Anda di halaman 1dari 9

"Itu Menggangguku, Apa Kamu Sudah Siap?

"
26 Nov 2010 menek_deui Cerpen, Ngaji 4
Ara sapa Dana, hm.. ada waktu sebentar ga? Aku mau ngobrol bisa ga?
Eh, iya, Dan.. Kenapa ya?
Ehmmm Kalo misal kita ketemuan gitu gimana? Ga enak ngomongnya kalo lewat
telpon gini Dana mengajak Ara ketemuan.
Hening.
Ara bingung, dia menduga duga apa yang sekiranya akan Dana bahas.
Ara mulai menebak, masalah dakwah minggu depan kah, masalah kunjungan panti
asuhan atau masalah sanitasi air di mushola yang agak terganggu.
Kembali Ara berpikir, ah pasti tetang kunjungan panti asuhan .
Oh, iya, bisa, nanti aja sekalian di forum jawab Ara atas ajakan Dana.
Memang, nanti bada ashar akan ada forum pembahasan tentang kunjungan panti
itu.
Kunjungan yang akan diadakan 2 minggu lagi.
M-misal Dana tertahan untuk melanjutkan kata katanya, misal kita
ngobrolnya setelah forum gimana?
Setelah forum? Lho, mau ngobrol apa sih? Kalo emang ada kendala di divisi
kamu, mending diobrolinnya di forum aja Ara belum tau apa yang sebenarnya
akan Dana utarakan, ia masih berpikir obrolan itu membahas kunjungan sosial.
Eh, ya udah deh, lihat nanti aja.. sampe ketemu di sekre ya, Ara.. Hm.. Ara janga
lupa makan ya sebelum ke sekre, kan nanti kita butuh tenaga buat berpikir..
mulai perhatian yang menjurus nampaknya.
Iya, makasih ya lhoo.. ehh kok udah dimatiin, salamnya mana ya??? terheran
si Ara ini.

Setelah diskusi dalam forum usai, Dana menghampiri Ara yang sedang berjalan
keluar dari Gedung Student Center.. [lho.. kok tiba tiba udah selesai acaranya??
Banyak banget yang di-skip?? Suka suka gue lah, pan gue yang buat ceritanya..]
Ara.. panggil Dana.
Iya jawab Ara.
Dana menghampiri Ara yang sedang duduk duduk di teras Student Center, hanya
3 meter dari temapt Dana berdiri.
Eh, gimana, mau ngobrol apa? Tanya Ara.
Hm. Terbata Dana dalam mengutarakannya G-gini Ara, aku mau ngomomng
sesuatu yang yang gimana ya.. yah, sesuatu yang penting bagi aku, tapi mungkin
kurang berkenan di hati Ara.
Ya udah deh, Ara.. Aku jalan dulu ya, nanti aku kabarin deh susunan acaranya
kawan ara yang tadi duduk di samping Ara memilih untuk pergi ketika tau gelagat
Dana yang ingin ngobrol in private dengan Ara. Memang jelas terpancar di muka
Dana kalau dia ingin mengutarakan sesuatu 4 mata, seolah matanya berkata
minggir lo gue mau bicara serius ama Ara.
Lha, kok gitu Dibahas di sini aja deh, Shab.. cegah Ara saat Shabrina
meninggalkannya.
Ya, nama kawannya itu Shabrina.
Dana mengambil langkah, ia duduk di bangku yang di tinggalkan oleh Shabrina.
Spontan, Ara menggeser bangku itu sekitar 30 centimeter ke kanan.
Gini, Ara mulut tiba tiba kering, jantung berdebar, tangan berkeringat dan
guntur mulai menggelegar [yang terakhir itu Cuma bercanda] ketika Dana
membuka mulut.
Aku mau bilang sesuatu, sebenarnya ini sudah lama aku mau sampaikan, tapi aku
masih ragu ragu.
Tentang apa nih? Tentang lokasi panti yang mau kita kunjungi ya? Iya sih, aku
rasa panti itu udah cukup mumpuni, mereka aja punya mobil panti, kalo menurut
aku sih mendingan kita pilih panti yang benar benar membutuhkannya. Begitulah
Ara, masih berpikir kalo ini akan membahas kunjungan social.

Tersirat rona kecewa di wajah Dana.


Bukan, bukan itu, Ra, yang mau aku omongin
Lantas? Tanya Ara mulai penasaran.
Aku di sini mau ngungkapin sesuatu.. ujar Dana, lirih
Sesuatu?
Iya, Ra.. Sesuatu dari hati
Eh, dari hati? Maksudnya apa, Na?
Maaf sebelumnya sembari mengeser posisi duduknya untuk lebih condong kea
rah kanan, menghadap lawan bicaranya. Ya, kea rah Ara,dan nampak Ara mulai
terganggu dengan kondisi ini, tapi dia lebih memilih diam dan mendengarkan apa
yang akan Dana utarakan.
Aku
Aku menaruh hatiku ke kamu, Ra akhirnya terucap juga kata kata yang telah
Dana pendam sekian lama.
Sudah lama aku menaruh hati ke kamu
Tersentak, merasa dilecehkan, itu yang Ara rasakan.
Bukan kegembiraan, bukan bunga bunga yang ia lihat saat ini, tapi nyala api nun
jauh di sana yang semakin mendekat.
Aku tau ini salah, tapi musti bagaimana lagi, aku ga bisa terus terusan menahan
rasa ini
Terdiam kini keduanya.
Aku ga bermaksud meminta kamu jadi pasanganku, aku hanya mengutarakan
Makin hening keduanya.
Dari api yang membara di ujung sana, kini telah berubah menjadi bunga sakura
yang bertebaran..
Indah, harum dan menenangkan.

Itu yang Ara rasakan.


Bukan karena apa yang diucapkan Dana, tapi karena ada Abang Jual Batagor yang
lewat.
Dana, aku belum makan, aku mau beli batagor dulu. Sebentar ya.. kata Ara.
Bang, batagornya seporsi dibungkus ya.. Sambelnya banyakin, ga pake kecap ya
bang..
Iya, neng.. kata Abang itu menerima pesanan Ara.
Ara kembali ke tempat duduknya, sebelum duduk, ia kembali mengeser bangku itu
kea rah kanan, menjauh dari Dana.
Bagaimana dengan Dana? Dia masih membatu, bukan karena durhaka pada ibunya,
tapi karena dia tidak menyangka telah mengutarakan perasaannya.
Dana kata Ara datar.
Ya, aku merasa tersinggung dengan apa yang sudah kamu sampaikan kata Ara
tanpa memandang Dana, ia mengamati si Abang yang sedang meracik batagor.
[bukan berarti Ara suka sama Abang Batagor itu lho ya]
Aku tau itu pernyataan bukan pertanyaan, tapi itu akan menganggu ku Dana, aku
harap kamu ga mengingat apa yang kamu ucapkan tadi karena aku juga ga akan
mengingat kejadian ini.
Oh, iya lanjut Ara Jangan biarkan rasa itu ada, pangkaslah, pangkas sekarang
juga. Ingat saja keburukanku supaya kamu bisa menghilangkan rasa itu
Lho, kenapa harus ku hilangkan rasa itu? Tanya Dana
Emangnya ada yang salah sama rasa itu? Bukannya itu fitrah ya?
Rasa itu memang fitrah, tapi apa kamu sudah berpikir dengan matang dengan
mengutarakan rasa itu? Apa kamu udah memikirkan dampaknya bagi kamu dan
orang yang bersangkutan? masih memandang Abang Batagor Ara bicara.
Jelas, Ara.. Aku sudah memikirkannya sejak lama jawab Dana.
Apa kamu sudah yakin pada rasa itu? Apa kamu yakin itu bukan nafsu? tanya
Ara.

Rasa ini tulus, dari hati Dana berusaha meyakinkan orang di depannya, Ara.
Oh, ya sudah.. Terima kasih ya.. kata Ara, singkat dan ambigu.
Sudah? Terus jawaban Ara? Dana tercengan oleh respon Ara.
Jawaban? Jawaban apa?
Jawaban dari apa yang sudah aku katakana..
Bukannya itu hanya pernyataan?
Tapi belum selesai kata katanya, Ara sudah menyela.
Dana, tadi kamu bilang itu hanya pernyataan, jadi memang ga ada jawaban
jawab Ara.
Nah, terbukti kan, kamu ada ambisi untuk meminta jawaban. Itu sungguh
mengganggu lanjutnya.
Tapi, paling enggak kamu bilang apa yang kamu rasakan ke aku, mudah kan
kejar Dana.
Mudah? Dana, perasaan ini tidak semudah yang kamu lihat di tv. Tidak semudah
orang jatuh cinta pada pandangan pertama. Tidak sesimpel itu. Ini rumit jelas
Ara.
Apa kamu sudah memikirkan betapa seriusnya ucapan itu? Itu sama halnya kamu
berkata Ara, aku mau mengkhitbah mu, begitu. Kalo memang seperti itu adanya,
jangan tanyakan padaku, tapi pada orang tuaku. Tapi kalo bukan seperti itu yang
kamu pikirkan, maka yang kamu rasakan itu hanya nafsu belaka
Daripada terjadi fitnah, sebaiknya kita akhiri diskusi ini di sini. Maaf, aku harus
pulang
Tunggu dulu, aku masih ingin bicara cegah dana saat Ara mulai berdiri.
Maaf, aku harus pulang
Kenapa? tanya Dana.
Karena batagorku sudah jadi, aku mau makan batagor itu saat hangat di kost.
Assalamualaikum

Ara berjalan menuju gerobak, membayar dan menuju parkiran motor. Beberapa
saat kemudian hanya punggungnya yang terlihat. Semakin mengecil dan
menghilang di kejauhan.
Waalaikumsalam jawab Dana ketika sosok Ara tak lagi terlihat.
Tamat..

Asyik.. Asyik aku masuk ke dalam kotak amal. Goci berteriak senang.
Ia pun langsung berbaur dengan dengan uang-uang lainnya, ada si Sebi (seribu), si Gopi (lima
ratus), si Sepu (Sepuluh ribu), si Dopu (dua puluh ribu), si Limbu (lima puluh ribu) dan si
Sertu (seratus ribu).
Hai kawan-kawan. Senangnya bertemu dengan kalian di sini. Ssemoga kita bisa menjadi
saksi dari orang-orang yang menaruh kita ke dalam kotak amal ini. Goci menyapa semua
uang di dalam kotak amal bening itu.
Semua uang tersenyum menyambut kedatangan si Goci.
Kotak amal bening yang berada di Masjid Akbar, senantiasa menjadi pemandangan umum
para jamaah yang hilir mudik hendak melaksanakan shalat. Keberadaannya di depan pintu
masjid sangat strategis, tidak jarang orang-orang dengan senangnya menitipkan uangnya ke
dalam kotak amal. Tapi ada juga yang enggan atau pura-pura tidak melihat bahwa di
depannya ada kotak amal.
Dan hari ini adalah hari bersejarah bagi Goci. Bukan karena nilainya yang termasuk besar
yang ada di dalam kotak amal. Tapi karena si pemilik Goci sebelumnya yang ia tahu
bukanlah orang yang tergolong mampu. Hanya si bapak tukang sapu jalanan. Goci sempat
melirik wajah bapak itu sebelum memasukkan Goci kedalam kotak amal. Tersirat keikhlasan
dalam wajah lugunya. Goci sempat mendengar gumaman bapak itu, Ya Allah, terimalah
sedekahku untuk rumah-Mu, semoga uang ini bisa bermanfaat.
Sebelum berada di kotak amal dan milik si bapak tukang sapu jalanan, Goci adalah milik
orang kaya yang memberikan Goci pada bapak tukang sapu jalanan. Sebagai imbalan karena
telah membantu menyapu halaman rumahnya, alasan orang kaya itu memberi.
Dan kejadian itu belum berlangsung lama. Hanya sekitar dua puluh menit sebelum Goci di
masukkan kedalam kotak amal, beberapa saat sebelum azan ashar berkumandang. Tapi bapak
tukang sapu jalanan itu merasa bahwa uang yang di dapat hari ini sudah cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup dirinya bersama istri dan keempat anaknya yang masih kecil,
maka Goci pun langsung berpindah ke kotak amal.
Goci amat terharu. Ia bisa menjadi tabungan kebaikan bagi bapak tukang sapu jalanan. Nilai
yang biasanya hanya di berikan dari kantong orang-orang kaya. Tapi kali ini bukan orang
kaya yang memasukkan Goci ke kotak amal, hanya orang biasa. Yang mungkin karena
ketulusannya bisa menjadi istimewa di hadapan Allah.
Goci ingat. Ketika pemiliknya masih orang kaya, ia berada di dompet pemiliknya dalam
waktu lama. Justru yang sering keluar dari dompet adalah si Limbu dan si Sertu. Itupun yang
Goci tahu, kawannya itu meninggalkan dompet pemiliknya tatkala Goci dan kawan-kawan
berada di pusat perbelanjaan mewah.
Pernah suatu kali, pemiliknya itu pergi ke Masjid Akbar. Saat itu, ia hendak melaksanakan
sholat zuhur sehabis makan siang. Seusai sholat ia melirik ada kotak amal bening. Sempat
berfikir lama, akhirnya ia merogoh kantong dan menemukan si Sebi. Dan masuklah si Sebi ke
kotak amal itu sebagai penghuni.

Meski Goci dan Sebi pernah di miliki oleh orang yang sama sebelumnya, tapi mereka belum
pernah berjumpa. Mereka sadar bahwa mereka pernah di miliki oleh orang yang sama justru
ketika mereka berjumpa dalam kotak amal, saat mereka berbagi cerita.
Mungkin karena aku hanya berada di kantong celana sedangkan kau di dompet, jadinya kita
tidak pernah bertemu. Sebi memberikan penjelasan kepada Goci.
Alhamdulillah kita bertemu di sini ya Sebi. Padahal aku berharap yang memasukkanku ke
dalam kotak amal adalah orang kaya itu. Goci pun menerawang.
Tidak apa Goci, justru kamu akan menjadi lebih bernilai nanti di akhirat. Karena jumlahmu
yang termasuk besar bagi bapak tukang sapu jalanan, tapi tidak menghalanginya untuk
memberi yang terbaik untuk agamanya. Si Limbu dengan bijak menghibur Goci.
karena setahuku, jika yang memberikanmu adalah orang kaya itu akan berbeda nilai
dalam pandangan Allah. Limbu menambahkan.
Loh, emang kenapa ? Bukankah Allah hanya melihat keikhlasan hambaNya dalam memberi
? Tanya Gopi penasaran.
Memang benar, keikhlasan adalah yang utama. Tapi di samping itu bagi orang kaya, Goci
mungkin tidak seberapa berharga dan orang kaya itu pasti punya banyak uang senilai Goci
bahkan yang nilainya jauh lebih besar. Tapi bagi yang tidak mampu, mungkin Goci bisa
jarang ia temui. Atau bahkan jika punya pun pasti sangat berharga untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya. Ujar Limbu.
. Makanya Allah menilai usaha orang yang tidak mampu, lebih besar ketika beramal
dengan jumlah yang sama dengan apa yang di berikan oleh orang kaya. Karena alasan
tersebut. Sertu menambahkan penjelasan dari Limbu.
Benar benar benar. Dopi dan Gopi tersenyum.
Iya kawan-kawan. Mungkin jumlahku termasuk kecil bagi orang kaya, tapi ternyata tidak
semua orang kaya mau memasukkanku ke dalam sini. Goci terlihat senang.
Siapapun yang memasukkan kita ke dalam kotak amal ini, semoga hanya di landasi
keikhlasan karena Allah, bukan karena ingin di lihat atau terpaksa. Kata Sebi.
Aamiin. Uang itu serempak berucap.
Dan di sore nan sejuk itu, angin mengiringi langkah si bapak tukang sapu jalanan menyisir
setiap jalan di ibu kota dan membersihkannya dari sampah-sampah. Dan uang-uang di kotak
amal itu melantunkan doa terbaiknya untuk si bapak.
Secara fisik bapak itu terlihat miskin, namun hatinya sangat kaya. Ia adalah orang kaya
sesungguhnya. Goci berucap lirih.
Rasulullah saw bersabda, Satu dirham bisa mengalahkan seratus ribu dirham. Seseorang
bertanya, Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin satu dirham bisa mengalahkan seratus ribu
dirham? Beliau menjawab, Ada seseorang yang memiliki dua dirham, lalu mengambil

salah satu darinya dan menyedekahkannya. Yang lain, memiliki banyak harta, lalu mengambil
darinya seratus ribu dirham saja. (HR. Ahmad)
Ini merupakan cerita pendek karangan Kiptiah Hasan, kamu dapat mengunjungi halaman
khusus penulisnya di: Kiptiah Hasan untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatan penulis,
jangan lupa juga untuk menandai Penulis cerpen Favoritmu di Cerpenmu.com!
Cerpen ini masuk dalam kategori: Cerpen Islami (Religi) Cerpen Nasihat

Anda mungkin juga menyukai