Anda di halaman 1dari 39

PEMBAHASAN

II.1 Nervus Maxillaris


Nervus maxillaris merupakan cabang kedua dari N. trigeminus. Bersifat
sensibel dan melayani kulit bagian medial wajah, palpebra inferior, sisi hidung
dan labium superius, juga mempersarafi nasopharynx, palatum molle, tonsilla,
atap cavitas oris, gingiva superior dan dentes. Berjalan horizontal ke arah rostral
dan berada pada dinding lateral sinus cavernosus, selanjutnya berjalan melalui
foramen rotundum meninggalkan cavitas crania. Dari sini saraf tersebut berjalan
menyilang fossa pterygoidea, masuk ke dalam orbita melalui fissur orbitalis
inferior. Berada di dalam sulkus infraorbitalis sebagai nervus infraorbitalis, keluar
melalui foramen infraorbitalis, mempersarafi kulit pada wajah bagian medial.5

Gambar 2.1. Nervus maxillaris dan percabangannya.


Sumber : : http://www.boddunan.com. Accessed at Nov 3rd 2009.

Percabangan nervus maxillaris : 5


1

a. Di dalam cavitas cranii, yakni nervus meningius medius.


b. Di dalam fossa pterygopalatina ada cabang-cabang, sebagai berikut
1) Nervus zygomatica (nervus orbitalis), berjalan melalui fissur orbitalis
inferior masuk ke dalam orbita, bercabang dua membentuk ramus
zygomaticotemporalis dan ramus zygomaticofasialis.
2) Nervus pterygopalatini, yaitu dua buah saraf pendek yang bergabung
dengan ganglion pterygopalatini.
3) Rami orbitalis yang menuju ke orbita dengan melewati fissur orbitalis
inferior, mempersarafi periosteum.
4) Nervus palatinus major (nervus palatinus anterior), berjalan melalui
canalis pterygopalatinus menembusi palatum durum dengan melewati
foramen palatinum majus, dan membentuk beberapa percabangan, salah
satu cabang yang terpanjang berjalan ke anterior sampai sejauh gigi
incisivus; mempersarafi gingiva dan mukosa pada palatum durum serta
bagian dari palatum molle yang berdekatan.
5) Rami nasalis posterior superior, berjalan

melalui

foramen

sphenopalatinum masuk ke dalam pars posterior cavitas nasi, melayani


mukosa concha nasalis superior dan medius, dan pars posterior septum
nasi.
6) Ramus pharyngeus (nervus pterygopalatinus), meninggalkan ganglion
pterygopalatina (ganglion sphenopalatina) dari bagian posterior, menuju
ke nasopharynx.
7) Rami alveolaris superior posterior, yang dipercabangkan sebelum saraf
induk masuk ke dalam fissur infraorbitalis, mempersarafi mukosa sinus
maxillaris dan gigi molar atas.
c. Di dalam canalis infraorbitalis terdapat cabang-cabang :
1) Ramus alveolaris superior medius, dipercabangkan di bagian posterior
canalis infraorbitalis, berjalan ke arah caudo-anterior pada dinding lateral

sinus maxillaris, mempersarafi kedua gigi premolar. Membentuk plexus


dentalis superior bersama-sama dengan ramus alveolaris superior posterior
dan ramus alveolaris superior anterior.
2) Ramus alveolaris superior, dipercabangkan sebelum saraf induk
meninggalkan foramen infraorbital, menuju ke dinding anterior sinus
maxillaris, mempersarafi gigi caninus dan incisivus.
3) Nervus infraorbitalis, keluar dari foramen infraorbital,

memberi

percabangan untuk wajah, seperti rami palpebra inferior, rami nasali


externii, dan rami labialis superior (membentuk plexus infraorbitalis
bersama-sama dengan cabang-cabang dari nervus fasialis).

II.2 Nervus Mandibularis


Nervus mandibularis merupakan cabang ketiga dari nervus trigeminus dan
terbesar daripada kedua cabang lainnya. Cabang ini dinamakan mixed nerve,
oleh karena mempunyai radiks sensibel (portio major) dan radiks motoris (portio
minor). Meninggalkan cavitas crania melalui foramen oval, berada di sebelah
lateral ganglion opticum. Komponen sensibel mempersarafi kulit pada region
temporalis, auricular, meatus austicus externus, pipi, labium inferius, dan bagian
inferior wajah, membran mukosa pipi, lingua, cellulae ethmoidalis, gingiva dan
gigi rahang bawah, mandibula dan articulation stemporomandibularis; sebagian
dari durameter dan cranium. Komponen motoris mempersarafi otot-otot mastikasi,
musculus mylohyoideus, musculus digastricus venter anterior, musculus tendos
veli palatine dan musculus tensor tympani. 5

Gambar 2.2. Nervus mandibularis dan percabangannya.


Sumber : : http://www.answers.com. Accessed at Nov 3rd 2009.

Percabangan dari nervus mandibularis : 5


1. Ramus meningeus (nervus spinosus), berjalan melalui foramen spinosum,
masuk ke dalam cavitas crania, mempersarafi durameter dan cellulae
mastoideus.
2. Nervus pterygoideus medialis, berjalan menembusi ganglion oticum, berada
pada facies profunda m. pterygoideus medialis, member cabang untuk m.
tensor veli palatine dan m. tensor tympani.
3. Nervus massetericus, berjalan ke lateral di cranialis m. pterygoideus lateralis
menyilang m. messeter dan masuk ke dalam otot ini dekat dengan origonya.
4. Nervi temporalis profundi biasanya berjumlah dua, yakni n. temporalis
profundus anterior dan n. temporalis profundus posterior.
5. Nervus pterygoideus lateralis, yang memasuki m. pterygoideus lateralis dari
sebelah profundus.

6. Nervus bucalis, berjalan di antara kedua caput m. pterygoideus lateralis


sampai pada permukaannya, mengikuti atau menembusi pars inferior m.
temporalis; mengadakan anastomose dengan ramus buccalis nervi fasialis,
mempersarafi kulit pipi pada daerah tersebut.
7. Nervus auriculotemporalis, biasanya ada dua cabang yang bersatu setelah
melingkari a. meningea media dekat pada foramen spinosum. Berjalan ke arah
posterior pada permukaan profundus m. pterygoideus lateralis, mengikuti sisi
medial collum mandibulae, lalu mengikuti arteria temporalis superfisialis,
berada di antara auricular dan processus condyloideus mandibulae, ditutupi
oleh glandula parotis. Member percabangan yang berjalan ke anterior mulai
dari bagian dorsal collum mandibulae, dan bergabung dengan nervus fasialis
di dalam glandula parotis pada tepi posterior m. masseter. Mengandung
komponen sensibel dan berjalan bersama-sama dengan ramus zygomaticus,
ramus buccalis dan ramus mandibularis nervi fasialis, mempersarafi kulit di
daerah tersebut. Serabut-serabut dari ganglion oticum bergabung dengan n.
auriculotemporalis

dekat

pada

pangkalnya.

Mengandung

serabut

postganglioner parasympatis, yang mana serabut postganglioner untuk


ganglion tersebut berasal dari nervus glossopharyngeus; mempersarafi
glandula parotis sebagai serabut secremotoris.
8. Nervus lingualis, pada mulanya berada di sebelah profunda m. pterygoideus
lateralis, lalu berjalan parallel di sebelah anterior nervus alveolaris inferior.
Menerima chorda tympani, berjalan di antara m. pterygoideus lateralis dan
mandibularis, selanjutnya menyilang m. comstrictor pharyngis superior dan m.
styloglossus, mencapai sisi lingua. Berada di antara m. hyoglossus dan fasies

profundus glandula submandibularis, melingkari ductus submandibularis


menuju ke apeks lingua. Chorda tympani sebagai cabang dari nervus fasialis
bergabung dengan nervus lingualis dengan membentuk sudut lancip, kira-kira
1-2 cm di sebelah caudal foramen ovale, mengandung serabut sensoris bagi
2/3

bagian

anterior

lingua

dan

serabut

secretoris

(preganglioner

parasympathis) untuk glandula submandibularis.


9. Nervus alveolaris inferior, berjalan bersama-sama dengan arteria alveolaris
inferior. Pada umumnya berada di sebelah profunda m. pterygoideus lateralis,
lalu berjalan di antara ligamentum sphenomandibulare dan ramus mandibulae
menuju ke foramen mandibular, berjalan di dalam canalis mendibularis
sampai pada foramen mentale, dan member dua buah cabang terminal, yakni
ramus incisivus dan nervus mentalis.

BAB III
ANESTESI LOKAL KONVENSIONAL

III.1 Anestesi Infiltrasi


Anestesi infiltrasi merupakan teknik anestesi lokal paling sering digunakan
pada maxilaris. Pada teknik ini, larutan anestesi didepositkan pada permukaan
supraperiosteal yang berhubungan dengan periosteum bukal dan labial.6
Larutan anestesi didepositkan di dekat serabut terminal dari saraf dan akan
terinfiltrasi sepanjang jaringan untuk mencapai serabut saraf dan menimbulkan

efek anestesi dari daerah terlokalisir yang disuplai oleh saraf tersebut. Teknik
infiltrasi dapat dibagi menjadi :3
1. Suntikan submukosa
Istilah ini diterapkan bila larutan didepositkan tepat dibalik membran mukosa.
Walaupun tidak menimbulkan anestesi pada pulpa gigi, suntikan ini sering
digunakan baik untuk menganestesi saraf bukal panjang sebelum pencabutan
molar bawah atau operasi jaringan lunak.

2. Suntikan
supraperiosteal
Gambar 3.1 Suntikan submukosa, suntikan supraperiosteal, suntikan
Pada beberapa
daerah
seperti
maksila,
bidang
kortikal
bagian luar dari tulang
subperiosteal,
suntikan
interdental
papilla,
dan suntikan
peridental.
Sumber : www.studentals.net/stu/t8830.html Accessed at Des 10th 2009

alveolar biasanya tipis dan dapat terperforasi oleh saluran vaskular yang kecil.
Pada daerah-daerah ini bila larutan anestesi didepositkan di luar periosteum,
larutan akan terinfiltrasi melalui periosteum, bidang kortikal, dan tulang
medularis ke serabut saraf. Dengan cara ini, anestesi pulpa gigi dapat
diperoleh

melalui

penyuntikan

di

sepanjang

apeks

gigi.

Suntikan

supraperiosteal merupakan teknik yang paling sering digunakan pada


kedokteran gigi dan sering disebut sebagai suntikan infiltrasi.
3. Suntikan subperiosteal
Pada teknik ini, larutan anestesi didepositkan antara periosteum dan bidang
kortikal. Karena struktur ini terikat erat, suntikan tentu terasa sangat sakit.
Karena itu, suntikan hanya digunakan bila tidak ada alternatif lain atau bila

anestesi superfisial dapat diperoleh dari suntikan supraperiosteal. Teknik ini


biasa digunakan pada palatum dan bermanfaat bila suntikan supraperiosteal
gagal untuk memberikan efek anestesi, walaupun biasanya pada situasi ini
lebih sering digunakan suntikan intraligament.
4. Suntikan intraoseous
Seperti terlihat dari namanya, pada teknik ini larutan di depositkan pada tulang
medularis. Prosedur ini sangat efektif bila dilakukan dengan bantuan bur
tulang dan jarum yang di desain khusus untuk tujuan tersebut. Setelah
suntikan supraperiosteal diberikan dengan cara biasa, dibuat insisi kecil

melalui mukoperiosteum pada daerah suntikan yang sudah ditentukan untuk


mendapat jalan masuk bagi bur dan reamer kecil. Kemudian dapat dibuat
lubang melalui bidang kortikal bagian luar tulang dengan alat yang sudah
dipilih. Lubang harus terletak di dekat apeks gigi pada posisi sedemikian rupa
sehingga tidak mungkin merusak akar gigi geligi.
3.2b

3.2c

3.2a

Jarum yang pendek dengan hub yang panjang diinsersikan melalui lubang dan
Gambar 3.2a Menganestesi gingival attachment. 3.2b perforasi plat kortikal. 3.2c
menginsersi
jarum suntik
dan menginjeksi.
diteruskan
ke tulang,
larutan
anestesi 0,25 ml didepositkan perlahan
ke ruang
th
Sumber : www.fice.com/course/FDE0010/c12/p03.htm Accessed at Des 10 2009

medularis dari tulang. Jumlah larutan tersebut biasanya cukup untuk sebagian

besar prosedur perawatan gigi. Teknik suntikan intraoseous akan memberikan


efek anestesi yang baik pada pulpa disertai dengan gangguan sensasi jaringan
lunak yang minimal. Walaupun demikian, biasanya tulang alveolar akan
terkena trauma dan cenderung terjadi rute infeksi. Prosedur asepsis yang tepat
pada tahap ini merupakan keharusan. Pada prakteknya, dewasa ini sudah
dipasarkan

larutan

anestesi

yang

efektif

dan

penggunaan

suntikan

intraligamentum atau ligamentum periodontal sudah mengurangi perlunya


suntikan intraoseous dan karena itu, teknik suntikan intraoseous sudah makin
jarang digunakan.

5. Suntikan intraseptal
Merupakan versi modifikasi dari teknik intraoseous yang kadang-kadang
digunakan bila anestesi yang menyeluruh sulit diperoleh atau bila akan
dipasang geligi tiruan immediet serta bila teknik supraperiosteal tidak
mungkin digunakan. Jarum 27 gauge diinsersikan pada tulang lunak di crest
alveolar. Larutan didepositkan dengan tekanan dan berjalan melalui tulang
medularis serta jaringan periodontal untuk memberi efek anestesi. Teknik ini
hanya dapat digunakan setelah diperoleh anestesi superfisial.

Gambar 3.3 suntikan intraseptal (modifikasi suntikan intraosseous)


Sumber : www.cda.org/.../journal/jour1099/anesthes.html Accessed at Des 10th 2009

6. Suntikan intraligament
Teknik ini makin popular sejak 1980-an dan dewasa ini dianggap sebagai
teknik pembantu untuk teknik yang lebih canggih. Teknik ini umumnya
menggunakan syringe konvensional yang pendek dan lebarnya 27 gauge atau
syringe yang didesain khusus untuk tujuan tersebut. Teknik ini mempunyai
beberapa manfaat. Efeknya yang terbatas dimungkinkan dilakukannya
perawatan pada satu gigi dan membantu perawatan pada kuadran mulut yang
berbeda. Suntikan ini juga tidak terlalu sakit bagi pasien yang umumnya tidak
menyukai rasa bengkak yang sering menyertai anestesi lokal. Suntikan ini
juga dapat menghindari terjadinya baal pada lidah, pipi dan jaringan lunak
lainnya, jadi mengurangi resiko trauma pada bibi dan lidah yang baal dan
tidak menimbulkan rasa kurang enak bagi pasien sehingga ia dapat makan,
minum dan berbicara secara normal. Efeknya yang terlokalisir membuat

10

teknik ini dapat digunakan sebagai suntikan diagnostik untuk mengidentifikasi


sumber sakit.

Gambar 3.4 suntikan intraligament (suntikan ke ruang intraligament)


Sumber : www.dentaleconomics.com/display_article/34560Accessed at Des 10th 2009

III.2 Anestesi Blok


III.2.1Anestesi Blok pada Maxillaris

1. Anestesi Blok Nervus Infraorbital


Nervus infraorbital merupakan salah satu cabang terminal dari divisi
maxillaris nervus trigeminus. Nervus ini mempersarafi kulit pipi, kulit dan
mukosa dari bibir atas dan bagian hidung. Nervus alveolar superior anterior
(ASA) memisahkan nervus infraorbital dalam kanal infraorbital sekitar 5 mm

11

sebelum foramen infraorbital. Nervus ASA menyalurkan sensasi ke gigi incisivus


atas dan gigi caninus dan kadang-kadang ke premolar dan jaringan periodontium
bagian bukal, gingival dan mukosa serta tulang yang berhubungan dengan gigigigi ini. Nervus MSA mempersafari pulpa dan jaringan yang bersebelahan dari
gigi premolar maxillaris dengan akar mesiobukal dari molar pertama. Teknik
infiltrasi maupun blok dapat menganestesi cabang terminal dari nervus ASA dan
MSA. Teknik anestesi blok nervus infraorbital bergantung pada deposisi anestesi
lokal ke dalam foramen infraorbital yang memungkinkan larutan anestesi
berdifusi di sepanjang kanal infraorbitalis dan di sekitar tulang untuk mencapai
nervus ASA dan MSA.4
Injeksi infraorbital diindikasikan jika peradangan dan infeksi merupakan
kontraindikasi penggunaan anestesi infiltrasi di bagian anterior maxillaris, jika
akan dilakukan pembukaan pada sinus maxillaris.6
Untuk keperluan bedah mulut, injeksi ini dapat diberikan untuk
menghindari penyuntikan ke dalam jaringan inflamasi di daerah gigi incisivus dan
kaninus, tetapi dapat juga mencapai anestesi yang lebih mendalam untuk lesi yang
lebih besar seperti kista.7

12

Gambar 3.5. Lokasi nervus infraorbitalis


Sumber : http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.

Gambar 3.6. Jarum diarah sejajar dengan long axis gigi dan diinsersikan
pada puncak mucobukal fold di atas premolar pertama.
Sumber : http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.

Teknik :4
1. Sebaiknya menggunakan jarum panjang (35mm) tidak kurang dari 27
gauge.

13

2. Mintalah pasien untuk membuka mulut sedikit.


3. Menarik bibir atas dengan ibu jari tangan kiri.
4. Gunakan jari telunjuk untuk meraba foramen infraorbital secara ektraoral.
Letakkan jari telunjuk di titik injeksi.
5. Mengarahkan jarum pada puncak sulkus bukal maxillaris di antara gigi
premolar.
6. Arahkan jarum sejajar akar gigi premolar menghadap foramen infraorbital
sampai berkontak dengan tulang, sekitar 15 sampai 20 mm.
7. Jarum ditarik sedikit, jika apsirasi negatif , suntikkan secara perlahanlahan 1,5 ml larutan anestesi.

2. Anestesi Blok Nervus Alveolaris Superior Medial


Anestesi blok nervus alveolar superior medial digunakan pada prosedur
dimana gigi premolar maxillaris atau akar mesiobukal dari molar pertama yang
memerlukan anestesi. Meskipun tidak selalu digunakan, teknik ini berguna
apabila anestesi blok nervus alveolar superior posterior atau anterior atau anestesi
infiltrasi supraperiosteal mengalami kegagalan untuk mencapai anestesi yang
adekuat. Kontraindikasi anestesi ini yaitu inflamasi akut dan infeksi di daerah
suntikan atau prosedur yang hanya melibatkan satu gigi dimana anestesi yang
adekuat dapat diperoleh dengan anestesi infiltrasi. Teknik ini menggunakan jarum
25 atau 27 gauge.8

14

Gambar 3.7. Lokasi nervus alveolar superior medial


Sumber : http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.

Gambar 3.8. Jarum diinsersi ke puncak mucobukal fold di atas premolar


kedua maxillaris.
Sumber : http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.

Teknik :8
Identifikasi puncak mukobukal fold di atas gigi premolar kedua maxillaris
yang akan menjadi titik tusukan. Operator berdiri di arah antara pukul Sembilan
dan sepuluh sedangkan operator yang kidal harus berdiri di arah antara pukul dua
dan tiga. Menarik pipi dengan alat retraksi dan menginsersi jarum sampai ujung
jarum berada di atas apeks dari gigi premolar kedua. Lakukan aspirasi dan
depositkan larutan anestesi dua pertiga cartridge secara perlahan-lahan selama

15

satu menit. Pelaksanaan teknik mengalami kesuksesan apabila menganestesi


daerah pulpa gigi jaringan lunak dan tulang disekitar gigi premolar pertama dan
kedua dan akar mesiobukal gigi molar pertama.

3. Anestesi Blok Nervus Alveolaris Superior Posterior


Nervus alveolar superior posterior merupakan percabangan dari divisi
maxillaris dari nervus trigeminus. Yang merupakan bagian utama fossa
pterygopalatinal, melewati inferior sepanjang dinding posterior maxillaris, dan
masuk ke tulang sekitar satu cm ke superior dan posterior gigi molar ketiga.
Nervus PSA mempersarafi gingival bagian bukal, jaringan periodontium, dan
alveolus yang berhubungan dengan gigi molar atas. Nervus ini mempersarafi
pulpa dari semua gigi molar atas dengan kemungkinan pengecualian pulpa
mesiobukal dari molar pertama, yang dipersarafi oleh nervus alveolar superior
medial (MSA) pada sebagian besar individu.4
Anestesi blok ini dimaksudkan untuk menganestesi nervus alveolar
superior posterior menembus aspek posterolateral dari tuberositas maxillaris
sebelum mencapai tulang. Dengan demikian, ada hubungan yang erat antara
daerah suntikan dengan plexus venous pterygoid di bawah dan di atas dan dapat
dengan mudah dimasuki jarum.7
Injeksi blok nervus PSA dilakukan di daerah yang sangat vaskular,
sehingga pembentukan hematoma sering terjadi, terutama ketika jarum masuk
lebih dari 15 mm. Perdarahan segera dapat dikontrol oleh tekanan, tetapi setelah

16

injeksi, trismus dapat berlangsung selama berminggu-minggu. Terapi antibiotik


harus diresepkan jika hematoma membesar.4

Gambar 3.9. Lokasi nervus alveolar superior posterior


Sumber : http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.

17

Gambar 3.10. Jarum diinsersikan di atas mukobukal fold di atas molar


kedua maxillaris dengan sudut 45o ke arah superior, medial dan posterior.
Sumber : http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.

Teknik : 4
1. Gunakan jarum yang pendek atau panjang, tidak kurang dari 27 gauge.
2. Instruksikan pasien untuk sedikit membuka mulut, dan gerakkan
mandibula ke arah daerah injeksi.
3. Retraksi bibir dan pipi dengan ibu jari atau jari telunjuk dari tangan kiri.
4. Insersikan jarum pada puncak sulkus bukal maxillaris ke bagian distal dari
molar kedua.
5. Masukkan jarum ke posterior, superior, dan medial (dengan sudut 45o dari
dataran oklusal) sampai kedalaman 15 mm.
6. Lakukan aspirasi.
7. Injeksikan 1.5 ml larutan anestesi secara perlahan-lahan.
4. Anestesi Blok Nervus Palatinal
Anestesi blok nervus palatinal berguna ketika perawatan diperlukan pada
aspek palatal dari gigi premolar dan molar maxillaris. Nervus palatinal keluar dari
kanal dan menuju ke depan antara tulang dan jaringan lunak palatal.
Kontraindikasi teknik ini yaitu inflamasi akut dan infeksi di daerah suntikan.
Teknik ini menggunakan jarum panjang 25 atau 27 gauge.8
Teknik :8

18

Pasien harus dalam posisi terlentang dengan dagu miring ke atas untuk
memperlihatkan daerah yang akan dianestesi. Operator berdiri di arah jarum jam
pukul delapan sedangkan operator yang kidal berdiri di arah jarum jam pukul
empat. Gunakan kapas, cari foramen palatinal dengan menempatkan kapas pada
jaringan palatal sekitar 1 cm di medial diantara gigi molar kedua dan ketiga.

Gambar 3.11. Lokasi nervus palatinal


Sumber : http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.

19

Gambar 3.12. Daerah insersi untuk anestesi blok nervus palatinal satu cm
dari median diantara molar kedua dan ketiga maxillaris.
Sumber : http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.

Daerah di sekitar satu atau dua millimeter di sebelah anterior foramen


merupakan titik tusukan. Gunakan kapas, berikan tekanan ke daerah foramen
sampai percabangan jaringan. Arah jarum suntik tegak lurus terhadap daerah
suntikan hingga satu sampai dua millimeter dari anterior foramen. Sambil
menjaga tekanan pada foramen, suntikkan larutan anestesi volume kecil sehingga
jarum masuk ke jaringan sampai berkontak dengan tulang. Jaringan akan pucat di
sekitar daerah suntikan.

20

Kedalaman penetrasi biasanya lebih dari beberapa millimeter. Sekali


berkontak dengan tulang, lakukan aspirasi dan injeksikan larutan anestesi
sebanyak seperempat cartridge (0.45 cc). Resistensi deposisi larutan anestesi
secara normal dapat dirasakan operator. Teknik ini menganestesi mukosa palatal
dan palatum keras dari premolar pertama aspek anterior ke posterior dari palatum
keras ke garis tengah medial.

5. Anestesi Blok Nervus Nasopalatinal


Anestesi blok nervus nasopalatinal, yang juga dikenal sebagai anestesi
blok incisivum dan anestesi blok sphenopalatinal, menganestesi nervus
nasopalatinal secara bilateral. Teknik ini mendepositkan larutan di area foramen
incisivum. Teknik diindikasikan ketika perawatan memerlukan anestesi aspek
lingual dari beberapa gigi anterior. Teknik ini menggunakan jarum pendek 25 atau
27 gauge.8

21

Gambar 3.13. Lokasi nervus nasopalatinal


Sumber : http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.

22

Gambar 3.14. Insersi arah lateral ke foramen incisivum untuk memblok


nervus nasopalatinal.
Sumber : http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.

Teknik :8
Pasien harus dalam posisi terlentang dengan dagu miring ke atas untuk
memperlihatkan daerah yang akan dianestesi. Operator harus berdiri di arah jarum
jam pukul Sembilan sedangkan operator yang kidal harus berdiri di arah jarum
jam pukul tiga. Mengidentifikasi papilla incisivum. Daerah lateral secara langsung
ke papilla incisivum merupakan daerah injeksi. Dengan kapas, tahan tekanan di
atas papilla incisivum. Menginsersi jarum arah lateral ke papilla dengan bevel
berlawanan jaringan.
Masukkan jarum secara perlahan-lahan ke foramen incisivum sambil
mendepositkan sedikit larutan anestesi dan mempertahankan tekanan pada papilla.
Setelah berkontak dengan tulang, retraksi jarum sekitar satu millimeter, lakukan
aspirasi, dan suntikkan seperempat cartridge (0.45cc) dari larutan anestesi selama
tiga puluh detik. Keseimbangan jaringan sekitar dan pengendapan larutan anestesi
adalah normal. Anestesi akan diberikan ke jaringan lunak dan keras dari aspek
lingual gigi anterior dari distal dari gigi kaninus pada satu sisi ke sisi distal dari
gigi kaninus di sisi yang berlawanan.

23

6. Anestesi Blok Nervus Maxillaris


Ada Tiga teknik yang digunakan untuk memblokir nervus maxillaris, salah
satunya secara ekstraoral dan dua teknik secara intraoral. Teknik ekstraoral jarang
digunakan dalam praktik klinis kedokteran gigi.4
Secara intraoral, ada dua teknik untuk memblok nervus maxillaris yaitu
pada tuberositas (mirip dengan anestesi blok nervus alveolar superior posterior)
dan kanal palatinal. Meskipun sulit diprediksi dan cenderung menimbulkan
komplikasi, prosedur pada tuberositas lebih mudah. Tujuan teknik ini secara
langsung untuk mengarahkan jarum ke superior, medial, dan posterior sepanjang
permukaan permukaan zygomatikum dan infratemporal dari maksilla masuk ke
fossa pterygopalatinal. Dengan kedalaman 24 sampai 44 mm.4
Injeksi intraoral maxillaris dilakukan dengan jarum terpasang dengan hub
melengkung karena suntikan ini dapat dilakukan dengan mudah dengan jarum
bersudut daripada dengan jarum lurus, khususnya jika ingin mencapai fisur
sphenomaxillaris. Setelah pipi diretraksi, jarum diinsersi tinggi di mukobukal fold
pada permukaan posterior yang cekung dari zigomatikum yang berlawanan
dengan molar ketiga. yang merupakan lanjutan yang miring ke atas, ke dalam, dan
sedikit ke belakang sampai 3 cm, yang berkontak dengan tulang. Dua milliliter
dari larutan diinjeksikan. Selama 12 menit, daerah infraorbital dari wajah,
termasuk bagian hidung dan sebagian bibir atas, menjadi mati rasa. Jika palatum
mati rasa, ini merupakan tanda larutan anestesi telah terpenetrasi ke ganglion
sphenopalatinal. Dengan demikian sebagian maxillaris dapat teranestesi, termasuk
sinus maxilaris. Jika palatum tidak mati rasa, dilakukan injeksi tambahan pada

24

palatinal anterior dan foramen incisivum jika anestesi pada seluruh bagian
maxillaris diinginkan.9

Gambar 3.15 Blok nervus maxillaris


Sumber : www.sfar.org/ca97/html/ca97_016/97_16.htm Accessed at Nov 3rd 2009

Injeksi maxillaris ekstraoral lebih baik daripada secara intraoral karena


secara intraoral, bibir dan pipi diretraksi, sehingga dapat saja terpotong dan
memar. Selain itu, jarum diinsersi ke dalam permukaan yang steril. Anatomi
landmark untuk insersi jarum ditemukan dengan meraba pinggiran superior dari
lengkung zigomatikum ke tempat dimana terbentuk sudut siku-siku dengan tepi
superior dari orbit. Sudut ini disebut sudut zygomatikum. Dari titik ini garis
vertikal ditarik ke bawah 0.5 cm di bawah tepi inferior zygomatikum, yang
merupakan tempat insersi jarum.9
Setelah kulit steril dan siap, jarum diinsersi dengan gigi-geligi beroklusi.
Beberapa tetes dari larutan anestesi dinjeksikan ke bawah kulit, kemudian jarum
melewati pipi secara vertikal menuju otot bucinator dengan kedalaman 2 sampai 3
25

cm, selanjutnya berkontak dengan tulang. Sekarang jarum diarahkan sedikit lebih
ke belakang melewati dinding posterior dari maxillaris. Setelah jarum dimasukkan
2 cm lagi, pengendapan tulang kembali terasa, permukaan anterior menjadi lebih
lebar dari sphenoid di bawah foramen rotundum. Jarum telah masuk sedalam 5
cm, ditandai dengan karet disk. Dua millimeter larutan anestesi diinjeksikan, dan
gejala anestesi akan dirasakan seperti yang digambarkan dalam teknik intraoral.
Perlu dicatat bahwa dengan metode okular mengakibatkan gangguan seperti
diplopia, kelopak mata melemah, dan dilatasi dari pupil yang terjadi dalam jangka
waktu pendek dan beberapa pasien mengalami gangguan anestesi pada palatum
lunaknya.9

III.2.2 Anestesi Blok pada Mandibularis


1. Anestesi Blok Nervus Alveolaris Inferior
Anestesi blok nervus alveolar inferior merupakan salah satu teknik yang
paling umum pada anestesi blok mandibula. Teknik ini sangat berguna ketika
beberapa gigi dalam satu kuadran memerlukan perawatan. Target teknik ini adalah
nervus mandibular yang berjalan ke medial ramus, yang masuk ke foramen
mandibular. Nervus lingual, mental, dan incisivum juga teranestesi. Teknik ini
menggunakan jarum panjang 25 gauge. 8

26

Gambar 3.16. Lokasi nervus alveolar inferior


Sumber : http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.

Gambar 3.17. Setelah berkontak dengan tulang, jarum di arahkan ke


posterior dengan syringe sejajar dataran oklusal, jarum kemudian masuk ke
kuarter ketiga.
Sumber : http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.

27

Gambar 3.18. Lokasi nervus lingualis yang dianestesi pada blok nervus
alveolar inferior
Sumber : http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.

Teknik direct. Ketika melakukan teknik anestesi blok nervus alveolar


mandibula pada orang dewasa, jarum panjang (35mm) tidak lebih kecil dari 27
gauge yang mesti digunakan. Jarum panjang dianjurkan karena penetrasinya
sampai 25 mm mungkin diperlukan, jarum tidak diinsersi sampai hub untuk
menghindari patah jarum. Penting untuk mengoreksi landmarking dan dan
melakukan tekniknya secara berurutan.4
Injeksi ini akan menganestesi nervus alveolar inferior dan memblok
nervus lingual. Jika membutuhkan anestesi lingual, jarum ditarik setengah dan
aspirasi diulangi. Jika aspirasi negatif, larutan pada cartridge diinjeksi pada titik
ini, dan jarum kemudian ditarik.4

Teknik direct :4
1. Letakkan ibu jari pada fossa retromolar, raba coronoid notch pada batas
anterior ramus.
2. Letakkan jari telunjuk pada batas posterior ramus di tempat yang sama dengan
ibu jari.
3. Beritahu pasien untuk membuka mulut dengan lebar.
4. Insersi jarum ke dalam mulut secara menyilang terhadap gigi premolar
mandibula dari sisi yang berlawanan sejajar dengan dataran oklusal.

28

5. Tempatkan titik penetrasi dengan visualisasi bentuk V dari batas anterior


ramus mandibula pada aspek lateral dan raphe pterygomandibular secara
medial. Ramus diraba dan raphe muncul.
6. Penetrasi bentuk V dengan imajinasi pertengahan diantara setengah ibu jari.
Masukkan jarum sampai berkontak dengan tulang, biasanya dengan
kedalaman 20 sampai 30 mm.
7. Setelah mencapai tulang, tarik jarum sedikit (supraperiosteal) dan aspirasi.
8. Jika aspirasi negatif, injeksikan sekitar 1.5 ml larutan anestesi.
Teknik indirect. Teknik anestesi blok nervus alveolar inferior indirect
dapat digunakan pada awal atau dapat digunakan sebagai alternatif jika teknik
direct gagal. Teknik indirect mengatasi masalah kontak ridge internal oblique
mandibula, tetapi pergerakan jarum diperlukan dalam posisi yang benar. Orientasi
pasien, membuka mulut, posisi tangan kiri operator dan peralatan sama saja
dengan teknik direct. Titik penetrasi mukosa juga sama, pertengahan antara ramus
dan raphe pterygomandibular pada titik tengah ibu jari dokter gigi. Syringe
diarahkan secara intraoral sepanjang dataran oklusal dari gigi premolar dan molar
pada daerah yang akan diinjeksi. Setelah penetrasi mukosa, jarum disuntikkan 10
mm ke dalam jaringan. Syringe kemudian berayun di atas gigi premolar yang
berlawanan sisi, kemudian metode selanjutnya seperti yang dijelaskan pada teknik
direct.4

2. Anestesi Blok Nervus Incisivum


Anestesi blok nervus incisivum jarang digunakan dalam praktik klinik
meskipun sangat berguna pada perawatan yang terbatas pada gigi anterior
mandibular dan tidak membutuhkan efek anestesi pada seluruh kuadran. Teknik

29

ini hampir mirip dengan anestesi blok nervus mentale dengan satu langkah
tambahan. Nervus mentale dan incisivum dianestesi dengan teknik ini.
Kontraindikasi teknik ini yaitu inflamasi akut dan infeksi pada daerah injeksi.
Teknik ini menggunakan jarum pendek 25 atau 27 gauge.8
Teknik :4
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mintalah pasien membuka sebagian mulut, atau ditutup selama injeksi.


Lebih baik menggunakan jarum pendek 27 atau 30 gauge.
Jarum langsung dari belakang apeks premolar kedua.
Jarum berkontak dengan tulang, lalu tarik jarum sedikit.
Setelah aspirasi, injeksikan 1.5 ml larutan anestesi secara perlahan-lahan.
Jangan memasukan jarum ke foramen mentale, karena dapat melukai nervus.

3. Anestesi Blok Nervus Mentale


Anestesi blok nervus mentale diindikasikan untuk prosedur yang
berhubungan dengan jaringan lunak bukal anterior ke foramen mentale.
Kontraindikasi teknik ini yaitu inflamasi dan infeksi akut pada daerah injeksi.
Teknik ini menggunakan jarum pendek 25 atau 27 gauge.8
Injeksi ini jarang digunakan karena bagian yang teranestesi lebih efektif
dianestesi dengan injeksi pterygomandibular. Lokasi dan ukuran foramen mentale
bervariasi, kadang-kadang terdapat dua foramen mentale.

Injeksi ini secara

intraoral diantara dan sedikit di bawah dua premolar.9

30

Gambar 3.19. Lokasi nervus mentale dan incisivum.


Sumber : http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.

Gambar 3.20. Insersi jarum pada mukobukal fold di atas foramen mentale
untuk blok nervus mentale dan incisivum.
Sumber : http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.

Teknik :8

31

Pasien harus dalam posisi setengah terlentang. Operator harus berdiri di


arah jarum jam pukul delapan sedangkan operator yang kidal harus berdiri di arah
jarum jam pukul empat. Daerah injeksi terletak di puncak mukobukal fold di atas
foramen mentale. Foramen dapat diraba secara manual dengan tekanan jari di
daerah mandibula bagian premolar. Pasien akan merasa sedikit tidak nyaman
akibat palpasi ke foramen. Gunakan instrumen retraksi untuk meretraksi jaringan
lunak. Jarum diarahkan ke foramen mentale dengan bevel menghadap tulang.
Menembus jaringan lunak dengan kedalaman lima millimeter, aspirasi dan injeksi
sekitar 0.6cc larutan anestesi. Pelaksanaan teknik ini dikatakan sukses apabila
menghasilkan anestesi jaringan lunak bukal anterior ke foramen, bibir bawah dan
dagu pada daerah injeksi.
4. Anestesi Blok Nervus Buccal
Anestesi blok nervus bukal, atau dikenal dengan anestesi blok bukal
panjang atau buccinators, merupakan tambahan yang berguna pada anestesi blok
nervus alveolar inferior ketika dilakukan manipulasi dari jaringan lunak bukal di
regio molar mandibula. Titik target teknik ini adalah nervus bukal yang melalui
ramus dibagian anterior. Kontraindikasi prosedur ini yaitu inflamasi dan infeksi
akut pada daerah injeksi. Teknik ini menggunakan jarum panjang 25 gauge.8
Nervus buccinators diblok pada titik tranversal batas anterior ramus. Yang
muncul dari dalam prosessus coronoid dari mandibula dan melintasi ramus
setinggi molar atas dalam posisi mulut terbuka. Daerah injeksi terbaik pada tinggi
ini dan masuk ke dalam jaringan yang menutupi tepi anterior coronoid. Sekitar
satu ml larutan anestesi diinjeksikan. Efek anestesi dicapai setelah 5 menit.9

32

Gambar 3.21. Lokasi nervus bukal.


Sumber : http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.

Gambar 3.22. Jaringan distal dan bukal dari gigi molar terakhir merupakan
targen daerah injeksi.
Sumber : http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.

Teknik :8

33

Pasien berada dalam posisi setengah terlentang. Operator harus berdiri di


arah jarum jam pukul delapan sedangkan operator kidal harus berdiri di arah
jarum jam pukul empat. Mencari sisi yang paling distal gigi molar pada sisi yang
dirawat. Jaringan di bagian distal dan bukal di gigi molar terakhir merupakan
daerah injeksi. Menggunakan instrument retraksi untuk meretraksi pipi. Bevel
jarum menghadap tulang dan syringe di arahkan sejajar bidang oklusal pada
daerah injeksi. Jarum diinsersi ke dalam jaringan lunak dan beberapa tetes larutan
anestesi disuntikkan. Jarum dimasukkan sekitar satu atau dua millimeter sampai
berkontak dengan tulang. Setelah berkontak dengan tulang dan aspirasi negatif,
0.2 cc larutan anestesi lokal didepositkan. Jarum ditarik dan ditutup kembali.
Pelaksanaan anestesi dikatakan sukses apabila menghasilkan efek anestesi pada
jaringan lunak bukal dari daerah molar mandibula.
5. Anestesi Blok Vazirani-Akinosi Closed-Mouth
Anestesi

blok

nervus

mandibula

Vazirani-Akinosi

closed

mouth

merupakan teknik yang berguna untuk pasien yang sulit membuka mulut seperti
trismus atau ankylosis temporomandibular joint. Kesulitan membuka mulut
merupakan kontraindikasi teknik anestesi blok nervus alveolar inferior dan teknik
Gow-Gates yang membutuhkan pasien membuka mulut secara maksimal.
Keuntungan lainnya dari teknik ini yaitu resiko trauma yang minimal dari nervus
alveolar inferior, arteri, vena dan otot pterygoid, tingkat komplikasi yang rendah
dan ketidaknyamanan yang minimal dari injeksi. Kontraindikasi teknik ini yaitu
inflamasi dan infeksi akut pada ruang pterygomandibular, cacat atau tumor pada

34

regio tuberositas maxillaris atau ketidakmampuan untuk memvisualisasikan


bagian medial ramus. Teknik ini menggunakan jarum panjang 25 gauge.8
Teknik :6
1. Injeksi ini dilakukan pada mulut tertutup. Posisi pasien meiring 45 o dengan
gigi geligi beroklusi. Ibu jari yang bebas digunakan untuk merefleksi pipi
secara lateral dan mengidentifikasi presessus coronoid.
2. Syringe diletakkan sejajar bidang oklusal, dan diposisikan setinggi
mukogingiva yang dekat dengan gigi molar ketiga maxillaris.
3. Jarum diputar searahss mukogingiva dari molar ketiga atas, dan menganestesi
mucosa di medial mandibula.
4. Menjaga syringe tetap sejajar dengan dataral oklusal, diarahkan ke posterior
dan sedikit ke lateral sampai masuk sekitar 1.5 inci (38 mm). Ujung jarum
akan masuk ke pertengahan ruang pterygomandibular dan dekat dengan
percabangan utama nervus mandibular.
5. Larutan anestesi didepositkan setelah aspirasi dan jarum kemudian ditarik.
Tanda munculnya efek anestesi akan dimulai setelah 4 sampai 5 menit.
6. Jika jarum terlalu jauh masuk ke medial, nervus tidak akan teranestesi. Perlu
diketahui bahwa dengan teknik ini, struktur posterior akan teranestesi sebelum
struktur anterior. Tanda klasik kram dari bibir bawah akan tertunda.

6. Anestesi Blok Gow-Gates


Teknik ini menggunakan landmark eksternal yang mengarahkan jarum ke
titik tusukan yang lebih tinggi, sehingga menjamin tinggi yang memadai untuk
deposit larutan di atas lingual. Berikut dua landmark ektraoral yang digunakan :6
1. Pertama, dataran diidentifikasi untuk mengarahkan jarum suntik. Dataran ini
memanjang dari batas bawah ke notch telinga melalui commisura bibir.

35

2. Kedua adalah sebuah titik, tragus telinga, yang mengidentifikasi landmark


yang mengarahkan jarum.

Gambar 3.23. Pasien membuka mulut secara maksimal. Cusp mesiolingual


dari molar kedua maxillaris merupakan titik acuan injeksi.
Sumber : http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.

36

Gambar 3.24. Jarum kemudian diarahkan ke distal sejajar dengan garis


imajinasi notch intertragic ke sudut mulut.
Sumber : http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.

Teknik :4
1. Mencari daerah anterior dengan mulut terbuka lebar.
2. Kedalaman blok pada orang dewasa sekitar 25 sampai 27 mm.
3. Landmarking gigi cenderung tidak penting; titik injeksi sekitar cusp dari
gigi molar kedua maxillaris.
4. Menggunakan garis dari tragal notch ke sudut mulut, membimbing jarum ke
leher condylus.
5. Dengan kepala pasien miring ke belakang dan mulut terbuka lebar, meraba
ridge internal oblique dengan jari telunjuk atau ibu jari.
6. Angulasi dari injeksi ini sejajar dengan pertemuan dua eksternal landmark.
7. Titik tusukan berada diantara raphe pterygomandibula dan ridge internal
oblique, mendekati anterior leher condylar dari kontralateral premolar.
8. Depositkan seluruh larutan cartridge.
9. Mula kerjanya mungkin lebih lambat tetapi efek anestesinya 2 sampai 3 jam.

37

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilija Skrinjaric. Local and regional anesthesia in pediatric general dentistry.


Available at http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.
2. Coulthard P, Horner K, Sloan P, Theaker ED. Master dentistry : Oral and
maxillofacial surgery, radiology, pathology and oral medicine. Vol 1. London
: Churchill Livingstone, 2003 : 39.
3. Howe GL, Whitehead FIH. Anestesi lokal (Local anaesthesia in dentistry). 3 rd
ed. Jakarta : Hipokrates, 1992: 56-68.
4. Dionne RA, Phero JC, Becker DE. Management of pain & anxiety in the
dental office. Philadelphia: W.B. Saunders Company, 2002: 183-204.
5. Anonim. Diktat Anatomi colli facialis. Makassar: Bagian Anatomi FK
UNHAS, 2007: 31-4.
6. Dym h, Ogle OE. Atlas of minor oral surgery. Philadelpia: W.B. Saunders
Company; 2001: 33-7.
7. Wray D, Stenhouse D, Lee D, Clark AJE. Textbook of general and oral
surgery. London: Churchill Livingstone, 2003: 206.
8. Dubash BD, Hershkin AT, Seider PJ, Casey GM. Oral and maxillofacial
regional anaethesia. Available at http://nysora.com/3062. Accessed at 3rd 2009.
9. Thoma KH. Oral Surgery. 4th ed. Saint Louis: The C.V. Mosby Company,
1963: 153-8.

38

10. Rosenberg ES. A computer-controlled anesthetic delivery system in a


periodontal practice: patient satisfication and acceptance. J Esthet Restor Dent
2001; 13: 25-32.
11. Anonim. Local anesthetic delivery system. Available at http://www.jada.org.
Accessed at 3rd 2009.
12. Meechan JG. Local anaesthesia. J Oral Surg 2007; 1:3-10.

ANASTESI LOKAL PADA RAHANG

39

Anda mungkin juga menyukai