karena itu, tidak
patut bagi wanita yang diberikan kecantikan fisik merasa lebih baik dan lebih cantik dari
yang lainnya.

Sebab, kecantikan fisik tidaklah abadi. Secantik apa pun seorang perempuan, sejatinya
dia tidak akan mampu menolak tua. Karena itu, jika seseorang hanya fokus pada kecantikan
fisiknya, tetapi lalai mempercantik akhlak dan hatinya, niscaya kecantikannya akan hilang
tak tersisa. Lihat berapa banyak perempuan yang tiga puluh tahun lalu masih menjadi gadis
cantik, tetapi saat ini kulit wajahnya mulai berkerut, fisiknya mulai rapuh, rambutnya
perlahan memutih, ingatannya tak sekuat dahulu, bahkan penglihatannya pun mulai kabur.

Tak dimungkiri, banyak perempuan yang mampu menjaga kecantikannya dengan


berbagai cara. Mulai dari memperbaiki wajah, sulam alis dan bibir, tanam bulu mata, hingga
rela melakukan operasi demi menyempurnakan kecantikan. Namun, hal itu hanyalah
memperlambat penuaan, bukan menghilangkannya. Di sisi lain, mempercantik diri dengan
mengubah bentuk-bentuk fisik merupakan perbuatan terlarang dalam agama, utamanya
Islam. Karenanya, wahai wanita, jangan hanya fokus memperbaiki penampilan fisik yang
tidak dibawa mati.

C. PENUTUP

Keinginan untuk menjadi cantik dan berpenampilan menarik sudah menjadi naluri
seorang wanita, mulai dari anak-anak sampai yang berumur tua karena pada dasarnya
wanita sangat menyukai keindahan Bagi wanita yang merasa kurang cantik dan tidak
berpenampilan menarik, bukan berarti tidak bisa berkarya, diasingkan atau tidak bisa
bersaing dalam dunia kerja atau pendidikan. Banyak wanita yang tidak begitu cantik tapi
lebih berprestasi dibandingkan wanita yang hanya mengandalkan cantik dan penampilan
menariknya. Bersyukur sekali jika merasa cantik ditambah dengan akhlaq, prestasi dan budi
pekerti yang baik.

Sumber: https://komap.umy.ac.id/tolak-ukur-kecantikan-di-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai