Anda di halaman 1dari 37

AHMAD SADALI

ARTIKEL
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Sejarah Seni Rupa Indonesia
yang dibina oleh Bapak Drs. Hariyanto, M.Hum

oleh
Ainun Maghfiroh
(150251603877)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SENI DESAIN
DESEMBER 2015
AHMAD SADALI
(1924 -1987)
PROFIL SINGKAT

Ahmad Sadali Lahir di Garut  Jawa Barat tanggal 29 Juli 1924


Pendidikan :
 HIS Boedi Prijaji di Garut
 MULO Pasoendan, Tasikmalaya (1941)
 AMS dan SMT di Yogyakarta (1945)
 Fakultas Teknik Universitas Indonesia jurusan Seni Rupa di
Bandung (sekarang ITB)
 Departement of Fine Arts
 State University of Iowa, Iowa City, Amerika Serikat
 Arts Teachers College, Columbia University
 York, Amerika Serikat
 Art Student League

Profesi :
 Dosen ITB (1953)
 Pembantu Rektor urusan Kemasyarakatan ITB
 Profesor Seni Rupa
 Pelukis
 Pematung

Ahmad Sadali putra dari Haji Muhammad Djamhari dikenal hampir semua
orang. Ia saudagar batik, pengusaha percetakan, pemilik sawah dan kebun. Karena
itu, tak ada kesulitan menyekolahkan Dali dan saudara-saudaranya.
Mulai mengikuti pameran bersama pada 1951. Sejak itu Dali mencatat hampir 40
kali pameran, tujuh diantaranya pameran tunggal. Ia menerima anugerah seni dari
pemerintah Indonesia, dan dianggap sebagai salah seorang perintis seni lukis
abstrak Indonesia. Imajinasi abstrak yang total merupakan pegangan kreasi Sadali
yang kemudian terjelma dalam susunan warna yang jernih. Dengan aksentuasi
pada warna emas perada, yang mengisi dan membentuk bidang-bidang.
Warna-warna, kepingan-kepingan, bersit-bersit kejutan dari torehan emas
perada, arahnya masih tetap satu, misteri. Sesuatu yang tak terjangkau, tetapi yang
amat besar dan berkuasa. Sadali tak habis-habisnya menjangkau kebesaran Ilahi.
Lukisan-lukisannya kadang kala memang boleh dicurigai, karena bertopang pada
sesuatu yang menyebabkan orang harus memperhitungkannya. Ia bicara tentang
sesuatu yang samar, sesuatu yang agung dan indah. Tetapi karena teknik dan
intensitasnya telah mencapai kadar tertentu sehingga kita merasa ada kejujuran
dalam pencarian, ia jadi meyakinkan. Sadali mengantarkan kita ke kaki Tuhan
dengan bidang-bidang yang kaya, berwarna dan tak kehilangan emosi. Ia menjalin
hubungan kita dengan dunia yang tak pernah benar-benar terjangkau itu.
Bukan hubungan atasan-bawahan, bukan hubungan kering, melainkan
mesra. Rasa ketulusan dan kesungguhan tidak buyar karena nyala warna.
Kemanisannya tak mengurangi kegempalannya. Pada 30 Desember 1978,
lukisannya terpilih sebagai satu di antara tiga lukisan terbaik (bersama Lian Sahar
dan Srihadi) pada Pameran Besar Seni Lukis Indonesia di TIM, Jakarta. Dalam
lukisan yang berjudul Bidang Omber dan Sisa-sisa Emas, Sadali tampil dengan
latar gelap kehitaman. Di sana sini pada tempat yang tepat, ada pancaran warna
emas. Komposisi lukisan vertikal pada bidang gambar yang horisontal.
Menikah dengan Atikah, profesor yang senang musik klasik, membaca
dan bertamasya ini merupakan ayah seorang anak tunggal lelaki. Ia mengetuai
Komite Nasional untuk International Association of Arts dan Pusat Perhimpunan
Kebudayaan Indonesia-Prancis.
AHMAD SADALI - PELUKIS, MUBALIGH, AKTIVIS

    Achmad Sadali, dilahirkan di Garut Wetan, 29 Juli 1924. Ia menempuh


pendidikan seni rupa di ITB, di bawah bimbingan Ries Mulder. Ia kemudian
memperoleh beasiswa dari Rockefeller Foundation untuk belajar ke Amerika
Serikat di Iowa State University dan juga New York Art  Student League, 1956-
1957. Sekembali dari belajar di Amerika, Sadali mulai mengembangkan gaya seni
lukisnya yang khas dalam corak abstrak yang kemudian dipadukannya dengan
tema-tema spiritualitas dan mistisisme Islam. Ia menerima Anugerah Seni dari
Pemerintah RI, 1972. Karya lukisnya pernah memenangkan hadiah utama pada
Biennal Seni Lukis Nasional di tahun 1974 dan 1978.
    Ahmad Sadali adalah seorang pelukis yang diakui luas memiliki reputasi di
tingkat nasional, regional dan Dunia Islam. Dalam sejarah seni rupa modem
Indonesia, Ahmad Sadali dikenal sebagai Bapak Seni Lukis Abstrak dan salah
seorang perintis seni rupa bernafas Islam. Paduan antara seniman, akademikus,
dan aktivis pergerakan Islam merupakan fenomena unik dalam dunia seni rupa
modem yang berpijak pada prinsip otonomi seni dan keterpisahan seni dari bidang
kehidupan lain seperti politik, moralitas, dan agama. Di pihak lain, dari sudut
pandang keislaman, sosok dai dan aktivis Islam yang berpadu dengan pelukis
modern sekuler merupakan hal yang tidak lazim. Kondisi yang nampak
paradoksal ini menghadirkan permasalahan ilmiah yang menarik untuk diteliti:
sebagai seorang seniman yang sepanjang hidupnya memegang teguh nilai-nilai
keislaman, apakah karya-karyanya mencerminkan nilai-nilai itu? Bagaimanakah
pengaruh kecenderungan personal dan kultural pada bentuk karyanya? Di mana
letak otentisitas Ahmad Sadali dalam konteks kemodernan dan keislaman?
Bagaimanakah makna dan kontribusi karyanya dikaitkan dengan masalah
modernitas dan spiritualitas Islam?
    Penelitian ini mencakup hubungan antara karya Ahmad Sadali dengan faktor
internal dan eksternal (personal dan kultural). Kajian karya Ahmad Sadali dalam
konteks modernitas dan spiritualitas Islam, dan penafsiran makna dan otentisitas
karya Ahmad Sadali. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa bentuk kepribadian
Ahmad Sadali merepresentasikan kepribadian Muslim modernis yang berpijak
pada sumber ajaran kerohanian Islam, Tauhid. Sedang dalam konteks modernitas,
karya Ahmad Sadali menjangkau tiga wilayah utama: estetik, kultural, dan
intelektual. Pada wilayah estetik, karya Sadali merupakan perwujudan
pembaharuan berupa penemuan medium pada prada emas, teknik tekstur, tema
gunungan, kaligrafi serta gaya seni abstrak meditatif. Karya Sadali juga
menunjukkan kehadiran modernitas estetik yang berbeda dari modernitas estetik
Barat yang menjauhkan seni dari nilai spiritualitas. Dalam karya Sadali, nilai
spiritualitas menjadi nilai utama yang mampu mengembalikan nilai mitis, ibadah,
dan puitis ke dalam ungkapan artistik. Pada wilayah kultural, gaya abstrak
meditatif Sadali menjadi aliran seni yang melibatkan tokoh seniman lain, dan
mengarus sebagai bentuk budaya keislaman. Sementara itu, secara intelektuai,
pemikiran estetika Ahmad Sadali yang menyatukan antara rasa, rasio, dan iman
dalam satu kesatuan integral merupakan bentuk pemikiran yang mengoreksi
modernisme.
    Dalam konteks spiritualitas Islam, karya Sadali mewujudkan nilai Tauhid,
karya seni sebagai pembentuk lingkungan hidup dan pemuliaan martabat benda,
nilai keabstrakan, kaligrafi, dan fungsi seni sebagai pengingat hakekat ketuhanan,
dzikir, tasbih, dan tahmid. Dengan demikian, baik dalam konteks modernitas
maupun spiritualitas Islam, karya Sadali dapat ditafsirkan mengandung makna dan
peran tazkiyah, celupan atau penyucian seni modem atau spiritualisasi modernitas.
Dari sisi yang lain, is memiliki makna dan peran memodernisasi seni Islam.
    Kontribusi ilmiah hasil penelitian mencakup penemuan konsep modernitas
yang berbeda dari konsep modernitas yang berlaku selama ini dan
teridentifikasikannya keberadaan paradigma seni dan budaya keislaman di
Indonesia dengan karya Ahmad Sadali sebagai salah satu tonggak yang penting.
     Lukisan Achmad Sadali, “Gunungan Emas”, 1980 ini merupakan salah satu
ungkapan yang mewakili pencapaian nilai religiusitasnya. Sebagai pelukis abstrak
murni Sadali memang telah lepas dari representasi bentuk-bentuk alam. Namun
demikian, dalam bahasa visual semua bentuk yang dihadirkan seniman dapat
dibaca dengan berbagai tingkatan penafsiran. Dalam usian peradaban yang ada,
manusia telah terbangun bawah sadarnya oleh tanda-tanda yang secara universal
bisa membangkitkan spirit tertentu.
     Warna-warna berat, noktah dan lubang, serta guratan-guratan pada bidang bisa
mengingatkan pada citra misteri, arhaik, dan kefanaan. Tanda segi tiga, konstruksi
piramida memberikan citra tentang religisitas. Lebih jauh lagi lelehan emas dan
guratan-guratan kaligrafi Al Qur’an dapat memancarkan spiritualitas islami.
Semua tanda-tanda tersebut hadir dalam lukisan-lukisan Sadali, sehingga ekspresi
yang muncul adalah kristalisasi perenungan nilai-nilai religius, misteri dan
kefanaan. 
     Pembacaan tekstual ikonografis itu, telah sampai pada interprestasi imaji dan
pemaknaan bentuk. Namun demikian karena Sadali selalu menghindar dengan
konsep eksplisit dalam mendeskripsikan proses kreatifnya, maka untuk menggali
makna simbolis karya-karyanya perlu dirujuk pandangan hidupnya. Sebagai
pelukis dengan penghayatan muslim yang kuat, menurut pengakuannya renungan
kreatifitas dalam melukis sejalan dengan penghayatannya pada surat Ali Imron,
190 – 191 dalam Al Qur’an. Ia disadarkan bahwa sebenarnya manusia dianugerahi
tiga potensi, yaitu kemampuan berzikir, berfikir, dan beriman untuk menuju
“manusia ideal dan paripurna” (Ulul-albab). Menurut Sadali daerah seni adalah
daerah zikir. Makin canggih kemampuan zikir manusia, makin peka mata
batinnya. Dalam lukisan “Gunungan Emas” ini dapat dilihat bagaimana Sadali
melakukan zikir, mencurahkan kepekaan mata batinnya dengan elemen-elemen
visual.
      Ia sering melukis seusai salat subuh dan mengaji. Ketika mengaji itulah, yang
acap mendapat ayat-ayat yang menggugah kalbu. ''Langsung saya tuliskan ayat
itu, untuk saya resapi dan ungkapkan kembali maknanya lewat lukisan,'' katanya.
Ahmad Sadali, pelukis berusia setengah abad lebih dengan tubuh yang masih
kukuh ini, merupakan satu di antara tiga tokoh seni rupa yang bergelar profesor di
Indonesia. Dua yang lain: Prof. Drs. Edi Kartasubarna, dan Almarhum Prof.
Soemardja. 
    Lukisan-lukisan Sadali seperti tidak habis-habisnya menjangkau kebesaran
Ilahi, lewat bidang-bidang warna dan torehan emas -- warna keagungan. Kadang-
kadang, ada misteri di dalamnya. Religius. ''Sebelum menjadi apa-apa, kita harus
Muslim lebih dulu,'' katanya. 
        Selain pelukis andalan, yang sudah puluhan kali berpameran di dalam dan
luar negeri, Sadali dikenal pula sebagai penceramah agama. Di hari-hari besar
umat Islam, misalnya Idulfitri, ia biasa diundang untuk berceramah oleh lembaga-
lembaga masjid di pelbagai kota. Pencipta lambang dan pici HMI ini juga seorang
organisator.Sadali juga pematung. Karyanya bisa dilihat, antara lain, di Gedung
DPR Jakarta, Pusri Palembang, dan untuk Pavilyun Indonesia pada Expo ྂ di
Osaka, Jepang. 
    Sebagian orang pernah mengatakan, di Indonesia belum ada seni lukis modern.
Sadali tidak menyetujui pendapat itu. Seni lukis Indonesia, katanya, ''Sudah ada
dan sedang berkembang. Hanya wujudnya jangan diharapkan recognizable seperti
yang pernah dihidangkan sejarah. Karena manusia Indonesia sendiri terus
berkembang.'' 
     Bersama kedua belas saudaranya, Sadali, anak ketujuh, tidak pernah
mengalami kesulitan biaya menuntut ilmu. Ayahnya, Haji Muhammad Djamhari,
tokoh Muhammadiyah di Garut, Jawa Barat, adalah pemilik kebun dan sawah,
serta pengusaha percetakan dan saudagar batik. 
          Sadali menikah dengan Atikah, dan hanya punya seorang anak. Ia
penggemar musik klasik, dan senang bertamasya. 
             Achmad Sadali meninggal di rumahnya pada pukul 04.30, 19 September
1987, diduga karena serangan jantung. Jenazah dikebumikan di makam keluarga
Panyingkiran, Garut, pada hari itu juga. 
      Sosok almarhum Ahmd Sadali seolah hadir kembali dalam sebuah diskusi
mengenang sang pelukis abstrak yang digelar di Jakarta pada Jumat malam pekan
lalu. Acara yang dipandu kurator seni Ucok aminudin Siregar itu menampilkan
tiga pembicara dengan latar berbeda. Mereka adalah Prof. Jusuf Effendi D, MA
(Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Trisakti, Jakarta), DR. Ravi
Ahmad Salim (putra Ahmad Sadali), dan pemilik galeri Edwin Rahardjo. 
    Menurut Jusuf Effendi, Sadali adalah seorang pelukis abstrak meski dalam
setiap karyanya ia tak pernah menyebut demikian. “Setiap lukisan Ahmad Sadali
merupakan ungkapan yang mewakili nilai religiusnya,” kata Jusuf.
    Jusuf mencontohkan lukisan “Gunungan Emas” karya Sadali pada 1980.
Lukisan tersebut menggambarkan sketsa komposisi segitiga, di mana dalam segita
terkandung refleksi dalam batin Sadali. “Segitiga itu terdiri dari tiga unsur, Tuhan
di sebelah atas puncak, sudut manusia dan alam di sebelah bawahnya,” Jusuf
menjelaskan.
    Pemilik galeri Edwin Rahardjo mengenang karya-karya Sadali penuh misteri,
emosi jiwa, dan simbol. “Seperti ada kekuatan yang penuh misteri di dalam setiap
lukisan beliau,” kta Edwin, yang mengoleksi belasan lukisan Sadali.
AHMAD SADALI

Wajahnya terlihat sejuk dengan kumis lebatnya yang mirip dengan Fauzi
Bowo, namun berbeda dengan Fauzi, Sadali kumisnya sudah berwarna perak,
walaupun usianya belum tua benar kala itu. Dia meninggal pada usia 63 tahun
(1924-1987). Usia yang masih terbilang muda untuk ukuran zaman sekarang.
Saya juga cukup shock saat itu, mengingat baru 1 tahun saya selesai kuliah di
ITB, belum sempat punya cukup uang untuk mengoleksi karya-karyanya. Saya
suka mampir ke rumah dinasnya di bilangan Dago Utara untuk pura-pura
berdiskusi mengenai kegiatan masjid Salman, sesuatu yang menjadi fokus
perhatiannya. Padahal tujuan utama saya adalah untuk memandangi lukisan-
lukisannya yang bertebaran di rumahnya yang asri.

Sadali adalah seorang yang religius. Baginya cuma ada segitiga Tuhan – Alam –
Manusia yang mendasari perputaran dunia ini. Bahwa Tuhan adalah sesuatu yang
diatas yang menciptakan alam ini, manusia adalah makhluk cerdas ciptaan Tuhan
yang harus mengolah alam dalam rangka mengabdi kepada Tuhan. Sehingga
dalam proses pengolahan alam tersebut, manusia harus tunduk pada hukum
Tuhan, yang diistilahkan sebagai Sunatullah.

Sunatullah adalah hukum Tuhan yang mengatur perputaran bumi terhadap


matahari, bulan mengelilingi bumi, elektron mengelilingi inti atom, gunung
menyemburkan magma, melepaskan mineral untuk menyuburkan tanah, dan
seterusnya. Berbeda dengan aturan yang diberikan Tuhan untuk manusia, dalam
bentuk kitab-kitab yang diturunkan melalui para Nabi. Berisi ajaran moral dan
aturan sosial yang berlaku pada zamannya. Sunatullah adalah aturan alam yang
harus digali sendiri melalui kecerdasan manusia yang diberikan Tuhan, dalam
bentuk hukum fisika dan matematika.

Dari kesadaran bahwa alam adalah pemberian Tuhan untuk diolah oleh manusia
sesuai dengan Sunatullah, maka manusia harus mengelola alam tersebut secara
benar dan bijaksana. Sehingga dalam upaya pengolahan alam, manusia tidak akan
merusak keindahan alam tersebut, apalagi membahayakan jiwa manusia itu
sendiri. Hubungan manusia dengan alam haruslah harmonis, sesuai dengan motto
Institusi dimana Sadali mengajar : In Harmonia Progressio (maju secara
harmonis).

Demikian pula hubungan manusia dengan manusia lainnya, harus saling


menghormati dalam dialog yang setara. Juga hubungan antar manusia dalam
agama yang berbeda, harus saling memahami satu dengan lainnya sehingga
perbedaan agama tidak menimbulkan semangat saling menyerang tetapi
sebaliknya hubungan harus dibuat harmonis sehingga tercipta suasana damai di
alam ini.

Karena manusia yang sempurna itu - yang dalam istilah Islam disebut sebagai ulil
albab - adalah manusia yang menggunakan sarana dan potensinya sebaik-baiknya
secara seimbang dan tidak terlepas dari tanggung jawab terhadap Maha
Penciptanya.

                                                  *****
Pemikiran seperti itulah yang selalu diulang-ulang dalam ceramah-ceramah
Ahmad Sadali, yang saat itu memangku dua peran : tokoh senirupa yang
mempelopori seni lukis abstrak di Indonesia dan juga pemuka agama Islam yang
sering memberikan ceramah di masjid. Sadali menuangkan idea tersebut dalam
seri gunungan. Segitiga gunungan menguasai komposisi kanvas Sadali sejak tahun
1971 sampai akhir hayatnya. Kabupaten Garut tempat Sadali dilahirkan,
dikelilingi oleh gunung-gunung. Kalau timbul sketsa komposisi segitiga, maka
itulah suatu refleksi gunung dalam batin Sadali. Segitiga bermakna tiga unsur :
Tuhan disebelah atas (puncak), sudut manusia di kiri-kanan dan sudut alam
disebelah bawahnya.

Istilah Gunungan muncul dari dunia pewayangan. Dari sekian banyak


boneka dalam satu kotak wayang kulit purwa, kita mengenal gunungan atau
kayon. Gunungan bentuknya meruncing mirip gunung. Gunungan juga disebut
kayon karena salah satu unsur pokok yang terdapat di dalamnya berupa kayu
(pohon). Gambar pohon dalam gunungan melambangkan pohon kehidupan atau
sumber ilmu pengetahuan.

Bagi orang Jawa, Gunungan menjadi lambang hidup dan penghidupan. Di


dalamnya berisi filsafat sangkan paraning dumadi (asal dan tujuan hidup), anasir
makrokosmos dan mikrokosmos yakni jagad gede, alam semesta beserta isinya
dan jagad cilik, pribadi manusia serta tatanan atau tingkatan kehidupan manusia.

Filsafat pewayangan membuat orang merenungkan hakekat, asal dan tujuan


hidup, manunggaling kawula Gusti (hubungan gaib antara dirinya dengan Tuhan),
kedudukan manusia dalam alam semesta, dan sangkan paraning dumadi (kembali
ke asal) yang dilambangkan dengan tancep kayon oleh sang dalang pada akhir
pagelaran.

Konon kata kayon berasal dari bahasa Arab “khayyu” yang berarti hidup. Kayon
atau Gunungan adalah pembuka dan penutup pagelaran wayang kulit. Pembukaan
ditandai dengan pencabutan kayon. Dan kayon juga digunakan sebagai pembatas
tiap-tiap adegan atau sebagai tanda pergantian waktu. Sebelum wayang gunungan
ditancapkan ditengah pakeliran, wayang-wayang yang lain belum hidup, bahkan
peletakannya di dalam kotak pun menempati posisi paling atas.

Pengertian lain adalah, bentuk gunungan seperti tumpeng. Gunungan menjadi


lambang hidup atau penghidupan. Karena orang Jawa senang berkumpul,
melakukan pekerjaan bersama-sama secara gotong royong. Demikian pula apabila
berhasil dalam mengerjakan sesuatu, maka orang Jawa melakukan upacara pesta
dalam bentuk syukuran dengan cara memotong tumpeng, nasi yang susunannya
dibuat mengerucut seperti gunung.

Nilai-nilai itulah yang dalam masyarakat Jawa berfungsi sebagai pedoman


tertinggi bagi tata kelakuan manusia dalam rangka menjaga keteraturan sosial
masyarakat. Sesuatu yang baik, sesuatu yang diinginkan, yang pantas, yang
berharga, yang mempengaruhi perilaku sosial orang yang memiliki nilai tersebut. 

                                                *****
Sadali menerjemahkan gunungan dalam kanvasnya yang disilang diagonal dari
ujung satu ke sudut kanvas lainnya, membentuk  tanda “X” yang memisahkan 4
bidang dimana masing-masing bidang mempunyai arti yang tersendiri. Bidang
bawah menggambarkan alam, bidang atas adalah Tuhan. Dua bidang disamping
kiri dan kanan adalah manusia. Manusia harus hidup harmonis, karenanya
diletakkan dalam bidang yang sejajar di kiri dan kanan.

Segitiga gunungan bisa juga mempunyai makna lain, Sadali kadang-kadang


memaknai sebagai hubungan keluarga. Tuhan di puncak, Sadali di bawah, Atika
istrinya dan Ravi putranya di kiri-kanan. Ravi adalah satu-satunya putra beliau.
Posisi atas dalam kanvas-kanvas Sadali adalah porsi yang diberikan untuk Tuhan.
Lihatlah karya “Lelehan emas pada bidang keriput” disamping ini. Horizon abu-
abu pada bagian atas menggambarkan langit, dimana karunia Tuhan tercurah ke
bumi dalam bentuk lelehan emas. Bidang keriput menggambarkan waktu yang
panjangnya relatif, besarnya waktu adalah mulur-mungkret sesuai dengan filosofi
Einstein. Waktu diukur berdasarkan bagaimana manusia merasakannya. Kalau
dalam kondisi enak, manusia merasakannya sebagai sebentar sekali, sementara di
dalam kondisi yang tidak nyaman, manusia memperceive waktu sebagai “lama
sekali”. Tanda silang kecil dibagian kiri dan kanan atas adalah simbol dari
persilangan hidup, tanda silang seperti itu akan banyak terdapat dalam karya-
karya Sadali selanjutnya. Ini merupakan jejak pengaruh dari seniman
Spanyol, Antoni Tapies. Suatu sisi menarik dari kehidupan Sadali, yang kita akan
bahas pada bagian akhir tulisan ini.
Hidup diyakini Sadali sebagai ibadah dalam rangka mencari keridlaan Illahi. Bila
seni ada dalam hidup, maka seni mestinya juga ibadah, yaitu penyerahan diri
kepada Allah. Manusia pada dasarnya mendambakan tiga jalan kebenaran :
kebenaran yang dicapai melalui akal dan ilmu pengetahuan, keinginan untuk
mendapatkan keindahan melalui seni, dan keinginan untuk mendapatkan kebaikan
dan keadilan yang diperolehnya melalui agama. Ketiga hal tersebut, menurut
Sadali, merupakan segitiga yang tidak dapat dipisah-pisahkan. 

                                                 *****

Sadali masuk sekolah Senirupa ITB pada tahun 1948. Sekolah tersebut baru
didirikan oleh dua guru gambar Belanda, SimonAdmiraal dan Ries Mulderpada
tahun 1947. Jadi dia adalah angkatan pertama pada sekolah tersebut. Ries Mulder
mengadaptasi  pendidikan seni yang berlaku di dunia pada saat itu. Waktu itu
konsep Modern Art abad 20 yang bertolak belakang dengan seni abad 19, sedang
merajalela di seluruh dunia setelah Perang Dunia II. 

Di sekolah ini - yang kemudian kritikus seni sering menyebut sebagaiBandung


School – tidak ada lagi xenophobia dan semangat anti Barat melatari pemikiran
para mahasiswanya. Sehingga pembahasan dibiarkan bebas terbuka dengan
dilandasi pada pemikiran Modern Art, tercermin pada karya-karya yang muncul di
Bandung dalam kurun waktu tersebut. Mereka percaya bahwa Art adalah
fenomena universal, tidak dibatasi pada kotak nasionalisme yang sempit. Dan
dikemudian hari sekolah Bandung dicap sebagai anti Nasionalisme dan kebarat-
baratan.

Pertama kali pelukis-pelukis Bandung tersebut memperkenalkan diri kepada dunia


luar adalah di Balai Budaya, Jakarta, tahun 1954. Pameran itu dikritik oleh
kritikus seniTrisno Sumardjo (1917-1969) dalam suatu tulisannya yang terkenal,
“Bandung mengabdi laboratorium Barat”. Sitor Situmorang juga menyerang
dengan sama kerasnya, menurutnya seni Modern itu tidak mengandung arti, tidak
mempunyai pesan dan tidak memiliki gambaran dunia.

Pengaruh Ries Mulder kepada  murid-muridnya menjelma dalam bentuk-bentuk


geometrik abstrak yang disusun secara mosaik. Ries Mulder sendiri juga
terpengaruh pada pelukis Perancis, Jacques Villon (1875-1963).  Penggunaan
teknik warna subdued pastel hues dapat diperhatikan dalam hasil karya Sadali,
Mochtar Apin, AD Pirous, dan But Muchtar, yang diciptakan pada tahun 1950-an,
merupakan representasi aliran Bandung di masa itu.
Dimulai dengan Sadali pada tahun 1953, para seniman Bandung merombak
bentuk obyek menjadi motif yang datar, yang terjadi oleh perpotongan sejumlah
garis lurus dan lengkung. Seluruh lukisan terjadi oleh garis yang membagi-bagi
permukaan kanvas, serta warna-warni yang rata dengan mengisi bidang-bidang
geometris yang terbentuk oleh perpotongan garis. Dengan demikian yang segera
nampak pada lukisan, atau yang menguasai pengelihatan, ialah suatu susunan
garis dan bidang geometris berwarna-warni, bentuk obyeknya tenggelam dalam
jaringan itu. 

Sadali kemudian dikirim ke Amerika pada tahun 1956 untuk mengambil post
graduate di Iowa University, Colombia, dan New York University  pada tahun
1957. Di saat itu abstract expressionism sedang marak disana. Kita melihat karya-
karya Sadali mulai begeser setelah itu. Adalah seorang seniman abstract
expressionist yang mempengaruhi Sadali setelah kembali dari Amerika,
yaituMark Rothko.

                                                     *****

Seniman adalah orang yang mempunyai kemampuan atau keinginan untuk


mentransformasikan persepsi visualnya ke dalam ujud material.  Bagian pertama
dari proses kerjanya adalah persepsi, sedangkan bagian selanjutnya adalah
ekspresi. Dalam pelaksanaannya, tidak dimungkinkan untuk memisahkan kedua
proses tersebut, seniman mengekspresikan apa yang dipersepsikan dan
mempersepsi apa yang diekspresikan.
Sementara sejarah seni adalah sejarah tentang bermacam-macam bentuk persepsi
visual yang menggambarkan cara manusia melihat dunianya. Apa yang kita ingin
lihat dan tentukan adalah berdasarkan pada keinginan untuk menciptakan atau
membentuk dunia yang bisa dipercaya. Apa yang kita lihat haruslah nyata. Seni
adalah jalan untuk mengkonstruksi realitas.

Tidak diragukan lagi bahwa aliran modern dalam Seni dimulai dari para pelukis
Perancis yang ingin melihat dunia secara obyektif. Paul Cezanne (1839-1906)
ingin melihat dunia yang dia lihat dan renungkan sebagai obyek, tanpa adanya
intervensi pikiran atau perasaan. Para pendahulu mereka, yaitu para Impressionist,
melihat dunia secara subyektif, sehingga presentasi Art mereka adalah melihat
dunia melalui variasi pencahayaan dari beberapa sudut yang berbeda.  Tiap
kejadian atau perbedaan sudut pencahayaan akan membentuk impresi yang
berbeda dalam pikiran, dan setiap perubahan moment tersebut perlu dibuatkan
karya (Art Work) yang berbeda juga. Misalnya melihat pantai di siang hari akan
berbeda dengan pantai di sore hari. Sehingga harus ada 2 lukisan pantai untuk
membedakannya, yaitu pantai waktu siang dan pantai waktu sore. Cezanne ingin
keluar dari itu semua dan menekankan bahwa realitas itu tidak berubah terhadap
waktu.
Sejak dulu orang berusaha melakukan imitasi terhadap realitas karena mereka
terobsesi untuk merepresentasikan dunia serealis atau semirip mungkin. Untuk
tujuan itu perlu dilakukan intervensi terhadap kejadian visual. Dan ditambahkan
aksi untuk merealisasikan pandangan atas kejadian tersebut, yang disebut sebagai
interpretasi. Intervensi dan interpretasi perlu dilakukan agar gambar yang
dituangkan dalam lukisan dua dimensi tidak terlihat datar atau flat.

Sebelum Cezanne, untuk memecahkan masalah tesebut, artis memberikan banyak


tambahan, termasuk khayalannya, seperti efek bayangan, citra volume, dlsb. agar
bisa mentransformasikan obyek yang mau ditampilkan. Cezanne menganggap
persepsi manusia itu membingungkan, karenanya dia ingin melepaskan lukisan
dari kesalahan emosi, intelek dan interpretasi romantis. Efek cahaya kemudian
dibuang dari karya-karya Cezanne sejak tahun 1880, padahal sebelumnya dia
adalah pelukis Impresionist yang mengagungkan cahaya sebagai dasar kerja
lukisan.

Metode melukis Cezanne yang baru adalah menentukan motif yang akan dipilih,


misalnya landskap, potret diri, still-life, kemudian bawalah motif tersebut kedalam
pengertian visual. Untuk merealisasikan motif, kita diharuskan fokus untuk
kemudian menghubungkannya dengan sensasi visual dari titik yang kita pilih.
Hasil dari proses tersebut, Cezanne menyebutnya sebagai abstraksi. 

Solusi yang diberikan Cezanne untuk lari dari persepsi pada lukisan barunya, akan
nampak struktural dan terlalu geometris. Karenanya Cezanne memberikan
treatment lain yang disebutnya sebagaimodulasi. Modulasi adalah mengatur satu
bidang warna dengan bidang warna tetangganya. Dan hasilnya adalah terpecahnya
permukaan yang flat kedalam mosaik dari faset warna-warni yang terpisah-pisah.

Ada beberapa hal yang perlu kita catat mengenai inovasi Cezanne ini sebelum kita
bergerak lebih jauh :

1.     Upaya Cezanne melepaskan persepsi dari obyek yang akan dituangkan dalam
lukisan, dan orang harus fokus terhadap motif yang sudah ditentukan serta
treatment modulasi untuk memecahkan efek flat pada lukisan, merupakan suatu
loncatan baru untuk keluar dari trend Impressionisme yang menguasai seni abad
19.
2.     Sejak itu dunia seni lukis abad 20 bergeser meninggalkan Realisme, karya-karya
setelah itu tidak lagi suatu memesis terhadap realitas, tetapi merupakan
karya analitis terhadap obyek yang akan dipindahkan ke dalam kanvas. Bahkan
Cezanne lah yang memunculkan istilahabstrak didalam seni lukis pertama kali.
3.     Tahun 1880 adalah tahun dimulainya era Modernisme, dengan munculnya
upaya Cezanne untuk keluar dari romantisme para pelukis impressionist, yang
melakukan intervensi terhadap obyek dengan cara memberikan efek bayangan,
pencahayaan, dsb.
4.     Treatment Modulasi dengan cara memecah-mecah gambar kedalam mosaik dan
faset warna yang berbeda-beda adalah pembuka jalan untuk aliran seni berikutnya
di masa depan yang dikembangkan oleh Picasso, yaitu seni Kubisme.

Pada tahun 1907 Pablo Picasso (1881-1973) membuat sebuah karya yang


menghebohkan yaitu Les Demoiselles d’Avignon. Karya tersebut menggambarkan
5 figur wanita telanjang, 2 diantaranya di bagian kanan gambar, wajahnya
digambarkan seperti patung Afrika. Dari caranya membuat faset-faset warna dan
pemecahan bidang ke dalam mosaik, tidak diragukan lagi Picasso mendapat
pengaruh dari prinsip-prinsip motif-nya Cezanne.

Picasso mengembangkan seni yang pada dasarnya konseptual(Picasso sendiri


menyebutnya raisonnable), dan Kubisme muncul sebagai gabungan antara elemen
rasional topeng Afrika dan prinsip realisasi motif Cezanne. Les
Demoiselles mengandung elemen-elemen geometri yang sama dengan gaya
Kubisme, tapi masih belum benar-benar kubis. Baru dua tahun kemudian, Picasso
mematangkan gaya kubis setelah membentuk kelompok seniman yang terdiri atas
Georges Braque, Max Jacob, Guillaume Appollinaire, Juan Gris dan Fernand
Leger. Kita bisa melihat aliran kubisme yang sudah matang yang muncul berkat
diskusi intens kelompok tersebut dalam karya-karya Picasso yang kemudian,
seperti Seated Woman with Fan (1908),Portrait of Ambroise Vollard (1909), The
Card Player (1913). 

Perkembangan aliran kubisme telah bergerak sedemikian jauh, dengan munculnya


bermacam variasi gaya yang sudah jauh
meninggalkan kubisme ortodok (maksudnya kubisme analitis ala Picasso dan 
Braque). Robert Delaunay (1885-1941) misalnya, memberikan sumbangan
pengayaan warna pada karya-karya kubis. Delaunay menyebut karyanya sebagai
pelangi yang terpecah (fragmented rainbow). Pada tahun 1912 Delaunay bergerak
lebih jauh lagi, yaitu membuat suatu komposisi karya yang tidak punya obyek
(non-objective composition). Menurutnya komposisi tidak harus dikendalikan
oleh motif yang ada di alam, tetapi bisa dibentuk oleh pola geometri dari warna.
Delaunay yang kelahiran Paris, mempunyai padanan pemikiran dari seniman di
tempat lain, yaitu Wassily Kandinsky (1866-1944) yang berada di Munich. Pada
saat yang sama Kandinsky membuat improvisasi dengan membuat karya
eksperimen tanpa obyek sama sekali atau disebut sebagai non-figuratif. Karya-
karya seperti itu mulai ditampilkan di Munich pada tahun 1911-1912 dalam satu
kelompok yang dinamai The Blue Rider, dimana karya Delaunay dan Kandinsky
ditampilkan bersama.

Saya sangat suka karya-karya Kandinsky ini sepertiComposition No.


2 (1910),Design for Red Patch II(1912), Yellow Accompaniment (1924),
dan Accompanied Contrast(1935). The Blue Rider, yang dipelopori oleh
Kandinsky, berusaha menjelaskan bahwa yang terpenting dari seni bukanlah
komposisi suatu obyek, tetapi ekspresi spontan yang langsung dari hati atau
perasaan. Menurut Kandinsky kerja seni terdiri atas dua elemen : bagian dalam
(inner) dan luar (outer). Inner adalah emosi dan jiwa dari seniman, emosi ini
mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi emosi yang sama dari observer
(pemirsa).

Terhubung dengan tubuh, jiwa akan terbawa oleh medium pikiran, menjadi
perasaan. Emosi akan muncul dan dikendalikan oleh apa yang dipikirkan. Karena
itu akal adalah jembatan yang menghubungkan hal yang immaterial (yaitu emosi
seniman) dengan yang material (yaitu karya seni yang dihasilkan). Urutannya
adalah sebagai berikut : emosi (seniman) - akal - karya seni (art work) - akal
(pikiran si pemirsa atau penonton) - emosi (pemirsa).

Kalau kedua emosi atau perasaan yang dialami (seniman dan pemirsa) adalah 
sama atau ekivalen, maka karya seni tersebut dikatakan berhasil. Menurut
Kandinsky, lukisan itu tidak beda jauh dengan lagu, yaitu terjadi komunikasi
antara pengarang (seniman) dengan pendengar (observer). Keduanya mempunyai
perasaan yang sama terhadap lagu tersebut.

Elemen Inner, yaitu emosi, harus ada dalam setiap karya. Kalau tidak maka karya
seni tersebut akan gagal. Saya rasa hal ini sangat penting untuk mengapresiasi
karya seni abstrak non-figuratif, dimana obyeknya tak nampak pada lukisan.
Penonton atau pemirsa karya harus dapat merasakan apa yang dirasakan seniman
pada saat menciptakan. Berdasarkan teori tersebut Kandinsky menekankan bahwa
bentuk dan warna adalah elemen-elemen yang penting yang menjadi bahasa untuk
mengekspresikan emosi atau perasaan.

Melanjutkan uraian diatas, mengekspresikan elemen Inner berarti mengatur


intensitas atau derajat yang dibutuhkan pada warna yang akan dituangkan secara
harmonis. Kandinsky sekali lagi mencontohkan pada simfoni, dimana melodi
adalah unsur utama dari musik sedangkan rhythm menjadi pengiring didampingi
elemen-elemen alat musik yang lainnya sebagai variasi dari keseluruhan orkestra.
Demikianlah gerakan abstract expressionism yang berkembang di Eropa sampai
saatnya Clement Greenberg menasbihkan bahwa seniman Amerika
seperti Jackson Pollock sebagai seniman abstrak ekspressionisme yang terbesar. 

                                                   *****

Sadali datang ke Amerika pada saat perkembangan abstrak ekspressionisme di


Amerika menjelang tahap akhir. Lukisan, yang diproklamirkan sudah mati,
ternyata masih tetap hidup. Namun lukisan yang sekarang sedang berkutat dengan
bahasa “lukisan untuk lukisan itu sendiri”. Pelukis abstrak ekspressionisme
setelah Pollock, sekarang lebih memperhatikan ukuran lukisan dan value dari
warna. Seniman seperti itu adalah Mark Rothko (1903-1973), Barnett Newman
(1905-1970), Kenneth Noland (1924- ) dan Frank Stella (1936- ).  

 
Mark Rothko adalah seniman abstrak ekspressionis Amerika yang revolusioner
dari segi design dan esensi di generasinya. Rothko mementingkan relasi antara
lukisan dengan pemirsanya, tidak ada jarak antar keduanya. Susunan warna pada
lukisannya harus membawa pemirsa kepada kedalaman perasaan. "Pelukis tidak
perlu menjelas-jelaskan maksud lukisannya kepada penonton", demikian katanya.
Apresiasi orang terhadap lukisannya adalah bersatunya pikiran Rothko dengan
penikmatnya.
 

Dalam kurun 1949-1956 Rothko melukis dalam kanvas-kanvas besar yang


mempunyai tinggi 3 meter. Agar lukisan terasa lebih intim dengan manusia maka
lukisan tersebut harus dilihat dalam jarak 45 cm. Dengan cara ini maka orang
yang melihat lukisannya akan terasa tercebur dalam medan warna. Konflik
dramatis dalam lukisan Rothko terbentuk dari tegangan kontras pada warna yang
diciptakan. "Saya tertarik mengekspresikan emosi dasar manusia seperti tragedi,
gairah, dan malapetaka. Kenyataannya banyak orang yang menangis atau hatinya
patah setelah melihat lukisan saya. Orang yang mencucurkan air mata setelah
melihat karya saya, berarti mereka juga mengalami pengalaman religius yang
sama pada saat karya tersebut saya ciptakan."   
Cukup jelas bahwa idea religiositas Rothko dan peranan warna sebagai daya
pukau lukisan, menarik perhatian Sadali. Karya Sadali setelah tahun 60-an
berubah. Tidak ada lagi jejak kubisme Ries Mulder dalam karya-karyanya setelah
pulang dari Amerika. Mencampur warna adalah proses penting bagi Rothko agar
menghasilkan efek kejutan yang diinginkan, demikian pula Sadali, mencampur
warna adalah keahliannya. Salah satu latihan yang diberikan Sadali kepada
mahasiswanya adalah bagaimana menirukan warna dari benda-benda yang ada
disekelilingnya : selembar daun, batu, tanah, besi, dlsb.

                                                   *****

Orang menganggap karya Sadali adalah karya abstrak, sementara Sadali sendiri
menganggap karyanya adalah realis. Namun realisme Sadali adalah realisme pada
benda-benda mikroskopis, “mari kita teropong pecahan batu dengan mikroskop,
kemudian kita lukiskan batu tersebut secara persis dengan warna yang mirip,
hasilnya akan serupa dengan lukisan-lukisan saya bukan?” Seperti juga Rothko,
komposisi warna Sadali, membuat kita menangis, saking indahnya. "Pernyataan
saya semoga dapat terbaca pada lukisan saya. Bila tuan tergugah olehnya,
panjatkanlah puji kepada Allah SWT", demikian pernyataan Sadali pada pameran
lukisan "Grup 18". Sebuah pameran kelompok Bandung school yang diikuti oleh
18 seniman Bandung, yang berlangsung di Taman Ismail Marzuki pada tahun
1971.

Setelah 17 tahun, para seniman Bandung tersebut kembali berpameran di Jakarta.


Namun jumlah senimannya kali ini lebih banyak, selain tampilnya kembali para
"dedengkot" yang pernah berpameran di Balai Budaya tahun 1954, kali ini tampil
juga generasi muda Bandung School : Sanento Yuliman, Umi Dachlan, Rita
Widagdo, Haryadi Suadi, Sunaryo, Yusuf Effendi dan T. Sutanto.

Namun kali ini tidak ada lagi yang mencemooh, setelah belasan tahun menuang
kontroversi, pada akhirnya komunitas senirupa dapat menerima gaya analitik dari
Bandung School. Disamping Trisno Sumardjo sudah meninggal dunia saat itu,
dan Sitor Situmorang juga sedang ditangkap oleh rezim Orde Baru karena
keterlibatannya dalam organisasi underbouw PKI. Jadi sama sekali tidak ada
protes dan keberatan. Disisi lain karya Sadali juga lebih membumi dengan
diperkenalkannya tema Gunungan pada periode baru tersebut. Arti strategis dari
gunungan Sadali adalah terakomodasinya pemikiran tradisi [baca: Jawa] dengan
konsep religius [baca: Islam] yang diyakini Sadali.

                                                    *****

Tahun 1970 Sadali kembali berkeliling dunia, bukan saja ke Amerika tetapi juga
ke Jepang, Mexico dan Eropa. Saya kira disanalah saatnya Sadali berkenalan
dengan karya-karya Antoni Tapies (1923- ). Tapies dilahirkan di Barcelona dari
keluarga elite politik yang berpengaruh di Spanyol, sehingga sedari awal dia
sudah "sadar politik". Pendidikan Katolik yang diterimanya sejak kecil kemudian
akan berpengaruh pada filosofi karya-karyanya kelak. Dia sangat pandai
menggambar, sehingga dia tidak merasa perlu untuk mengambil pendidikan seni.
Mengikuti tradisi keluarganya, Tapies malahan mengambil kuliah hukum. 

Waktu dia muda negerinya dikuasai oleh Jendral Franco, diktator yang dibencinya
sampai dia dewasa. Tapies kemudian menggunakan Seni sebagai jalan perlawanan
terhadap rezim pada saat itu dan Surealisme adalah aliran seni yang dipilihnya
pada awal karir. Tapies kagum pada Marxisme, ideologi yang dipakainya untuk
melawan Franco, sehingga dia mendefinisikan karya awalnya sebagai "Surealisme
Sosialis". 

Tahun 1950 dia pergi ke Paris untuk memperdalam Surealisme, namun Tapies
menghadapi kenyataan bahwa di Paris, Surealisme sudah tidak musim lagi,
seniman disana sedang sibuk membicarakan abstrak geometris. 
Kembali ke Barcelona, Tapies kemudian terombang-ambing diantara
kecenderungan abstrak geometris disatu sisi dengan kecenderungannya
mendalami humanisme dan kesadaran sosial di sisi lainnya. Selama 2 tahun
Tapies melakukan eksperimen dengan karya-karya abstrak geometris, namun
tidak memuaskannya, disamping karya-karya seperti itu sama sekali tidak
membawa pesan politik. 

Di tahun 1952 Tapies menemukan bahasa ungkap baru dengan cara


mencampurkan material pasir, tanah beraneka warna, zat pemutih, tepung
marmer, rambut, benang, tissue, kertas, cardboard, pernis, cat minyak dan akrilik.
Menurutnya hasil pencampuran tersebut membentuk komponen dasar dari gaya
lukisan yang dia inginkan dari segi bentuk, tekstur dan warna. Komponen-
komponen yang berbeda tersebut menimbulkan kekacauan sekaligus kesetaraan
antar semuanya. 
Permukaan lukisan yang dibentuk oleh elemen pasir dimaksudkan Tapies sebagai
pengantar untuk bermeditasi agar mencapai kesatuan kosmik. Alam semesta ini
seperti hamparan pasir, diharapkan apabila orang melihat lukisan Tapies akan
merasakan seperti melihat alam semesta. Karena pasir dan lempung adalah bagian
dari alam semesta. 

                                                      *****

Tapies mulai memberikan tanda silang pada karyanya. Tanda " X " menurut
pandangan Tapies melambangkan kekuasaan universal. Bandingkan dengan
Sadali yang mengartikan " X " sebagai persilangan hidup. Tidak ada terjemahan
pasti pada karya-karya Tapies, karena Tapies tidak berusaha untuk menerangkan
apa makna dibaliknya, Tapies menyerahkan terjemahan karya-karyanya kepada
para ahli seni. Namun hal yang pasti dari kredo berkarya Tapies, bahwa dia
sekarang sudah meninggalkan kedua arah yang pernah membingungkannya
dimasa lalu : abstrak geometris dan sosial politik. 

Tapies yang sekarang adalah Tapies yang sudah masuk dalam paradigma baru,
yaitu memeluk spiritualitas Timur, seperti meditasi ala Zen. Tapies sudah cukup
senang kalau karya-karyanya diartikan sebagai kekosongan, tempat merenung
bahwa kita adalah bagian kecil dari alam semesta, seperti butiran pasir yang sering
ditampilkan pada karya-karyanya. 
Tapies tidak mau lagi terjebak dalam kotak-kotak drawing, lukisan, patung atau
instalasi. Baginya Seni terlalu sempit jika dibatasi oleh satu jenis media saja.
Tapies melakukan cross-boundaries terhadap media yang dipakainya dalam
berkarya. Bisa jadi dalam kanvasnya kita dapatkan koran dan pakaian wanita
ditempelkan sebagai kolase, atau seutas tambang tiba-tiba menembus dari balik
kanvasnya. 

Namun yang terpenting dari karya Tapies adalah adanya tekstur dan ketebalan
pada kanvasnya, yang kemudian mengilhami Sadali untuk mengambil gaya yang
serupa. Demikian pula warna pada karya-karya Tapies cenderung gelap, abu-abu,
oker, coklat, hitam putih, dan hanya sedikit karya yang memiliki warna biru
terang. Hal tersebut juga mempengaruhi pilihan warna Sadali, namun warna
Sadali lebih manis dan bervariasi dibandingkan Tapies, kadang-kadang Sadali
juga menggunakan warna biru ultra-marine, biru muda, ungu dan merah. 

Komposisi material Sadali juga tidak seliar Tapies, sejauh ini cuma elemen bantal
yang ditambahkan pada kanvas Sadali. Demikian pula bentuk kanvasnya, Sadali
hanya pernah membuat karya yang berbentuk piramid, seperti karya yang ada
dalam koleksi Galnas. Tidak seperti Tapies yang bisa memunculkan balok kayu
melintang ditengah kanvasnya. Komposisi non-figuratif karya Sadali tidaklah
acak seperti Tapies, namun lebih teratur seperti karya Rothko. Memang terlihat
karya Sadali ada ditengah-tengah antara Tapies dan Rothko. Demikian pula
elemen-elemen warna yang dimiliki Sadali ada diantaranya : tidak secerah Rothko
namun tidak segelap Tapies. 

Hal utama yang menjadi pembeda antara Sadali dengan Rothko dan Tapies adalah
ditambahkannya elemen prada (emas) pada karya Sadali. Penempatan emas pada
kanvas Sadali dibuat sedemikian rupa sehingga nampak manis dan tidak
berlebihan. Emas ditempatkan pada pinggiran bongkahan atau sisi ujung
gunungan. Emas dimaksudkan sebagai aksentuasi, sehingga lukisan menjadi
tampak cantik. Tetapi Sadali tidak mau memberikan emas secara berlebihan,
karena menurutnya yang berlebihan itu akan terlihat murahan. Sementara dia
ingin menyampaikan pesan keabadian dan keagungan pada karyanya. 

Saya tidak mendapatkan jawaban mengapa Sadali memilih Rothko dan Tapies
sebagai sumber inspirasi, namun bisa kita lihat bahwa ketiganya mempunyai
pesan spiritualitas yang hampir mirip. Bahwa pemirsa karya-karya mereka harus
mendapat pengalaman religius seperti yang juga dirasakan oleh para senimannya
KARYA AHMAD SADALI

Berikut adalah daftar karya- karya yang diciptakan oleh Ahmad Sadali:

Judul : dua sahabat


Pelaku Seni : Ahmad Sadali
Pelaku Seni : Ahmad Sadali
Medium : Paper , Acrylic
Medium : Paint
paint
Tahun Pembuatan: 1951
Tahun Pembuatan : 1960-
1987
Dimensi Karya : cm x 35 cm x
25 cm
Deskripsi :
A.Sadali - Sanur Bali ( 25x35) Acrylic
Paint on Paper
Judul : Banyuwangi
Pelaku Seni : Ahmad Sadali
Medium : Paint
Tahun Pembuatan : 1960

Pelaku Seni : Ahmad Sadali


Medium : Paper ,
Acrylic paint
Tahun Pembuatan: 1960-1987
Dimensi Karya : 21 cm x 19 cm
Deskripsi :
Sadali - Kotak Hijau Emas Dikelilingi
Ahmad Sadali - Gunungan Hitam Putih
Al Qur an (19x21) Acrylic Paint on
(32x42) Mixed Media on Paper
Paper

Pelaku Seni : Ahmad Sadali


Medium : Paper , Mixed
Media
Tahun Pembuatan: 1960-1987
Dimensi Karya : 42 cm x 32 cm
Pelaku Seni : Ahmad
Sadali
Medium :
Komposisi ruang
Paint
Pelaku Seni : Ahmad Sadali
Tahun Pembuatan: 1961
Medium : Acrylic paint
Tahun Pembuatan: 1970

Ayat-ayat Al-Qur’an
Pelaku Seni : Ahmad
Sadali
Medium : Acrylic Pelaku Seni : Ahmad Sadali
paint , Canvas Medium : Paper , Acrylic
Tahun Pembuatan: 1967 paint
Dimensi Karya : 35 cm x Tahun Pembuatan : 1972
50 cm Dimensi Karya : cm x 60 cm x
48 cm
Deskripsi :
A.Sadali - 1972 - 01 x 11 (48.5x60)
Acrylic Paint on Canvas

Pelaku Seni : Ahmad Sadali


Medium : Canvas , Emas pada relief ungu
Acrylic paint Pelaku Seni : Ahmad Sadali
Tahun Pembuatan: 1969 Medium : Acrylic paint ,
Dimensi Karya : cm x 100 cm x Canvas
71 cm Tahun Pembuatan : 1972
Deskripsi : Dimensi Karya : 80 cm x 65 cm
A. Sadali - 1969 - Gunungan
Pertama ( 71x100) Acrylic Paint
on Canvas
A.Sadali - 1972 - Obyek Kriput Merah
Jambu ( 70x100) Acrylic Paint on
Canvas

Pelaku Seni : Ahmad Sadali


Medium : Canvas ,
Acrylic paint Pelaku Seni : Ahmad Sadali
Tahun Pembuatan: 1972 Medium : Acrylic paint
Dimensi Karya : 80 cm x 65 cm Tahun Pembuatan: 1973
Deskripsi : Deskripsi :
A.Sadali - 1972 - Bidang Kript Dsr A.Sadali - 1973 - Gunungan Latar Hitam
Hitam & Emas ( 65X80) Acrylic Paint (26x36)
on Canvas

Pelaku Seni : Ahmad Sadali


Medium : Paper , Ink
Tahun Pembuatan: 1973
Pelaku Seni : Ahmad Sadali Dimensi Karya : 20 cm x 28 cm
Medium : Canvas , Deskripsi :
Acrylic paint A.Sadali - 1973 - Hitam Putih Orang
Tahun Pembuatan: 1972 (28x20) Ink on Paper
Dimensi Karya : 80 cm x 65 cm
Deskripsi :
A.Sadali - 1972 - Lelehan Emas Pada
Relief Oker ( 65x80) Acrylic Paint on
Canvas

Pelaku Seni : Ahmad Sadali


Medium : Acrylic paint
Tahun Pembuatan : 1973
Dimensi Karya : cm x 35 cm x
25 cm
Pelaku Seni : Ahmad Sadali Deskripsi :
Medium : Canvas , A.Sadali - 1973 - Komposisi dengan
Acrylic paint Nuansa Hijau (25,5x35,5)
Tahun Pembuatan: 1972
Dimensi Karya : 100 cm x 70 cm
Deskripsi :
Pelaku Seni : Ahmad Sadali
Pelaku Seni : Ahmad Sadali
Medium : Paper , Acrylic
Medium : Paper , Acrylic
paint
paint
Tahun Pembuatan: 1974
Tahun Pembuatan: 1973
Dimensi Karya : 20 cm x 19 cm
Dimensi Karya : x 59 cm x 44 cm
Deskripsi :
Deskripsi :
A.Sadali - 1974 - Batang Dengan Emas
A.Sadali - 1973 - Gunungan dasar
(19x20) Acrylic Paint on Paper
Warna Biru ( 44x59) Acrylic Paint on
Paper

Wanita
Pelaku Seni : Ahmad Sadali Pelaku Seni : Ahmad Sadali
Medium : Mixed Media , Medium : Oil paint ,
Hardboard , Panel Hardboard
Tahun Pembuatan: 1973 Tahun Pembuatan: 1975-1980
Deskripsi : Dimensi Karya : cm x 48 cm x
Ahmad Sadali - 1973 - Lelehan Emas 60 cm
Pada Bidang Mixed Media on Deskripsi :
Hardboard A.Sadali - Wanita (60x48) Oil Paint on
Hardbboard
Daftar diatas merupakan sebagian dari karya-karya Ahmad Sadali,
berikut ini adalah keseluruhan daftar karya dari sang seniman Ahmad
Sadali :

1. dua sahabat
2. banyuwangi
3. gunungan dan surat al-kautsar
4. gunungan hitam putih
5. sanur bali
6. unknown
7. ayat-ayat Al-Qur'an
8. Kotak hijau emas dikelilingi Al-Qur'an
9. 01x11
10. Gunungan pertama
11. Komposisi Ruang
12. Emas pada relief ungu
13. Lelehan emas pada reief oker
14. emas tersisa
15. bidang kript dasar hitam dan emas
16. obyek kriput merah jambu
17. komposisi dengan nuansa hijau
18. gunungan latar hitam
19. hitam putih orang
20. gunungan dasar warna biru
21. lelehan emas pada bidang
22. batang dengan emas
23. gunungan dengan garis vertikal biru
24. bongkahan hitam dan nuansa kuning hijau
25. wanita
26. lukisan I
27. Batang-batang vertikal dan ayat
28. lelehan emas dan lubang-lubang
29. bongkahan emas ltr merah dan hijau
30. horizon abu abu
31. ayat-ayat dasar coklat berbias emas
32. batang-batang horizontal latar merah
33. gunungan 3d dengan dasar ultamarin
34. gunungan emas
35. sisa batang retak dengan noktah
36. 4 batang dan sisa emas
37. titik emas dengan latar hijau
38. bongkahan kayu dan sisa sisa emas
39. atika
40. batang melingkar dasar kuning
41. at-Tahrim ayat 8
42. 4 Bars with golden dots
43. tulisan ayat Al-Quran
44. Gunungan
45. Tiga warna dan gold
46. Bidang dengan doa bersisa emas
47. Latar putih dengan garis luar biru
48. Hijau di tengah emas
49. 3 bentuk bersusun emas di atas oker
50. Batang-batang melingkar
51. Gunungan
52. Komposisi
53. Komposisi abu-abu hijau
54. Komposisi ungu dan kuning
55. Gunungan
56. 2 batang dan setengah lingkaran
57. Ayat-ayat dengan latar orang dan gold
58. 3 batang di atas segitiga
59. 3 batang-batang horizontal bersisa emas
60. Batang emas dan lingkaran coklat
61. Batang melingkar
62. Biasan hitam putih
63. Batang-batang melingkar dan ayat-ayat
64. Batang horizontal dengan emas ungu br
65. Komposisi black and white
66. Komposisi latar ungu dan sisa emas
67. Etsa putih
68. Ayat-ayat dengan latar orang dan gold
69. Gunungan latar orange
70. Gunungan dengan dasar abu-abu
71. Gunung mas
72. 4batang dan sisa emas
73. Bilahan emas
74. Boat a wharf
75. Lelehan emas dan lobang-lobang
76. Batang-batang melingkar
77. Dua gadis
78. Etsa
79. Bidang-bidang melintang dengan sisa
80. Komposisi latar coklat dan emas
81. Komposisi abu-abu hijau dan gold

Anda mungkin juga menyukai