Anda di halaman 1dari 10

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA BISKUIT BERBAHAN

BAKU TEPUNG PISANG GOROHO (Musa acuminate,sp)


Frisly Sayangbati
Ir. Erny J. N. Nurali, MS., Prof. Dr. Ir. Lucia Mandey, MS., Ir. Magrietje B.
Lelemboto, MSi.

Abstrak
Pisang goroho (Musa acuminate,sp) merupakan jenis pisang spesifik
lokal di daerah Sulawesi Utara yang memiliki nilai gizi Pati 80,89%, Protein
2,89%, Lemak 0,67%, Total Gula 1,83%, Air 11,99%, dan serat kasar 2%.
Pengolahan Pisang Goroho menjadi tepung dan produk bersumber karbohidrat
memberi peluang pengembangan yang lebih bervariasi, yang secara tidak
langsung ikut membantu percepatan pencapaian program ketahanan pangan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan produk Biskuit dari Tepung
Pisang Goroho, mengevaluasi kualitas sensoris serta menganalisis kandungan
kimia dari Biskuit Tepung Pisang Goroho. Penelitian ini menggunakan metode
percobaan Rancangan Acak Lengkap Faktorial, dengan objek penelitian
adalah Tepung Pisang Goroho Merah dan Tepung Pisang Goroho Putih,
Dengan perlakuan pencampuran tepung pisang dan bahan pengikat (tepung
tapioka+tepung maizena). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas
sensoris biskuit Tepung Pisang Goroho Merah dan Biskuit Tepung Pisang
Goroho Putih yang paling disukai adalah yang menggunakan konsentrasi
bahan pengikat sebanyak 50 g.. Biskuit Tepung Pisang Goroho Merah dan
Biskuit Tepung Pisang Goroho Putih memiliki kandungan kimia yang sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia.

PENDAHULUAN
Berbagai upaya menunjang
program ketahanan pangan nasional
dilakukan untuk memaksimalkan
produksi dan konsumsi bahan
pangan lokal sumber karbohidrat non
Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian
Fakultas Pertanian Unsrat
Dosen Pembimbing

beras dan non terigu yang menjadi


prioritas pemerintah terutama dalam
bidang diversifikasi.
Usaha diversifikasi konsumsi
pangan saat ini tidak sekedar untuk
menyediakan pangan yang beragam
dan bergizi, tetapi sudah mulai
berkembang
sampai
pada
pertimbangan
manfaat
bagi
kesehatan.
Pisang
goroho
(Musa
acuminate,sp)
merupakan
jenis
pisang spesifik lokal di daerah
Sulawesi Utara. Tingkat konsumsi
pisang goroho di daerah Sulawesi

utara saat ini meningkat cukup tinggi


karena informasi dari mulut ke mulut
tentang
manfaat
pisang
ini.
Umumnya
pisang
goroho
dikonsumsi dengan cara digoreng
atau direbus. Di Manado, jenis
olahan ini sekarang mulai disajikan
dalam
menu
di
hotel-hotel
berbintang selain itu juga menjadi
menu favorit di beberapa bisnis
makanan mulai dari pedagang
gerobak sampai pada restoran di
lokasi perbelanjaan.
Pengolahan pisang goroho
menjadi tepung memberi peluang
pengembangan yang lebih bervariasi,
yang secara tidak langsung ikut
membantu percepatan pencapaian
program
ketahanan
pangan.
Berdasarkan Penelitian yang pernah
dilakukan oleh Sondakh (1990),
tepung pisang goroho mengandung
nilai gizi Pati 80,89%, Protein
2,89%, Lemak 0,67%, Total Gula
1,83%, Air 11,99%, dan serat kasar
2%. Dari data tersebut terbukti
bahwa potensi pengembangan pisang
goroho sebagai alternatif makanan
bersumber
karbohidrat
karena
mengandung 80,89% pati. Sekarang
ini tepung pisang digunakan untuk
berbagai produk olahan, pengganti
tepung terigu, formulasi pada kue
seperti kue basah dan kue kering
misalnya biskuit.
Biskuit
adalah
sejenis
makanan yang terbuat dari tepung
terigu dengan penambahan bahan
makanan lain, dengan proses
pemanasan
dan
pencetakan.
Sebagian besar biskuit yang ada
dipasaran menggunakan bahan baku
tepung
terigu.
Tepung
yang
digunakan pada pembuatan biskuit
adalah
tepung
terigu
yang
mempunyai kandungan protein yang
rendah
(Aninomous,2012).
Penggunaan Tepung
non terigu
untuk pembuaatan biskuit saat ini

banyak dikembangkan, terutama


untuk jenis biskuit bebas gluten
(gluten free biscuit)
Berdasarkan
kenyataan
bahwa pisang goroho sudah menjadi
suatu kebutuhan dari masyarakat,
maka
pada
penelitian
ini
pengembangan pembuatan biskuit
yang diharapkan bisa menjadi
alternatif sebagai makanan selingan
yang memiliki nilai lebih dengan
menggunakan tepung pisang goroho
sebagai bahan makanan spesifik
lokal di Sulawesi Utara
Penelitian ini bertujuan untuk
Mengembangkan produk biskuit dari
tepung pisang goroho, mengevaluasi
kualitas sensoris dari biskuit yang
dihasilkan, menganalisis kandungan
kimia dan menghitung nilai kalori
biskuit yang dihasilkan.
Diharapkan penelitian ini
dapat memberikan informasi tentang
kualitas biskuit yang dibuat dari
tepung pisang goroho serta dapat
merupakan referensi bagi institusi
terkait dalam menunjang program
ketahanan pangan khususnya dalam
program diversifikasi pengolahan
dan konsumsi pangan.
METODOLOGI PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah
oven, thermometer, grinder, slicer,
wadah plastik, beker glass, gelas
ukur,
timbangan
analitik,
saringan/ayakan,
alat
pengukur
waktu, kompor, panci, toples, mixer
dan wadah pengeringan.
Alat
analisis yang digunakan adalah oven
kadar air, tanur, khejdal, hot plate,
Erlenmeyer, gelas ukur, beker glas,
dan timbangan analitik
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Pisang goroho
jenis merah dan putih (umur panen
90 hari), margarine (Blueband), gula
pasir, air, baking soda(Nonik),
baking powder (Koepoe-Koepoe),

garam (Dolpin), tepung tapioka


(RoseBrand),
tepung
maizena(Maisenaku),
kayu
manis(Zico),
vanili(KoepoeKoepoe),
Prosedur Kerja
- Pembuatan Tepung Pisang
Goroho
Pembuatan tepung pisang
goroho diawali dengan melakukan
blansir selama 5 menit dengan uap
pada suhu 80C untuk pisang goroho
yang tidak dikupas kulitnya. Setelah
itu pisang didinginkan dan dikupas
lalu ditimbang. Selanjutnya daging
pisang diiris menggunakan slicer
dengan ketebalan 0,1 cm .
Setelah itu irisan daging
pisang diletakkan diatas wadah dan
dikeringkan dengan menggunakan
cahaya matahari dan dilanjutkan
dengan menggunakan oven. Irisan
pisang yang sudah kering kemudian
dihaluskan dengan menggunakan
grinder. Bubuk daging pisang yang
yang telah dihaluskan kemudian
diayak dengan menggunakan ayakan
80 mesh.
- Pencampuran tepung sebagai
bahan pengikat (Graham )
Tepung
sebagai
bahan
pengikat
dibuat
dengan
cara
mencampurkan tepung maizena dan
tepung tapioka dengan perbandingan
1:1. (100g tepung tapioka dan 100g
tepung maisena).
-Pembuatan Biskuit (Graham)
Tepung pisang dicampur
dengan tepung pengikat sesuai
perlakuan dengan total berat tepung
100 g kemudian pada masing-masing
perlakuan ditambahkan 25g gula
pasir, 0,03g baking powder, 0,2g
kayu manis, 0,10g vanili, 1g garam,
52g mentega dicampurkan menjadi
satu dengan menggunakan tangan.

Tambahkan 25ml air dingin, adonan


dicampur hingga menjadi homogen.
Selanjutnya
dibungkus
dengan
plastik wrap dan di masukan didalam
lemari pendingin selama 25 menit.
Adonan digilas dengan ketebalan 0,5
cm kemudian dicetak, lalu dibuat
rongga-rongga kecil dengan tusukan
garpu kemudian dipanggang dalam
oven pada suhu 180oC selama
20menit
Prosedur Analisa
1. Uji Organoleptik (Metode Skala
Hedonik), Rahayu, 2001
Dilakukan
uji
sensoris
dengan
menggunakan
Skala
Hedonik, yaitu tingkat kesukaan
terhadap kerenyahan dan rasa.
Contoh
disajikan
dengan
menggunakan label yang sesuai
dengan perlakuan dan jenis tepung
pisang, kepada Panelis diminta untuk
memberikan nilai menurut tingkat
kesukaan. Dari hasil pengujian
organoleptik dipilih produk yang
paling disukai selanjutnya dilakukan
analisis kandungan kimia.
Jumlah skala yang digunakan terdiri
dari 5 skala yaitu :
1. Sangat tidak suka
2. Tidak suka
3. Netral
4. Suka
5. Sangat Suka
2. Kadar Air (Metode Oven,
Sudarmaji dkk., 1996)
Sampel dihaluskan sebanyak
2 g di keringkan dalam oven pada
suhu 105oC selama 3 jam. Kemudian
didinginkan dalam esikator dan
ditimbang. Perlakuan ini diulangi
sampai tercapai berat konstan.
Pegurangan berat merupakan
banyaknya air dalam bahan.

3. Kadar Abu (Metode Pengabuan


Kering, Sudarmadji dkk., 1996)
Bahan 2 g dalam porselin
ditimbang dan diletakan diatas
hotplate, setelah itu dipanaskan
(samapi tidak ada asap yang keluar).
Porselin dan bahan yang telah
menjadi arang dimasukan kedalam
tanur selama 3 jam dengan suhu
600oC sampai abu menjadi putih,
kemudian ditimbang.
%Kadar abu =
a = Berat wadah tanpa sampel
b = Berat wadah dengan sampel
c = Berat sampel
4. Kadar Lemak (Metode soxhlet,
Sudarmadji dkk., 1996)
Sampel dihaluskan ditimbang
sebanyak 3 g dan dimasukan dalam
timble. Pasang tabung ekstraksi pada
alat destilasi dengan menggunakan
petroleum eter sebagai pelarut lemak
secukupnya selama 4 jam dengan
menggunakan soxhlet. Residu dalam
tabung ekstraksi diaduk kemudian

6. Kadar
Karbohidrat,
(By
difference)
Kadar Karbohidrat = 100% - % (air
+ protein + lemak + abu)
7. Nilai Kalori, (SNI 01-2973-1992)
Nilai kalori per 100 g contoh
= (9 x % lemak + 4 x % protein + 4 x
% karbohidrat) kal.
8. Serat Kasar. (SNI 01-2973-1992)
Sampel ditimbang 2 - 5 g
yang telah bebas dari lemak,
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
750 ml. Kemudian ditambahkan
10ml H2 SO4 1,25%. Dididihkan

ekstrasi dilanjutkan lagi selama 2


jam dengan menggunakan pelarut
yang sama. Pelarut yang telah
mengandung ekstrak lemak diuapkan
dengan penangas air sampai agak
pekat kemudian dikeringkan dalam
oven pada suhu 105oC sampai berat
residu konstan dan didinginkan
dalam esikator selama 15 menit.
Berat residu merupakan berat lemak.
5. Kadar Protein ( Metode Kjedahl,
Apriyanto dkk., 1989)
Sampel yang telah dihaluskan
ditimbang sebanyak 3,5g dan
dimasukkan ke dalam labu Kjedahl.
Tambahkan 10g K2SO4, 0,3g CaSO4
dan 15 ml H2SO4 pekat, lalu
dipanaskan pada pemanas listrik
dalam almari asam, pemanasan
diakhiri setelah cairan menjadi hijau
jernih. Setelah labu Kjedahl beserta
cairannya
menjadi
dingin,
tambahkan 200 ml aquades dan
larutan NaOH 45 % sampai cairan
bersifat basis. Selanjutnya labu
Kjedahl dipanaskan kembali sampai
ammonia menyerap semua destilat
yang ditampung dalam Erlenmeyer.
Selanjutnya dititrasi dengan larutan
NaOH 0,1 N.
selama 30 menit, mempergunakan
pendingin
tegak.
Kemudian
ditambahkan lagi 200 ml NaOH
3,25%, dididihkan lagi selama 30
menit. Dalam keadaan panas disaring
ke dalam corong Buchner berisi
kertas saring yang telah diketahui
bobotnya (lebih dahulu dikeringkan
pada 105 selama 1/2 jam). Dicuci
berturut-turut dengan air panas, H2
SO4 1,25% air panas dan alkohol
96%. Kertas saring dengan isinya
diangkat dan dimasukkan ke dalam
cawan pijar yang telah diketahui
bobotnya, lalu dikeringkan pada
105 selama 1 jam hingga bobot
tetap. Setelah itu cawan dan seisinya

diabukan dan dipijarkan akhirnya


ditimbang sampai bobot tetap
Kadar serat kasar
a = bobot cawan + kertas saring + isi
b = bobot abu + cawan
c = bobot kertas saring

HASIL DAN
PEMBAHASAN

Nilai Rata-Rata

Biskuit
yang
dihasilkan
dicetak dengan bentuk bulat,
berdiameter 2cm, dengan ketebalan
0,5 cm. Umumnya memiliki rasa
manis-asin dan rasa khas dari pisang
goroho serta berwarna kecoklatan.

4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

3.51

3.51 3.6

3.21

B1

B2

Tepung Pisang Goroho Putih

Uji Organoleptik
Tingkat Kesukaan Kerenyahan
Biskuit
Hasil pengujian organoleptik
untuk tingkat kerenyahan biskuit
tepung pisang goroho putih dan
biskuit tepung pisang goroho merah
berkisar antara 3,2 - 4,05 yaitu antara
netral sampai suka.
Pengaruh beda nyata biskuit
yang dihasilkan dari formula 1
hingga 5 menunjukan bawa tingkat
kerenyahan biskuit dipengaruhi oleh
konsentrasi bahan pengikat. Semakin
tinggi konsentrasi bahan pengikat
yang digunakan tingkat kesukaan
penelis terhadap kerenyahan biskuit

3.57

B3

3.65

3.943.99

B4

4.044.05

B5

Tepung Pisang Goroho Merah

Gambar 4. Histogram Nilai Rata-Rata Tingkat Kesukaan Kerenyahan


Biskuit Tepung Pisang Goroho
semakin tinggi seperti pada biskuit
formula 5.
Bahan
pengikat
yang
digunakan dalam pembuatan biskuit
adalah tepung maisena dan tepung
tapioka. Tepung maisena memiliki
kadar amilopetin yang 75% dan 25%
kadar amilosa dan tepung tapioka
memiliki kandungan amilopektin
83%. dan 17% kadar amilosa.

Perbandingan antara amilosa


dan amilopektin akan memberikan
efek pati secara fungsional dalam
penggunaannya pada makanan, kadar
amilopektin dan milosa berperan
dalam pembentukan tekstur bikuit
(Wardani, 2012). Dalam Fungsi dari
pati
sebagai
bahan
makanan
menghasilkan kemampuan perekat

(sifat amilopektin), hal ini membuat


struktur biskuit menjadi lebih kokoh.
Setelah
proses
pemanggangan,
biskuit
akan
didinginkan sebelum dikemas, saat
pendinginan pati akan mengalami
proses retogradasi. Molekul-molekul

amilosa akan berikatan satu sama


lain seta berikatan dengan molekul
amilopektin pada bagian luar
granula, sehingga kembali terbentuk
butir pati yang membengkak dan
menjadi semacam jaring-jaring yang
membentuk mikrokristal

Nilai Rata-Rata

Proses ini menghasilkan


retrogrades yang kuat dan tahan
terhadap enzim. Pada makanan
ringan, retrogradasi bertujuan untuk
membentuk tekstur yang renyah.
(Winarno,2002). Tingkat kerenyahan
suatu bahan pangan merupakan salah
satu sifat fisik dari bahan pangan.
Hal ini berhubungan dengan rasa
pada waktu menguyah bahan
tersebut (Rampengan dkk., 1985).

4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

3.56
3.59

B1

3.47 3.963.53 3.75


3.76 3.853.97
3.57

B2

Tepung Pisang Goroho Putih

B3

B4

B5

Tepung Pisang Goroho Merah

Gambar 5. Hitogram Nilai Rata-Rata Tingkat Kesukaan Rasa Biskuit


Tepung Pisang Goroho
Rasa biskuit yang paling
bahwa rasa memiliki peran yang
disukai dengan nilai 3.97 adalah
penting dalam mutu suatu bahan
biskuit yang dibuat dengan tepung
pangan. Perubahan tekstur atau
pisang goroho merah. Panelis
viskositas bahan pangan dapat
memilih biskuit pisang goroho jenis
mengubah rasa yang timbul karena
merah karena rasa khas dari pisang
dapat mempengaruhi rangsangan
goroho masih terasa. Pisang goroho
terhadap sel aseptor olfaktori dan
jenis merah memiliki rasa yang lebih
kelenjar air liur.
manis dari pisang goroho putih , dan
Rasa dapat ditentukan dengan
tingkat kerenyahan dari biskuit ini
cecapan, dan rangsangan mulut.
yang lebih dari biskuit formula lain
Tekstur dan konsistensi suatu bahan
membuat rasa biskuit lebih disukai.
akan mempengaruhi cita rasa yang
Hal ini sesuai dengan yang
ditimbulkan oleh bahan tersebut,
dinyatakan oleh Winarno (1992)
(Winarno, 1992)

Analisis Kandungan Kimia


Analisis kandungan kimia
dilakukan untuk biskuit yang paling
disukai oleh panelis yaitu biskuit

formula 5 dengan konsentrasi 50g


tepung pisang dan 50g bahan
pengikat.

4.50
4.00

Nilai Rata-Rata

3.50
3.00
2.50

3.39

3.55

3.54 3.54

3.77 3.59

3.85 3.88

3.95 4.01

2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
B1

B2

Tepung Pisang Goroho Putih

B3

B4

B5

Tepung Pisang Goroho Merah

Histogram Jumlah Rata-Rata Nilai Uji Organoleptik Biskuit


Berdasarkan Tabel 6 hasil
goroho merah adalah 0,04%. Hasil
analisis kandungan kimia pada
ini menunjukan bahwa kadar abu
biskuit tepung pisang goroho putih
dari biskuit tepung pisang goroho
dan biskuit tepung pisang goroho
sesuai dengan standard biskuit.
merah menunjukan nilai kandungan
Menurut Suprapti (2003) yang
kadar air relative sama yaitu 1,90 %
dilaporkan oleh Igfar (2012) bahwa
dan 1,99 %. Nilai kadar air yang
jumlah kadar abu menunjukan
diperoleh dari biskuit pisang goroho
jumlah mineral yang terkandung
putih dan merah tidak lebih dari 5%
dalam bahan, kadar abu biskuit
sehingga sesuai dengan Standard
tepung pisang goroho putih dan
Nasional Indonesia (01-2973-1992)
merah menunjukan jumlah mineral
biskuit yaitu maksimal 5%. Kadar air
yang terkandung dalam biskuit hanya
dari biskuit tepung pisang goroho
sedikit.
dibawah 5% dapat mempertahankan
Kadar lemak pada biskuit
umur simpan dari biskuit, karena
tepung pisang goroho merah adalah
pada kadar air kurang dari 5% akan
23,55 % dan biskuit tepung pisang
bebas dari kerusakan dan dari
goroho putih adalah 22,23%.
mikroba yang berbahaya.
Menurut
Standard
Nasional
Menurut Standard Nasional
Indonesia (01-2973-1992) kadar
Indonesia (01-2973-1992) Kadar abu
lemak untuk biskuit adalah minimum
pada biskuit adalah maksimal 1,5%
9,5%, hal ini menunjukan bahwa
dan kadar abu pada biskuit tepung
kadar lemak pada biskuit tepung
pisang goroho putih adalah 0,02%,
pisang goroho telah memenuhi
kadar abu pada biskuit tepung pisang
standard.

Kadar protein dari biskuit


tepung pisang goroho putih adalah
4,50% dan jenis merah adalah
4,55%. Menurut Standard Nasional
Indonesia (01-2973-1992) kadar
protein untuk biskuit adalah minimal
9%. Hal ini menunjukan bahwa
kadar potein biskuit tepung pisang
goroho masih belum sesuai dengan
Standard Nasional Indonesia (012973-1992).
Karbohidrat banyak terdapat
dalam bahan makanan dalam bentuk
pati, gula dan serat kasar. Menurut
Standard Nasional Indonesia (012973-1992). kadar karbohidrat dalam
biskuit adalah minimal 70%. Kadar
karbohidrat dari biskuit tepung
pisang goroho putih adalah 70%, dan
jenis merah adalah 72,01%, kadar
biskuit tepung pisang goroho sudah
memenuhi
standard
biskuit.
Berdasarkan
jumlah
kadar
karbohidrat, biskuit ini dapat
dijadikan
sebagai
makanan
bersumber karbohidrat yang baik
untuk mencukupkan kebutuhan gizi.
Nilai kalori dalam 100g
biskuit tepung pisang goroho putih
adalah 509,87 Kal dan nilai dari
biskuit tepung pisang goroho merah
adalah
506,13
Kal.
Menurut
Standard Nasional Indonesia (012973-1992) nilai kalori biskuit
adalah minimal 400 Kal dalam 100g
bahan, hal ini menunjukan bahwa
nilai dari kedua biskuit tepung pisang
ini memenuhi standard biskuit.
Biskuit bebas gluten yang dibuat dari
tepung pisang goroho mengandung
5 Kal/g dan setiap kepingan biskuit
memiliki berat 5g, bearti dalam
kepingan biskuit bebas gluten
mengandung

25
Kal.
Dibandingkan dengan biskuit yang
ada dipasaran yaitu tiap potongan
dengan berat 6g memiliki 90 Kal,
biskuit tepung pisang goroho
memiliki kalori lebih rendah.

KESIMPULAN
1. Tepung pisang goroho dapat
dikembangkan
menjadi
produk
biskuit jenis cookies
2. Biskuit tepung pisang goroho
jenis putih dan merah dengan
konsentrasi tepung pisang goroho
50g dan bahan pengikat 50g
merupakan
biskuit
dengan
kerenyahan dan rasa yang paling
disukai oleh panelis dibandingkan
dengan formula yang lainnya.
3. Biskuit tepung pisang goroho
memiliki kandungan kimia yang
sesuai dengan Standard Nasional
Indonesia (01-2973-1992), yaitu :
a) Jenis putih : kadar air 1,90%,
kadar abu 0,02%, protein 4,50%,
kadar lemak 23,55%, serat kasar
0,85%, karbohidrat 69,98%, kalori
509,87 Kal.
b) Jenis Merah : kadar air
1,99%, kadar abu 0,04%, protein
4,55%, kadar lemak 22,23%, serat
kasar 0,77%, karbohidrat 72,01%,
kalori 506,13 Kal.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous ,2012. Biskuit Rendah
Kalori.
http://villesehat.blogspot.com
Diakses 23 Juli 2012
a
Anonimous
.2012
.Pisang
Goroho.http://onnalkosakoy.
blogspot.com/. Diakses 07
Juli 2012
Anonimous b.2012. Pengertian
Biskuit.
http://id.wikipedia.org/wiki
Diakses 07 Juli 2012
c
Anonimous
2012.
Pisang
http://id.wikipedia.org/wiki Diakses
07 Juli 2012
Anonimous 2012. Pisang Goroho
http://pse.litbang.deptan.go.id
Diakses 08 Juli 2012
Apriyantono. A., Fardiaz, D.,
Puspitasari., 1989. Analisis
Pangan.
Penerbit
:

Departemen Pendidikan Dan


Kebudayaan
Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi
Pusat
Antar
Universitas
Pangan Dan Gizi Institut
Pertanian Bogor.
Bernatal. Saragih., 2007. Kajian
Pemanfaatan
Tepung
Pisang (Muss Paradisiaca
Linn Sebagai Tepung Terigu
Dalam
Pembuatan
Mi
Basah. Jurnal. Universitas
Mulawarman, Vol 3 No.2
Diyah.

R., 2006. Pengolahan


Biskuit Berbahan Baku
Tepung Pisang. Skirpsi
Fakultas Teknologi Pangan
Universitas
Muhamadiah,
Malang

G.C, Sugiyono dan H Bambang.,


2009. Kajian Formulasi
Biskuit
Jagung
Dalam
Rangka Subtitusi Tepung
Terigu. Jurnal Teknol. Dan
Industri pangan, Vol. XX No.
1 Th. Hal 32-40
Lusas. W. E and L.W Rooney., 2011.
Snack
Food
Processing.Technomic
Publishing Company, Inc.
Pensylvania
Fatma,

W., N. Zainuddin, L.
Yacobus, A. Rohani, R.
Baso, M. Aziz dan Anwar.,
1986. Penelitian Teknologi
Pembuatan Biskuit & Mie.
Departemen
Perindustrian.
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Industri,
Makassar.

Jose, M., 2011, Pengembang


Kue,http://belajarmasak.tumb
lr.com/post/7337189872/apa-perbedaan-baking-soda-

dan-baking-powder.html.
Diakses pada tanggal 5
Oktober 2012.
Kiay,

N., 2011. Efek Ekstrak


Kalamansi
(Citrus
Microcarpa)
Terhadap
Aktivitas
Antioksidan
Tepung Pisang Goroho.
Jurusan Ilmu Pangan Unsrat,
Manado

Manley, D., 2001. Biscuits, Biskuit,


and Cookie Recipes For The
Food Industry. Woodhead
Publishing Ltd, England
Muchtadi, T., Ayustaningwarno,
2010. Teknologi Proses
Pengolahan
Pangan.
Penerbit Alfabeta Bandung
Muchtadi T, Sugiono., 2000. Ilmu
Pengetahuan
Bahan
Pangan. Penerbit Alfabeta
Bandung.
Omobuwajo,
T
O.,
2003.
Compositional Caracteristic
And Sensory Quality of
Biscuit, Prawn Crackers and
Fried Chips Produced From
Beadfruit. Inovative food
Science
And
Emerging
Technologis 4,219-225
Palawe, J., 2011. Subtitusi Tepung
Pisang
Ambon
Kuning
(Musa
Paradisiaca
sapientum
L)
Pada
Pembuatan Roti Tawar.
Skripsi Jurusan Teknologi
pertanian Unsrat
Rampengan, V.J. Pontoh, D.T.
Sambel., 1985. Dasar
Dasar Pengawasan Mutu
Pangan. Badan Kerjasama
Perguruan Tinggi Negeri
Indonesia Bagian Timur,
Makassar.

Roshental, A, J., 1990. Food


Texture (Measurement and
Preception).
An
Aspen
Publication. Inc. Maryland
Sondakh E. P., 1990. Kandungan
Pati Pada Beberapa Varietas
Pisang.
Skripsi
Jurusan
Teknologi Pertanian Unsrat.
Sudarmadji, S, Haryono dan Sutardi.,
1997. Prosedur Analisa
Untuk Bahan Makanan dan
Pertanian.
Liberty.
Yogyakarta
Suprapti M. L., 2002. Pembuatan
Aneka
Tepung

tepungan.
Swadaya. Jakarta.
L.
Tempe.
Yogyakarta.

2003.
Penerbit

Pembuatan
Kanisius,

Tri Margono, Detty Suryati, Sri


Hartinah,.
2000.
Buku
Panduan Teknologi Pangan,
Pusat
Informasi
Wanita
dalam Pembangunan PDIILIPI.
Wardani A. N., 2011. Sumber Pati.
http://www.kreasimarie.com/t
ipsmarie/1528032012151719/3kesalahan-umum-membuatkue.html.
Diakses
pada
tanggal 5 Oktober 2012
Winarno, P.G., 1992. Pangan dan
Gizi. Gramedia. Jakarta.
___________, 2002. Kimia Pangan
dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
Whiteley.,
1971.
Manufacture.
Aplied
Publishing, Ltd. London

Biscuit
Science

Yuwono, S.S dan T. Susanto., 1998.


Pengujian Fisik Pangan.
Jurusan Teknologi Hasil

Pertanian. Fakultas Pertanian.


Univeritas
Brawijaya,
Malang.

Anda mungkin juga menyukai