Anda di halaman 1dari 4

''Gunungan Emas'' karya Achmad Sadali

1. Identitas Karya :
Gunungan Emas / The Golden Mountain (1980)
Cat minyak, kayu, kanvas / Oil, wood, canvas, 80 x 80 cm, Inv. 176/SL/A

2. Identifikasi keunikan gagasan :


Lukisan Achmad Sadali, Gunungan Emas, 1980 ini merupakan salah satu ungkapan
yang mewakili pencapaian nilai religiusitasnya. Warna-warna berat, noktah dan lubang, serta
guratan-guratan pada bidang bisa mengingatkan pada citra misteri, arhaik, dan kefanaan.
Tanda segi tiga, konstruksi piramida memberikan citra tentang religisitas. Lebih jauh lagi
lelehan emas dan guratan-guratan kaligrafi Al Quran dapat memancarkan spiritualitas islami.
Semua tanda-tanda tersebut hadir dalam lukisan-lukisan Sadali, sehingga ekspresi yang
muncul adalah kristalisasi perenungan nilai-nilai religius, misteri dan kefanaan.

Sumber :
http://www.kassa9.com/stores/mediapromo/news.php?id=2289

3. Latar belakang :
Pemikiran seperti itulah yang selalu diulang-ulang dalam ceramah-ceramah Ahmad
Sadali, yang saat itu memangku dua peran : tokoh senirupa yang mempelopori seni lukis
abstrak di Indonesia dan juga pemuka agama Islam yang sering memberikan ceramah di
masjid. Sadali menuangkan idea tersebut dalam seri gunungan. Segitiga gunungan menguasai
komposisi kanvas Sadali sejak tahun 1971 sampai akhir hayatnya. Kabupaten Garut tempat
Sadali dilahirkan, dikelilingi oleh gunung-gunung. Kalau timbul sketsa komposisi segitiga,
maka itulah suatu refleksi gunung dalam batin Sadali. Segitiga bermakna tiga unsur : Tuhan
disebelah atas (puncak), sudut manusia di kiri-kanan dan sudut alam disebelah bawahnya.
Istilah Gunungan muncul dari dunia pewayangan. Dari sekian banyak boneka dalam satu
kotak wayang kulit purwa, kita mengenal gunungan atau kayon. Gunungan bentuknya
meruncing mirip gunung. Gunungan juga disebut kayon karena salah satu unsur pokok yang
terdapat di dalamnya berupa kayu (pohon). Gambar pohon dalam gunungan melambangkan
pohon kehidupan atau sumber ilmu pengetahuan.
Bagi orang Jawa, Gunungan menjadi lambang hidup dan penghidupan. Di dalamnya
berisi filsafat sangkan paraning dumadi (asal dan tujuan hidup), anasir makrokosmos dan
mikrokosmos yakni jagad gede, alam semesta beserta isinya dan jagad cilik, pribadi manusia
serta tatanan atau tingkatan kehidupan manusia. Filsafat pewayangan membuat orang
merenungkan hakekat, asal dan tujuan hidup, manunggaling kawula Gusti (hubungan gaib
antara dirinya dengan Tuhan), kedudukan manusia dalam alam semesta, dan sangkan
paraning dumadi (kembali ke asal) yang dilambangkan dengan tancep kayon oleh sang
dalang pada akhir pagelaran. Konon kata kayon berasal dari bahasa Arab khayyu yang
berarti hidup. Kayon atau Gunungan adalah pembuka dan penutup pagelaran wayang kulit.
Pembukaan ditandai dengan pencabutan kayon. Dan kayon juga digunakan sebagai pembatas
tiap-tiap adegan atau sebagai tanda pergantian waktu. Sebelum wayang gunungan
ditancapkan ditengah pakeliran, wayang-wayang yang lain belum hidup, bahkan
peletakannya di dalam kotak pun menempati posisi paling atas.
Pengertian lain adalah, bentuk gunungan seperti tumpeng. Gunungan menjadi
lambang hidup atau penghidupan. Karena orang Jawa senang berkumpul, melakukan
pekerjaan bersama-sama secara gotong royong. Demikian pula apabila berhasil dalam
mengerjakan sesuatu, maka orang Jawa melakukan upacara pesta dalam bentuk syukuran
dengan cara memotong tumpeng, nasi yang susunannya dibuat mengerucut seperti gunung.
Nilai-nilai itulah yang dalam masyarakat Jawa berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi tata
kelakuan manusia dalam rangka menjaga keteraturan sosial masyarakat. Sesuatu yang baik,
sesuatu yang diinginkan, yang pantas, yang berharga, yang mempengaruhi perilaku sosial
orang yang memiliki nilai tersebut. Sadali menerjemahkan gunungan dalam kanvasnya yang
disilang diagonal dari ujung satu ke sudut kanvas lainnya, membentuk tanda X yang
memisahkan 4 bidang dimana masing-masing bidang mempunyai arti yang tersendiri. Bidang
bawah menggambarkan alam, bidang atas adalah Tuhan. Dua bidang disamping kiri dan
kanan adalah manusia. Manusia harus hidup harmonis, karenanya diletakkan dalam bidang
yang sejajar di kiri dan kanan. Segitiga gunungan bisa juga mempunyai makna lain, Sadali
kadang-kadang memaknai sebagai hubungan keluarga. Tuhan di puncak, Sadali di bawah,
Atika istrinya dan Ravi putranya di kiri-kanan. Ravi adalah satu-satunya putra beliau. Posisi
atas dalam kanvas-kanvas Sadali adalah porsi yang diberikan untuk Tuhan.

Sumber :
http://syakieb-sungkar.blogspot.com/2012/02/sadali_17.html
4. Latar belakang Pelukis :
Ahmad Sadali adalah seorang pelukis yang diakui luas memiliki
reputasi di tingkat nasional, regional dan Dunia Islam. Dalam sejarah
seni rupa modem Indonesia, Ahmad Sadali dikenal sebagai Bapak
Seni Lukis Abstrak dan salah seorang perintis seni rupa bernafas
Islam. Paduan antara seniman, akademikus, dan aktivis pergerakan
Islam merupakan fenomena unik dalam dunia seni rupa modem yang
berpijak pada prinsip otonomi seni dan keterpisahan seni dari bidang
kehidupan lain seperti politik, moralitas, dan agama. Di pihak lain, dari
sudut pandang keislaman, sosok dai dan aktivis Islam yang berpadu
dengan pelukis modern sekuler merupakan hal yang tidak lazim. Kondisi yang nampak
paradoksal ini menghadirkan permasalahan ilmiah yang menarik untuk diteliti: sebagai
seorang seniman yang sepanjang hidupnya memegang teguh nilai-nilai keislaman, apakah
karya-karyanya mencerminkan nilai-nilai itu? Bagaimanakah pengaruh kecenderungan
personal dan kultural pada bentuk karyanya? Di mana letak otentisitas Ahmad Sadali dalam
konteks kemodernan dan keislaman? Bagaimanakah makna dan kontribusi karyanya
dikaitkan dengan masalah modernitas dan spiritualitas Islam?
Penelitian ini mencakup hubungan antara karya Ahmad Sadali dengan faktor internal
dan eksternal (personal dan kultural). Kajian karya Ahmad Sadali dalam konteks modernitas
dan spiritualitas Islam, dan penafsiran makna dan otentisitas karya Ahmad Sadali. Hasil
penelitian mengungkapkan bahwa bentuk kepribadian Ahmad Sadali
merepresentasikan kepribadian Muslim modernis yang berpijak pada sumber ajaran
kerohanian Islam, Tauhid. Sedang dalam konteks modernitas, karya Ahmad Sadali
menjangkau tiga wilayah utama: estetik, kultural, dan intelektual. Pada wilayah estetik, karya
Sadali merupakan perwujudan pembaharuan berupa penemuan medium pada prada emas,
teknik tekstur, tema gunungan, kaligrafi serta gaya seni abstrak meditatif. Karya Sadali juga
menunjukkan kehadiran modernitas estetik yang berbeda dari modernitas estetik Barat yang
menjauhkan seni dari nilai spiritualitas. Dalam karya Sadali, nilai spiritualitas menjadi nilai
utama yang mampu mengembalikan nilai mitis, ibadah, dan puitis ke dalam ungkapan
artistik. Pada wilayah kultural, gaya abstrak meditatif Sadali menjadi aliran seni yang
melibatkan tokoh seniman lain, dan mengarus sebagai bentuk budaya keislaman. Sementara
itu, secara intelektuai, pemikiran estetika Ahmad Sadali yang menyatukan antara rasa, rasio,
dan iman dalam satu kesatuan integral merupakan bentuk pemikiran yang mengoreksi
modernisme.
Dalam konteks spiritualitas Islam, karya Sadali mewujudkan nilai Tauhid, karya seni
sebagai pembentuk lingkungan hidup dan pemuliaan martabat benda, nilai keabstrakan,
kaligrafi, dan fungsi seni sebagai pengingat hakekat ketuhanan, dzikir, tasbih, dan tahmid.
Dengan demikian, baik dalam konteks modernitas maupun spiritualitas Islam, karya Sadali

dapat ditafsirkan mengandung makna dan peran tazkiyah, celupan atau penyucian seni
modem atau spiritualisasi modernitas. Dari sisi yang lain, is memiliki makna dan peran
memodernisasi seni Islam. Kontribusi ilmiah hasil penelitian mencakup penemuan konsep
modernitas yang berbeda dari konsep modernitas yang berlaku selama ini dan
teridentifikasikannya keberadaan paradigma seni dan budaya keislaman di Indonesia dengan
karya Ahmad Sadali sebagai salah satu tonggak yang penting.
Lukisan Achmad Sadali, Gunungan Emas, 1980 ini merupakan salah satu ungkapan
yang mewakili pencapaian nilai religiusitasnya. Sebagai pelukis abstrak murni Sadali
memang telah lepas dari representasi bentuk-bentuk alam. Namun demikian, dalam bahasa
visual semua bentuk yang dihadirkan seniman dapat dibaca dengan berbagai tingkatan
penafsiran. Dalam usian peradaban yang ada, manusia telah terbangun bawah sadarnya oleh
tanda-tanda yang secara universal bisa membangkitkan spirit tertentu. Warna-warna berat,
noktah dan lubang, serta guratan-guratan pada bidang bisa mengingatkan pada citra misteri,
arhaik, dan kefanaan. Tanda segi tiga, konstruksi piramida memberikan citra tentang
religisitas. Lebih jauh lagi lelehan emas dan guratan-guratan kaligrafi Al Quran dapat
memancarkan spiritualitas islami. Semua tanda-tanda tersebut hadir dalam lukisan-lukisan
Sadali, sehingga ekspresi yang muncul adalah kristalisasi perenungan nilai-nilai religius,
misteri dan kefanaan.
Pembacaan tekstual ikonografis itu, telah sampai pada interprestasi imaji dan
pemaknaan bentuk. Namun demikian karena Sadali selalu menghindar dengan konsep
eksplisit dalam mendeskripsikan proses kreatifnya, maka untuk menggali makna simbolis
karya-karyanya perlu dirujuk pandangan hidupnya. Sebagai pelukis dengan penghayatan
muslim yang kuat, menurut pengakuannya renungan kreatifitas dalam melukis sejalan dengan
penghayatannya pada surat Ali Imron, 190 191 dalam Al Quran. Ia disadarkan bahwa
sebenarnya manusia dianugerahi tiga potensi, yaitu kemampuan berzikir, berfikir, dan
beriman untuk menuju manusia ideal dan paripurna (Ulul-albab). Menurut Sadali daerah
seni adalah daerah zikir. Makin canggih kemampuan zikir manusia, makin peka mata
batinnya. Dalam lukisan Gunungan Emas ini dapat dilihat bagaimana Sadali melakukan
zikir, mencurahkan kepekaan mata batinnya dengan elemen-elemen visual.

Sumber :
http://hilmanmuchsin.blogspot.com/2010/02/interpretasi-karya-ahmad-sadali-dalam.html

Anda mungkin juga menyukai