SOP2
SOP2
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pelayanan Pasien adalah hal penting yang terdapat di rumah sakit , pasien dengan
masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak mendapat kualitas
asuhan yang sama di rumah sakit. Untuk melaksanakan prinsip kualitas asuhan yang
setingkat, Rumah sakit adalah organisasi yang berkiprah dalam bidang jasa pelayanan
kesehatan perorangan. Dalam penyelenggaraan upaya pelayanan pada pasien rumah sakit
didukung oleh banyak jenis keterampilan SDM baik yang berbentuk profesi maupun non
profesi. Dalam menjalankan kegiatannya rumah sakit menyadari bahwa pelayanan yang
diberikan kepada pasien dalam bentuk bermacam macam asuhan yang merupakan bagian
dari suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan para profesional di bidang
pelayanan kesehatan. Dengan adanya pedoman ini diharapkan rumah sakit dapat
menerapkan model pelayanan yang akan membangun suatu kontinuitas pelayanan,
menyelaraskan kebutuhan asuhan pasien dengan pelayanan yang tersedia di rumah sakit,
mengkoordinasikan pelayanan, kemudian merencanakan pemulangan dan tindakan
selanjutnya. Hasilnya adalah meningkatnya mutu asuhan pasien dan efisiensi
penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit. Setiap pasien yang datang
kerumah sakit harus dijamin aksesnya untuk mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan,
terjamin pula kontinuitas pelayanan yang didapat, serta mendapatkan pelayanan yang
terkoordinasi dan terintegrasi dari berbagai asuhan dari para profesional pemberi asuhan
pasien. Sehingga dapatlah diharapkan hasil pelayanan yang efektif, efisien dan menjamin
keselamatan pasien, yang akhirnya bermuara pada kepuasan pasien dan pemenuhan hak
pasien. Beberapa hal penting yang harus dikelola oleh rumah sakit adalah mengenali
dengan baik kebutuhan pasien yang mana yang dapat dilayani oleh rumah sakit,
mengatur pemberian pelayanan yang efisien kepada pasien, dan melakukan rujukan ke
pelayanan yang tepat baik di dalam maupun keluar rumah sakit serta mengatur
pemulangan pasien yang tepat ke rumah.
Rumah Sakit Bermutu, adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan melalui
penyelenggaraan pelayanan secara paripurna pada unit unit gawat darurat, rawat jalan,
1
rawat inap, ruang tindakan dan ruang perawatan khusus. Penyelenggaraan pelayanan
dilaksanakan oleh berbagai kelompok profesi. Para profesional utama yang memberikan
asuhan kepada pasien di rumah sakit adalah staf medis baik dokter maupun dokter
spesialis, staf klinis keperawatan (perawat dan bidan), nutrisionis dan farmasis yang
rutin dan pasti selalu berkontak dengan pasien, akan tetapi tidak kalah pentingnya
profesional lain yang berfungsi melakukan asuhan penunjang berupa analis
laboratorium, penata rontgen, fisioterapis. Secara garis besar ada empat kelompok SDM
yang mendukung jalannya rumah sakit yaitu, kelompok medis memberikan pelayanan
asuhan medis, kelompok keperawatan memberikan pelayanan asuhan keperawatan, serta
kelompok keteknisian medis yang memberikan pelayanan penunjang medis, dan
akhirnya adalah kelompok administrasi yang memberikan pelayanan administrasi
manajemen.
1.2. TUJUAN
Maksud dari Sasaran.
1.3. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup Pelayanan pasien yaitu seluruh pelayanan yang berhubungan secara
langsung maupun tidak langsung dengan pasien. Pelayanan tersebut terdiri dari :
1.1. Pelayanan medis
A. Pelayanan rawat inap
B. Pelayanan rawat jalan
C. Instalasi gawat darurat
D. Poliklinik THT
E. Poliklinik penyakit dalam
F. Poliklinik anak
G. Poliklinik bedah tulang
H. Poliklinik bedah plastik
I. Poliklinik gigi
J. Pelayanan kamar bedah
K. Instalasi farmasi
L. Instalansi rekam medis
1.3.2. Pelayanan non medis
2
A. Bagian kebersihan
B. Bagain laundry
C. Bagian dapur
D. Bagian maintenance
1.4. LANDASAN HUKUM
1.4.1. SK Direktur RS Khusus Bedah SS Medika No. 025/RSKBSS SK/DIR/XII/2014
tentang kebijakan Pedoman Pelayanan pasien RSKB SS Medika
1.4.2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
1.4.3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
1.4.4. Surat Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia
No.129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
1.4.5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
1.4.6. PMK no 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien
1.4.7. Panduan Nasional Keselamatan Pasien tahun 2006
3
BAB II
ISI
2.1. PEMBERIAN PELAYANAN UNTUK SEMUA PASIEN
Pelayanan berfokus pasien adalah asuhan yang menghormati dan responsif
terhadap pilihan, kebutuhan dan nilai-nilai pribadi pasien, serta memastikan bahwa nilainilai pasien menjadi panduan bagi semua keputusan klinis. Penyediaan pelayanan yang
paling sesuai di suatu rumah sakit untuk mendukung dan merespon setiap kebutuhan
pasien yang unik, memerlukan perencanaan dan koordinasi tingkat tinggi. Ada beberapa
aktivitas tertentu yang bersifat dasar bagi pelayanan pasien. Untuk semua disiplin yang
memberikan pelayanan pasien, aktivitas ini termasuk :
A. Perencanaan dan pemberian asuhan kepada setiap/masing-masing pasien;
B. Pemantauan pasien untuk mengetahui hasil asuhan pasien;
C. Modifikasi asuhan pasien bila perlu;
neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi,
diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama
beberapa jam atau hari.
F. Mati Batang Otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh
isisaraf/neuronal intrakranial yang tidak dapat pulih termasuk batang otak
dan serebelum.
15
G. Alat Bantu Napas (Ventilator )adalah alat yang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
H. Witholding life support adalah penundaan bantuan hidup
I. Withdrowing life support adalah penghentian bantuan hidup
J. Mengelola Akhir Kehidupan (End of Life) adalah pelayanan tindakan
penghentian bantuan hidup(Withdrowinglife support) atau penundaan
bantuan hidup (Witholding life support).
K. Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan
setuju(consent) atau ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan secara
bebas,rasional, tanpa paksaan (voluntary) terhadap tindakan kedokteran yang
akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi yang
cukup(informed) tentang kedokteran yang dimaksud.
L. Donasi Organ adalah tindakan memberikan organ tubuh dari donor kepada
resipien.
M. Perawatan Paliatif adalah upaya medik untuk meningkatkan atau
mepertahankan kualitas hidup pasien dalam kondisi terminal.
2.5.2. Tujuan
Pasien yang dalam proses kematian mempunyai kebutuhan khusus untuk
dilayani dengan penuh hormat dan kasih. Untuk mencapai ini semua staf harus
sadar akan uniknya kebutuhan pasien dalam keadaan akhir kehidupannya.
Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan semua aspek
asuhan slama stadium akhir hidup. Asuhan akhir kehidupan yang diberikan
rumah sakit termasuk :
A. Pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keinginan pasien
dan keluarga
B. Menyampaikan isu yang sensitive seperti autopsy dan donasi organ
C. Menghormati nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya
D. Mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek pelayanan
E. Memberikan respon pada masalah masalah psikologis, emosional,
spiritual dan budaya dari asien dan keluarganya.
16
Untuk mencapai tujuan ini semua staf harus menyadari akan kebutuhan
pasien yang unik pada akhir hidupnya (lihat juga HPK 2.5, Maksud dan
Tujuan). Rumah Sakit mengevaluasi mutu asuhan akhir kehidupan,
berdasarkan evaluasi (serta persepsi) keluarga dan staf, terhadap asuhan yang
diberikan.
2.5.3. Kebijakan
A. Aspek Keperawatan
Masalah yang melingkupi kondisi terminal pasien, yaitu mulai dari titik
a. Problem oksigenisasi;
Nafas tidak teratur, cepat atau lambat,pernafasan cheyne stokes,
sirkulasi perifer menurun, perubahan mental;agitasi-gelisah, tekanan
darah menurun, hypoksia, akumulasi sekret,nadiireguler.
b. Problem eliminasi;
Konstipasi,medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltik,
kurang diet serat dan asupan makanan juga mempengaruhi
konstipasi,inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan
atau kondisi penyakit (missal Ca Colon), retensiurin, inkontinensia
18
urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit misal
trauma medulla spinalis, oliguria terjadi seiring penurunan intake
cairan atau kondisi penyakit misal gagal ginjal.
c. Problem nutrisi dan cairan
Asupan makanan dan cairan menurun,peristaltic menurun, distensi
abdomen, kehilangan BB,bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering
dan membengkak, mual, muntah,cegukan, dehidrasi terjadi karena
asupan cairan menurun.
d. Problem suhu
Ekstremitas dingin,kedinginan sehingga harus memakai selimut
e. Problem sensori
Penglihatan menjadi kabur, reflex berkedip hilang saat mendekati
kematian,menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran
menurun,kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun.Penglihatan
kabur,pendengaran berkurang, sensasi menurun.
f. Problem nyeri
Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra
vena, pasien harus selalu didampingi untuk menurunkann
kecemasan dan meningkatkan kenyamanan
g. Problem kulit dan mobilitas
Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit
sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
h. Masalahpsikologis
Pasien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak
respon emosi, perasaan marah dan putus asa.
B. Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif bertujuan mencapai quality of life dan quality of
death. Perawatan paliatif menyangkut psikologis, spiritualis, fisik, keadaan
sosial.Terkait hal ini, memberikan pemahaman bagi keluarga dan pasien
sangat penting agar keluarga mengerti betul bahwa pasien tidak akan
19
sembuh,sehingga mereka akan memberikan perhatian dan kasih sayang
diakhir kehidupan pasien tersebut.
C. Aspek Medis
Kebanyakan kalangan dalam dunia kedokteran dan hukum sekarang ini
mendefinisikan kematian dalam pengertian mati otak (MO) walaupun
1) Pernafasan (breath)
a) Apakah teratur atau tidak teratur.
b) Apakah ada suara napas tambahan seperti ronki, wheezing,
stridor, crackles, dll.
c) Apakah terjadi sesak nafas.
d) Apakah ada batuk , bila ada apakah produktif atau tidak.
e) Apakah ada sputum, bila ada bagaimana jumlah warna, bau,
dan jenisnya.
f) Apakah memakai ventilasi mekanik (ventilator) atau tidak
2) Kardio varkuler (blood)
a) Bagaimana irama jantung, apakah regular atau ireguler.
21
b) Bagaimana akral, apakah hangat, kering, merah, dingin,
basah dan pucat.
c) Bagaimana pulsasi, apakah sangat kuat, kuat teraba, lemah
teraba, hilang timbul atau tidak teraba.
d) Apakah ada perdarahan atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
e) Apakah ada CVC atau tidak, bila ada berapa ukurannya
dalam Cm H2O.
f) Berapa tensi dan MAP dalam ukuran mmHg.
g) Lain lainnya bila ada.
3) Persyarafan (brain)
a) Bagaimana ukuran GCS dan total untuk mata, verbal, motoric
dan kesadaran pasien.
b) Berapa ukuran ICP dalam Cm H2O.
c) Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau muntah
proyektil.
d) Bagaimana konjungtiva, apakah anemia atau kemerahan.
4) Perkemihan (blader)
a) Bagaimana area genital, apakah bersih atau kotor.
b) Berapa jumlah cairan masuk dalam hitungan cc/hari.
c) Bagaimana cara buang air kecil, apakah spontan atau dengan
bantuan dower kateter.
d) Bagaimana produksi urine, berapa jumlah cc/jam, bagaimana
warnannya, bagaimana baunya.
5) Pencernaan (bowel)
a) Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun.
b) Bagaimana porsi makan, habis atau tidak.
c) Minum berapa cc/hari, dengan jenis cairan apa.
d) Apakah mulut bersih, kotor dan berbau.
e) Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur atau tidak,
bagaimana konsistensi, warna dan bau feses.
6) Musculoskeletal / Intergumen
22
a) Bagaimana kemampuan pergerakan sendi, bebas, atau
terbatas.
Category:
Documents
Download: 158
Comment: 0
722
views
Share
Comments
Description
Download Pedoman Pelayanan Pasien.doc
Transcript
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pelayanan Pasien adalah hal penting yang
terdapat di rumah sakit , pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama
berhak mendapat kualitas asuhan yang sama di rumah sakit. Untuk melaksanakan prinsip
kualitas asuhan yang setingkat, Rumah sakit adalah organisasi yang berkiprah dalam bidang jasa
pelayanan kesehatan perorangan. Dalam penyelenggaraan upaya pelayanan pada pasien rumah
sakit didukung oleh banyak jenis keterampilan SDM baik yang berbentuk profesi maupun non
profesi. Dalam menjalankan kegiatannya rumah sakit menyadari bahwa pelayanan yang
diberikan kepada pasien dalam bentuk bermacam macam asuhan yang merupakan bagian dari
suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan para profesional di bidang pelayanan kesehatan.
Dengan adanya pedoman ini diharapkan rumah sakit dapat menerapkan model pelayanan yang
akan membangun suatu kontinuitas pelayanan, menyelaraskan kebutuhan asuhan pasien dengan
pelayanan yang tersedia di rumah sakit, mengkoordinasikan pelayanan, kemudian merencanakan
pemulangan dan tindakan selanjutnya. Hasilnya adalah meningkatnya mutu asuhan pasien dan
efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit. Setiap pasien yang datang
kerumah sakit harus dijamin aksesnya untuk mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan, terjamin
pula kontinuitas pelayanan yang didapat, serta mendapatkan pelayanan yang terkoordinasi dan
terintegrasi dari berbagai asuhan dari para profesional pemberi asuhan pasien. Sehingga dapatlah
diharapkan hasil pelayanan yang efektif, efisien dan menjamin keselamatan pasien, yang
akhirnya bermuara pada kepuasan pasien dan pemenuhan hak pasien. Beberapa hal penting yang
harus dikelola oleh rumah sakit adalah mengenali dengan baik kebutuhan pasien yang mana yang
dapat dilayani oleh rumah sakit, mengatur pemberian pelayanan yang efisien kepada pasien, dan
melakukan rujukan ke pelayanan yang tepat baik di dalam maupun keluar rumah sakit serta
mengatur pemulangan pasien yang tepat ke rumah. Rumah Sakit Bermutu, adalah rumah sakit
yang memberikan pelayanan melalui penyelenggaraan pelayanan secara paripurna pada unit unit
gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, ruang tindakan dan ruang perawatan khusus.
Penyelenggaraan pelayanan dilaksanakan oleh berbagai kelompok profesi. Para profesional
utama yang memberikan asuhan kepada pasien di rumah sakit adalah staf medis baik dokter
maupun dokter spesialis, staf klinis keperawatan (perawat dan bidan), nutrisionis dan farmasis
yang rutin dan pasti selalu berkontak dengan pasien, akan tetapi tidak kalah pentingnya
profesional lain yang berfungsi melakukan asuhan penunjang berupa analis laboratorium, penata
rontgen, fisioterapis. Secara garis besar ada empat kelompok SDM yang mendukung jalannya
rumah sakit yaitu, kelompok medis memberikan pelayanan asuhan medis, kelompok
keperawatan memberikan pelayanan asuhan keperawatan, serta kelompok keteknisian medis
yang memberikan pelayanan penunjang medis, dan akhirnya adalah kelompok administrasi yang
memberikan pelayanan administrasi manajemen. 1.2. TUJUAN Maksud dari Sasaran. 1.3.
RUANG LINGKUP Ruang lingkup Pelayanan pasien yaitu seluruh pelayanan yang berhubungan
secara langsung maupun tidak langsung dengan pasien. Pelayanan tersebut terdiri dari : 1.3.1.
Pelayanan medis A. Pelayanan rawat inap B. Pelayanan rawat jalan C. Instalasi gawat darurat D.
Poliklinik THT E. Poliklinik penyakit dalam F. Poliklinik anak G. Poliklinik bedah tulang H.
Poliklinik bedah plastik I. Poliklinik gigi J. Pelayanan kamar bedah K. Instalasi farmasi L.
Instalansi rekam medis 1.3.2. Pelayanan non medis A. Bagian kebersihan B. Bagain laundry C.
Bagian dapur D. Bagian maintenance 1.4. LANDASAN HUKUM 1.4.1. SK Direktur RS Khusus
Bedah SS Medika No. 025/RSKBSS SK/DIR/XII/2014 tentang kebijakan Pedoman Pelayanan
pasien RSKB SS Medika 1.4.2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan 1.4.3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit 1.4.4. Surat Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia
No.129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit 1.4.5. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit 1.4.6. PMK no 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien 1.4.7. Panduan
Nasional Keselamatan Pasien tahun 2006 BAB II ISI 2.1. PEMBERIAN PELAYANAN UNTUK
SEMUA PASIEN Pelayanan berfokus pasien adalah asuhan yang menghormati dan responsif
terhadap pilihan, kebutuhan dan nilai-nilai pribadi pasien, serta memastikan bahwa nilai-nilai
pasien menjadi panduan bagi semua keputusan klinis. Penyediaan pelayanan yang paling sesuai
di suatu rumah sakit untuk mendukung dan merespon setiap kebutuhan pasien yang unik,
memerlukan perencanaan dan koordinasi tingkat tinggi. Ada beberapa aktivitas tertentu yang
bersifat dasar bagi pelayanan pasien. Untuk semua disiplin yang memberikan pelayanan pasien,
aktivitas ini termasuk : A. Perencanaan dan pemberian asuhan kepada setiap/masing-masing
pasien; B. Pemantauan pasien untuk mengetahui hasil asuhan pasien; C. Modifikasi asuhan
pasien bila perlu; D. Penuntasan asuhan pasien; dan E. Perencanaan tindak lanjut. Banyak
praktisi kesehatan yaitu dokter, perawat, apoteker, nutrisionis, terapis rehabilitasi, dan praktisi
pelayanan kesehatan lain melaksanakan aktivitas tersebut. Masing-masing praktisi pelayanan
kesehatan mempunyai peran yang jelas dalam asuhan pasien. Peran tersebut ditentukan oleh
lisensi; kredensial; sertifikat; undang-undang dan peraturan; ketrampilan (skill) khusus individu,
pengetahuan, pengalaman, juga kebijakan rumah sakit atau uraian tugas. Sebagian pelayanan
bisa dilaksanakan oleh pasien, keluarganya, atau pembantu pelaksana asuhan lainnya yang
terlatih. Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak mendapat
kualitas asuhan yang sama di rumah sakit. Untuk melaksanakan prinsip kualitas asuhan
yang setingkat mengharuskan pimpinan merencanakan dan mengkoordinasi pelayanan
pasien. Secara khusus, pelayanan yang diberikan kepada populasi pasien yang sama pada
berbagai unit kerja, dipandu oleh kebijakan dan prosedur yang menghasilkan pelayanan yang
seragam. Sebagai tambahan, pimpinan harus menjamin bahwa rumah sakit menyediakan tingkat
kualitas asuhan yang sama setiap hari dalam seminggu dan pada setiap shift. Kebijakan dan
prosedur tersebut harus sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku yang
membentuk proses pelayanan pasien dan dikembangkan secara kolaboratif. Asuhan pasien yang
seragam terefleksi sebagai berikut dalam: A. Akses untuk asuhan dan pengobatan, yang
memadai, tidak tergantung atas kemampuan pasien untuk membayar atau sumber pembiayaan.
B. Akses untuk asuhan dan pengobatan, serta yang memadai, yang diberikan oleh praktisi yang
kompeten tidak tergantung atas hari-hari tertentu atau waktu tertentu. C. Ketepatan (acuity)
mengenali kondisi pasien menentukan alokasi sumber daya untuk memenuhi kebutuhan pasien.
D. Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien (misalnya pelayanan anestesia) sama di seluruh
rumah sakit. E. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan
keperawatan yang setingkat diseluruh rumah sakit. F. Asuhan pasien yang seragam menghasilkan
penggunaan sumber daya yang efisien dan sehingga mendapatkan evaluasi hasil (outcome) yang
sama untuk asuhan di seluruh rumah sakit. Semua proses asuhan pasien oleh Profesional Pemberi
Asuhan (PPA) harus dicatat dalam berkas rekam medis pasien secara runtut sesuai dengan
perjalanan asuhan yang dialami pasien di RS, mulai dari Assesmen Awal sampai pada Resume
Pulang. Pencatatan dalam berkas rekam medis mengikuti kaidah Problem Oriented Medical
record (POMR) yaitu dengan pola S (subyektif, keterangan/keluhan pasien), O (objektif, fakta
yang ditemukan pada pasien melalui pemeriksaan fisik dan penunjang), A (analisis, merupakan
kesimpulan/diagnose yang dibuat berdasarkan S dan O) dan P (plan, rencana asuhan yang akan
diterapkan pada pasien). 2.2. PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI DAN PENYEDIAAN
PELAYANAN RISIKO TINGGI 2.2.1. Pengertian Pelayanan pasien dengan risiko tinggi
merupakan pelayanan pasien dengan peralatan bhd, penyakit menular atau imunosuppressed,
peralatan dialysis, peralatan pengikat atau restraint, ketergantungan bantuan dan pengobatan
kemoterapi. 2.2.2. Kebijakan Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien
dengan berbagai variasi kebutuhan pelayanan kesehatan. Beberapa pasien yang digolongkan
risiko-tinggi karena umur, kondisi, atau kebutuhan yang bersifat kritis. Anak dan lanjut usia
umumnya dimasukkan dalam kelompok ini karena mereka sering tidak dapat menyampaikan
pendapatnya, tidak mengerti proses asuhan dan tidak dapat ikut memberi keputusan tentang
asuhannya. Demikian pula, pasien yang ketakutan, bingung atau koma tidak mampu memahami
proses asuhan bila asuhan harus diberikan secara cepat dan efisien. Rumah sakit juga
menyediakan berbagai variasi pelayanan, sebagian termasuk yang berisiko tinggi karena
memerlukan peralatan yang kompleks, yang diperlukan untuk pengobatan penyakit yang
mengancam jiwa (pasien dialisis), sifat pengobatan (penggunaan darah atau produk darah),
potensi yang membahayakan pasien atau efek toksik dari obat berisiko tinggi (misalnya
kemoterapi). Kebijakan dan prosedur merupakan alat yang sangat penting bagi staf untuk
memahami pasien tersebut dan pelayanannya dan memberi respon yang cermat, kompeten dan
dengan cara yang seragam. Pimpinan bertanggung jawab untuk : A. Mengidentifikasi pasien dan
pelayanan yang dianggap berisiko tinggi di rumah sakit; B. Menggunakan proses kerjasama
(kolaborasi) untuk mengembangkan kebijakan dan prosedur yang sesuai; C. Melaksanakan
pelatihan staf dalam mengimplementasikan kebijakan dan prosedur. Pasien dan pelayanan yang
diidentifikasikan sebagai kelompok pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi, apabila ada
di dalam rumah sakit maka dimasukkan dalam daftar prosedur. Rumah sakit dapat pula
melakukan identifikasi risiko sampingan sebagai akibat dari suatu prosedur atau rencana asuhan
(contoh, perlunya pencegahan trombosis vena dalam, ulkus dekubitus dan jatuh). Bila ada risiko
tersebut, maka dapat dicegah dengan cara melakukan pelatihan staf dan mengembangkan
kebijakan dan prosedur yang sesuai. Yang termasuk pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko
tinggi: A. pasien gawat darurat B. pelayanan resusitasi di seluruh unit rumah sakit C. pemberian
darah dan produk darah. D. pasien yang menggunakan peralatan bantu hidup dasar atau yang
koma. E. pasien dengan penyakit menular dan mereka yang daya tahannya menurun . F. pasien
dialisis (cuci darah) G. penggunaan alat pengekang (restraint) dan pasien yang diberi
pengekang / penghalang. H. pasien lanjut usia, mereka yang cacat, anak-anak dan populasi yang
berisiko diperlakukan kasar/ kejam. I. pasien yang mendapat kemoterapi atau terapi lain yang
berisiko tinggi. 2.3. MAKANAN DAN TERAPI NUTRISI 2.3.1. Pengertian Nutrisi adalah
makanan yang dikonsumsi untuk bertahan hidup, tumbuh, berkembang dan sebagai sumber
energi untuk beraktivitas. Seluruh nutrisi yang dibutuhkan tubuh terdapat dalam makanan. Terapi
nutrisi itu sendiri diperlukan untuk mengembalikan keseimbangan fungsi tubuh yang terganggu
akibat kekurangan nutrisi. 2.3.2. Kebijakan Makanan dan nutrisi yang memadai penting bagi
kondisi kesehatan dan proses pemulihan pasien. Makanan yang sesuai dengan umur pasien,
budaya pasien dan preferensi diet, rencana pelayanan, harus tersedia secara rutin. Pasien
berpartisipasi dalam perencanaan dan seleksi makanan, dan keluarga pasien dapat, bila sesuai,
berpartisipasi dalam menyediakan makanan, konsisten dengan budaya, agama, dan tradisi dan
praktik lain. Berdasarkan asesmen kebutuhan pasien dan rencana asuhan, DPJP atau pemberi
pelayanan lainnya yang kompeten memesan makanan atau nutrien lain yang sesuai bagi pasien.
Bila keluarga pasien atau pihak lain menyediakan makanan pasien, mereka diberikan edukasi
tentang makanan yang dilarang atau kontra indikasi dengan kebutuhan dan rencana pelayanan,
termasuk informasi tentang interaksi obat dengan makanan. Bila mungkin, pasien ditawarkan
berbagai macam makanan yang konsisten dengan status gizinya. Pada asesmen awal, pasien
diperiksa untuk mengidentifikasi adanya risiko nutrisional. Pasien ini akan dikonsulkan ke
nutrisionis untuk asesmen lebih lanjut. Bila ternyata ada risiko nutrisional, dibuat rencana terapi
gizi. Tingkat kemajuan pasien dimonitor dan dicatat dalam rekam medisnya. Dokter, perawat dan
ahli diet dan kalau perlu keluarga pasien, bekerjasama merencanakan dan memberikan terapi
gizi. Hal yang harus dipenuhi oleh rumah sakit terkait nutrisi pasien adalah : A. Makanan atau
nutrisi yang sesuai untuk pasien, tersedia secara reguler B. Sebelum memberi makan pasien,
semua pasien rawat inap telah memesan makanan dan dicatat. C. Pesanan didasarkan atas status
gizi, latar belakang agama dan budaya serta kebutuhan pasien D. Ada bermacam variasi pilihan
makanan bagi pasien konsisten dengan kondisi dan pelayanannya E. Bila keluarga menyediakan
makanan, mereka diberikan edukasi tentang pembatasan diet pasien F. Makanan disiapkan
dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan pembusukan G. Makanan disimpan dengan cara
mengurangi risiko kontaminasi dan pembusukan H. Produk nutrisi enteral disimpan sesuai
rekomendasi pabrik I. Distribusi makanan dilakukan tepat waktu, dan memenuhi sesuai
permintaan khusus pasien terkait waktu. J. Praktik penanganan memenuhi peraturan dan
perundangan yang berlaku K. Pasien, termasuk pasien anak dan balita yang pada asesmen berada
pada risiko nutrisional, mendapat terapi gizi. L. Suatu proses kerjasama dipakai untuk
merencanakan, memberikan dan memonitor terapi gizi. M. Respon pasien terhadap terapi gizi
dimonitor. N. Respon pasien terhadap terapi gizi dicatat dalam rekam medisnya. 2.4.
PENGELOLAAN PELAYANAN RASA NYERI 2.4.1 Pengertian Menurut International
Association for the Study of Pain (IASP),nyeri adalah suatu pengalaman sensori, emosional serta
kognitif yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan aktual maupun potensial yang
dapat timbul tanpa adanya injuri (Ardinata, 2007). Nyeri post operasi adalah nyeri yang
dirasakan akibat dari hasil pembedahan. Kejadian, intensitas, dan durasi nyeri post operasi
berbeda beda.Lokasi pembedahan mempunyai efek yang sangat penting yang hanya dapat
dirasakan oleh pasien. Nyeri pasca operasi tidak hanya terjadi setelah operasi besar, tetapi juga
setelah operasi kecil. Selain faktor fisiologis, nyeri juga dipengaruhi oleh rasa takut atau
kecemasan mengenai operasi (dimensi afektif), yang dapat meningkatkan persepsi individu
terhadap intensitas nyeri (dimensi sensorik). Meskipun semua pasien post operasi mengalami
sensasi rasa nyeri, ada perbedaan dalam ekspresi atau reaksi nyeri (dimensi perilaku), latar
belakang budaya (dimensi sosiokultural) (Suza, 2007). Individu yang merasakan nyeri merasa
tertekan atau menderita dan mencari upaya untuk menghilangkan nyeri. Perawat menggunakan
berbagai intervensi untuk menghilangkan nyeri atau mengembalikan kenyamanan. Perawat tidak
dapat melihat atau merasakan nyeri yang klien rasakan. Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua
individu yang mengalami nyeri yang sama menghasilkan respons atau perasaan yang identik
pada seorang individu (Potter & Perry, 2006). 2.4.2. Kebijakan A. Klasifikasi Nyeri Nyeri dapat
diklasifikasikan berdasarkan tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan
(Asmadi, 2008). 1. Nyeri berdasarkan tempatnya: a. Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada
permukaan tubuh misalnya pada kulit, mukosa. b. Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada
permukaan tubuh yang lebih dalam atau pada organ-organ tubuh visceral. c. Refered pain, yaitu
nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke
bagian tubuh didaerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri. d. Central pain, yaitu nyeri yang
terjadi karena perangsangan pada sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus. 2. Nyeri
berdasarkan sifatnya: a. Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
b. Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang lama. c.
Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri tersebut
biasanya menetap 10-15 menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi. 3. Nyeri berdasarkan
berat ringannya a. Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas yang rendah b. Nyeri sedang, yaitu
nyeri yang menimbulkan reaksi c. Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi. 4. Nyeri
berdasarkan waktu lamanya serangan a. Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu
yang singkat dan berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan
jelas. b. Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Pola nyeri ada yang
nyeri timbul dengan periode yang diselingi interval bebas dari nyeri lalu nyeri timbul kembali.
Adapula pola nyeri kronis yang terus-menerus terasa makin lama semakin meningkat
intensitasnya walaupun telah diberikan pengobatan. Misalnya, pada nyeri karena neoplasma.
Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronis Nyeri akut Nyeri kronis 1. Waktu kurang dari enam bulan
2. Daerah nyeri terlokalisasi 3. Nyeri terasa tajam seperti ditusuk, disayat, dicubit. 4. Respon
sistem saraf simpatis : takikardi, peningkatan respirasi, peningkatan tekanan darah, pucat,
lembab, berkeringat, dan dilatasi pupil. 5. Penampilan klien tampak cemas, gelisah, dan terjadi
ketegangan otot. 1. Waktu lebih dari enam bulan 2. Daerah nyeri menyebar 3. Nyeri terasa
tumpul seperti ngilu, linu. 4. Respon sistem saraf parasimpatis : penurunan tekanan darah,
bradikardia, kulit kering, panas, dan pupil konstriksi. 5. Penampilan klien tampak depresi dan
menarik diri. B. Penyebab Rasa Nyeri Penyebab rasa nyeri menurut Asmadi (2008) antara lain:
1. Fisik: Trauma (trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik), neoplasma, peradangan,
gangguan sirkulasi darah. Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka. Trauma termis menimbulkan nyeri
karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas, dingin. Trauma elektrik dapat
menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri. Nyeri
pada peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan
atau terjepit oleh pembengkakan. 2. Psikis: Trauma psikologis Nyeri yang disebabkan faktor
psikologis merupakan nyeri yang dirasakan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap
fisik. C. Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri Faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Potter &
Perry (2006) adalah: 1. Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya
pada anak-anak dan lansia. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan
prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri. Kemampuan klien lansia untuk
menginterpretasikan nyeri dapat mengalami komplikasi dengan keberadaan berbagai penyakit
disertai gejala samar-samar yang mungkin mengenai bagian tubuh yang sama. 2. Jenis kelamin
secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespons terhadap nyeri.
Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin. Misalnya, menganggap bahwa seorang
anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh
menangis dalam situasi yang sama. 3. Kebudayaan, keyakinan dan nilai-nilai budaya
mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan
apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri.
4. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu
perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak mendapat perhatian maka rasa cemas dapat
menimbulkan suatu masalah penatalaksanaan nyeri yang serius. Nyeri yang tidak cepat hilang
akan menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian. 5. Pengalaman sebelumnya, pengalaman
nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih
mudah pada masa yang akan datang. 6. Keletihan dapat meningkatkan persepsi nyeri. Rasa
kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping.
Nyeri seringkali lebih berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap
dibandingkan pada akhir hari yang melelahkan. D. Strategi Penatalaksanaan Nyeri Strategi
penatalaksanaan nyeri mencakup baik secara farmakologis maupun secara nonfarmakologis. 1.
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis. Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis yaitu
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik dan anestesi. Analgesik merupakan metode
yang umum untuk mengatasi nyeri. Anestesi lokal dan regional, anestesi lokal adalah suatu
keadaan hilangnya sensasi pada lokalisasi bagian tubuh. Analgesia Epidural adalah suatu
anestesia lokal dan terapi yang efektif untuk menangani nyeri pascaoperasi akut, nyeri persalian
dan melahirkan, dan nyeri kronik, khususnya yang berhubungan dengan kanker (Potter & Perry,
2006). 2. Penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologis Metode pereda nyeri nonfarmakologi
biasanya mempunyai resiko yang sangat rendah. Metode ini diperlukan untuk mempersingkat
episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit (Smeltzer & Bare, 2002).
Penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri terdiri dari beberapa
teknik diantaranya adalah: a. Distraksi Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien ke hal yang
lain dan dengan demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan
toleransi terhadap nyeri (Potter & Perry, 2006). b. Relaksasi Teknik relaksasi adalah tindakan
relaksasi otot rangka yang dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merelaksasikan ketegangan
otot yang mendukung rasa nyeri (Tamsuri, 2007). Teknik relaksasi dapat dilakukan dengan cara
melakukan teknik relaksasi napas. Teknik relaksasi adalah suatu bentuk tindakan keperawatan
yang mana perawat mengajarkan kepada pasien bagaimana cara melakukan napas dalam untuk
mengurangi nyeri. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan
nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat
bersama setiap inhalasi (hirup, dua, tiga) dan ekshalasi (hembuskan, dua, tiga). Pada saat
perawat mengajarkan teknik ini, akan sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama
pasien pada awalnya. Ada tiga hal yang utama yang diperlukan dalam relaksasi yaitu posisi yang
tepat, pikiran beristirahat, lingkungan yang tenang. Posisi pasien diatur senyaman mungkin
dengan semua bagian tubuh disokong (misal bantal menyokong leher), persendian fleksi, dan
otot-otot tidak tertarik (misal tangan dan kaki tidak disilangkan). Untuk menenangkan pikiran
pasien dianjurkan pelan-pelan memandang sekeliling ruangan.Untuk melestarikan muka, pasien
dianjurkan sedikit tersenyum atau membiarkan geraham bawah kendor (Priharjo, 2002). Menurut
Potter & Perry (2006) efek relaksasi antara lain: Penurunan nadi, tekanan darah, dan pernapasan,
penurunan konsumsi oksigen, penurunan ketegangan otot, peningkatan kesadaran global, kurang
perhatian terhadap stimulus lingkungan, tidak ada perubahan posisi yang volunteer, perasaan
damai dan sejahtera, periode kewaspadaan yang santai, terjaga, dan dalam c. Imajinasi
terbimbing Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang
dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu (Smeltzer & Bare, 2002) d.
Hipnosis Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah analgesik yang
dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis (Smeltzer & Bare, 2002). 2.5. PELAYANAN PADA
TAHAP TERMINAL (AKHIR HIDUP) 2.5.1. Pengertian Pasien yang menuju akhir hidupnya,
dan keluarganya, memerlukan asuhan yang terfokus akan kebutuhan mereka yang unik. Pasien
dalam tahap terminal dapat mengalami gejala yang berhubungan dengan proses penyakit atau
terapi kuratif atau memerlukan bantuan yang berhubungan dengan masalah-masalah psikososial,
spiritual dan budaya yang berkaitan dengan kematian dan proses kematian. Keluarga dan
pemberi pelayanan dapat diberikan kelonggaran dalam melayani anggota keluarga pasien yang
sakit terminal atau membantu meringankan rasa sedih dan kehilangan. A. Kondisi Terminal
adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau penyakit dimana terjadi kerusakan organ
multiple yang dengan pengetahuan dan teknologi kesehatan terkini tak mungkin lagi dapat
dilakukan perbaikan sehingga akan menyebabkan kematian dalam rentang waktu yang singkat.
Pengaplikasian terapi untuk memperpanjang/mempertahankan hidup hanya akan berefek dan
memperlama proses penderitaan/sekarat pasien. B. Pasien Tahap Terminal adalah pasien dengan
kondisi terminal yang makin lama makin memburuk C. Pasien adalah penerima jasa pelayanan
kesehatan di rumah sakit baik dalam keadaan sehat maupun sakit. D. Mati Klinis adalah henti
nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti sirkulasi (jantung) total dengan semua
aktivitas otak terhenti, tetapi tidak ireversibel. E. Mati Biologis adalah proses mati/ rusaknya
semua jaringan, dimulai dengan neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa
sirkulasi, diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama beberapa jam
atau hari. F. Mati Batang Otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh isisaraf/neuronal
intrakranial yang tidak dapat pulih termasuk batang otak dan serebelum. G. Alat Bantu Napas
(Ventilator )adalah alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi
untuk mempertahankan oksigenasi. H. Witholding life support adalah penundaan bantuan hidup
I. Withdrowing life support adalah penghentian bantuan hidup J. Mengelola Akhir Kehidupan
(End of Life) adalah pelayanan tindakan penghentian bantuan hidup(Withdrowinglife support)
atau penundaan bantuan hidup (Witholding life support). K. Informed Consent dalam profesi
kedokteran adalah pernyataan setuju(consent) atau ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan
secara bebas,rasional, tanpa paksaan (voluntary) terhadap tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi yang cukup(informed) tentang
kedokteran yang dimaksud. L. Donasi Organ adalah tindakan memberikan organ tubuh dari
donor kepada resipien. M. Perawatan Paliatif adalah upaya medik untuk meningkatkan atau
mepertahankan kualitas hidup pasien dalam kondisi terminal. 2.5.2. Tujuan Pasien yang dalam
proses kematian mempunyai kebutuhan khusus untuk dilayani dengan penuh hormat dan kasih.
Untuk mencapai ini semua staf harus sadar akan uniknya kebutuhan pasien dalam keadaan akhir
kehidupannya. Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan semua aspek
asuhan slama stadium akhir hidup. Asuhan akhir kehidupan yang diberikan rumah sakit termasuk
: A. Pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keinginan pasien dan keluarga B.
Menyampaikan isu yang sensitive seperti autopsy dan donasi organ C. Menghormati nilai yang
dianut pasien, agama dan preferensi budaya D. Mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam
semua aspek pelayanan E. Memberikan respon pada masalah masalah psikologis,
emosional, spiritual dan budaya dari asien dan keluarganya. Untuk mencapai tujuan ini semua
staf harus menyadari akan kebutuhan pasien yang unik pada akhir hidupnya (lihat juga HPK 2.5,
Maksud dan Tujuan). Rumah Sakit mengevaluasi mutu asuhan akhir kehidupan,
berdasarkan evaluasi (serta persepsi) keluarga dan staf, terhadap asuhan yang diberikan. 2.5.3.
Kebijakan A. Aspek Keperawatan Masalah yang melingkupi kondisi terminal pasien, yaitu mulai
dari titik yang aktual dimana pasien dinyatakan kritis sampai diputuskankan meninggal dunia
atau mati. Seseorang dinyatakan meninggal/ mati apabila fungsi jantung dan paru berhenti,
kematian sistemik atau kematian sistem tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit, dan otak
merupakan organ besar pertama yang menderita kehilangan fungsi yang ireversibel, selanjutnya
organ-organ lain akan mati. Respon pasien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung
kondisi fisik, psikologis, sosial yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap
individu juga berbeda.Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh
pasien terminal. Menurut Elisabeth Kbler-Ross, M.D., ada 5 fase menjelang kematian, yaitu :
1. Denial (fase penyangkalan / pengingkaran diri) Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia
menderita penyakit yang parah dan dia tidak dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran
dan bahkan mungkin mengingkarinya. Penyangkalan ini merupakan Mekanis pertahanan yang
acap kali ditemukan pada hampir setiap pasien pada saat pertama mendengar berita mengejutkan
tentang keadaan dirinya. 2. Anger ( fase kemarahan ) Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi
mengingkari kenyataan bahwa ia akan meninggal. Masanya tiba dimana ia mengakui, bahwa
kematian memang sudah dekat. Tetapi kesadaran ini seringkali disertai dengan munculnya
ketakutan dan kemarahan. Kemarahan ini seringkali diekspresikan dalam sikap rewel dan
mencari-cari kesalahan pada pelayanan di rumah sakit atau di rumah. Umumnya pemberi
pelayanan tidak menyadari, bahwa tingkah laku pasien sebagai ekspresi dari frustasi yang
dialaminya.Sebenarnya yang dibutuhkan pasien adalah pengertian,bukan argumentasiargumentasi dari orang-orang yang tersinggung oleh karena kemarahannya. 3. Bargaining ( fase
tawar menawar ). Ini adalah fase di mana pasien akan mulai menawar untuk dapat hidup sedikit
lebih lama lagi atau dikurangi penderitaannya. Mereka bisa menjanjikan macam-macam hal
kepada Tuhan, "Tuhan, kalau Engkau menyatakan kasih-Mu, dan keajaiban kesembuhan-Mu,
maka aku akan mempersembahkan seluruh hidupku untuk melayaniMu." 4. Depresion (fase
depresi) Setelah ternyata penyakitnya makin parah, tibalah fase depresi. Penderita merasa putus
asa melihat masa depannya yang tanpa harapan. 5. Acceptance (fase menerima / pasrah) Tidak
semua pasien dapat terus menerus bertahan menolak kenyataanyang ia alami. Pada umumnya,
setelah jangka waktu tertentu mereka akan dapat menerima kenyataan, bahwa kematian sudah
dekat. Mereka mulai kehilangan kegairahan untuk berkomunikasi dan tidak tertarik lagi dengan
berita dan persoalan-persoalan di sekitarnya. Pasien dalam kondisi terminal akan mengalami
berbagai masalah baikfisik, psikologis, maupun sosio-spiritual, antara lain: a. Problem
oksigenisasi; Nafas tidak teratur, cepat atau lambat,pernafasan cheyne stokes, sirkulasi perifer
menurun, perubahan mental;agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia, akumulasi
sekret,nadiireguler. b. Problem eliminasi; Konstipasi,medikasi atau imobilitas memperlambat
peristaltik, kurang diet serat dan asupan makanan juga mempengaruhi konstipasi,inkontinensia
fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (missal Ca Colon), retensiurin,
inkontinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit misal trauma
medulla spinalis, oliguria terjadi seiring penurunan intake cairan atau kondisi penyakit misal
gagal ginjal. c. Problem nutrisi dan cairan Asupan makanan dan cairan menurun,peristaltic
menurun, distensi abdomen, kehilangan BB,bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan
membengkak, mual, muntah,cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun. d.
Problem suhu Ekstremitas dingin,kedinginan sehingga harus memakai selimut e. Problem sensori
Penglihatan menjadi kabur, reflex berkedip hilang saat mendekati kematian,menyebabkan
kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun,kemampuan berkonsentrasi menjadi
menurun.Penglihatan kabur,pendengaran berkurang, sensasi menurun. f. Problem nyeri Ambang
nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, pasien harus selalu didampingi
untuk menurunkann kecemasan dan meningkatkan kenyamanan g. Problem kulit dan mobilitas
Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien terminal
memerlukan perubahan posisi yang sering. h. Masalahpsikologis Pasien terminal dan orang
terdekat biasanya mengalami banyak respon emosi, perasaan marah dan putus asa. B. Perawatan
Paliatif Perawatan paliatif bertujuan mencapai quality of life dan quality of death. Perawatan
paliatif menyangkut psikologis, spiritualis, fisik, keadaan sosial.Terkait hal ini, memberikan
pemahaman bagi keluarga dan pasien sangat penting agar keluarga mengerti betul bahwa pasien
tidak akan sembuh,sehingga mereka akan memberikan perhatian dan kasih sayang diakhir
kehidupan pasien tersebut. C. Aspek Medis Kebanyakan kalangan dalam dunia kedokteran dan
hukum sekarang ini mendefinisikan kematian dalam pengertian mati otak (MO) walaupun
jantung mungkin masih berdenyut dan ventilasi buatan (ventilator) dipertahankan.Akan tetapi
banyak pula yang memakai konsep mati batang otak (MBO)sebagai pengganti MO dalam
penentuan mati.Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kedokteran
maka banyak pilihan pengobatan yang berguna memberi bantuan hidup terhadap pasien tahap
terminal. Pilihan ini seringkali menimbulkan dilemma terutama bagi keluarga pasien karena
mereka menyadari bahwa tindakan tersebut bukan upaya penyembuhan dan hanya akan
menambah penderitaan pasien. Keluarga menginginkan sebuah proses di mana berbagai
intervensi medis (misalnya pemakaian ventilator) tidak lagi diberikan kepada pasien dengan
harapan bahwa pasien akan meninggal akibat penyakit yangmendasarinya. Ketika keluarga/ wali
meminta dokter menghentikan bantuan hidup (withdrowing life support)atau menunda bantuan
hidup (withholding life support )terhadap pasien tersebut, maka dokter harus menghormati
pilihan tersebut. Pada situasi tersebut, dokter memiliki legalitas dimata hukum dengan syarat
sebelum keputusan penghentian atau penundaan bantuan hidup dilaksanakan, tim dokter telah
memberikan informasi kepada keluarga pasien tentang kondisi terminal pasien dan pertimbangan
keputusan keluarga / wali tertulis dalam informed consent. D. TATA LAKSANA 1. Aspek
keperawatan a. Assesmen Keperawatan Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal
dan mengintervensi dengan melakukan assesmen yang tepat sebagai berikut : 1) Assmen tingkat
pemahaman pasien dan keluarga a) Closed awareness : pasien dan atau keluarga percaya bahwa
pasien akan segera sembuh. b) Mutual pretense : keluarga mengetahui kondisi terminal pasien
dan tidak membicarakannya lagi, kadang kadang keluarga menghindari percakapan tentang
kematian demi menghindarkan dari tekanan. c) Open awareness : keluarga telah mengetahui
tentang proses kematian dan tidak merasa keberatan untuk mempebincangkannya walaupun
terasa sulit dan sakit. Kesadaran ini membuat keluarga mendapatkan kesempatan untuk
menyelesaikan masalah masalah, bahkan dapat berpartisipasi dalam merencanakan
pemakaman. Pada tahapan ini, perawat atau dokter dapat menyampaikan isu yang sensitive bagi
keluarga seperti autopsi atau donasi organ. b. Assesmen factor fisik pasien Pada kondisi terminal
atau menjelang ajal pasien dihadapkan pada berbagai masalah menurunya fisik, perawat harus
mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada pasien terminal meliputi : 1) Pernafasan
(breath) a) Apakah teratur atau tidak teratur. b) Apakah ada suara napas tambahan seperti ronki,
wheezing, stridor, crackles, dll. c) Apakah terjadi sesak nafas. d) Apakah ada batuk , bila ada
apakah produktif atau tidak. e) Apakah ada sputum, bila ada bagaimana jumlah warna, bau, dan
jenisnya. f) Apakah memakai ventilasi mekanik (ventilator) atau tidak 2) Kardio varkuler (blood)
a) Bagaimana irama jantung, apakah regular atau ireguler. b) Bagaimana akral, apakah hangat,
kering, merah, dingin, basah dan pucat. c) Bagaimana pulsasi, apakah sangat kuat, kuat teraba,
lemah teraba, hilang timbul atau tidak teraba. d) Apakah ada perdarahan atau tidak, bila ada
dimana lokasinya. e) Apakah ada CVC atau tidak, bila ada berapa ukurannya dalam Cm H2O. f)
Berapa tensi dan MAP dalam ukuran mmHg. g) Lain lainnya bila ada. 3) Persyarafan
(brain) a) Bagaimana ukuran GCS dan total untuk mata, verbal, motoric dan kesadaran pasien. b)
Berapa ukuran ICP dalam Cm H2O. c) Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau muntah
digunakan (sepertiventilator). Pasien menderita penyakit terminal dengan prognose yang buruk
hendaknya diinformasikan lebih dini untuk menolak atau menerima bila dilakukan resusitasi
maupun ventilator. b. Withdrawing life support dan with holding life support Pengelolaan akhir
kehidupan meliputi penghentian bantuan hidup (withdrawing life support) dan penundaan
bantuan hidup (withholdinglife support) yang dilakukan pada pasien yang dirawat di ruang rawat
intensif care). Keputusan withdrawing / withholding adalahkeputusan medis dan etis yang
dilakukan oleh 3 (tiga) dokter yaitu dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi dan 2 (dua)orang dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah sakit.Adapun
persyaratan withdrawing life support &withholding life support sebagai berikut : 1. Informed
Consent Pada keadaan khusus, dimana perlu adanya tindakanpenghentian/penundaan bantuan
hidup (withdrawing/withholding lifesupport) pada seorang pasien, maka harus mendapat
persetujuan keluarga terdekat pasien.Persetujuan penghentian/penundaan bantuan hidup oleh
keluarga terdekat pasien harus diberikan secara tertulis (written consent) dalam bentuk
pernyataan yang tertuang dalam Formulir Pernyataan Pemberian Informasi Kondisi Terminal
yang disimpan dalam rekam medis pasien, dimana pernyataan tersebut diberikan setelah keluarga
mendapat penjelasan dari tim DPJP yang bersangkutanmengenai beberapa hal sebagai berikut: 2.
Diagnosis : Temuan klinis dan hasil pemeriksaan medis sampai saat tersebut. BAB III
PENUTUP Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan di rumah
sakit maka pelaksanaan kegiatan keselamatan pasien rumah sakit sangatlah penting. Melalui
kegiatan akreditas ini diharapkan terjadi penurunan insiden sehingga dapat lebih meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit. Program Keselamatan Pasien merupakan never
ending proses, karena itu diperlukan budaya termasuk motivasi yang cukup tinggi untuk bersedia
melaksanakan program keselamatan pasien secara berkesinambungan dan berkelanjutan. 1
X
Recommended
Pedoman pelayanan Kamar Operasi RS Budi Luhur Cirebon, barangkali bisa berbagi tentang
akreditasi RS
pedoman
buku pedoman dan panduan pelayanan anak gizi buruk dari depkes
OOO
oioo
View more