Anda di halaman 1dari 27

SISTEM PENYANGGAAN

SQUARE SET

Disusun Oleh:
1.
2.
3.
4.

MUHAMMAD AGUNG ANDIKA O


DIVIA LESTARI
ARDI YULANDA
WENI TRI WAHYUNI

F1D114017
F1D114026
F1D114029
F1D114036

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
2016
A. Pengertian Sistem Penyanggaan

Penyanggaan adalah kemampuan massa batuan atau bahan (kayu,baja dan beton)
untuk dapat menjaga kondisi lubang bukaan dalam keadaan aman, baik untuk pekerja
dan material. Filosofi penyangga adalah kondisi massa batuan dapat menyangga
dirinya sendiri.

Gambar 1 Penyanggaan menggunakan kayu.


Kegunaan penyangaan secara umum di industri petambangan:
1. Menyangga batuan yang potensial untuk runtuh
2. Menahan / menghentikan perpindahan lubang bukaan
3. Mempertahankan luas dan bentuk bidang penampang yang cukup dan
melindungi pekerja dari resiko tertimpa reruntuhan.

Gambar 2 Kombinasi penyanggaan baja dan beton dengan dilapisi kawat


agar dapat menahan beban dan menampung batuan yang runtuh.
Maksud dari penggunaan sistem penyangaan adalah sebagai berikut:

1. Melindungi batuan yang tidak ditambang, seperti overbudden dan semua batuan
yang berada di atas pempat penggalian,
2. Melindungi tempat kerja penambangan supaya aman dari runtuhan,
3. Melindungi para pekerja dari reruntuhan batuan yang ada diatas atau di
sampingnya,
4. Melindungi para pekerja bila terjadi banjir atau hal-hal yang tidak diinginkan,
5. Tempat berpijak atau lantai para pekerja, terutama untuk stope yang sudah
tinggi,
6. Melindungi broken ore sebelum diangkut keluar tambang,
7. Memisahkan antara broken ore dan ore insitu terutama untu kendapan-endapan
yang bisa terkonsolidasi (kompaksi) kembali, misalnya untuk bijih-bijih sulfida.

Gambar 3 Maksud penggunaan penyanggaan kombinasi beton dan baja untuk


melindungi pekerja dari runtuhan batuan yang berada di atas ataupun yang
berada di samping.

B. Sejarah Penggunaan Penyanggaan

Gambar 4 Peyanggaan kayu merupakan salah satu penyanggan tertua yang


dipakai pada industri pertambangan dan sipil.
Untuk memastikan apakah seluruh informasi penting mengenai massa batuan
sudah dimasukkan kedalam desain. Jika semua informasi telah tersedia, maka
klasifikasi massa batuan dapat dimodifikasi dan disesuaikan dengan kondisi spesifik
lapangan. Tujuan dari klasifikasi massa batuan (Bieniawski, 1989) adalah sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasi parameter terpenting yang mempengaruhi perilaku dari setiap
massa batuan.
2. Membagi berbagai massa batuan ke dalam kelompok yang memiliki perilaku
yang sama.
3. Memberikan pengertian dasar tentang karakteristik dari setiap kelas massa
batuan.
4. Menghubungkan pengalaman-pengalaman tentang kondisi batuan pada suatu
lokasi kepada kondisi dan pengalaman yang ditemukan di lokasi lain.
5. Mengambil data kuantitatif dan pedoman untuk rancangan rekayasa
engineering design.
6. Menyediakan sebuah dasar umum dalam komunikasi di antara engineer dan
geologis.

Dalam menggunakan klasifikasi massa batuan, disarankan untuk menggunakan


lebih dari satu jenis klasifikasi massa batuan. Terdapat enam klasifikasi massa batuan
yang biasa digunakan untuk keperluan desain rekayasa batuan sebagai berikut:
a. Rock Load Classification
Merupakan sistem klasifikasi praktis

pertama yang dikenalkan dan secara

dominan digunakan di Amerika Serikat lebih dari 35 tahun.


b. Stand Up Time Classification
Yang diusulkan oleh Lauffer (1958) berdasarkan pada hasil kerja Stini (1950)
dan merupakan langkah sangat maju dalam seni penerowongan karena konsep
yang diperkenalkan lebih relevan dalam penentuan tipe dan jumlah penyangga
terowongan.
c. Rock Quality Designation Classification
RQD yang diusulkan oleh Deere (1967), merupakan metode sederhana dan
praktis untuk mendeskripsikan kualitas inti batuan dari lubang bor.
d. Rock Structure Rating Classification
RSR yang dikembangkan di Amerika Serikat oleh Wickham, Tiedemann, dan
Skinner (1972, 1974), merupakan sistem pertama yang mengutamakan rating
klasifikasi untuk pembobotan yang relatif penting dari klasifikasi.
e. Geomechanic Classification (RMR-system)
Yang diusulkan oleh Bieniawski (1973) dan Q-sistem yang diusulkan oleh
Barton, Lien, dan Lunde (1974), telah dikembangkan secara independen dan
keduanya menyediakan data kuantitatif untuk memilih tindakan perkuatan
terowongan yang modern, misalnya dengan menggunakan rockbolt, shotcrete dan
steel shets.

f. Q-Sistem
Q-sistem dikembangkan secara khusus untuk terowongan dan ruang bawah
tanah. Sedangkan klasifikasi geomekanika (RMR-sistem), walaupun pada awalnya
dikembangkan untuk terowongan, juga dapat diaplikasikan untuk lereng batuan
dan pondasi, penilaian ground rippability dan masalah pertambangan lainnya.
RMR-sitem pada awalnya dikembangkan dari masalah pada teknik sipil, oleh
karena itu untuk penerapannya pada industri pertambangan harus dilakukan
modifikasi agar lebih relevan. Laubscher (1977) melakukan modifikasi dengan
menambahkan faktor penyesuaian terhadap peledakan, kondisi tegangan insitu,
dan keberadaan bidang diskontinu. Aplikasi lebih lanjut dari klasifikasi massa
batuan

diusulkan

oleh

Bieniawski

(1978)

yang

dihubungkan

dengan

deformabilitas massa batuan yang diperlukan untuk studi numeric tegangan dan
distribusi perpindahan di sekitar bukaan bawah tanah (Hoek dan Brown, 1980).

C. Macam Macam Penyanggaan


Didasarkan pada sifat penyanggaan, jenis penyangga dapat dibagi menjadi
penyanggan pasif dan penyanggan aktif.
a. Penyangga Pasif
Bersifat mendukung / menahan batuan yang akan runtuh dan tidak melakukan
reaksi langsung terhadap beban yang diterima.

Gambar 5 Penyangga kayu merupakan salah satu penyangga pasif karena


tidak langsung bereaksi terhadap beban batuan yang diterima.

b. Penyangga Aktif
Bersifat melakukan reaksi langsung dan memperkuat batuan tersebut secara
langsung.

Gambar 6 Peyangga beton merupakan jenis penyangga aktif yang langsung


bereaksi dengan massa batuan tersebut.
D. Kelas Keawetan Kayu
Kelas keawetan kayu adalah tingkat keawetan suatu jenis kayu terhadap organisme
perusak seperti jamur serangga dan penggerek di laut. Keawetan kayu dipengaruhi
oleh dua faktor utama yaitu karakteristik kayu dan lingkungan. Faktor karakteristik
kayu yaitu: kandungan zat ekstraktif, umur pohon, bagian kayu dalam batang (gubal
dan teras), dan kecepatan tumbuh. Faktor lingkungan yaitu: tempat di mana kayu
dipakai, jenis organisme penyerang, keadaan suhu, kelembaban udara dan lainlainnya. Suatu jenis kayu yang awet terhadap serangan jamur belum tentu akan tahan
terhadap rayap atau penggerek kayu di laut, demikian pula sebaliknya
(Muslich,2011).
Keawetan kayu menjadi faktor utama penentu penggunaan kayu dalam
konstruksi. Bagaimanapun kuatnya suatu jenis kayu, penggunaannya tidak akan
berarti bila keawetannya rendah. Suatu jenis kayu yang memiliki bentuk dan
kekuatan yang baik untuk konstruksi bangunan tidak akan bisa dipakai bila kontruksi
terebut akan berumur beberapa bulan saja, kecuali bila kayu tersebut diawetkan
terlebih dahulu dengan baik. Karena itulah dikenal apa yang disebut dengan kelas

pakai, yaitu komposisi antara kelas awet dan kelas kuat, dengan kelas awet dipakai
sebagai penentu kelas pakai. Jadi, meskipun suatu jenis kayu memiliki kelas kuat
yang tinggi, kelas pakainya akan tetap rendah jika kelas awetnya rendah (Tim
Elsppat, 1997).
Penilaian jenis jenis kayu didasarkan atas klasifikasi sebagai berikut:
Tabel 1 Kelas Awet Kayu

Tabel 2 Penggolongan Kayu berdasarkan Kelas Kekuatan

Kelas Kuat

Berat Jenis Kering


Udara

Kokoh lentur
mutlak (kg/cm2)

Kokoh tekan mutlak


(kg/cm2)

0,90

1100

650

II

0,90 - 0,60

1100 - 725

650 - 425

III

0,60 - 0,40

725 - 500

425 - 300

IV

0,40 - 0,30

500 - 360

300 - 215

0,30

360

215

Tabel 3 Penggolongan Kayu berdasarkan Kelas Pemakaian

Ditetapkan dari
Keterangan

Kelas Pemakaian
Kelas Keawetan

Kelas
Kekuatan

II

II

II

III

III

III

IV

IV

IV

I
II

Konstruksi berat, selalu terkena


penga-ruh-pengaruh buruk, seperti:
terus me-nerus berada dalam tanah,
atau ter-kena panas matahari, hujan
dan angin.
Konstruksi berat yang terlindung
berada di bawah atap dan tidak
berhubungan dengan tanah basah.
Konstruksi ringan yang terlindung
berada di bawah atap.
Konstruksi yang bersifat tidak
permanen.

Tabel 4 Penggolongan Kayu berdasarkan Mutu


Uraian

Mutu A

Mutu B

Kadar lengas

Harus kering udara

Kadar lengas 30%

Besarnya mata kayu


Mata kayu

Kandungan wanvlak

Kemiringan arah serat

Besarnya mata kayu

1/6 lebar balok atau 3,5

1/4 lebar balok atau 5

cm

cm

Kandungan wanvlak (kayu

Kandungan wanvlak (kayu

gubal), 1/10 tinggi balok.

gubal), 1/10 tinggi balok.

Kemiringan arah serat, tg e1

Kemiringan arah serat, tg e1

1/10

1/7

Retak-retak

Retak-retak arah radial 1/4

Retak-retak arah radial 1/3

tebal kayu dan terhdp ling-

tebal kayu dan terhdp ling-

karan tumbuh 1/5 tebal kayu

karan tumbuh 1/4 tebal kayu

Tabel 5 Tegangan Ijin Kayu (PKKI1961) Kayu Mutu A

Faktor Reduksi :
1. Tegangan-tegangan ijin pada tabel di atas, berlaku untuk kayu mutu A,
konstruksi terlindung & menerima pembebanan tetap.
2. Kayu mutu B berlaku faktor reduksi 0,75.
3. Konstruksi yang selalu terendam dalam air atau konstruksi tidak terlindung
dan kadar lengas selalu tinggi, berlaku faktor 2/3.
4. Untuk konstruksi yang tidak terlindung tetapi kayu dapat mengering dengan
cepat, berlaku faktor 5/6.
5. Untuk konstruksi yang memikul beban tetap dan beban tidak tetap atau beban
angin, berlaku faktor 5/4.

Korelasi Berat Jenis vs Tegangan Ijin Kayu :


1. Tegangan-tegangan ijin merupakan fungsi dari berat jenis kayu (g) kering udara
(kadar lengas . 15%), diberikan korelasi sbb. :

lt

170 g ;

= 40 g

tkL

tk// = tr// = 150 g ; //


= 20 g
2. Jika suatu jenis kayu masuk dalam beberapa kategori klas kuat, maka tegangantegangan izin dapat ditentukan berdasarkan berat jenis kayu kering udara ( kadar
lengas . 15% ).

Tabel 6 Nilai Kayu Menurut Standar Nasional Indonesia

Kode

Modulus

Kuat

Kuat Tarik

Kuat Tekan

Kuat

Kuat Tekan

Mutu

Elastisitas

Lentur

Sejajar Serat

Sejajar Serat

Geser

TegakLurus

Lentur

(Fb)

(Ft)

(Fc)

(Fv)

Serat

E26

(Ew)
25000

66

60

46

6.6

(Fc)
24

E25

24000

62

58

45

6.5

23

E24

23000

59

56

45

6.4

22

E23

22000

56

53

43

6.2

21

E22

21000

54

50

41

6.1

20

E21

20000

50

47

40

5.9

19

E20

19000

47

44

39

5.8

18

E19

18000

44

42

37

5.6

17

E18

17000

42

39

35

5.4

16

E17

16000

38

36

34

5.4

15

E16

15000

35

33

33

5.2

14

E15

14000

32

31

31

5.1

13

E14

13000

30

28

30

4.9

12

E13

12000

27

25

28

4.8

11

E12

11000

23

22

27

4.6

11

E11

10000

20

19

25

4.5

10

E10

9000

18

17

24

4.3

Cara menghitung/mendapatkan nilai di atas dilakukan seperti berikut


(cara melalui perhitungan berat jenis):
1. Hitung berat jenis pada m% (Gm) dengan rumus:
Gm= /{1.000 (1+m/100)} dengan =kerapatran, m=kadar air <30%
2. Hitung berat jenis dasar (Gb) dengan rumus:
Gb = Gm/ {1+ 0,265 a Gm } dengan a =( 30-m)/30.
3. Hitung berat jenis pada kadar air 15% (G15) dengan rumus:
G15 = Gb/ (1- 0,133 Gb )
4. Hitung estimasi kuat acuan berdasarkan berat jenis pada kadar air 15% dengan rumus:
Modulus Elastisitas Lentur, Ew (MPa) = 16.000 G0,7
5. Untuk kayu dengan berbagai mutu dihitung dengan mengalikan nilai rasio tahanan
yakni mutu A = 0,8, mutu B = 0,63, dan mutu C = 0,50 dengan estimasi nilai modulus
elastisitas lentur acuan.

Tabel 7 Penggolongan Kayu berdasarkan Mutu SNI

Macam Cacat

Mutu A

Mutu B

Mutu C

1/6 lebar kayu

1/4 lebar kayu

1/2 lebar kayu

1/8 lebar kayu

1/6 lebar kayu

1/4 lebar kayu

b. Retak

1/5 lebar kayu

1/6 lebar kayu

1/2 lebar kayu

c. Pingul

1/10 tebal atau lebar

1/6 tebal atau

1/4 tebal atau

kayu

lebar kayu

lebar kayu

d. Arah serat

1 : 13

1:9

1:6

e. Saluran damar

1/5 tebal kayu

2/5 tebal kayu

tebal kayu

a. Mata Kayu
- Terletak di
muka lebar
- Terletak di
muka sempit

eksudasi tidak
diperkenankan
f.Gubal

Diperkenankan

Diperkenankan

Diperkenankan

g.Lubang serangga

Diperkenankan asal

Diperkenankan asal

Diperkenankan asal

terpencar dan ukuran

terpencar dan ukuran

terpencar dan

dibatasi dan tidak

dibatasi dan tidak ada

ukuran dibatasi dan

ada tanda- tanda

tanda- tanda serangga

tidak ada tanda-

serangga hidup

hidup

tanda serangga

h.Cacat lain (lapuk,hati


rapuh, retak melintang)

hidup
Tidak diperkenankan

Tidak diperkenankan

Tidak
diperkenankan

E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketahanan Kayu


1. Biologis
Faktor biologis perusak kayu yang penting adalah jamur, bakteri, serangga dan
binatang laut. Jasa Hidup tersebut merusak kayu karena menjadikan kayu tersebut
sebagai tempat tinggal atau makanannya.
Kerusakan yang terjadi akibat kerusakan kayu oleh faktor biologis dapat terjadi baik
pada pohon yang masih berdiri, balok segar, kayu gergajian maupun produk-produk
kayu lain dalam proses penyimpanan dan pemakaian.

2. Kemiringan Serat
Pada kemiringan serat 15 derajat, tegangan tarik sejajar serat, tegangan lentur statik
dan tegangan tekan sejajar serat berkurang sampai 45%, 70%, dan 80% dari tegangan
dengan serat lurus (Desch, 1981). Untuk keperluan umum, nilai angka aman pada
perencanaan dan penggunaan kayu harus dapat mempertimbangkan pengaruh adanya
kemiringan serat.
3. Kandungan Mata Air
Kandungan air merupakan faktor yang mempegaruhi seluruh kekuatan kayu. Hampir
semua kekuatan kayu meningkat apabila kandungan air diturunkan. Peningkatan
kekuatan kayu akibat menurunnya kandungan air dari titik jenuh serat terjadi tidak
secara linier. Sebagai contoh, kuat tekan sejajar serat pada kayu kering oven adalah tiga
kali lebih tinggi dari pada kayu dengan kandungan titik jenuh serat.
Hubungan sifat-sifat kekuatan dengan kandungan air (Sifat-sifat white ash dengan
dibandingkan kekutatan segarnya)
Diagram 1 Hubungan sifat-sifat kekuatan dengan kandungan air

4. Mata Kayu
Mata kayu mempengaruhi jenis-jenis kekuatan kayu dengan tingkat yang berbedabeda tergantung pada ukuran, letak dan jenisnya. Jenis-jenis kekuatan kayu dipengaruhi
secara nyata oleh mata kayu. Hal ini disebabkan serat-serat pada mata kayu miring dan
tidak teratur.
Mata kayu tidak mempengaruhi semua jenis-jenis kekuatan kayu dengan tingkat
yang sama. Tegangan geser, tegangan tekan tegak lurus serat dan modulus elastis sedikit
dipengaruhi dengan adanya mata kayu, sedangkan tegangan tekan sejajar serat,
tegangan lentur mengalami perubahan penurunan yang cukup besar dengan adanya
mata kayu.
Pengaruh mata kayu yang dinyatakan dalam luas mata kayu adalah sebanding
terhadap luas tampang batang kayu itu sendiri. Lokasi mata kayu juga memiliki
pengaruh dalam penurunan kakuatan kayu. Sebagai contoh pada sebuah balok kayu,
mata kayu yang terletak pada daerah tekan akan akan sedikit pengaruhnya dari pada
mata kayu dengan ukuran yang sama dan terletak pada daerah tarik. Sedangkan apabila
letak mata kayu pada garis netral, maka pengaruhnya akan kecil sekali.
5. Suhu
Kebanyakan siifat-sifat mekanik kayu berkurang apabila kayu tersebut dipanaskan
dan bertambah apabila didinginkan. Selama suhu tidak melebihi 1000C terdapat sedikit
saja kehilangan kekuatan yang permanen. Umumnya semakin tinggi kandungan air
kayu semakin besar kepekaannya terhadap suhu tinggi. Hal ini harus dipertimbangkan
apabila suhu dapur yang terlalu tinggi digunakan untuk mengeringkan sushu-suhu
bangunan kritis.

F. Pengertian Square Set

Square set merupakan penyanggaan persegi yang umumnya digunakan pada tambang
bawah tanah dengan struktur batuan yang lemah. Square set dapat digunakan di sepanjang
long wall ataupun pada shaft. Dan square set digunakan pada penambangan bijih yang
bernilai tinggi (high value). Square Set Stoping adalah metode penambangan bawah tanah
yang bergantung pada square set timbering. Metode ini digunakan saat urat bijih dengan
struktur lemah dan dinding terowongan tidak cukup kuat untuk menyangga. Pada metode
square set stoping, blok kecil dari bijih di ambil dan di ganti dengan penyangga atau
bingkai berbentuk kubik dari kayu yang secepat mungkin di gantikan. Penyangaan kayu
dikunci dan diisi dengan batuan waste atau pasir (semen dari fine tailings) agar dapat
cukup kuat menyangga dinding stope.

Gambar 7 Square Set Timbering.

G. Sejarah Penggunaan Square Set Timbering Pada Underground Mining


Pada tahun 1852, seorang engineer tambang muda (19 th) pergi ke tambang emas
California untuk bekerja beberapa tahun termasuk ke Georgetown. Pada April 1860 dia
dipekerjakan oleh W.F. Babcock, pengawas tambang Ophir, bagian dari Tambang besar
Comstock bijih perak di Nevada dan seorang yang paling dibutuhkan di tambang
Comstock karena sifat kritisnya.
Deidesheimer menciptakan sebuah sistem, yang sekarang dikenal sebagai squre set
timbering, menggunakan kayu berat kubus sebagai penyangga untuk tambang bawah

permukaan terowongan dan shaft. Yang memungkinkan pekerja tambang yang terampil
untuk membuka lubang tiga dimensi dalam segala ukuran. Pada pembukaan yang besar,
kubus dapat diisi dengan waste rock, membuat tiang padat dari kayu dan batu dari lantai
hingga atap terowongan.
Deidesheimer membuat sistem square set timbering untuk tambang bijih Ophir
Comstock di kota Virginia, Nevada pada 1860. Sistem yang terinspirasi dari stuktur rumah
lebah (honeycombs), memungkinkan tambang besar badan bijih perak Comstock, yang
mana dengan kriteria batuan lemah pada tingkatan tambang besar. Dan Deidesheimer
menolak untuk mempatenkan innovasinya tersebut.
Sama seperti tambang Comstock, karakteristik batuan di tambang Ophir yaitu lunak dan
mudah runtuh kedalam area kerja stopes (lubang dimana bijih diekstrasi). Tambahan,
munculnya clay yang akan mengembang besar pada saat pembukaan ke udara
menyebabkan tekanan yang besar yang tidak dapat ditahan oleh penyangga kayu. Metode
square set

timbering

dirancang

oleh

Deideshimer

untuk

memperlambat

aksi

pengembangan yang cukup panjang untuk ekstrasi biji, meskipun dengan selang waktu
kayu hancur oleh tekanan besar pada tambang Comstock.

Gambar 8 Square Set Timbering Model.

H. Fungsi Square Set


Cara ini cocok untuk endapan yang bersifat
-

Kekuatan bijih lemah serta mudah runtuh


Kekuatan batuan samping lemah serta mudah runtuh

Bentuk endapan tak perlu memiliki batas-batas yang baik atau jelas dilihat, misalkan

mempunyai off shoot, pocket, dll


Kemiringan endapan . 45o yang berbentuk urat bijih
Ukuran endapan minimum 3,5 m
Memiliki kadar bijih yang sangat tinggi

Gambar 9 Square Set in Shaft.

Gambar 10 Sketch of Square Set Timbering.

I. Perhitungan Square Set

Gambar 11 Ujung cap saling berhadapan.

Gambar 12 Ujung tiang saling berhadapan.


Seperti yang terindikasi pada gambar diatas, square set di desain untuk post and cap
loading. Jika beban tanah beraksi pada sudut yang berlawanan tekanan besar beban yang
mendesak pada kedua nya (cap dan post), sehingga penyanggaan yang lebih kompleks
disarankan.
Ketika terpilih design dari square set, harus memakai design dengan paling sedikit
jumlah potongan kayu tapi masih menyediakan penyanggaan yang maksimum. Potongan
jumlah kayu yang berlebih ditambah untuk kekuatan penyanggaan namun membuat
pemasangan menjadi sulit. Lebih jauh, itu dapat menyusahkan komunikasi antar pekerja.
(intinya, terlalu banyak kayu akan mencegah penyanggaan maksimum.)
Penting untuk mengingat bahwasanya hanya tiga potong penyangga yang digunakan
untuk mendeskripsikan square set atau menunjukkan metode itu efisiensi dan ekonomis.
Contohnya satuan kayu dalam sebuah penyangga hanya mengacu pada satu cap, post dan
girt. Sama halnya, jumlah potongan kayu berarti adalah jumlah total potongan untuk
metode ini.

Dan Square set harus diblok dengan kuat dan terisi rapat dengan isian

hidraulik atau waste rock.


J. Jenis-Jenis Sambungan Kayu
1. Sambungan bibir lurus
Merupakan jenis sambungan yang paling sederhana, kekuatan sambungan lemah
karena masing-masing ditakik separo, sehingga digunakan untuk batang yang seluruh
permukaannya tertahan (contoh balok tembok/murplat). Sambungan diperkuat dengan
paku atau baut.

Gambar 13 Sambungan bibir lurus.

Jenis sambungan bibir lurus ini biasanya digunakan untuk penyambungan kayu pada
arah memanjang. (biasanya digunakan untuk kayu balok pada konstruksi bangunan ).

Gambar 14 Pola pemasangan sambungan bibir lurus.


2. Koneksi kait lurus
Jenis sambungan ini digunakan apabila ada gaya tarik yang timbul pada batang, dan
seluruh permukaan batang tertahan. Sambungan diperkuat dengan paku atau baut.

Gambar 15 Koneksi kait lurus.


3. Sambungan lurus miring
Sambungan ini digunakan untuk menghubungkan gording yang dipikul oleh kudakuda. Parkir didekatkan kuda-kuda, bukan bibir penutup.

Gambar 16 Sambungan lurus miring.

4. Sambungan kait miring


Hampir sama dengan bibir miring, sambungan digunakan jika gaya tarik bekerja
pada batang.

Gambar 17 Sambungan kait miring.


5. Sambungan Takikan Mulut Ikan
Tipe sambungan takikan lurus mulut ikan ini biasa digunakan pada balok kayu
dengan arah memanjang. Untuk detailnya silakah lihat gambat berikut.

Gambar 18 Sambungan takikan mulut ikan


6. Persahabatan memanjang Afra belas kasihan
Jenis sambungan ini digunakan untuk konstruksi kuda-kuda baik balok tarik maupun
kaki kuda-kuda, karena menghasilkan kekuatan tarik maupun desak yang baik. Letak
pengunci pada balok tarik berada diatas, sedangkan pada pada kaki kuda-kuda berada di
atas. Pengunci akan menyebabkan momen sekunder pada sambungan, oleh karena tidak
diperkenankan menggunakan sambungan miring.

Gambar 19 Sambungan Persahabatan memanjang Afra belas kasihan


7. Sambungan memanjang kunci jepit
Sambungan kunci jepit dapat menetralisir momen sekunder yang terjadi pada
sambungan kunci sesisi. Kekuatan yang dihasilkan lebih baik, namun kurang tepat
digunakan untuk kuda-kuda.

Gambar 20 Sambungan memanjang kunci jepit


K. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Penyanggaan Square Set
Square set atau sistem penambangan bijih persegi adalah untuk sistematis mendukung
tegak lurus ke segala arah (tiga dimensi). Pemegang memiliki kubus bingkai atau persegi
panjang.

Gambar 21 Simulasi dan pola penggunaan sistem peyanggaan square set


Cara ini cocok untuk endapan yang bersifat :
1.

Kekuatan bijih lemah serta mudah runtuh.

2.

Kekuatan batuan samping lemah serta mudah runtuh

3.

Bentuk endapan tak perlu memiliki batas-batas yang baik atau jelas dilihat,
misalnya mempunyai off shoot, pocket, dll.

4.

Kemiringan endapan > 450 yg berbentuk urat bijih.

5.

Ukuran endapan minimum 3,5 m.

6.

Memiliki kadar bijih yang sangat tinggi.

Gambar 22 Penambangan ore/bijih dengan menggunakan sistem penyanggaan square


set

Umumnya cara ini cocok untuk endapan dengan batuan yang lunak, oleh karena itu cara
penambangan ini sulit untuk diubah kecara penambangan yang lain.
Akan tetapi kalau sangat terpaksa, misalnya karena kondisi batuan agak keras dan
surface subsidence tidak dapat terjadi, maka dapat diubah ke cara cut and fill atau stull
stoping bila urat bijihnya tipis.
Cara penambangan ini dapat dipakai sebagai pelengkap atau pembantu cara
penambangan lain bila bentuk bijihnya tidak baik, misalnya ditemukan off shoot, atau
penyangga under cat pada blokcaving. Kecuali square setting sering dipergunakan untuk
mengambil pillar yang terletak diantara lombong-lombong yang sudah diisi dengan filling
material.
Segi positif Penggunaan Sistem Penyanggaan Square Set
1.

Dapat digunakan untuk menambang segala macam ukuran dan bentuk endapan
bijih, asal kemiringan > 450, luwes dalam arti dapat menambang segala macam
bentuk endapan.

2.

Dapat dipakai untuk endapan dan batuan samping yang keadaannya sangat lunak
dan mudah runtuh.

3.

Memungkinkan dilakukannya penambangan dengan mining recovery yg tinggi >


90% (high mining extraction)

4.

Ventilasi lebih mudah diatur.

5.

Dapat memberi keamanan kerja yang tinggi.

Gambar 23 Pola penyanggaan square set untuk memudahkan menambang ore/bijih


dengan kemiringan > 450

Segi negatif Penggunaan Sistem Penyanggaan Square Set


1.

Memakai banyak penyangga kayu sehingga menyebabkan ongkos penambangan


manjadi mahal, kemungkinan bahaya kebakaran lebih besar, dan dapat terjadi
pembusukan sehingga akan terbentuk gas-gas beracun.

2.

Waktu untuk penyiapan dan penyediaan kayu penyangga lebih kurang dari 30%,
sedangkan volume kayu yang dibutuhkan sekitar 6-15%.

3.

Sulit diubah kesistem penambangan yang lain

Gambar 24 Kelemahan sistem square set yang banyak menggunakan penyangga kayu

Anda mungkin juga menyukai