Anda di halaman 1dari 8

KERACUNAN ORGANOFOSFAT

Keracunan organofosfat merupakan suatu keadaan intoksikasi yang disebabkan oleh senyawa
organofosfat seperti malathion, parathion, tetraetilpirofosfat (TEPP) dan oktamil
pirofosforamida (OMPA) yang bisa masuk kedalam tubuh baik dengan cara tertelan, terhirup
nafas, atau terabsorbsi lewat kulit dan mata.
Patofisiologi
Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan enzim asetilkolinesterase.
Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan oleh susunan saraf
pusat, gangglion autonom, ujung-ujung saraf parasimpatis, dan ujung-ujung saraf motorik.
Hambatan asetilkolinesterase menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada
tempat-tempat tersebut.
Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi dari neuron neuron yang ada di post sinaps,
sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan, sehingga tidak terjadi adanya katalisis dari
asam asetil dan kholin. Terjadi akumulasi dari asetilkolin di sistem saraf tepi, sistem saraf
pusatm neomuscular junction dan sel darah merah, Akibatnya akan menimbulkan
hipereksitasi secara terus menerus dari reseptor muskarinik dan nikotinik.
Didalam kasus kita ini menyangkut keracunan baygon, perlu diketahui dulu bahwa didalam
baygon itu terkandung 2 racun utama yaitu Propoxur dan transfluthrin. Propoxur adalah
senyawa karbamat yang merupakan senyawa Seperti organofosfat tetapi efek hambatan
cholin esterase bersivat reversibel dan tidak mempunyai efek sentral karena tidak dapat
menembus blood brain barrier. Gejala klinis sama dengan keracunan organofosfat tetapi lebih
ringan dan waktunya lebih singkat. Penatalaksanaannya juga sama seperti pada keracunan
organofosfat.

Tanda tanda Keracunannya


1. Efek muskarinik : singkatan DUMBELS berguna untuk mengingat karena gejala dan
tanda ini berkembang lebih awal, 12-24 jam setelah ingestion.
D Diare
U Urinasi
M Miosis (absent pada 10% kasus)
B Bronchorrhoe/bronkospasme/bradikardi
E Emesis
L lacrimasi

S salivation dan Hipotensi

2. Efek Nikotinik
a. Diaforesis, hipoventilasi, dan takikardi
b. Fasikulasi otot, kram dan kelemahan yang menyebabkan flaccid muscle
paralysis

3. Efek CNS
a. Ansietas dan insomnia
b. depresi nafas
c. Kejang dan koma
Penatalaksanaan
Penilaian awal ABCD dan penanganan
A.Airway
Yang di nilai :
- Look : Ada gerak napas(ada,pernafasan 28x/menit),
- Listen : ada suara tambahan, pada kasus ini terdengar suara snoring (jatuh pangkal lidah)
- Feel : Ada atau tidaknya ekshalasi
Suara tambahan yang terdengar dapat berupa :
Gurgling : sumbatan oleh cairan
Stridor : sumbatan pada plika vokalis
Snoring : sumbatan akibat jatuhnya pangkal lidah ke belakang
Penanganan Airway
Pada kasus ini untuk airway tidak bermasalah, hanya saja kita mesti harus memastikan juga
bahwa memastikan tidak ada sumbatan jalan nafas dengan melakukan chin lift ataupun jaw
trust. Karna pasien mengeluarkan busa dari mulutnya kalau bisa dilakukan pembersihan
terlebih dahulu terhadap busa busa yang mengumpul di mulut pasien. Jika airway telah
terlaksa kita lanjutkan pada pemeriksaan breathing.

B. Breathing
Penilaian :
look : ada adanya terlihat penggunaan otot-otot bantu pernapasan
listen : Suara nafas pada kedua paru-paru
Feel : merasakan udara keluar dari mulut dan hidung

Penanganan Breathing
Jika terjadi takipneu setelah kita bebaskan jalan napas, mungkin terdapat masalah pada
pernapasannya, saat terlihat retraksi otot-otot pernapasan tapi kedua gerak dada simetris,
penanganan yang dapat kita berikan adalah pemberian terapi oksigen .
Indikasi terapi oksigen jangka pendek:
Hipoksemia akut (PaO2< 60 mmHg: SaO2 < 90%) Henti jantung dan henti napas
Hipotensi (tekanan darah sistolik < 100 mmHg) Curah jantung yang rendah dan asidosis
metabolic (bikarbonat <18 mmol/L) C. Circulation Penilaian sirkulasi Tanda klinis syok :
Kulit telapak tangan dingin, pucat, basah Capillary refill time > 2 detik
Nafas cepat
Nadi cepat > 100
Tekanan darah sistole < 90-100 Kesadaran : gelisah s/d koma Penangan sirkulasi D.
Disability Penilaian Disability Pemeriksaan neurologis singkat: AVPU Penilaian sederhana
ini dapat digunakan secara cepat A = Alert/Awake : sadar penuh V = Verbal stimulation :ada
reaksi terhadap perintah P = Pain stimulation : ada reaksi terhadap nyeri U = Unresponsive :
tidak bereaksi GCS (Glasgow coma scale) => GCS pada kasus 11

SECONDARY SURVEY

Anamnesis :
A : Alergi
M: Medikasi (obat-obat yang biasa digunakan)
P : Past Ilness (Penyakit Penyerta, Pregnancy)
L : last meal
E : Event/ Environment

Pemeriksaan Fisik : Head to Toe

Kepala
Vertebra servikalis dan leher
Toraks
Abdomen
Perineum/rektum/penis
Musculo-skeletal
Neurologis

Pemeriksaan penunjang
radiologi
Pemeriksaan Lba : darah, urine
Analisa gas darah

MONITORING

Setelah memberikan penanganan awal kepada pasien, perlu untuk selalu melakukan
monitoring terhadap keadaan:
Airway, Breathing, Circulation, Disability
Tanda vital : TD, nadi, suhu, pernapasan

SYARAT RUJUKAN
Kemampuan dokter dan tempat lyanan kesehatan tidak memadai
Keadaan yang mengancam jiwa harus tertangani terlebih dahulu (A,B,C,D)
Dokter yang merujuk menyertakan dokumen mengenai identitas pasien,hasil anamnesis
dan kondisi pasien
Tersedia layanan rujukan seperti transportasi dan perawat yang berpengalaman untuk ikut
serta
Dokter dan rumah sakit yang menerima pasien bersedia dan dapat memberikan penanganan
kepada pasien

Pasien pada kasus ini dapat kita rujuk langsung ke Instalasi Gawat Darurat.

Penatalaksanaan
1. Mencegah kontak selanjutnya, misalnya dengan menggunakan sarung tangan karet, segera
melepaskan pakaian yang terkontaminasi, mencuci kulit sampai bersih dengan sabun dan air,
dan terakhir melakukan sekaan dengan etil akohol.
2. Aspirasi dan bilas lambung bila racun tertelan.
3. Terapi suportif intensif dengan perhatian khusus untuk mempertahankan pernapasan dan
koreksi sianosis
4. Segera setelah sianosis teratasi, harus diberikan atropin sulfat 2 mg iv dan diulangi dengan
interval 5-10 menit sampai tercapai atropinisasi. Teruskan dengan dosis efektif untuk
sedikitnya tiga hari. Atropin jangan diberikan pada pasien yang masih sianosis karena dapat
menginduksi ventrikel. Tidak luar biasa bila diperlukan sampai 50 mg atropin dalam 24 jam
pertama dan bahkan diberikan sampai 1,5 g kepada seorang anak dalam waktu 1 hari. Hal ini
mengharuskan tersedianya atropin dalam jumlah banyak.
5. Pralidoksim adalah suatu reaktivator kolinesterase spesifik dan harus digunakan di
samping atropin. Diberikan dalam suntikan 30 mg/kg BB (yaitu di atas 1-2 g) iv dengan

kecepatan yang tidak melebihi 500 mg per menit dan diulang tiap setengah jam, bila perlu.
Setelah menyuntikkan pralidoksim efek atropin dapat menjadi lebih jelas dan mungkin
diperlukan penurunan dosis atropin. Sayangnya pralidoksim tidak melintasi sawar otak
sehingga beberapa hari dan bahkan sampai berminggu-minggu, gangguan psikis masih pada
pasien tersebut. Pengobatan altenatif yang dapat melintasi sawar otak dan bekerja lebih cepat
dan pada pralidoksim dengan efek samping yang kurang adalah obidoksim (Toxogonin).
Obat ini dapat pula digabungkan dengan atropin dan akan menghasilkan reaksi pengobatan
yang baik. Obidoksim diberikan melalui suntikan im dengan dosis 3 mg/kg BB
6. Bila diperlukan sedasi atau pengontrolan konvulsi, barbiturat dengan masa kerja singkat
dapat digunakan tetapi harus sangat berhati-hati. Aminofilin, morfin, dan fenotiazin tidak
boleh diberikan.

Yang pertama kali yang harus diidentifikasi yaitu jenis dari cairan yang ditelan dan langsung
mengobservasi kegawatdaruratan yang ada dengan tindakan penyelamatan pertama .
Kemudian setelah stabil dilakukan tindakan untuk mengeliminasi racun dengan perangsangan
muntah Akan sangat bermanfaat bila dilakukan dalam 1 jam pertama sesudah menelan bahan
beracun, bila sudah lebih dari 1 jam tidak perlu dilakukan rangsang muntah kecuali bila
bahan beracun tersebut mempunyai efek yang menghambat motilitas ( memperpanjang
pengosongan lambung )
Penjelasan Penatalaksanaan

Resusitasi
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan nadi.Infus dextrose 5
% kec. 15- 20 tts/menit .,nafas buatan,oksigen,hisap lendir dalam saluran pernafasan,hindari
obat-obatan depresan saluran nafas,kalu perlu respirator pada kegagalan nafas berat. Hindari
pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mlut
penolong. Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan
alat bag valve mask.

Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan
pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil.
Katarsis,( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus
halus dan besar.
bilas lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada
penderita yang tidak kooperatif.Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4

jam setelah keracunan. Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan
sabun.Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan
terjadi kurang dari 4 6 jam . pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah
lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon,untuk
mencegah aspirasi pnemonia.

Anti dotum
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat
penumpukan.
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi timbulk gejala-gejala
atropinisasi ( muka merah,mulut kering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2 4 6 8
dan 12 jam.
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat
menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering
fatal.

Prognosis :
Bila pengobatan baik, 4 s/d 6 jam dapat tertolong.

DAFTAR PUSTAKA
R. Kamanyire and L. Karalliedde.Organophosphate toxicity and occupational Exposure.
Occupational Medicine 2004;54:6975.DOI: 10.1093/occmed/kqh018

Michael Eddlestona,et all. Management of acute organophosphorus pesticide poisoning.


Published as: Lancet. 2008 February 16; 371(9612): 597607.

Buku Kedaruratan Klinis


Buku ATLS (Advanced Trauma Life Supports) Ed.6
Nurlaila, et all.Evaluation on Management of Pesticide Poisoning of Hospitalized Patients in
Hospital A Yogyakarta during the Period of January 2001 until December 2002.Fakultas
Farmasi, Universitas Gadjah Mada; Majalah Farmasi Indonesia, 16 (3), 149 154, 2005

Anda mungkin juga menyukai