Anda di halaman 1dari 14

Latar Belakang

Korea Selatan atau yang bisa di kenal dengan nama Daehan Minguk
merupakan sebuah negara yang berada di kawasan Asia Timur yang
terletak berselahan dengan Cina dan Jepang dan juga berbatasan
langsung dengan Korea Utara.
Keadaan starategis teritorial Korea membawa wilayah ini dalam konflik
perebutan wilayah dengan negara negara tetangga yang berpengaruh
pada perkembangan perekonomian Korea. Berulang kali Cina, Rusia
Jepang berusaha menginvai Semenanjung Korea sebelum abad ke 20
walau akhirnya dapat dipatahkan oleh pertahanan militer Korea. Pada
tahun 1895, Jepang memaksa Korea untuk menandatangani perjanjian
Eulsa, sehingga pada tahun 1905 menjadikan Korea sebagai protektorat
Jepang, sehingga Korea resmi menjadi negara voneka atau negara
jajahan Jepang pada tahun 1910. Kependudukan Jepang membuat
perekonomian, pemerintahan, pertahanan, dan tatanan kehidupan
rakyat Korea hancur berantakan karena eksploitasi total pihak Jepang
terhadap Korea dalam kurun waktu 1910 1945. Hingga pada akhirnya
Korea memperoleh kemerdekaannya pada tanggal 15 Agustus 1945.
Pada awal kemerdekaan Korea pada tahun 1945 perekonomian negara
ini sangat terpuruk, karena tidak adanya sistem dan struktur tersendiri.
Ditambah setelah Perang Dingin yang membuat terjadinya perpecahan
antara wilayah Korea bagian selatan dan Korea bagian Utara yang
didasari perbedaan ideologi yang dianut kedua wilayah yaitu paham
kapitalis yang dianut Korea Selatan dan paham komunis yang dibantu
oleh Korea Utara. Hal ini semakin membuat perekonomian goyah
karena kekurangan infrastruktur di bidang industri. Hampir semua
industri berat dan sumber daya alam terdapat di Korea Utara.
Dalam perjalanan sejarahnya, Korea Selatan masuk dalam salah satu
negara termiskin di dunia yang posisinya sejajar dengan negara
negara miskin di Asia Afrika pada tahun 1950an. Terutama pasca perang
dingin II ( 1950 1953 ) dimana posisi korea selatan merupakan
persaingan antara dua ideologi, yaitu liberal yang didukung Blok Barat
dan Komunis yang didukung oleh Blok Timur. Keadaan inilah yang
membuat sistem perekonomian dan perindustrian Korea Selatan
mengalami kebangkrutan total. Hingga Korea Selatan harus bergantung
dalam sokongan negara adi daya Amerika Serikat untuk terus menerima
bantuan.

Tak teratur dan hancurnya sistem perekonomian Korea Selatan paska


Perang Dingin II inilah yang membuat Korea Selatan berusaha untuk
bangkit dan memgumpulkan kembali kekuatan ekonominya dengan
berbagai macam kebijakan ekonominya yang mampu membuat Korea
Selatan mampu bersanding sejajar dengan Cina dan Jepang sebagai
Macan Asia dengan bentuk perekonomian yang sangat pesat
kemajuannya. Kebijakan keijakan pereknomian baru yang dibuat oleh
para aktor kini mampu membagkitkan Korea Selatan sebagai negara
dengan perekonomian yang sangat pesat dan tinggi pertumbuhannya.
Kesuksesan perekonomian dan perindustrian Korea Selatan tidak
terlepas dari peranan seorang pemimpin yang bernama Park Chung
Hee. Park Chung Hee merupakan presiden Korea Selatan yang berkuasa
pada tahun 1961 1979. Park Chung Hee memiliki peranan besar
terhadap perkembangan perekonomian Korea Selatan. Park Chung Hee
mampu memperbaiki perekonomian Korea Selatan dalam waktu yang
relatif singkat.
Park Chung Hee menitik beratkan pembangunan negaranya dengan
kebijakan kebijakan baru yang memfokuskan pada perkembangan
industri secara modern. Serta kebijakan perekonomian yang mengadpsi
dari perekonomian Jepang.Kebijakan perekonomian Park Chung Hee
yang menjadi dasar kesuksesan perekonomian Korea Selatan hingga
sekarang.

Pembahasan
Transisi Kebijakan-kebijakan Ekonomi Korea
Selatan
Dari sebuah pemerintahan yang berfokus untuk mensejahterakan
bangsa dan juga masyarakatnya pasti membuat sebuah sistem ataupun
kebijakan-kebijakan dalam pengaturan untuk sebuah aturan guna
mendukung tujuan dari kemakmuran mereka. hal ini lah yang dilakukan
oleh Korea Selatan dalam proses untuk pembangunan ekonominya.
Dalam penyusunan sistem pemerintahn ekonomi korea selatan
terbentuk sebuah aturan ataupun kebijakan yang dapat membangun
sektor ini sendiri. Dari kebijakan-kebijakan yang telah dibuat nantinya
dapat mendukung sebuah sistem yang mampu bertahan dalam sistem

ekonomi internasional. Kebijakan-kebijakan yang dibentuk


pemerintahan Korea Selatan seperti:
Kebijakan Export-Oriented Industrialization (EOI)
Sejarah industri di Korea sudah berlangsung sejak masa penjajahan
Jepang di Korea. Banyak industri dibangun untuk menopang ekonomi
Jepang. Korea Selatan diuntungkan dengan warisan Jepang berupa
sarana-sarana infrastruktur seperti jalan raya, rel kereta api, listrik,
saluran irigasi, tenaga terdidik dalam industri dan manajemen, dan
sejumlah pabrik yang mampu menyediakan suatu basis industri ringan
meskipun dalam jumlah dan kekuatan terbatas. Korea Selatan sudah
memiliki basis sosial dan ekonomi yang cukup kuat dan memadai untuk
memulai kembali program-program industrialisasi subtitusi impornya.
Pada masa Park pemerintah berperan aktif mengarahkan sektor swasta
khususnya chaebol untuk mewujudkan agenda pembangunan yang
disusun oleh pemerintah berupa pengembangan industri manufaktur
seperti elektronik, otomobil, dan semikonduktor. Keberhasilan ekspor
Korea Selatan yang pertama terjadi pada ekspor produk industri ringan
seperti tekstil dan pakaian jadi, komponen elektronik, plywood, wig,
serta barang-barang perantara (produk-produk kimia, minyak bumi,
kertas, dan baja) yang berlangsung dalam kurun waktu antara tahun
1964-1974.[1]
Economic Planning Board (EPB)
Pembentukan Badan Perencanaan Ekonomi (EPB) terjadi pada bulan
Juni 1961. EPB yang diketuai Wakil Perdana Menteri bertanggung jawab
terhadap Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Perencanaan,
penentuan anggaran dan pelaksanaan rencana-rencana yang dilakukan
oleh Kementrian-kementrian Perdagangan dan Industri, Keuangan,
Bangunan, Transportasi, Komunikasi, serta Pertanian dan Perikanan
berada di bawah pengawasan EPB. EPB mencanangkan target-target
untuk semua variabel ekonomi terpenting termasuk investasi,
konsumsi, tabungan, tingkatan-tingkatan output, impor dan ekspor,
serta alokasi-alokasi terinci oleh sektor-sektor industri.
EPB mempunyai kekuasaan yang sangat besar termasuk menguasai
bank-bank komersial. Negara merupakan pemegang saham terbesar
sehingga sangat berkuasa dalam menentukan kebijakan-kebijakan
perbankan. EPB mempunyai kekuasaan untuk memelihara sekaligus
menekan kaum borjuis nasional Korea Selatan. EPB juga mengorganisir
informasi-informasi terinci mengenai pasar internasional dan

perubahan-perubahannya dari laporan-laporan yang diserahkan


perusaahaan ekpor.[2]
Kebijakan Heavy Chemical Industry (HCI)
Di Korea Selatan terjadi perubahan orientasi industri yaitu dari industri
ringan ke industri berat. Pada tahun 1973 pemerintah memberikan
prioritas pada perkembangan industri berat dan kimia, misalnya
pembuatan kapal, industri permesinan, baja, mobil, dan petro kimia.
Pertama karena terdapatnya keterbatasan dalam mengekspor hasil
industri ringan yang sangat tergantung pada tenaga kerja murah yang
semakin sulit didapat. Kedua, terjadi perubahan dalam struktur impor.
Pesatnya perkembangan dalam pemakaian bahan penengah impor
untuk jadi barang ekspor mempengaruhi balance of payment.
Sayangnya kebijakan ini terhambat oleh sejumlah kesulitan eksternal
yaitu krisis minyak dan resesi perekonomian dunia. Di dalam negeri
terjadi lonjakan inflasi dan perkembangan ekspor Korea Selatan juga
mulai terancam. Namun Korea Selatan masih beruntung sebab sektorsektor konstruksinya memperoleh peluang bisnis yang sangat besar
terutama dengan berlangsungnya pembangunan ekonomi di negaranegara Timur Tengah yang kaya minyak.[3]
Dengan kebijakan-kebijakan seperti ini menghasilkan berbagai hasil
yang cukup baik untuk dunia internasional maupun pendapat nasional
untuk Korea Selatan sendiri. Dengan kebijakan seperti ini juga dapat
tercipta sebuah sektor ekonomi yang baik dan dapat bertahan guna
menghadapi pasar internasional agar menghasilkan sebuah pendapatan
nasional yang cukup besar.
Proses Kebijakan Ekonomi Korea Selatan
Atas dasar perbaikan ekonomi Korea dari krisis keuangan global,
pemerintah terus berupaya untuk memperkuat pondasi ekonomi bagi
pertumbuhan jangka panjang dan meningkatkan ekonomi riil. Krisis
yang dialami oleh Korea Selatan membuat Korea Selatan mulai
membuat berbagai peningkatan-peningkatan melalui kebijakankebijakan yang diusahakan oleh Pemerintah, yang ditujukan juga
kepada rakyat Korea Selatan menghasilkan hasil yang sangat baik yang
bisa dilihat sekarang, dengan ekspor yang dilakukan ke beberapa
negara di dunia.
Kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Korea, tidak semata-mata
berhasil saat itu juga. Pasti ada pasang surut dari kebijakan-kebijakan
yang dilakukan oleh Pemerintah. Namun, kebijakan dari pemerintah

yang mulai terlihat, dimulai saat Miracle of Hangang River, mengacu


pada pertumbuhan Miracle economy yang telah mengubah Korea
Selatan dari abu Perang Korea.
Pemerintah mengelola kebijakan makro ekonomi dengan cara yang
fleksibel sehingga pemulihan ekonomi dapat dipertahankan oleh Korea
Selatan. Korea Selatan juga mengambil ancang-ancang untuk mencegah
terulangnya krisis melalui pemantauan penyebab kemerosotan ekonomi
domestik dan intervensi asing, sekaligus memperkuat upaya untuk
mempersiapkan kemungkinan resiko dari rumah tangga, bisnis, pasar
keuangan dan pasar valuta asing, sehingga perekonomian tidak akan
terpengaruh oleh permasalahan eksternal.[4]
Dengan bekerja pada hal-hal yang sederhana ketika Korea Selatan
belum mengalami krisis, pemerintah telah mendorong penciptaan
lapangan kerja dengan proyek-proyek fiskal dan program bantuan kerja
sendiri, dan dengan meluncurkan rencana pengembangan sektor jasa,
untuk menghasilkan jangka panjang serta pekerjaan jangka pendek.
Pemerintah juga telah meningkatkan upaya untuk mendukung kelas
berpenghasilan rendah dengan kebijakan yang dirancang untuk
menstabilkan harga, menyediakan perumahan yang terjangkau,
menghidupkan pinjaman kredit mikro, dan mengamankan mata
pencaharian kelompok rentan.
Hasil Dari Kebijakan Ekonomi
Berkat suksesnya kebijakan dari pemerintah, perekonomian Korea
mencatat tingkat pertumbuhan 6,2 persen pada tahun 2010, mencatat
adanya peningkatan dalam 8 tahun, dan pendapatan per kapita
kembali ke level US $ 20.000. Permintaan domestik telah menyebabkan
pertumbuhan sementara konsumsi swasta dan investasi fasilitas
menunjukkan kenaikan yang baik. Ekspor telah meningkat sejalan
dengan kenaikan permintaan luar negeri di tengah pemulihan ekonomi
global dan didukung oleh peningkatan daya saing produk Korea. Korea
telah menjadi peringkat No 8 bangsa pengekspor terbesar di dunia
pada tahun 2012 dan mencapai surplus perdagangan lebih dari US $ 25
miliar untuk tahun keempat berturut-turut.
Sebagai hasil dari upaya pemerintah untuk menciptakan lapangan
kerja, 323.000 pekerjaan telah diciptakan, yang dipimpin oleh sektor
swasta, dengan peningkatan kualitas dari pemerintah. Selain itu, Korea
berhasil menjadi tuan rumah KTT G20 pada tahun 2010, meningkatkan

citra negara. KTT ini menandai pertama kalinya bagi negara non-G8
atau Asia untuk menjadi tuan rumah dari konferensi besar, dan Korea
memainkan peran kunci sebagai ketua KTT, mengusulkan "Prakarsa
Korea" dan berkontribusi terhadap perjanjian substansial. KTT ini
menunjukkan kemampuan diplomatik Korea dan kepemimpinan, serta
membuat Korea Selatan sebagai jembatan antara negara maju dan
berkembang, serta memainkan peran utama dalam penciptaan tatanan
internasional yang baru.

Korea Selatan Melakukan Inovasi Industri


Pada tahun 2011, Korea Selatan telah muncul sebagai kisah sukses
dalam banyak hal. Pada tahun 2011, volume perdagangan Korea
sebesar US $ 1,080 miliar, peringkat negara eksportir terbesar ke-8 di
dunia. Korea menempati urutan keenam di dunia dalam cadangan
devisa negara. Sama seperti negara-negara lain, perekonomian Korea
juga telah terpengaruh oleh penurunan ekonomi global. Meskipun won
kehilangan hampir sepertiga dari nilainya pada tahun 2008, Direktur
Kantor Regional IMF untuk Asia dan Pasifik telah meramalkan bahwa
Korea akan pulih dengan cepat karena yang ditingkatkan fundamental
ekonomi. Mempertahankan pertumbuhan ekonomi Korea adalah
industri kunci yang telah mengumpulkan pengakuan di arena global.
Korea adalah produsen terkemuka di dunia menampilkan dan
semikonduktor memori. Juga, itu adalah galangan kapal bangsa
terbesar kedua di dunia. Sementara itu, ia menempati urutan kedua
dalam hal ponsel, dan kelima dan keenam dalam mobil dan baja,
masing-masing.
Sektor galangan kapal Korea terus menjadi pemimpin industri,
peringkat kedua secara global dalam hal tonase kapal dibangun,
pesanan baru dan ketertiban backlogs. Sektor galangan kapal Korea
saat ini menyumbang sekitar 34 % dari total pesanan pembuatan kapal
di dunia.
Sebagai produsen mobil besar, Korea memproduksi lebih dari 4,2 juta
kendaraan per tahun. Sejak Korea pertama mulai mengekspor mobil
pada tahun 1976, industri otomotif nasional telah berkembang dengan
kecepatan yang luar biasa. Naik pada peningkatan popularitas mobil
Korea di seluruh dunia, perusahaan mobil terkemuka Korea telah mulai
memperluas basis manufaktur untuk lokasi di luar negeri.
Dengan hampir 13 % dari pangsa pasar global, sektor semikonduktor
Korea adalah di garis depan industri, khususnya dalam hal memori flash
dan DRAM (Dynamic Random Access Memory ). Dua produsen

semikonduktor terkemuka Korea, Samsung Electronics dan Hynix ,


peringkat 1 dan 2 di dunia dalam sektor semikonduktor memori pada
tahun 2010. banyak isu yang mengatakan bahwa, dua perusahaan
raksasa ini menjadi penyumbang hampir 50 % dari pasar global.
Jika dilihat kembali, arah kebijakan industri Korea berubah secara
signifikan setiap dekadenya atau lebih, mendorong perekonomian
Korea Selatan menuju masa depan yang lebih cerah dan lebih
sejahtera. Dari awal 1960-an, Korea mulai mempromosikan ekspor
dengan memberlakukan undang-undang dan peraturan yang relevan
dan membangun rencana pembangunan berorientasi ekspor. Industri
kimia berat adalah pusat dari kebijakan industri nasional pada 1970-an
dan ada restrukturisasi industri pada 1980-an. Restrukturisasi itu
bertujuan untuk mempromosikan usaha kecil dan menengah ( UKM ).
Pembukaan pasar dan liberalisasi ditandai tahun 1990-an. Ketika krisis
keuangan Asia melanda pada tahun 1997, Korea mengambil reformasi
yang berani untuk memulihkan perekonomiannya. Bisnis Korea
mengambil inisiatif untuk meningkatkan transparansi dan memenuhi
standar global sementara kebijakan untuk memfasilitasi startups yang
dimasukkan ke dalam tempatnya.
Sejak tahun 2000 , inovasi telah menduduki puncak agenda nasiona.
Untuk membawa lebih banyak inovasi, Korea mempromosikan
kebijakan yang ramah bisnis serta kebijakan meningkatkan kerjasama
antara perusahaan besar dan UKM.
Kajian Teori
Pendekatan Teori Radikal
Teori radikal sebenarnya muncul sebagai kritikan terhadap teori liberal
yang sudah lebih dahulu diterapkan di dunia terutama di barat. Teori
ini bangkit dari suatu respons terhadap era industrialisasi. Berbeda
dengan tokoh-tokoh liberal yang membangun teorinya dari ajaran
klasik, para penggagas teori radikal membangun teorinya berdasarkan
kepada kritikan-kritikan atas sistem yang disampaikan kaum klasik
tersebut. Menurut Marx yang merupakan Bapak Pendiri dari salah satu
teori radikal (marxisme-komunisme), sistem liberal adalah sistem yang
buruk dan sudah busuk dari dalam yang pada akhirnya nanti pasti
akan mengalami proses kehancuran dari dalam (self destruction).

Menurut pendukung teori radikal, pembangunan kapitalis bukanlah


pembangunan yang sebenarnya, melainkan hanya sebagai suatu tahap
perkembangan sosial saja, yang nanti akan berakhir lewat suatu
revolusi sosial untuk menghancurkan sistem kapitalis itu sendiri.
Pembangunan yang sejati menurut kalangan pendukung teori radikal
(marxisme-komunisme) adalah untuk total yang digerakkan oleh suatu
pemerintahan dictator proletariat untuk menciptakan kekayaan
material, dimana alat-alat produksi merupakan milik bersama, dan
barang-barang didistribusikan kepda para pkerja sesuai jasa mereka
dalam produksi. Dengan sistem yang dianggap lebih unggul ini
kebutuhan materi tercukupi, dan kultur atau buday yang tinggi tetap
terjamin kelestariannya.
Ciri-ciri Teori Radikal
Teori Marxisme-Komunisme, yakni teori yang menjadi dasar
terciptannya pembangunan sosialisme-komunis. Teori ini memiliki cirriciri pokok yang sangat bertolak belakang dengan ciri-ciri teori
liberalisme-kapitalis. Adapun ciri-ciri dari teorinya adalah:

Lebih mengutamakan rasa kebersamaan atau kolektivisme.


Berbeda dengan teori liberalisme-kapitalis yang lebih menonjolkan
hak-hak pribadi (individualism). Oleh karena itu, harta dan alat-alat
produksi adalah milik semua, yang bisa didistribusikan untuk
kepentingan bersama, sesuai dengan kebutuhan masing-masing. hal ini
sesuai dengan motto mereka (sosialis-komunis) : from each according
to his abilities, to each according to his needs. Dengan cara ini
diharapkan keburukan dari sifat-sifat harta kekayaan dapat
dihilangkan, dan manfaat peradaban kolektivisme dapat dipertahankn
untuk kemajuan bersama. Karena masyarakat dianggap sebagai satusatnya kenyataan sosial, maka hak miik perorangan tidak diakui. Yang
ada hanya kekayaan sosial atau kekayaan bersama.

Lebih mementigkan unsur kooperatif drippada motif laba atau


kepetingan pribadi.
Dalam hal ini pemerintah membatasi para individu untuk bekerja
sesuai dengan keinginannya masing-masing. Sebaliknya, mereka diberi
pekerjaan yang telah ditentukan oleh pemerintah untuk mereka.

Adanya campur tangan pemerintah yang sangat kuat mulai dari


tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap pelaksanaan hingga
tahap pengawasan.
Interdependensi
Dalam bentuknya yang paling umum, interdependensi dapat
digambarkan sebagai sebagai suatu situasi dimana sistem tergantung

(contingent) pada kekuatan-kekuatan eksternal. Analisis terhadap


dependensi dalam ilmu-ilmu sosial fokus pad kegiatan kelompok sosial
sebagai kekuatan eksternal. Interdependensi menggambarkan situasi
saling tergantung di antara aktor-aktor sosial. Didefinisikan demikian,
interdependensi berhubungan dengan jenis tindakan tertentu diarea
isu spesifik. Berdasrkan perbedaan antara jenis-jenis aktor sosial yang
membentuk sebagai kekuatan eksternal, interdependensi dalam
hubungan internasioanl dapat disebabkan oleh dua faktor. Disatu sisi,
negara-negara dan masyarakat nasional tergantung pada kegiatan
negara-negara lain (interdependensi negara). Dalam pengertian ini,
negara bergantung satu sama lain ketika muncul sitem negra
whesphalia.[6]
Studi Kasus
Studi kasus ini membahas pertumbuhan ekonomi Korea Selatan ketika
masa Park Chung Hee, yang kemudian membuat Korea Selatan
berkembang menjadi 10 besar negara terbaik perekonomiannya dengan
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Park Chung Hee, kemudian masih
diimplementasikan sampai sekarang.
Kebijakan Park Chung Hee
Pada tahun 2005 Korea Selatan berubah dari negara agrikultur menjadi
negara industri yang utama. Di samping merupakan pemimpin dalam
akses internet kecepatan tinggi, semikonduktor memori, monitor layar
datar, dan telepon genggam, Korea Selatan juga menduduki peringkat
pertama dalam pembuatan kapal, ketiga dalam produksi ban, keempat
dalam serat sintetis, kelima dalam otomotif, dan keenam dalam
industri baja. Negara ini juga berada pada peringkat ke-12 dalam PDB
nominal, tingkat pengangguran rendah, dan pendistribusian
pendapatan yang relatif merata.[7]
Ekonomi korea pasca perang dan pasca kemerdekaan mengalami
pertumbuhan yang signifikan setelah sebelumnya mengalami
kehancuran di masa kekuasaan Rhee. Pada tahun 1953 perekonomian
Korea selatan telah mencapai keajaiban ekonomi di Sungai Han.
Setelah berakhirnya perang Korea tahun 1953, income per kapita hanya
mencapai 67 dollar, lebih rendah dari sebelum perang dan merupakan
salah satu pendapatan yang terendah di dunia. Produksi pertanian 27%
lebih rendah dari masa sebelum perang, sehingga tanpa adanya
bantuan dari luar banyak orang Korea yang kelaparan.[8]

Pembangunan ekonomi Korea Selatan dimulai pada tahun 1962, ketika


jendral Park Chung-hee berkuasa. Pada saat itu Korsel mengatur sistem
fiskal dan moneter serta budget dan tax reform.[9] Park memerintah
dengan otoriter. Dengan sistem pemerintahan yang otoriter, maka
sistem ekonominya pun menjadi sistem yang radikal, dimana semua
kebijakan pasar dan perekonomian negara yang mengatur adalah
pemerintah. Dengan sistem yang demikian itu maka pemerintah
memiliki wewenang penuh untuk mengatur perekonomian rakyatnya.
Selain pasar yang dikuasai penuh oleh pemerintah, kekayaan negara
pun menjadi miliki bersama. Hal ini menunjukkan salah satu ciri-ciri
teori radikal yang menyatakan bahwa mereka yang menganut teori ini
lebih mengutamakan kepentingan kolektif dalam kasus ini yaitu
kemajuan perekonomian negara Korea Selatan. Hal tersebut membuat
Korea Selatan maju pesat dari sebuah negara pertanian menjadi negara
industri dan perdagangan dalam waktu kurang dari 30 tahun.
Park memerintah dengan sistem yang radikal, dia tidak memerintah
secara demokrasi karena menurutnya demokrasi itu malah
memperlamban pertumbuhan ekonomi negaranya. Park Chung-hee
membuat pemerintahannya bertumpu pada kekuatan yang berasal dari
militer, birokrat, dan teknokrat. Oleh karena itu rezim Korea Selatan di
bawah Park Chung-hee disebut Rezim Otoriter Birokratis.
Langkah-langkah yang di ambil dalam pembangunan ekonomi Korea
Selatan ada 3 yaitu: Pertama, membuka hubungan diplomasi dengan
Jepang untuk mengundang arus PMA dan bantuan ekonomi dari negara
tersebut. Kedua, mengambil sikap mengalah terhadap tekanantekanan dari AS (terutama untuk mendapatkan dukungan politik dan
pengakuannya) serta menerima anjuran dari kelompok teknokrat untuk
menggalakkan usaha-usaha ekspor, terutama ekspor hasil-hasil industri
manufaktur.[10]
Sedangkan bentuk kebijakan yang dia lakukan adalah sebagai berikut:

Economic Planning Board (EPB)


Badan Perencanaan Ekonomi (EPB) dibentuk pada bulan Juni 1961
untuk membuat peran negara menjadi terlihat. Peran negara dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi adalah dengan mengarahkan dan
menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan untuk investasi
modal, produksi, dan juga ekspor. Dengan EPB peran tersebut dapat
terlaksana. EPB yang diketuai Wakil Perdana Menteri bertanggung
jawab terhadap Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun).

Program Repelita disusun dalam empat tahap dimulai pada tahun 1962.
Tahap pertama dan kedua diarahkan untuk pembangunan industri.
[11] Tahap ketiga (1972-1976) untuk menciptakan keseimbangan antara
pembangunan industri dan pertanian, dan tahap keempat (1977-1981)
adalah pembangunan ekonomi yang mandiri dan pemerataan hasil
pembangunan.
EPB mempunyai kekuasaan yang sangat besar termasuk menguasai
bank-bank komersial. Negara merupakan pemegang saham terbesar
sehingga sangat berkuasa dalam menentukan kebijakan-kebijakan
perbankan. EPB mempunyai kekuasaan untuk memelihara sekaligus
menekan kaum borjuis nasional Korea Selatan. Hal ini sesuai dengan
peran yang seharusnya dijalankan oleh negara ketika sistem ekonomi
radikal sedang berjalan disuatu negara. Negara berhak memonopoli
perekonomian di negaranya. Seperti kebijakan EPB ini. Kebijakan ini
dirancang agar pemerintah bisa mengontrol penuh perekonomian
rakyatnya. EPB juga mengorganisir informasi-informasi terinci
mengenai pasar internasional dan perubahan-perubahannya dari
laporan-laporan yang diserahkan perusaahaan ekpor.

Kebijakan Export-Oriented Industrialization (EOI)


Di bawah tekanan AS, pihak Jepang terpaksa menjual pabrik-pabriknya
dengan harga yang relatif murah pada para pengusaha Korea. Pada
masa pemerintahan Presiden Syngman Rhee proses industrialisasi yang
berbasis pada industri substitusi impor mulai bangkit. Pelan-pelan
industri tradisional Korea Selatan yang sudah hidup sejak jaman
kolonial seperti industri tekstil, pengilangan tepung dan pabrik gula
ikut tumbuh. Pada masa ini para chaebol[12] mulai memperoleh
modal. Akan tetapi pada masa pemerintahan Rhee banyak melakukan
korupsi, sehingga menyebabkan perekonomian Korea Seatan mengalami
kehancuran.
Sebagian produk industri yang didukung pemerintah diarahkan untuk
pasaran ekspor karena tidak memiliki pasaran dalam negeri.
Pemerintah memberikan berbagai kemudahan dalam hal perkreditan
bagi para eksportir. Pemerintah juga mengatur alokasi kredit yang
disesuaikan dengan pertumbuhan sektor-sektor industri dan ekonomi
yang pada umumnya lebih diprioritaskan. Pemerintah Korea Selatan
juga mendapatkan pinjaman luar negeri baik dari Jepang maupun
Amerika Serikat. Itulah sebabnya kenapa Korea Selatan menjalin
hubungan diplomasi yang baik dengan jepang.
Keberhasilan ekspor Korea Selatan yang pertama terjadi pada ekspor

produk industri ringan seperti tekstil dan pakaian jadi, komponen


elektronik, plywood, wig, serta barang-barang perantara (produkproduk kimia, minyak bumi, kertas, dan baja) yang berlangsung dalam
kurun waktu antara tahun 1964-1974.[13] Keberhasilan Korea Selatan
pada periode tersebut ditunjang oleh perkembangan ekonomi dunia
yang sedang mengalami lonjakan pertumbuhan industri yang besar,
sehingga Korea Selatan tidak kesulitan untuk memasarkan produkproduknya, terlebih Korsel mendapatkan referensi untuk masuk ke
pasar domestik Amerika. Hal ii dikarenakan Korea Selatan telah
menjalin hubungan baik dengan Amerika.
Kebijakan ekspor yang dilakukan oleh Park ini menunjukkan bahwa
analisis hubungan Korea Selatan dengan negara lain dalam dunia
internasional dapat dianalisis dengan paradigma liberal dimana dia
cenderung bekerjasama dengan negara lain dalam memenuhi
kebutuhan nasionalnya yang dalam hal ini adalah kebutuhan untuk
meningkatkan perekonomian negaranya. Dalam hubungannya dengan
negara lain, juga terjadi interaksi saling ketergantungan, yaitu Korea
Selatan menjadi tergantung dengan negara lain sebagai pasar
ekspornya dan negara lain yang menjadi pasar ekspor Korea Selatan
juga menjadi tergantung dengan negara Korea Selatan sebagai
pemenuh kebutuhan dalam negri mereka dalam bentuk barang,
tehnologi serta yang lainnya.

Kebijakan Heavy Chemical Industry(HCI)[14]


Pada 1970-an terjadi perubahan orientasi industri yaitu dari industri
ringan ke industri berat. Pada tahun 1973 pemerintah memberikan
prioritas pada perkembangan industri berat dan kimia, misalnya
pembuatan kapal, industri permesinan, baja, mobil, dan petro kimia.
Terjadinya perubahan tersebut dikarenakan dua alasan, yaitu: Pertama
karena terdapatnya keterbatasan dalam mengekspor hasil industri
ringan yang sangat tergantung pada tenaga kerja murah yang semakin
sulit didapat. Kedua, terjadi perubahan dalam struktur impor. Pesatnya
perkembangan dalam pemakaian bahan penengah impor untuk jadi
barang ekspor mempengaruhi balance of payment.[15] Rencana
pembangunan industri berat dan kimia merupakan usaha Korea Selatan
untuk membuat kekuatan industrinya lebih mandiri. Rencana besar
yang didukung oleh presiden, Ministry of International Trade and
Industry (MITI), dan sejumlah perusahaan besar nasional (chaebol)
dilaksanakan tanpa menghiraukan tantangan kelompok teknokrat.
Rencana ini justru mendapatkan dukungan dari militer dan hal ini erat
berhubungan dengan sumbangannya untuk industri militer kelak.

Gerakan Saemaul Undong


Gerakan saemaul merupakan gerakan yang dimaksudkan untuk
mengembangkan dan memodernisasikan daerah pedesaan. Tujuannya
untuk membangkitkan semangat kemerdekaan (indipendence),
kemandirian (self-help) mewujudkan gerakan desa baru (New Village
Movement), dan kerja sama atau sifat gotong royong (Mutual
Cooperation) dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat
setempat.
Konsep ini diperkenalkan pada tahun 1971 ketika Korea Selatan
menghadapi permasalahan disparitas pedesaan-perkotaan akibat
prioritas pembangunan yang selalu menekankan industrialisasi
berorientasi ekspor. Akbat peralihan kebijakan dari agrikultur ke
perekonomian induastri yang dilakukan oleh Park, maka akibatnya
adalah tingkat pertumbuhan sektor pertanian tertinggal jauh dari
sektor industrial. Ketika terjadi pertumbuhan ekonomi, gap antara
pendapatan rumah tangga petani dengan pendapatan masyarakat
urban semakin besar. Hal ini mengakibatkan eksodus pemuda desa ke
wilayah urban, meninggalkan desanya tanpa kemampuan yang
memadai dan menciptakan tekanan penduduk di wilayah-wilayah
urban.
Untuk mengurangi kesenjangan ekonomi antara desa dengan kota,
Presiden Park mencanangkan Gerakan Masyarakat Baru dengan tujuan
agar kemakmuran masyarakat merata. Selain mencegah kecenderungan
tak seimbang antara industri-perkotaan dengan pertanian-pedesaan,
konsep ini berupaya memperbesar saluran pembangunan sektor
ekonomi pertanian-pedesaan. Gerakan dimulai dengan
menginventarisasi aset lokal yang jarang dimanfaatkan dan diolah
menjadi sesuatu yang dapat memperbaiki standar hidup setempat dan
memperbesar keuntungan yang diperoleh warga. Esensi lain Saemaul
Undong adalah wujud pembangunan dari bawah berdasarkan inisiatif
dan partisipasi lokal. Proyek ini diwujudkan melalui pembentukan
koperasi warga setempat yang berpedoman pada inisiatif lokal,
pemanfaatan tenaga kerja serta material dan ketrampilan mereka.
Saemaul undong dioperasikan melalui tiga tahapan. Pada tahap awal
dilakukan berbagai perbaikan lingkungan hidup pedesaan terutama
yang menyangkut fasilitas fisik. Tahap selanjutnya adalah memperbaiki
infrastruktur dasar, dan tahap terakhir adalah memperluas kesempatan
kerja pertanian dan non-pertanian di samping menggarap aktivitas lain

yang dapat meningkatan pendapatan dan kesejahteraan warga


setempat.
Saemaul Udong juga merupakan bentuk pemenfatan hasil kemakmuran
negara Korea Selatan yang pada masa itu sedang mengalami
pertumbuhan ekonomi yang pesat. Dari gerakan ini semakin
memperjelas bahwa sistem ekonomi yang radikal tengah dijalankan
oleh negara Korea Selatan.
Kesimpulan
Perekonomian Korea Selatan yang sudah maju seperti sekarang yang
bisa dunia lihat, adalah tidak terlepas dari peran kebijakan Pemerintah
Korea Selatan dan juga kontribusi masyarakat Korea Selatan untuk
bersama-sama membangun perekonomian negara mereka menjadi
lebih baik. Lewat dari Proses-proses kebijakan Pemerintah yang
menghasilkan beberapa kebijakan, Pemerintah dan kebijakankebijakan yang telah dibuat nantinya dapat mendukung sebuah sistem
yang mampu bertahan dalam sistem ekonomi internasional.
Kebijakan-kebijakan yang ada sekarang sangat dipengaruhi oleh
seorang Park Chung Hee, yaitu Presiden Korea Selatan pada tahun 1961
dengan rezim otoriternya. Park Chung Hee menitik beratkan
pembangunan negaranya dengan kebijakan kebijakan baru yang
memfokuskan pada perkembangan industri secara modern. Serta
kebijakan perekonomian yang mengadpsi dari perekonomian Jepang.
Kebijakan perekonomian Park Chung Hee yang menjadi dasar
kesuksesan perekonomian Korea Selatan hingga sekarang.

Anda mungkin juga menyukai