Anda di halaman 1dari 3

Mimpi Anak Jalanan

Mimpi ku, seorang Bintang, hanya sederhana. Aku tak minta sesuatu yang macam-macam. Aku tak minta rumah
mewah, bergelimang harta, dan bukan juga mobil sport macam Lamborghini. Aku hanya ingin, aku dapat
merasakan yang namanya mengenyam pendidikan, yang namanya merajut mimpi, yang namanya menggapai citacita. Sederhana bukan? Setiap malam, aku selalu mengirim doa pada Yang Maha Kuasa, bersimbah air mata di
hadapanNya. Tapi selama sebelas tahun aku terus berdoa, yang isinya itu-itu saja, selama itu pula Allah belum
menjawab dan mengabulkan doaku. Mungkin ini bukan takdirku, takdirku hanyalah menjadi seorang pengamen
yang bodoh. Tapi itu semua tak membuatku putus asa. Justru membuatku semakin giat berdoa pada Allah.
Hamba tak ingin menjadi pandai, tapi saat hamba pandai, hamba lupa dengan Mu. Hamba tak ingin menjadi
seorang kaya, namun saat hamba kaya iman hamba rusak. Hamba tak ingin sehat, kalau dikala sehat, hamba
melupakan nikmat Mu. Hamba tak ingin hidup, tapi saat hamba diberi kesempatan menghirup oksigen, hamba
lalai dengan perintah Mu. Kalau memang Engkau belum mengizinkan hamba duduk memperhatikan penjelasan
guru, di dalam kelas, tak mengapa, mungkin inilah yang terbaik untuk hamba, hanya lima kalimat itu yang dapat
aku ucapkan usai shalat.
Umurku sudah sebelas tahun, tapi aku belum pernah merasakan yang namanya kasih sayang kedua orangtua.
Belaian lembut seorang Bapak, dan pelukan sayang seorang Ibu. Tak pernah aku mencicipi yang namanya kasih
sayang dari orangtua. Aku saja, tak tahu dimana kedua orangtuaku.
Sejak kecil, aku hidup di antara debu jalanan, di antara gedung-gedung pencakar langit yang tinggi, di antara
ketamakan manusia-manusia zaman sekarang. Untuk menghidupi kebutuhanku, aku mencoba mengamen.
Kebutuhan hidupku hanya dua, makanan dan minuman. Tak ada gitar, atau kendang, hanya ada tepukan tangan
dan jentikan jari yang mengiringi nyanyianku. Sejak pemerintah melarang masyarakat untuk memberikan uang
pada pengemis dan pengamen sepertiku, nasibku makin tak karuan. Hidupku semakin kelam. Apakah pemerintah
itu tak punya hati. Boleh saja mereka melarang masyarakat untuk memberikan uang untuk aku dan temantemanku, yang sama-sama mengamen. Dan mereka yang hanya bisa menengadahkan tangan untuk mengemis.
Tapi, pemerintah memberikan kami uang yang pantas untuk kehidupan sehari-hari, setidaknya pekerjaan untuk
kami. Kalian semua hanya bisa memakan uang rakyat, hanya bisa menyengsarakan nasib kaum lemah. Kalian
semakin kaya, hidup mewah serba kecukupan, sementara kami, hidup dalam penderitaan, hidup dalam
kekejaman ekonomi, dan hidup jauh dari kalimat sederhana.
Kalau kami tak dapat merasakan nikmatnya hidup dengan uang, setidaknya berikan kami pendidikan yang layak.
Kalau kami pintar, toh nantinya bangsa ini yang semakin maju. Mana hati nurani kalian? Apakah tak ada satu
sajakah hati yang masih bersih, yang tak ternodai dengan korupsi, yang tak ternodai dengan kemaksiasiatan, yang
tak ternodai dengan keserakahan.
Aku cuma rakyat kecil yang tak bisa berbuat apa-apa. Ingin melawan, kalian mengancam, ingin memberontak,
kalian mengelak, ingin marah kalian malah mencemooh.
Akankah keadilan akan datang. Kalian hanya diperkuda jabatan. Kami muak dengan ketidak adilan dan
keserakahan. Tolong dengarkan suara rakyatmu wahai pemerintah bi*dab! Dengarkan jeritan marah kami setiap
detiknya, jerit marah karena ketidak becusanmu mengurus negeri tanpa kemudi ini. Negeri kelam yang suram.
Haruskah yang Diatas mengirimkan bala bencana untuk kalian, barulah kalian sadar akan perbuatan iblis kalian
sendiri? Tahukah kalian Indonesia masuk dalam daftar 100 negara termiskin di dunia. Urutan ke 68. Seharusnya
kalian malu, menjadi seorang pejabat pemerintah, maupun pejabat negara, namun bangsanya masuk ke dalam
daftar negara termiskin.

Hanya satu yang kuminta! Sejahterakanlah rakyatmu. Entah dengan uang, dengan pendidikan yang layak, atau
pelayanan sosial yang memuaskan, atau setidaknya engkau berikan kami bahan makanan, sehingga kami tak
kekurangan gizi, tidak mengidap malnutrisi. Banyak keluarga kami yang terkena marasmus dan kwasiokor. Penuhi
janji-janjimu dulu saat kau akan dipilih oleh kami. Mensejahterakan rakyat, tiada kemiskinan, semua perut
rakyat akan kenyang, dijamin semua dapat pekerjaan dan penghasilan yang tetap, pendidikan akan
dinomorsatukan, pelayanan umum akan dimaksimalkan, tiada kata korupsi. Itu semua janji manismu. Tapi
sekarang, apa yang terjadi? Lebih banyak rakyat yang melarat dari pada yang berkecukupan, rakyat-rakyatmu
kelaparan disini, perut kami kosong selama tiga hari, sementara kalian disana kekenyangan dengan makanan
mewah berbintang lima yang dibeli dengan uang hasil korup, katamu dulu semua rakyat akan mendapat
pekerjaan dan gaji yang tetap, namun hasilnya nihil. Saudaraku sibuk mengais sampah di setiap sudut kota,
penghasilannya hanya cukup membeli tiga potong roti, sedangkan tetanggaku sibuk meminta belas kasihan pada
para pejalan kaki dengan mengemis. Kalau katamu pendidikan dinomorsatukan, kenapa aku masih mengamen dan
bukannya belajar di dalam gedung sekolah. Bukti lain kegagalanmu memimpin Indonesia pelayanan umum yang
minus. Tak ada kata Rumah Sakit untuk kami, karena kami tentu tak punya uang untuk membayar biaya Rumah
Sakit yang mahalnya selangit. Tiada kata korupsi? Bohong besar. Tiada hari tanpa kata korupsi. Hak-hak milik
rakyat kau rampas juga. Dasar PHP! Pemberi Harapan Palsu.

Unsur Instrinsik
1.
2.

3.
4.
5.
6.

Tema : Seorang anak jalan yang bermimpi ingin menjadi seorang Bintang
Alur : Maju
Mimpi ku, seorang Bintang, hanya sederhana. Aku tak minta sesuatu yang macam-macam. Aku hanya
ingin, aku dapat merasakan yang namanya mengenyam pendidikan, yang namanya merajut mimpi, yang
namanya menggapai cita-cita. Tapi selama sebelas tahun aku terus berdoa, yang isinya itu-itu saja,
selama itu pula Allah belum menjawab dan mengabulkan doaku. Mungkin ini bukan takdirku, takdirku
hanyalah menjadi seorang pengamen yang bodoh. Tapi itu semua tak membuatku putus asa. Justru
membuatku semakin giat berdoa pada Allah. Saat ia selesai sholat, ia selau mengucapkan 5 kalimat saja.
Umurku sudah sebelas tahun, tapi aku belum pernah merasakan yang namanya kasih sayang kedua
orangtua. Sejak kecil, aku hidup di antara debu jalanan, di antara gedung-gedung pencakar langit yang
tinggi, di antara ketamakan manusia-manusia zaman sekarang. Kalau kami tak dapat merasakan
nikmatnya hidup dengan uang, setidaknya berikan kami pendidikan yang layak. Aku cuma rakyat kecil
yang tak bisa berbuat apa-apa. Seharusnya kalian malu, menjadi seorang pejabat pemerintah, maupun
pejabat negara, namun bangsanya masuk ke dalam daftar negara termiskin. Hanya satu yang kuminta!
Sejahterakanlah rakyatmu.
Penokohan :
-Anak Jalan : tidak pernah menyerah dan selalu berdoa
Sudut Pandang:
Akuan
Amanat :
Teruslah bermimpi, jangan pernah menyerah dan teruslah berusahan dan berdoa!
Latar/Setting:

Tempat : di antara debu jalanan, di antara gedung-gedung pencakar langit yang tinggi.
Waktu : Pagi Siang Sore
Suasana : Mengagumkan
7. Gaya Bahasa:
Bahasanya menarik dan sopan
Unsur Ekstrinsik :
1.
Agama : hanya lima kalimat itu yang dapat aku ucapkan usai shalat.
2.
Moral : Pejabat yang hanya ingkar janji dan tidak ada bukti saat sudah menjabat.
3.
Ekonomi : Hidup seorang anak jalanan yang tidak berkemampuan dalam menjalankan
hidup
4.
Pendidikan : Anak jalanan yang tidak mendapatkan sebuah pendidikan yang anak
jalanan
5.
Politik : Pejabat yang mengumbarkan janji

Muh.Faozan Mulad Khalik


Ahmad Fadhilfaraby

X.3

Anda mungkin juga menyukai