Anda di halaman 1dari 13

Neurologi Nervus Optikus

NERVUS OPTIKUS

I. PENDAHULUAN
Mata berhubungan erat dengan otak dan sering memberi petunjuk-petunjuk
diagnostik untuk berbagai gangguan saraf pusat. Memang susunan saraf optikus
adalah bagian dari susunan saraf pusat. Penyakit intrakranium sering menyebabkan
gangguan penglihatan karena adanya kerusakan atau tekanan pada salah satu bagian
dari jalur optikus. Saraf-saraf kranialis III, IV dan VI, yang mengontrol gerakan otototot ocular, mungkin terkena, dan saraf V dan VII juga berhubungan erat dengan
fungsi mata.(1)
Kasus neuro-ofthalmik merupakan kasus yang dalam hal perawatan jarang
ditanggulangi oleh medikus praktikus, oleh karena itu pada umumnya memerlukan
pemeriksaan yang dalam. Jadi dalam penanggapan keluhan yang bersifat
ofthalmoneurologik medikus praktikus diperlukan untuk mengerti dan mengenal
penyakit yang mendasari keluhan atau manifestasi yang dihadapkan. Pada
hakekatnya, posisi dokter ahli mata dan dokter ahli penyakit saraf dalam bidang
ofthalmologik adalah sama dengan posisi dokter umum, yaitu posisi sebagai
diagnostikus(2), maka dari itu topik nervus optikus ini bertujuan untuk memungkinkan
medikus praktikus mengenal kelainan disekitar mata serta mengetahui penyakit yang
menyebabkan kelainan tersebut, agar banyak penyakit dibidang ofthalmologik dapat
dikenal pada tahap dini.

Susi Amron, FK UNBRAH


Halaman

Neurologi Nervus Optikus

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI NERVUS OPTIKUS(3,4,5)


Nervus optikus tersusun dari serabut-serabut aferen sel-sel ganglion distratum
optikum dari retina. Lapisan pertama retina adalah stratum optikum tersebut. Lapisan
retina kedua dan ketiga terdiri dari sel antara yang menghantarkan impuls penglihatan
dari sel batang dan sel kerucut kesel distratum optikum. Lapisan retina yang
mengandung sel batang dan sel kerucut merupakan lapisan yang terdalam.
Impuls penglihatan dicetuskan oleh sel batang dan sel kerucut sebagai
jawaban atas rangsangan terhadap dirinya. Sel batang merupakan alat penangkap
rangsangan penglihatan pada keadaan kurang terang (sore hari, dalam ruangan,
malam hari dan sebagainya). Sedangkan sel kerucut adalah alat penangkap
rangsangan penglihatan pada keadaan terang benderang. Jumlah sel batang lebih
besar dari pada jumlah sel kerucut. Tetapi didaerah retina yang dinamakan macula,
disitu terdapat lebih banyak sel kerucut dari pada sel batang. Menetapkan mata
kepada sesuatu berarti menetapkan mata dalam sikap sedemikian sehingga sinar
proyeksi pada macula. Disitu retina paling peka terhadap cahaya. Makula atau makula
lutea terletak disebelah temporal dari pupil nervus optikus. Warnanya lebih pucat dari
bagian retina lainnya. Pusatnya lebih pucat lagi dan dikenal sebagai fovea sentralis.
Serabut sel-sel di stratum optikum berjalan secara mendatar dan semuanya
menuju kesuatu tempat. Disitu mereka membelok kebelakang sehingga mereka dalam
keseluruhan membentuk suatu berkas yang dinamakan nervus optikus. Tempattempat tersebut membelok kebelakang dikenal sebagai papilla nervi optisi atau diskus
optikus.
Susi Amron, FK UNBRAH
Halaman

Neurologi Nervus Optikus

Serabut-serabut nervus optikus yang berasal dari daerah macula merupakan


penghantar impuls penglihatan utama. Dari macula mereka menuju ke bagian
temporal dari papilla nervus optikus. Serabut-serabut nervus optikus dari kuadran atas
dan bawah bagian temporal dalam perjalanan mereka menuju ke diskus tergeser oleh
serabut-serabut macular keatas dan bawah diskus optikus. Semua serabut optikus dari
bagian nasal retina semuanya terkumpul pada bagian nasal diskus.
Cahaya yang tiba di retina diterima oleh sel batang dan sel kerucut sebagai
gelombang cahaya. Gelombang ini mencetuskan impuls yang dihantarkan oleh
serabut-serabut sel di stratum optikum ke otak. Jika cahaya berproyeksi pada macula,
gambaran yang dilihat adalah tajam. Proyeksi cahaya diluar macula menelurkan
penglihatan yang kabur. Proyeksi suatu benda yang terlihat oleh kedua mata terletak
pada tempat di kedua macula secara setungkup. Apabila proyeksi ini menduduki
tempat yang bersifat setungkup, maka akan terlihat gambaran penglihatan yang
kembar (diplopia).
Nervus optikus memasuli ruang intrakranial melalui foramen optikum.
Didepan tuber sinerium (tangkai hipofise) nervus optikus kiri dan kanan tergabung
menjadi satu berkas untuk kemudian berpisah lagi dan melanjutkan perjalanannya
lagi ke korpus genikulatum lateral dan kolikulus superior. Tempat kedua nervi optisi
bergabung menjadi satu berkas dinamakan kiasma. Disitu serabut-serabut optikus
yang menghantar impuls visual dari belahan nasal dari retina menyilang garis tengah.

Susi Amron, FK UNBRAH


Halaman

Neurologi Nervus Optikus

Sedangkan serabut nervus optikus yang menghantar impuls dari retina tetap pada sisi
yang sama. Setelah mengadakan penggabungan tersebut, nervus optikus melanjutkan
perjalanannya sebagai traktus optikus. Julukan yang berbeda untuk serabut-serabut
nervus optikus dari kedua belah sisi itu berdasarkan, karena nervus optikus ialah
berkas saraf optikus (sebelum kiasma) yang terdiri dari seluruh serabut optikus yang
berasal dari retina mata kiri dan kanan. Sedangkan traktus optikus ialah berkas
serabut optikus yang sebagian berasal dari belahan nasal sisi kontra lateral dan
sebagian dari belahan temporal retina sisi homolateral.
Serabut-serabut optik yang bersinap di korpus genikulatum lateral merupakan
jaras visual, sedangkan yang berakhir di kolikulus superior menghantarkan impuls
visual yang membangkitkan reflek optosomatik. Reflek ini adalah gerakan reflektorik
atas jawaban terhadap rangsangan visual, misalnya gerakan otot spinkter pupile pada
penyinaran mata dengan cahaya lampu.
Setelah bersinap di korpus genikulatum lateral penghantaran impuls visual
selanjutnya dilaksanakan oleh serabut-serabut genikulo kalkarina, yaitu juluran
neuron korpus genikulatum lateral yang menuju ke korteks kalkarinus. Korteks
tersebut adalah korteks perseptif visual primer (area 17) setibanya impuls disitu
terwujudlah perasaan atau sensasi visual sederhana. Dengan perantaraan korteks area
18 dan 19 perasaan visual itu dapat bentuk dan arti yakni suatu penglihatan.

Susi Amron, FK UNBRAH


Halaman

Neurologi Nervus Optikus

Susi Amron, FK UNBRAH


Halaman

Neurologi Nervus Optikus

III. ANALISA LAPANGAN PANDANG DALAM MENENTUKAN LETAK


LESI DI JALUR PENGLIHATAN(1)
Pada praktek klinik, lokasi lesi di jalur penglihatan ditentukan dengan
pemeriksaan lapangan pandang sentral dan perifer. Lesi yang terletak anterior
terhadap kiasma (retina atau saraf optikus) menyebabkan gangguan lapangan pandang
unilateral, lesi dimana saja di jalur penglihatan yang terletak posterior terhadap
kiasma menyebabkan defek homonim kontra lateral. Defek ini dapat kongruen (yaitu
edentik, ukuran, bentuk dan lokasinya) atau inkongruen. Lesi di kiasma biasanya
menyebabkan defek bitemporalis.
Sebaiknya digunakan isopter multiple (objek pemeriksaan dengan berbagai
ukuran) untuk mengevaluasi defek secara menyeluruh. Defek lapangan pandang
memperlihatkan tanda-tanda edema atau penekanan apabila terdapat daerah-daerah
skotoma relatif yaitu defek lapangan pandang lebih besar untuk objek pemeriksaan
yang lebih kecil. Defek lapangan semacam itu dikatakan mengalami sloping. Hal
berbeda dengan lesi iskhemik atau vascular dengan batas-batas curam yaitu defek
berukuran sama besar apapun ukuran objek pemeriksaan yang digunakan. Defek
lapangan pandang ini dikatakan bersifat absolut.
Generalisasi lain yang penting adalah bahwa semakin kongruen defek
lapangan pandang homonim (taitu semakin mirip kedua paruh lapangan pandang),
semakin posterior letak lesi di jalur penglihatan, lesi di regio oksipital menyebabkan
defek identik di masing-masing lapangan pandang, sedangkan lesi di traktus optikus
menyebabkan defek lapangan pandang homonim inkongruen (tidak serupa).
Susi Amron, FK UNBRAH
Halaman

Neurologi Nervus Optikus

Selain itu semakin posterior letak lesi semakin besar kemungkinan bahwa macula
tidak terkena sehingga kedua paruh lapangan pandang dapat mempertahankan
ketajaman penglihatan. Hemianopia homonim lengkap seyogyanya masih memiliki
ketajaman penglihatan tersebut mengandung fungsi macular dan perifer. Lesi
oksipital dapat menimbulkan ketidaksesuaian (diskrepansi) antara pemeriksaan static
dan kinetik (fenomena Riddoch) dengan lapangan pandang yang lebih paruh pada
pemeriksaan dengan objek bergerak (kinetik).

IV. KLINIS(2,3,4,5)
Gangguan penglihatan dapat dibagi dalam gangguan akibat kerusakan pada
susunan saraf optikus dan akibat pada unsur non saraf optikus seperti kornea, lensa,
korpus vitreus. Gangguan penglihatan yang termasuk golongan pertama dikenal
sebagai gangguan ofthalmoneurologik.
Lesi pada nervus optikus yang disebabkan oleh proses infeksi dan intoksikasi.
Disamping itu sebab mekanik, seperti jiratan karena araknoiditis atau penyempitan
foramen optikum (osteitis jenis paget) atau penekanan karena tumor hifofise,
kraniofaringioma atau aneurisme arteri ofthalmika dapat mengakibatkan kerusakan
pada nervus optikus, baik sesisi maupun bilateral. Gangguan pada nervus optikus baik
yang bersifat radang maupun demielinisasi atau degenerasi semuanya dinamakan
neuritis optika.

Susi Amron, FK UNBRAH


Halaman

Neurologi Nervus Optikus

Klasifikasi etiologi pada saraf optikus :


1. Proses radang.
Intra okular
Retinitis.
Koroiditid oftalmia.
Tuberkulosa.
Sifilis.
Toksoplasmosis.
Sinusitis.
Radang didalam ruang orbita.
Meningitis akut dan kronik, baik yang bacterial maupun yang viral.
2. Penyakit demielinisasi.
Neuritis optik pasca infeksi virus.
Neuritis optikus karsinomatosa.
Neuromielitis optika (penyakit Devic)
Penyakit sclerosis multipleks.
Penyakit schilder.
3. Penyakit metabolik.
Diabetes melitus.
Defisiensi vitamin.
Susi Amron, FK UNBRAH
Halaman

Neurologi Nervus Optikus

Beri-beri.
Pelagra.

Anemia pernisiosa.
Penyakit gastrointestinal karena parasit.
4. Racun eksogen.
Racun timah.
Tembakau.
Obat.
5. Infiltrasi atau metastase tumor ganas.
Radang nervus optikus dapat terjadi pada serabut nervus optikus yang
menyusun lapisan kedua retina atau pada papil, yaitu serabut-serabut tersebut tadi
yang membelok kedalam mata melewati lamina kribrosa dan kemudian menyusun
berkas syaraf yang dikenal sebagai nervus optikusdan akhirnya dapat terjadi juga
dinervus optikusnya sendiri (posterior dari lamina kribrosa). Radang nervus optikus
dinamakan neuritis optika. Dan gejala utama neuritis optika ialah buta atau hampir
buta. Tetapi berdasarkan morfologi peradangan dibagian-bagian nervus optikus, maka
perlu diadakan peristilahan yang sesuai. Radang dikedua lapisan retina hampir selalu
melibatkan papil juga, karena itu dinamakan neuroretinitis optika. Radang dipapil
dinamakan neuritis optika intra ocular atau papilitis. Dan radang di nervus optikus
posterior dari lamina kribrosa dinamakan neuritis retro bulbar. Pada neuroretinitis,
gambaran fundus adalah sebagai berikut : papil sembab dengan batas yang kabur,
Susi Amron, FK UNBRAH
9
Halaman

Neurologi Nervus Optikus

arteri-arteri retinal yang sempit, tapi vena-venanya menggembung, bercak-bercak


perdarahan dan eksudat tersebar di retina.
Pada neuritis intra-okularis atau papilitis, gambaran papil dan pembuluh darah
sesuai dengan gambaran fundus diatas, tetapi telah didapati perdarahan dan eksudat di
retina.
Pada neuritis retrobulbar tidak tampak kelainan pada papil dan retina.
Persoalan sekitar papil edema sering timbul bilamana ada keraguan dalam evaluasi
gambarannya pasca tahap dini. Batas papil orang-orang sehat tidak selamanya tegas,
maka dalam penilaian batas papil, kesukaran akan dihadapi bilamana hanya batas
nasal atau segmen atas saja yang agak kabur. Sebagai protokol bahwa bilamana batas
temporal sudah kurang tegas maka kaburnya batas papil sudah boleh dikatakan
mantap.

V. JENIS-JENIS PEMERIKSAAN NERVUS OPTIKUS(3,6)


A. Pemeriksaan ketajaman penglihatan.
Ketajaman penglihatan dapat diukur pada jarak jauh (6 meter) atau
pada jarak dekat 14 inci. Mata kanan dan kiri diperiksa secara bergantian.
Kemudian pasien disuruh membaca huruf-huruf yang ditunjuk pemeriksa
pada kartu snellen. Huruf terakhir yang dapat dibaca dengan baik adalah
ketajaman penglihatan pasien. Ketajaman diberi score dengan angka misalnya
6/9. Nilai pertama adalah jarak antara orang yang diperiksa dengan kartu

Susi Amron, FK UNBRAH


Halaman

10

Neurologi Nervus Optikus

snellen, nilai kedua adalah baris huruf terkecil yang dapat dibaca oleh orang
yang diperiksa.
Penglihatan 6/9 berarti bahwa mata penderita/ orang yang diperiksa dapat
membaca huruf tersebut dalam jarak 6 meter, sedangkan pada orang normal
dapat membaca pada jarak 9 meter.
B. Pemeriksaan lapangan pandang.
Medan penglihatan penderita diperiksa secara banding dengan
penglihatan sipemeriksa. Penderita disuruh duduk dan sipemeriksa berdiri
sejarak meter. Mata kanan penderita disuruh menatap mata kiri pemeriksa
sedangkan mata lain masing-masing ditutup. Kemudian sipemeriksa memakai
jarinya sebagai objek yang digerakkan pada bidang yang sama jauhnya antar
mata sipemeriksa dan yang diperiksa. Jari tersebut bergerak dari tepi
ketengah. Yang diperiksa diminta untuk memberitahukan bahwa ia sudah
melihat jari yang sudah digerakkan itu. Penelitian ini dilakukan untuk seluruh
penjuru sesuai dengan garis radial abstrak pada bidang termaksud diatas. Bila
penderita tadi tidak dapat melihat jari sipemeriksa sedangkan sipemeriksa
sudah dapat melihatnya, maka hal ini berarti bahwa medan penglihatan
sipenderita menyempit. Kedua mata penderita diperiksa secara tersendiri, dan
medan penglihatan tiap mata dapat memperlihatkan bentuk khas untuk tepi
lesi pada susunan nervus optikus.
Orang yang buta kedua sisi, tidak mempunyai medan penglihatan.
Istilah untuk buta ialah anopia atau anopsia. Apabila medan penglihatan kedua
Susi Amron, FK UNBRAH
Halaman

11

Neurologi Nervus Optikus

mata hilang secara sesisi, maka buta semacam ini dinamakan hemi-anopia
(hemi-anopsia), tergantung pada belahan mana yang hilang,
maka hemi-anopia tersebut dinamakan hemianopia homonim kanan/kiri.
Apabila belahan nasal atau temporal kedua mata hilang, maka hemianopia
dinamakan hemianopia heteronim atau hemianopia binasal atau temporal

Susi Amron, FK UNBRAH


Halaman

12

Neurologi Nervus Optikus

DAFTAR PUSTAKA

1. Daniel G. Vaughan, Oftalmologi Umum, Edisi 14, Widya Medika, Jakarta,


2000.
2. Priguna Sidharta, Neurologi Klinis dalam Praktek Umum, Dian Rakyat,
Jakarta, 1999.
3. Priguna Sidharta, Neurologi Klinis Dasar, Edisi 6, Dian Rakyat, Jakarta, 1997.
4. Priguna sidharta, Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi, Dian Rakyat,
Jakarta 1995.
5. Adams and Victors Manual of Neurology, Medical Publishing Devision, New
York.
6. T. Juwono, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek Kedokteran, EGC,
Jakarta, 1999.

Susi Amron, FK UNBRAH


Halaman

13

Anda mungkin juga menyukai