Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah kestabilan lereng di dalam suatu pekerjaan yang melibatkan kegiatan


penggalian maupun penimbunan merupakan masalah penting, karena ini menyangkut
masalah keselamatan manusia, peralatan dan infrastruktur yang berada di sekitar lereng
tersebut. Dalam pekerjaan penambangan dengan cara tambang terbuka, lereng yang
tidak mantap akan dapat mengganggu kegiatan produksi (Baskari,2008).

Aktivitas penambangan dengan sistem tambang terbuka akan menghadapi masalah


dengan lereng, baik itu pada lereng kerja (working slope) maupun pada lereng akhir
(final slope). Lereng-lereng tersebut harus dianalisis kemantapannya untuk mencegah
terjadinya bahaya keruntuhan atau longsoran yang dapat menimbulkan korban jiwa,
kerugian waktu dan kerugian biaya (Sitohang,2008).

Indonesia memiliki cadangan batu gamping yang sangat melimpah. Batu gamping pada
umumnya adalah bukan terbentuk dari batuan sedimen seperti yang kita kira, tidak juga
terbentuk dari clay dan sand, terbentuk dari batu-batuan bahkan juga terbentuk dari
kerangka kalsit yang berasal dari organisme mikroskopik di laut dangkal. Penambangan
batu gamping di Indonesia banyak dikelola oleh rakyat atau dapat disebut perusahaan
kecil. Pengambilan batu gamping pun belum dengan cara yang benar. Pengambilan batu
gamping pada tambang rakyat tidak memperhatikan alat dan fragmentasi.

Pendalaman penggalian akan merubah geometri desain lereng sebelumnnya sehingga


perlu dilakukan desain ulang geometri lereng tambang yaitu dengan analisis kestabilan
lereng menggunakan metode bishop. Hasil penelitian ini, diharapkan dapat menentukan
nilai faktor keamanan berdasarkan geometri lereng dan merencanakan geometri lereng
yang aman, baik lereng individual maupun lereng keseluruhan.

1
1.2 Perumusan Masalah

Pendalaman dan penggalian akan mengubah geometri desain lereng sebelumnya


sehingga perlu dilakukan desain ulang geometri lereng tambang dengan tetap
memperhatikan nilai faktor keamanan stabil yaitu 1,3 yang akan dianalisis dengan
menggunakan metode Bishop.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :


1. Untuk menentukan tingkat kestabilan (Faktor keamanan) lereng tunggal
2. Untuk menentukan tingkat kestabilan (Faktor keamanan) lereng keseluruhan

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :


1. Analisis yang dilakukan tidak memperhitungkan faktor kegempaan
2. Tidak menganalisis jenis longsoran
3. Metode yang digunakan untuk menganalisis kestabilan lereng adalah metode Bishop
Simplified
4. Penelitian dilakukan pada tanggal 1 Januari hingga 20 januari 2018

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan pada penyusunan laporan skripsi ini terdiri dari :

BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri atas latar belakang, perumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian,
batasan masalah, lokasi penelitian dan sistematika penulisan skripsi.

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini terdiri atas teori tentang prinsip kestabilan lereng, faktor-faktor yang
mempengaruhi kestabilan lereng, serta cara-cara menstabilkan lereng.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


Pada bab ini berisi uraian mengenai tahapan penelitian yang meliputi tahap
pengumpulan data, tahap pengolahan dan perhitungan data serta diagram alir dalam
penelitian ini

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS


Pada bab ini memuat analisis terhada lereng individual dan lereng keseluruhan,
perbaikan geometri lereng yang dibuat perusahaan, permodelan lereng serta penentuan
nilai Faktor Keamanan (FK).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


Pada bab ini berisikan tentang pernyataan singkat yang menyatakan hasil pencapaian
penelitian yang dilakukan beserta saran-saran.

DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku literatur yang digunakan sebagai penunjang dalam penyusunan skripsi.

LAMPIRAN

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batuan Utuh dan Massa Batuan

Menurut para ahli geoteknik istilah batuan hanya untuk formasi yang keras dan padat
dari kulit bumi yang merupakan suatu bahan yang keras dan koheren atau yang telah
terkonsilidasi serta tidak dapat digali dengan cara biasa (Rai dkk, 2013). Batuan utuh
(intact rock) dalam istilah rekayasa didefenisikan sebagai batuan yang tidak memiliki
struktur (fracture) yang signifikan. Namun pada skala kecil, batuan utuh terdiri dari
butiran - butiran penyusun yang dalam bentuk mikro dipengaruhi oleh proses
pembentukan dasar batuan. Peristiwa geologi dapat mempengaruhi sifat mekanik, sifat
fisik dan efek pelapukan batuan (Hudson dan Harrison, 2000).

Massa batuan merupakan volume batuan yang terdiri dari material batuan berupa
mineral, tekstur dan komposisi dan juga terdiri dari bidang-bidang diskontinu,
membentuk suatu material dan saling berhubungan dengan semua elemen sebagai suatu
kesatuan. Kekuatan massa batuan sangat dipengaruhi oleh frekuensi bidang-bidang
diskontinu yang terbentuk, oleh sebab itu massa batuan akan mempunyai kekuatan yang
lebih kecil bila dibandingkan dengan batuan utuh. Menurut Hoek dan Bray (1981),
massa batuan adalah batuan insitu yang dijadikan diskontinu oleh sistem struktur seperti
kekar, sesar dan bidang perlapisan. Konsep pembentukan massa batuan dikemukakan
oleh Palmstorm (2001) sebagai berikut (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Konsep pembentukan massa batuan (Palmstrom, 2001)

4
2.2 Sifat Fisik dan Mekanik Batuan

Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu yang perlu diketahui dalam mekanika batuan dan
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Sifat fisik batuan seperti bobot isi, specific gravity, porositas, absorbsi, void ratio.
2. Sifat mekanik batuan seperti kuat tekan, kuat tarik, modulus elastisitas, poisson’s
ratio.
Kedua sifat tersebut dapat ditentukan baik di laboratorium maupun dilapangan (insitu).
(Rai, 1988).

Penentuan di laboratorium pada umumnya dilakukan terhadap percontoh (sampel) yang


diambil di lapangan. Satu percontoh dapat digunakan untuk menentukan kedua sifat
batuan. Pertama-tama adalah penentuan sifat fisik batuan merupakan pengujian tanpa
merusak (non destructive test), kemudian dilanjutkan dengan penentuan sifat mekanik
batuan yang merupakan pengujian merusak (destructive test) sehingga percontoh batuan
hancur (Rai, 1988).

2.2.1 Sifat Fisik Batuan

Sifat fisik batuan yang ditentukan untuk kepentingan penelitian geoteknik adalah bobot
isi asli (natural density), bobot isi kering (dry density), bobot isi jenuh (saturated
density), berat jenis semu (apparent specific gravity), berat jenis sejati (true specific
gravity), kadar air asli (natural water content), kadar air jenuh (absorption), derajat
kejenuhan, porositas (n), dan void ratio (e) (Rai, dkk, 2013).

Uji sifat fisik berguna sebagai data pendukung dari batuan yang akan diuji. Apabila
hasil dari uji sifat fisik batuan yang diuji menunjukkan keridakseragaman, hal ini
menjadi indikasi tidak meratanya kekuatan batuan, atau dengan kata lain batuan yang
diuji sangat bervariasi (heterogen) (Irwandy, 2016). Masing masing sifat fisik dapat
dihitung berdasarkan persamaan, sebagai berikut :
a.. Bobot isi asli (natural density) γn = Wn / (Ww – Ws)........................................(2.1)
b. Bobot isi kering (dry density) γd = Wo / (Ww-Ws)..............................................(2.2)

5
c.. Bobot isi jenuh (saturated density) γw = Ww / (Ww-Ws)....................................(2.3)
d. Kadar air asli (natural water content) ωn = [(Wn – Wo) / Wo] x 100%................ (2.4)
e.. Saturated water content ωs = [(Ww – Wo) / Wo] x 100% .................................... (2.5)
f. . Derajat kejenuhan. S = [(Wn – Wo) /(Ww- Wo)] x 100%..................................... (2.6)
g. Porositas. n = [(Ww – Wo) / (Ww-Ws)] x 100%................................................... (2.7)
h. Void ratio. e = (n / 100) / [1 – (n / 100)]................................................................(2.8)

dengan : Wn = Berat contoh asli (gram)


Wo = Berat contoh kering (gram)
Ww = Berat contoh jenuh (gram)
Ws = Berat contoh jenuh tergantung didalam air (gram)
Wo – Ws = Volume contoh tanpa pori – pori (cm3)
Ww – Ws = Volume contoh total (cm3)

2.2.2 Sifat Mekanik Batuan

Pengujian untuk menentukan sifat mekanik batuan dapat dilakukan uji kuat tekan
uniaksial. Tujuan uji kuat tekan adalah untuk untuk mengukur kuat tekan uniaksial
sebuah contoh batuan dalam geometri yang beraturan, baik dalam bentuk silinder, balok
atau prisma dalam satu arah (uniaksial). Tujuan utamanya uji ini adalah untuk
klasifikasi kekuatan dan karakterisasi batuan utuh (Rai dkk, 2013).

Ketika penekanan dilakukan terhadap contoh batu uji maka contoh batu akan
mengalami pemendekan pada sisi aksial dan penggelembungan pada sisi lateral,
sehingga secara ideal bentuk akhir contoh batu uji seperti gentong

Gambar 2.2 Perubahan bentuk contoh batuan pada Uji Kuat Tekan
(UCS)(Irwandi,2016)

6
Gambar 2.3 Skematik penempatan contoh uji kuat tekan uniaksial (Standar
Nasional Indonesia No 2858, 2008, Cara Uji Kuat Tekan Batuan Uniaxial)

Uji tekan dilakukan untuk mengukur kuat tekan uniaxial (Unconfined Compressive
Strength Test – UCS Test) dari sebuah contoh batuan berbentuk siolinder dalam satu
arah (uniaksial). Tujuan utama uji ini adalah untuk mengklasifikasi kekuatan dan
karakterisasi batuan utuh. Hasil uji ini berupa beberapa informasi, seperti kurva
tegangan-regangan, kuat tekan uniaksial, modulus elastisitas, nisbah poisson, energi
fraktur, dan energi fraktur spesifik.

Pengujian ini dilakukan menggunakan mesin tekan (compression machine) dan dalam
pembebanannya mengikuti standar dari International Society for Rock Mechanics
(ISRM, 1981). Secara teoritis penyebaran tegangan di dalam contoh batuan searah
dengan gaya yang dikenakan pada contoh tersebut. Akan tetapi, pada kenyataannya arah
tegangan tidak searah dengan gaya yang dikenakan pada contoh. Hal ini terjadi karena

7
ada pengaruh dari plat penekan pada mesin tekan yang berbentuk bidang pecah yang
searah dengan gaya, berbentuk “cone”.

Contoh batuan yang akan digunakan dalam pengujian kuat tekan harus memenuhi
beberapa syarat. Kedua muka contoh batuan uji harus mencapai kerataan hingga 0,02
mm dan tidak melenceng dari sumbu tegak lurus lebih besar daripada 0,001 radian
(sekitar 3,5 min) atau 0,05 mm dalam 50 mm (0,06o). Demikian juga sisi panjangnya
harus bebas dari ketidakrataan sehingga kelurusannya sepanjang contoh batu uji tidak
melenceng lebih dari 0,3 mm.

Perbandingan antara tinggi dan diameter contoh batuan (L/D) akan mempengaruhi nilai
kuat tekan batuan. Jika digunakan perbandingan (L/D) = 1, kondisi tegangan triaxial
saling bertemu (gambar 2.6) sehingga akan memperbesar nilai kuat tekan batuan. Sesuai
dengan ISRM (1981), untuk pengujian kuat tekan digunakan rasio (L/D) antara 2 – 2,5
dan sebaiknya diameter (D) contoh batu uji paling tidak berukuran tidak kurang dari
ukuran NX, atau kurang lebih 54 mm. Semakin besar perbandingan antara tinggi dan
diameter contoh batuan yang digunakan, kuat tekannya akan semakin kecil seperti
ditunjukkan oleh persamaan dibawah ini :
a. Menurut American Society for Testing and Materials (ASTM) :
𝜎𝑐
𝜎𝑐 𝐿 =
=1 0,222
𝐷 0,778 +
𝐿⁄𝐷
b. Menurut Protodyakonov :
8𝜎𝑐
𝜎𝑐 𝐿 =
=2 2
𝐷 7+
𝐿⁄𝐷
Dimana, σc = kuat tekan batuan

Displacement dari contoh batuan, baik pada arah axial (Δl) maupun arah lateral (ΔD)
selama pengujian berlangsung dapat diukur menggunakan dial gauge (gambar 2.4) atau
electric strain gauge.

8
Gambar 2.4 Pengujian kuat tekan dengan menggunakan dial gouge (Irwandi,2016)

Dari hasil pengujian kuat tekan, dapat digambarkan kurva tegangan-regangan (stress-
strain curve) untuk setiap contoh batuan (gambar 2.4). Kemudian dari kurva ini dapat
ditentukan sifat mekanik batuan dengan penjelasan tambahan sebagai berikut
a. Kuat tekan = σc
b. Batas elastis = σE
𝛥𝜎
c. Modulus Young (E) =
𝛥𝜀𝑎
𝜀𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙
d. Poisson’s ratio (ʋ) = pada tegangan σ1
𝜀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑎𝑙

Gambar 2.5 (kiri) Deformasi pada contoh batuan hasil uji UCS ( Thuro dkk,2001)
dan (kanan) pola failure pada berbagai dimensi contoh batuan (Kim and YI,2002)

9
Modulus Young (modulus elastisitas) merupakan kemampuan batuan untuk
mempertahankan kondisi elastiknya. Nilai Modulus Young diturunkan dari kemiringan
kurva tegangan-regangan pada bagian yang linier karena pada saat inilah contoh batuan
mengalami deformasi elastik. Persamaan untuk mencari nilai Modulus Young adalah :

𝛥𝜎
𝐸=
𝛥𝜀𝑎

Keterangan : E = Modulus Young (Mpa)

𝛥𝜎 = Beda tegangan (Mpa)

𝛥𝜀𝑎 = Beda regangan aksial (%)

Dalam menentukan Modulus Young, tedapat 3 cara seperti yang dijelaskan berikut ini.
1. Tangent Young’s Modulus (Et)
Diukur pada tingkat tegangan = 50% σ yp.
2. Average Young’s Modulus (Eav)
Diukur dari rata-rata kemiringan kurva atau bagian linier yang terbesar dari
kurva.
3. Secant Young’s Modulus (Es)
Diukur dari tegangan = 0 sampai nilai tegangan tertentu, yang biasanya = 50% σ
c.

Nisbah Poisson (u) merupakan nilai mutlak dari perbandingan antara regangan lateral
terhadap regangan aksial. Jika suatu material diregangkan pada satu arah, material
tersebut cenderung mengkerut (jarang mengembang) pada dua arah lainnya. Sebaliknya,
jika suatu material ditekan, material tersebut akan mengembang (dan jarang mengkerut)
pada dua arah lainnya.

Dalam deformasi elastik mekanik, kecenderungan material untuk mengkerut atau


mengembang dalam arah tegak lurus terhadap arah pembebanan dikenal sebagai efek
Poisson. Oleh karena itu, jika sebuah contoh batu silinder diberi tegangan pada arah
aksialnya, contoh batu tersebut akan mengalami regangan, baik ke arah aksial maupun
ke arah lateral, dan persamaan nisbah Poisson adalah :

10
𝜀𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙
ʋ=
𝜀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑎𝑙
keterangan : ʋ = Nisbah Poisson

𝜀𝑙 = Regangan Lateral

𝜀𝑎 = Regangan aksial

Nisbah Poisson sangat tergantung pada tingkat tegangan serta dipengaruhi oleh
pembukaan dan penutupan rekahan dalam batuan saat pengujian dilakukan dan nilainya
bervariasi sesuai dengan deformasi yang dialami batuan tersebut.

Nisbah Poisson sangat jarang bernilai negatif atau lebih besar dari 0,5. Untuk batuan
isotropik nilainya berada diantara 0-0,5. Sementara itu, untuk batuan pada umumnya
nilai nisbah Poisson berkisar 0,05-0,45, sedangkan untuk aplikasi rekayasa nilainya
sekitar 0,2-0,3 dan untuk batubara berkisar 0,25-0,346 (Astawa Rai, Kramadibrata, dan
Wattimena, 1998).

2.3 Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb

Kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb (2002) sampai saat ini masih banyak digunakan
untuk menganalisis lereng. Kriteria keruntuhan Mohr Coulomb sangat sederhana dan
praktis pada penerapannya, yaitu dengan hanya mengetahui kohesi dan sudut geser
dalam maka kriteria keruntuhan sudah dapat dihasilkan. Selain itu, untuk mendapatkan
kohesi dan sudut geser dalam yaitu dengan cara membuat garis regresi linier dari titik-
titik tegangan normal (σn) dan tegangan geser (τ) hasil dari uji geser di laboratorium.

Sudut geser dalam ditentukan dari sudut yang dibentuk oleh garis regresi dengan sudut
geser dalam ditentukan dari sudut yang dibentuk oleh garis ordinat Tegangan geser (τ)
pada sistem kordinat σn vs τ. Penentuan kohesi dan sudut geser dalam dengan kriteria
keruntuhan Mohr Coulomb dilakukan pada kondisi tegangan normal rendah, yaitu σn <

0,1 σc (Azizi, 2014).

11
Untuk mempermudah perhitungan didalam mekanika batuan maka selubung Mohr
dianggap sebagai garis lurus dan persamaannya dinyatakan sebagai kriteria Mohr
Coulomb yang didefinisikan sebagai gambar berikut :

τ = C + μσn...............................................................................................................
(2.2)

dengan

τ = Tegangan Geser

σn = Tegangan normal

C = Kohesi

μ = Koefisien gerak dalam dari batuan = tan ϕ

misalkan, σ1 dan σ3 masing-masing adalah tegangan-tegangan utama maksimum dan


minimum, maka kriteria Mohr-Coulomb dapat ditulis sebagai berikut :

𝜎1 {( 1 + 𝜇 2 )0,5 − 𝜇} − 𝜎3 {(1 + 𝜇 2 )0,5 + 𝜇} = 2 𝐶.............................................. (2.3)

Dari persamaan dapat disimpulkan bahwa batuan runtuh terjadi pada dua bidang dengan
kondisi tegangan yang berbeda.

Gambar 2.6 Kriteria Keruntuhan Mohr Coulomb (Rai dkk, 2013)

12
dengan :
r – r’ = Bidang runtuh

τ = S – Kuat geser

σ1 – σ3 = Diameter lingkaran Mohr Coulomb

t–t = Garis kuat geser Mohr Coulomb

Dari gambar tersebut runtuhan Mohr Coulomb dapat diketahui tegangan normal dan
tegangan geser pada bidang runtuh r – r’ sebagai berikut :

1 1
σn = 2(σ1 + σ3) + 2 (𝜎1 + 𝜎3) cos 2𝛼 ........................................................................(2.4)
1
τ = 2 (𝜎1 − 𝜎3) sin 2𝛼 ................................................................................................ (2.5)

2.4 Prinsip Dasar Kestabillan Lereng

Kestabilan lereng, baik lereng alami maupun lereng buatan (buatan manusia), serta
lereng timbunan, dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dinyatakan secara
sederhana sebagai gaya-gaya penahan dan gaya-gaya penggerak yang bertanggung
jawab terhadap kestabilan lereng tersebut. Pada kondisi gaya penahan (terhadap
longsoran) lebih besar dari gaya penggerak, lereng tersebut tidak stabil dan akan terjadi
longsor. Sebenarnya, longsoran merupakan suatu proses alami yang terjadi untuk
mendapatkan kondisi kestabilan lereng yang baru (keseimbangan baru), dimana gaya
penahan lebih besar dari gaya penggerak (Arif, 2016).

Untuk menyatakan tingkat kestabilan suatu lereng, dikenal istilah Faktor keamanan
(safety faktor). Faktor keamanan diperlukan untuk mengetahui kemantapan suatu lereng
untuk mencegah bahaya longsoran di waktu-waktu yang akan datang.

13
Gambar 2.7 Faktor Keamanan Sederhana (Romana, dalam Arif 2016).

𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐹∗
FK = = .............................................................(2.1)
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘 𝐹

dengan :

FK = Faktor Keamanan

F* = Gaya Penahan

F = Gaya Penggerak

Apabila nilai FK untuk suatu lereng > 1,0 (gaya penahan > gaya penggerak), lereng
tersebut berada dalam kondisi stabil. Namun, apabila harga F < 1,0 (gaya penahan <
gaya penggerak), lereng tersebut dalam kondisi tidak stabil dan mungkin akan terjadi
longsoran pada lereng tersebut (Arif,2016).

2.5 Analisis Kestabilan Lereng dengan Metode Bishop yang Disederhanakan

Pada tahun 1955, Bishop memperkenalkan suatu penyelesaian yang lebih teliti dari pada
metode irisan yang sederhana. Dalam metode ini, pengaruh gaya – gaya pada sisi tepi
tiap irisan diperhitungkan. Perhitungan faktor keamaanan dengan metode Bishop yang
disederhanakan harus dilakukan dengan iterasi (Braja, 1995). Gaya yang bekerja pada
irisan ditunjukan dalam Gambar 2.9
14
Gambar 2.8 Gaya-gaya yang bekerja pada irisan dengan Bishop Simplified Method

Keterangan :
S = kekuatan geser efektif (KPa)
s = kekuatan geser yang ada (KPa)
c’ = kohesi (KPa)
P’ = gaya normal efektif pada dasar irisan (KN)
𝜙′ = sudut geser dalam (0)
𝜇′ = tegangan air pori (KPa)
F = faktor keamanan
l = panjang dasar irisan (M)
w = berat irisan (KN)
b = lebar irisan (M)
R = radius lingkaran bidang gelincir (M)
Xn,Xn+1 = gaya – gaya vertical pada batas irisan (KN)
En,En+1 = gaya – gaya horizontal pada batas irisan (KN)

Untuk mencari nilai faktor keamanan pada metode Bishop digunakan persamaan -
persamaan dimana nilai sudut geser dalam ( 𝜙) dan kohesi (𝑐 ′ ) pada persamaan 2.16

15
dan 2.17. Cara bishop dianggap menghasilkan nilai faktor keamanan yang tepat.
Dasarnya adalah anggapan bahwa resultan gaya-gaya antar segmen hanya bekerja pada
arah horizontal. Dengan anggapan ini kita dapat menentukan nilai gaya P’, yaitu P’ =
(𝑃 − 𝜇𝑙)
𝑐′ sin 𝑎
𝑊− 𝑙( + 𝜇 cos 𝑎)
𝐹
(𝑃 − 𝜇𝑙) = tan ∅ ........................................................................(2.20)
cos 𝑎+ sin 𝑎
𝐹

Nilai Faktor Kemanan (F) dapat dicari dengan rumus berikut :

𝑐′ 𝑙 sin 𝑎
1 [𝑊−𝜇 𝑙 cos 𝑎− ] tan ∅′
𝐹
𝐹= ∑ 𝑐′𝑙 + tan ∅ tan 𝑎 .........................................(2.21)
∑ 𝑊 sin 𝑎 cos 𝑎 [1+ ]
𝐹
𝑏
Jika l = cos 𝑎 maka :

1 sec 𝑎
𝐹= ∑ {𝑐 ′ 𝑏 + (𝑊 − 𝜇𝑏) tan ∅′ 1+tan ∅ tan 𝑎 } ...............................(2.22)
∑ 𝑊 sin 𝑎
𝐹

Persamaan (2.22) adalah cara Bishop yang disederhanakan (simplified Bishop method),
tetapi sering disebut cara Bishop (Bishop method) saja. Istilah “simplified” dipakai
karena resultan vertical gaya gaya antarsegmen diabaikan. Bishop menjelaskan cara
untuk mengikutsertakan gaya gaya ini kedalam persamaan keseimbangan, tetapi
pengaruh pada nilai faktor keamanan sangat kecil. Oleh karena itu, persamaan (2.22)
menjadi dasar cara Bishop dan umumnya diakui menghasilkan nilai faktor keamanan
yang paling dapat dipercaya. Di seluruh dunia, cara yang paling sering dipakai untuk
menghitung kemantapan lereng adalah cara Bishop (Wesley,2012).

Nilai F pada persamaan (2.22) terdapat pada sisi kiri dan kanan, karena itu untuk
menghitung besarnya nilai F harus digunakan cara iteratif, yaitu diambil nilai F
sembarang sebagai percobaan, kemudian nilai F yang diperoleh dimasukkan lagi pada
ruas kanan dan seterusnya sampai didapat F ruas kanan sama dengan F ruas kiri. Karena
banyaknya lingkaran yang perlu diperiksa serta proses iteratif yang harus dipakai,
perhitungan dengan cara Bishop hampir selalu dilakukan dengan memakai komputer
(Wesley,2012)
16
2.6 Probabilitas Kelongsoran

Metode ini merupakan suatu pendekatan yang mempertimbangkan seluruh variasi yang
ada pada parameter masukan yang menghasilkan nilai FK tertentu. Hal ini didasarkan
bahwa nilai seluruh parameter masukan acak tersebut memiliki peluang yang sama
dengan menghasilkan FK tertentu akibat adanya ketidakpastian dari seluruh parameter
masukan. Cara ini lebih merepresentasikan nilai variasi alami yang dimiliki massing-
masing parameter masukan, namun saat ini variasi data tersebut belum digunakan dalam
analisis disain lereng di indonesia (Azizi, 2014).

Secara garis besar, klasifikasi dampak kelongsoran (consequence) pada lereng tambang
terbuka terdiri atas :
1. Kelongsoran Lereng Keseluruhan (Global Failure)
Longsoran yang dapat membahayakan keslamatan pekerja dan keberlangsungan
tambang. Longsor ini memerlukan waktu rehabilitasi cukup lama, mengganggu
jadwal produksi dan pemenuhan kontrak penjualan.
2. Kelongsoran Multi Jenjang (Inter-ramp Failure)
Longsor yang terjadi pada lebih dari 1 jenjang, dan kadangkala merusak jalan
angkutan tambang.
3. Kelongsoran Tunggal/jenjang (Bench Failure)
Kelongsoran lereng hanya mempengaruhi operasi produksi disekitar jenjang
yang longsor.

Hal yang paling penting juga adalah penentuan ambang batas (acceptance criteria) nilai
PK untuk kestabilan lereng tambang terbuka. Beberapa penelitian mendefinisikan
ambang batas nilai PK seperti Prieest dan Brown (1983), Kristen (1983), SRK
consulting (2006). Priest dan Brown menggunakan 3 kategori dalam usulan ambang
batas FK dan PK yakni dampak longsoran, FK rata2 (1,3 hingga 2), dan PK minimum.

17
Tabel 2.1 Ambang Batas Nilai Fk dan PK Lereng Tambang Terbuka

Damapak FK (min) FK min PK max


Jenis Lereng
kelongsoran (statik) (Dinamik) P[FK<1]

Tunggal/Jenjang Rendah –
1,1 NA 25-50%
(Bench) Tinggi

Rendah 1,15-1,2 1,0 25%


Multi Jenjang
Sedang 1,2 1,0 20%
(Interramp)
Tinggi 1,2-1,3 1,1 10%

Rendah 1,2-1,3 1,0 15-20%


Keseluruhan g
Sedang 1,3 1,05 5-10%
(Overall)
Tinggi 1,5 1,1 ≤ 5%

Sumber Stacey dalam Azizi, 2014

Stacey (2009) mengusulkan kriteria ambang batas FK dan PK untuk lereng tambang
terbuka yang sudah diterapkan pada berbagai tambang diseluruh dunia melalui proyek
Large Open Pit (LOP), yakni proyek riset internasional dan transfer teknologi stabilitas
lereng tambang terbuka batubara, tembaga, nikel, bijih besi, dan emas.

Kriteria yang diusulkan tersebut didasarkan oleh 3 faktor, yaitu dampak longsoran, FK
minimum, dan PK maksimum. Dampak kelongsoran memiliki kategori risiko rendah
hingga tinggi. Risiko rendah bila atas lereng tidak terdapat fasilitas perkantoran,
bengkel, pabrik pengolahan, serta fasilitas lainnya yang memungkinkan karyawan
terkumpul. Sebaiknya risiko tinggi bila diatas lereng terdapat fasilitas-fasilitas tersebut.
Sebagai contoh untuk lereng tunggal dengan dampak kelongsoran risiko rendah dapat
menggunakan FK minimum sebesar 1,1 dan PK maksimum sebesar 50%. Untuk lereng
keseluruhan dengan dampak kelongsoran sedang dapat menggunakan FK minimum 1,3
dan PK maksimum 5% (Tabel 2.2).

18
Beberapa metode yang bisa digunakan untuk menentukan probabilitas kelongsoran
antara lain, metode estimasi titik (Point Estimate Method), metode Kubik Hiperlatin
(Hyperlatin Cube Method), dan Simulasi Monte Carlo (Monte Carlo Method). Pada
penelitian ini menggunakan metode Simulasi Monte Carlo. Prinsip metode ini adalah
dapat memperbanyak variasi nilai FK mengikuti jenis distribusi yang
diasumsikan/ditentukan.

2.7 Pendekatan Faktor Keamanan (FK)

Pendekatan disain lereng yang menggunakan FK sebagai indikator kestabilan lereng,


didefinisikan sebagai rasio antara gaya penahan terhadap gaya penggerak sepanjang
bidang permukaan longsor. Jika nilai FK = 1, maka lereng dalam kondisi kritis, dan jika
FK > 1 lereng menjadi stabil/aman. Pendekatan FK merupakan suatu teknik
deterministik desain yang menggunakan nilai rata-rata sebagai estimasi nilai yang
mewakili seluruh variasi/ketidakpastian faktor masukan. Ada 2 kelemahan utama
pendekatan FK untuk desain lereng, (Steffen dkk, 2008 dalam masagus, 2012) yaitu :

1. Nilai ambang batas FK minimum didasarkan pada jumlah kasus yang terbatas
dan kombinasi pengaruh banyak faktor, sehingga sulit untuk diterapkan pada
kondisi tertentu.
2. Nilai FK tidak memberikan suatu skala linier terhadap penilaian probabilitas
kelongsoran lereng.

19
Gambar 2.9 Kasus Kestabilan Lereng Batuan (Hoek & Bray, 1974; Steffen dkk.,
2008 dalam Azizi, 2011)

Namun dari gambar 2.6 terlihat bahwa masih ada lereng batuan yang longsor di atas
kriteria faktor keamanan yang dapat diterima, sehingga kriteria ini tidak dapat
diberlakukan secara umum dan bersifat kasuistis. Oleh sebab itu diperlukan suatu cara
yang dapat menjadi solusi kondisi tersebut.

2.8 Pendekatan Probabilitas Kelongsoran (PK)

Pada era 1990-an analisis perancangan berbagai macam bangunan tanah serta analisis
kemantapan lereng didasarkan pada analisis model secara deterministik. Namun
terdapat ketidakpastian dalam estimasi FK yang dihitung secara deterministik tersebut.
Ketidakpastian yang pertama disebabkan oleh variabelitas spasial dari material
penyusun lereng dan ketidakpastian dalam pengukuran (properties measurement).
Ketidakpastian berikutnya terkait dengan tingkat kepercayaan (reliability) dari hipotesis
yang digunakan dalam permodelan massa batuan (Arif 2016).

Untuk menjawab ketidakpastian tersebut digunakan konsep analisis dengan pendekatan


probabilitas (Li dan Lumb, 1987; Chowdhury dan Xu, 1994). Berbeda dengan cara
deterministik yang hanya menggunakan satu nilai properti tanah tertentu yang dianggap
mewakili, konsep probabilitas menggunakan seluruh data karateristik tanah yang ada

20
tanah dan batuan, dan metode analisis yang digunakan, hasil akhir dari metode ini
berupa probabilitas terjadinya kelongsoran.

Dalam ranah probabilitas kedua input parameter FK (gaya penahan maupun gaya
penggerak) merupakan variabel acak yang berdistribusi probabilitas. Dengan
mengombinasikan keduanya, probabilitas kelongsoran akan didapatkan. Konsep
probabilitas (kemungkinan) longsor suatu lereng dengan menggambarkan FK sebagai
fungsi variabel acak yang berdistribusi probabilitas, PK dihitung sebagai rasio antara
area pada distribusi nilai FK < 1 dibagi dengan total acara pada kurva distribusi
probabilitas. Pada gambar 2.7 merupakan konsep probabilitas kelongsoran dan besaran
ketidakpastian.

Gambar 2.10 Konsep Probabilitas Kelongsoran dan besaran ketidakpastian (Arif,


2016)

Dimana konsep ini menunjukkan bahwa ketidakpastian suatu data yang akan
berpengaruh pada nilai FK yang dihasilkan. Jika ketidakpastian suatu data tinggi (kurva
merah) maka FK yang dihasilkan tersebut juga tinggi. Sedangkan ketidakpastian suatu
data yang rendah (kurva biru) maka nilai FK yang dihasilkan juga rendah. Secara
definisi ada hubungan linier antara nilai PK dengan peluang kelongsoran, sementara

21
tidak berlaku untuk hubungan FK dengan peluang kelongsoran. FK yang besar tidak
menggambarkan lereng yang lebih stabil, karena besaran ketidakpastian yang implisit
tidak ditangkap oleh nilai FK. Lereng dengan nilai FK= 3 bukan berarti 2 kali lebih
stabil daripada FK 1.5, sementara lereng dengan nilai PK 5 % menunjukkan 2 kali lebih
stabil dari lereng dengan nilai PK 10 %.

2.9. Fungsi Distribusi Probabilitas

Fungsi distribusi probabilitas menggambarkan penyebaran suatu variabel acak yang


digunakan untuk memperkirakan nilai probabilitas kemunculan suatu parameter. Fungsi
distribusi probabilitas memiliki sifat-sifat penyebaran yang khas yang menjadikan
fungsi satu akan berbeda dengan fungsi lainnya. Dari data yang diketahui, ada lebih dari
60 jenis fungsi distribusi yang tersedia saat ini (Tse, 2009 dalam Azizi 2014).

Gambar 2.11 Fungsi Probabilitas dan Konsep Probabilitas Kelongsoran (Azizi,


2014)

Gambar 2.11 menggambarkan fungsi distribusi probabilitas dideskripsikan menjadi


fungsi densitas probabilitas (PDF, Probabillity Density Function) dan fungsi distribusi
kumulatif (CDF, Cumulative Distribution Function). Fungsi densitas probabilitas
mendeskripsikan daerah kemungkinan relatif dimana suatu bilangan acak dapat
diasumsikan sebagai suatu nilai unik dibandingkan nilai lainnya. Pada kurva distribusi
faktor keamanan, luas kurva yang diarsir merupakan probabilitas kelongsoran dan

22
besaran ketidakpastian PK lereng ditentukan dari perbandingan antara luas area di
bawah kurva dari distribusi nilai FK < 1 terhadap distribusi nilai FK ≥ 1. Makin besar
rentang distribusi nilai FK, maka makin tinggi ketidakpastian dari nilai FK dengan nilai
PK yang sama.

Nilai rata-rata sampel (expected value) atau momen pertama merupakan pusat gravitasi
dari suatu distribusi probabilitas, yang dihitung dari seluruh nilai data dibagi dengan
banyak data. Bila data yang terdiri atas X1, X2, X3......, Xn maka nilai rata-rata
dirumuskan sebagai berikut :

1
𝑋̅ = ∑𝑛𝑖=1 𝑋𝑖 ........................................................................................... (2.23)
𝑛

Varians atau momen kedua merupakan salah satu ukuran dispersi atau ukuran variasi.
Varians dapat menggambarkan sebaran suatu data kuantitatif.

1
S2 = ∑𝑛𝑖=1(𝑋𝑖 − 𝑋̅ ) .......................................................................................(2.24)
𝑛−1

Standar deviasi disebut juga simpangan baku. Seperti halnya varians, standar deviasi
juga merupakan suatu ukuran dispersi atau variasi. Standar deviasi merupakan ukuran
dispersi yang paling banyak dipakai. Hal ini mungkin karena standar deviasi
mempunyai satuan data asalnya adalah cm, maka satuan standar deviasinya juga cm.
Sebaliknya, varians memiliki satuan kuadrat dari data asalnya (misalnya cm 2).

1
SD = √ ∑𝑛𝑖=1(𝑋𝑖 − 𝑋̅)2 ..............................................................................(2.25)
(𝑛−1)

Didalam analisis probabilitas, setiap parameter untuk terdapat beberapa ketidak pastian
yang ditandakan sebuah nilai kisarann bahwa didefinisikan oleh fungsi kerapatan
probabilitas. Beberpa tipe fungsi distribusi bahwa tepat untuk data geoteknik termasuk
normal, beta, negatif eksponen dan distribusi triangular. Bagian umum tipe fungsi

23
adalah distribusi normal yang mana nilai mean adalah yang paling sering nilai terjadi
kerapatan distribusi normal didefinisikan oleh :

1
1 ̅
𝑓(𝑥) = 𝑒 2((𝑋−𝑋)/𝑆𝐷) 2 ............................................................................ (2.26)
𝑆𝐷 √2𝜋

dengan : f (X) = Fungsi nilai distribusi normal

xi = nilai

𝑋̅ = nilai rata-rata (mean)

e = eksponensial

SD = Standar deviasi

𝜋 = (phi)senilai 3,14

Distribusi normal memperpanjang untuk jumlah tidak berakhir di arah keduanya, tapi
hal ini sering tidak realistik menunjukan data geoteknik untuk yang mana seperti nilai
tertinggi dan terendah pada parameter dapat didefinisikan. Untuk kondisi ini, tepat
digunakan distribusi beta yang mana maksimum dan minimum dan dapat menjadi
seragam. Bagaimanapun, dimana terdapat sedikit informasi pada distribusi data. Sebuah
distribusi triangular dapat digunakan yang mana didefinisikan oleh tiga nilai, sebagaian
besar seperti nilai maksimum dan minimum.

24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yang meliputi tahap persiapan, tahap
pengumpulan data serta tahap pengolahan dan analisis data.

3.1 Tahapan Persiapan

Tahap persiapan yang dilakukan untuk penelitian ini meliputi:

a. Studi Literatur
Kegiatan studi literatur ini dimaksudkan untuk mencari literatur yang
berhubungan dengan penelitian sehingga dapat membantu dalam pelaksanaan
penelitian ini. Literatur berasal dari diktat kuliah, buku dan juga skripsi yang
berkaitan dengan penelitian ini. Selain itu, peneliti menggunakan Peta Geologi
Regional dan Peta Kesampaian Daerah sebagai bahan literaturnya guna untuk
mengetahui lebih mendalam kondisi geologi di daerah penelitian tersebut.

b. Problem Statement
Lereng menjadi tidak stabil karena gaya-gaya yang bekerja sehingga lereng
kehilangan kesetimbangannya. Lereng dapat dianalisis melalui perhitungan
faktor keamanan lereng dengan melibatkan data sifat fisik, mekanika tanah, dan
bentuk geometri lereng. Suatu alternatif selain pendekatan FK untuk desain
lereng adalah metode probabilistik yang didasarkan pada perhitungan
probabilitas kelongsoran (PK) lereng. Nilai faktor keamanan desain lereng dapat
dioptimasi dengan nilai probabilitas kelongsoran sehingga dapat memberikan
tingkat keyakinan terhadap desain tersebut.

3.2 Tahap Pengumpulan Data

3.2.1 Tahap Penelitian lapangan


25
Tahap ini ditujukan untuk memperoleh data yang akan dianalisis, penelitian lapangan
meliputi :

3.2.1.1 Pengambilan Sampel Batuan Untuk Uji Laboratorium

Sampel adalah contoh atau wakil dari suatu populasi yang cukup besar jumlahnya atau
satu bagian dari keseluruhan yang dipilih dan representatif sifatnya. Sampel digunakan
sebagai objek penelitian untuk mendapatkan data yang mewakili dari keseluruhan
populasi batuan yang ada disuatu daerah penelitian. Sampel yang diambil merupakan
sampel yang terganggu, peneliti memberikan perlakuan semaksimal mungkin agar tidak
terjadi perubahan fisik dari sampel batuan tersebut, misalnya dengan membungkus
sampel batuan dengan plastik elastis agar dapat mengurangi penguapan air pada batuan,
dan sesegera mungkin melakukan uji batuan dilaboratorium setelah sampel diambil.
Perlakuan sampel dapat dilihat pada gambar 3.1

Gambar 3.1 Hasil Sampling Batuan

3.2.1.2 Preparasi Sampel Batuan

Preparasi sampel merupakan hal yang sangat diperhatikan dengan benar mengingat
kebenaran dan kesempurnaan data yang akan diperoleh bergantung dari baik dan
tidaknya sampel yang akan diuji. Sampel yang diperoleh merupakan pecahan hasil
pembongkaran secara manaual pada lokasi penelitian, yang memiliki bentuk yang tidak
beraturan sehingga tidak dapat diuji. Pada penelitian kekuatan batuan ini menggunakan

26
uji kuat tekan uniaksial (uniaxial compressive strength) dengan dimensi batuan yang
akan diuji yaitu 2 < l/d < 2.5.

3.2.2 Tahap Pengujian Laboratorium

Tahap ini dilakukan di laboratorium. Tahap ini diiringi dengan studi pustaka, studi
literatur dan diskusi dengan dosen pembimbing. Pengujian yang akan dilakukan di
laboratorium meliputi:

3.2.2.1 Uji sifat fisik

Pengujian sifat fisik dilakukan terhadap 3 contoh batuan pada masing-masing lokasi.
conto yang di uji ditimbang untuk mendapatkan berat naturalnya (Wn), kemudian conto
dimasukkan kedalam oven selama ±24 jam dengan suhu ≥1100 C, conto batuan yang
sudah dingin ditimbang dan didapatkan berat kering sebagai (Wo), setelah itu conto
direndam kedalam air hingga menutupi seluruh permukaan conto selama ±24 jam untuk
mendapatkan berat jenuhnya (Ww), untuk mendapatkan berat jenuh tergantungnya (Ws)
conto digantung di dalam air menggunakan tali lalu ditimbang. Dengan parameter Wn,
Wo, Ww, dan Ws yang telah ada selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mengetahui
kadar air, bobot isi, porositas dan sifat fisik lainnya.

3.2.2.2 Uji kuat tekan Batuan Uniaksial

Pada tahap ini batuan sampel yang telah disiapkan dengan dimensi yang telah
ditentukan dengan standard yang akan diuji. Pengujian dilakukan secara langsung yaitu
dengan menggunakan uji kuat tekan uniaksial di Laboratorium Rekayasa Sipil Fakultas
Teknik. Masing-masing sampel diuji satu-persatu. Pada pengujian didapatkan nilai dari
pembacaan manometer kuat tekan Mortar persampel, kemudian dilakukan perhitungan
kuat tekan sesuai dengan rumus perhitungan kuat tekan yang telah dijelaskan dalam
dasar teori. Pengujian pada kuat tekan mortar memberikan tegangan axial meningkat
berkesinambungan secara perlahan-lahan, agar memudahkan pembacaan manometer
pada alat uji kuat tekan mortar tersebut.

27
3.3 Proses Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara mengumpulkan semua data yang diperoleh,
kemudian data-data tersebut digunakan untuk menentukan faktor keamanan (FK) dan
probabilitas kelongsoran (PK) lereng, serta nilai indeks relibilitas Adapun pengolahan
data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Setelah dilakukan akuisi data hasil pengujian, tahap berikutnya adalah melakukan
perhitungan statistik berupa nilai mean, standar deviasi, nilai maksimum dan nilai
minimum pada parameter masukan sesuai zona yaitu bobot isi jenuh, kohesi, dan
Sudut geser dalam.

2. Pengolahan data penampang/section pit yang diberikan perusahaan. Pembuatan


penampang ini dilakukan dengan cara menarik garis sayatan lereng highwall secara
tegak lurus dengan design pit. Hasil sayatan diolah menggunakan perangkat lunak
AutoCAD yang kemudian akan membentuk sayatan penampang lereng highwall
dengan garis batas perlapisan struktur litologi batuan penyusun lereng.

3. Tahap berikutnya adalah melakukan perhitungan nilai FK serta tingkat kemungkinan


terjadinya kelongsoran dalam bentuk PK, nilai indeks relibilitas. Adapun
perhitungan dilakukan dengan menggunakan metode Bishop Disederhanakan pada
program Slide, yang akan menghasilkan nilai FK deterministik dan nilai FK mean.
Selain itu menghasilkan nilai probabilitas kelongsoran dan indeks relibilitas.

4. Melakukan rekomendasi geoteknik apabila terdapat kemungkinan kelongsoran atau


didapatkan nilai FK yang tinggi. Pada nantinya dilakukan trial and eror untuk sudut
atau tinggi untuk single slope serta overall slope, hingga didapatkan nilai FK dengan
kemungkinan longsor yang minimum.

3.4 Tahap Pengolahan dan Analisis Data

28
Pengujian sifat fisik dan mekanik material yang dilakukan dilaboratorium digunakan
sebagai data masukan ke program Slide v6.0 untuk selanjutnya dilakukan permodelan
lereng dan penentuan nilai faktor keamanan (FK) lereng.
 Data masukan
1. Bobot Isi (kN/m3)
2. Kuat Tekan Batuan (UCS)
3. Geometri Lereng ( Tinggi, Lebar, dan Kemiringan Lereng)
4. Kondisi Air Tanah
 Data Keluaran : Faktor Keamanan (FK)
Berikut ini tahap pengolahan dan analisis data :

1. Penentuan lokasi analisis


Analisis kestabilan lereng keseluruhan dilakukan pada lereng batu gamping ,
sehingga dipilih beberapa lokasi yang dianggap cukup mewakili kestabilan lereng
keseluruhan pada di area tersebut.

2. Pembuatan model lereng tunggal dan lereng keseluruhan dilakukan dengan software
Autocad 2009.

3. Perhitungan faktor keamanan


Perhitungan faktor keamanan dilakukan dengan menggunakan program Slide Versi
6.0 dari Rocsciense dengan menggunakan metode Bishop yang Disederhanakan
(Bishop Simplified Method). Perhitungan faktor keamanan dilakukan pada lereng
tunggal dan lereng keseluruhan. Prosedur analisis kestabilan lereng menggunakan
metode Bishop yang disederhanakan pada software Slide versi 6.0.

Analisis hasil dilakukan dengan menentukan faktor keamanan minimum lereng sesuai
dengan FK yang direkomendasikan yaitu FK minimum 1,3. Apabila faktor keamanan
yang didapatkan lebih rendah daripada standar faktor keamanan, maka perlu dilakukan
perubahan geometri lereng dan perbaikan untuk peningkatan kestabilan lereng. Hasil
analisis tersebut dikorelasikan dengan teori yang dipakai serta kondisi aktual di
lapangan untuk kemudian ditarik kesimpulan sebagai hasil akhir dari penelitian.

29
Analisis Kestabilan Lereng

Data Primer Data Sekunder

- Peta kesampaian daearah


Pengambilan
sampel batuan - Data curah hujan
- Topografi

- Kuat Tekan
Uji Sifat Fisik - Kohesi
dan Mekanik
- Sudut Geser Dalam

Analisis dengan program Slide


Metode Bishop

Perubahan
Geometri lereng

FK & PK Geometri
Lereng

Tidak Aman Aman

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian

30
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Irwandy. 2016. Geoteknik Tambang. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Azizi, M. A., dan handayani, H E.,2011, Karekteristik Parameter Masukan Untuk
Analisis Kestabilan Lereng Tunggal, Prosiding Seminar Nasional Avoer, Palembang
Rai, M.A., 1988, Mekanika Batuan, Laboratorium Geoteknik Institut Teknologi
Bandung, Bandung.
Saptono, S., Kramadibrata, S., dan Sulistianto, B., 2012, Using the Schmidt Hammer on
Rock Mass Characteristic in Sedimentary Rock at Tutupan Coal Mine, dalam
Procedia Earth and Planetary Science 6, Elsevier B.V.
Singh, B., dan Goel, R.K., 2011, Engginering Rock Mass Classification, Elsevier Inc,
Kidlington, Oxford.
Sitohang, R.E., 2008, Analisis Kemantapan Lereng P3 West Tambang Grasberg PT.
Freeport Indonesia Menggunakan Metode Klasifikasi Massa Batuan, Tugas Akhir
Sarjana pada Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Pertambangan
dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung.

31

Anda mungkin juga menyukai