Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

Paresis nervus fasialis (N. VII) merupakan kelumpuhan otot-otot wajah dimana pasien
tidak atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah pasien tidak simetris.
Kelumpuhan nervus facialis merupakan gejala, sehingga harus dicari penyebabnya.1
Paresis nervus facialis merupakan salah satu insidens terbanyak dari semua kasus
kelumpuhan nervus cranialis. Sekitar 20:100.000 orang akan mengalami kelumpuhan nervus
facialis. Banyak penyebab yang dapat mempengaruhinya, yang tersering adalah infeksi virus,
trauma, infeksi pada Telinga tengah, dan Tumor cranial.1
Insiden pada laki-laki dan perempuan sama, namun rata-rata muncul pada usia 40 tahun
meskipun penyakit ini dapat timbul di semua umur. Insiden terendah terdapat pada anak di
bawah 10 tahun, meningkat pada usia di atas 70 tahun.13 Sehingga menunjukkan bahwa jenis
kelamin tidak berpengaruh pada risiko terjadinya kelumpuhan nervus facialis.
Kelumpuhan saraf fasialis memberikan dampak yang besar bagi kehidupan seseorang
dimana pasien tidak atau kurang dapat menggerakkan otot wajah sehingga tampak wajah pasien
tidak simetrisAkan tampak wajah pasien tidak simetris saat menggunakan otot wajah untuk
menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi. Hal ini dapat menimbulkan suatu kelainan
kosmetik dan fungsional yang berat.1
Salah satu penyebab paresis nervus facialis adalah OMSK atau Otitis Media Supuratif
Kronis. Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau
hilang timbul selama lebih dari 2 bulan.

Tendensi OMSK untuk menyebabkan komplikasi

tergantung pada keadaan patologik yang menyebabkan otorea kronis, biasanya didapatkan pada
tipe bahaya.
Kejadian OMSK, dengan atau tanpa komplikasi, merupakan penyakit telinga umum di
negara-negara berkembang.15 Beban dunia akibat OMSK melibatkan 65 - 330 juta orang dengan
telinga berair. Menurut survei yang dilakukan pada tujuh provinsi di Indonesia pada tahun 1996
ditemukan prevalensi otitis media supuratif kronis sebesar 3% dari penduduk Indonesia. 16
1

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga Tengah


Telinga tengah atau rongga timpani adalah ruang dalam tulang temporal. Hal ini di isi
dengan udara, yang berasal dari bagian hidung dari faring melalui tuba eustachi. Ini berisi tulang
pendengaran, yang menghubungkan dinding lateral ke dinding medial, dan berfungsi untuk
menyampaikan getaran kepada membran timpani di seluruh rongga ke telinga dalam.4
Rongga timpani bagian lateral dibatasi oleh membran timpani, medial oleh dinding lateral
telinga internal berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularishorizontal, kanalis fasialis,
tingkap lonjong, tingkap bundar, promontorium. Batas atas dengan tegmen timpani, batas bawah
bulbus jugularis, dan di depan dengan tuba eustachii.4,5
Menurut ketinggian batas superior dan inferior membran timpani, kavum timpani dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu epitimpanum yang merupakan bagian kavum timpani yang lebih
tinggi dari batas superior membran timpani, mesotimpanum yang merupakan ruangan di antara
batas atas dengan batas bawah membran timpani, dan hipotimpanum yaitu bagian kavum timpani
yang terletak lebih rendah dari batas bawah membran timpani. Diameter vertikal dan anteroposterior rongga masing-masing sekitar 15 mm. Diameter transversal ukuran sekitar 6 mm. di
atas dan 4 mm. bawah, berlawanan pusat dari membran timpani itu hanya sekitar 2 mm.4,5
Di dalam kavum timpani terdapat tiga buah tulang pendengaran (osikel), dari luar ke dalam
maleus, inkus dan stapes. Dua otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot stapedius.
Selain itu terdapat juga korda timpani merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke
kavumtimpani dari analikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral. Saraf pleksus
timpanikus yang berasal dari Nervus timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan
nervus karotikotimpani yang berasal dari pleksussimpatetik disekitar arteri karotis interna 4, 5

Gambar 1. Cavum tympani

Membran timpani (membrana timpani) memisahkan rongga timpani dari dasar meatus
akustik eksternal. Ini adalah membran, tipis semitransparan, bentuknya hampir oval, agak lebih
luas atas dari bawah, dan diarahkan sangat miring ke bawah dan ke dalam sehingga membentuk
sudut sekitar lima puluh lima derajat dengan lantai meatus. Diameternya terpanjang adalah ke
bawah dan ke depan, panjang vertical rata-rata 9-10 mm, ukuran diameter terpendek antero
posterior yang 8-9 mm.. Sebagian besar dari lingkar adalah menebal dengan ketebalan 0.1 mm,
dan membentuk sebuah cincin fibrokartilaginosa yang tetap dalam sulkus timpani di ujung
bagian dalam meatus. Manubrium malleus yang melekat erat pada permukaan medial membran
sejauh pusatnya, yang menarik ke arah rongga timpani, permukaan lateral membran demikian
cekung, dan bagian yang paling tertekan cekung ini bernama Umbo.
Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian yaitu pars tensa yang
merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu per-mukaan yang tegang dan bergetar
dengan sekelilingnya yang menebal dan melekat di anulus timpanikus pada sulkus timpanikus
pada tulang dari tulang temporal. Pars flaksida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas
muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika maleolaris
anterior (lipatan muka) dan plika maleolaris posterior (lipatan belakang).1,5,6

Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu:


1. Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
3. Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan mukosum.

Gambar 2. Anatomi membran tympani.

Arteri dari membran timpani berasal dari cabang auricularis dari maxillary internal, yang
ramifies bawah lapisan kulit, dan dari cabang stylomastoideum dari aurikularis posterior, dan
cabang timpani dari maxillary internal, yang didistribusikan pada permukaan mukosa. Vena
superfisial terbuka ke jugularis eksternal, yang pada permukaan dalam mengalirkan sebagian ke
dalam sinus melintang dan pembuluh darah dari dura mater, dan sebagian menjadi pleksus pada
tabung pendengaran. Membran menerima saraf utamanya pasokan dari cabang auriculotemporal
mandibula tersebut; cabang auricularis nervus vagus, dan cabang timpani dari glossopharingeus
juga menyediakan itu.4
Tabung pendengaran (tuba auditiva, tuba Eustachio ) adalah saluran melalui rongga timpani
berhubungan dengan bagian hidung faring. Panjangnya kira-kira 36 mm, dan. Arahnya adalah ke
bawah, ke depan, dan medial, membentuk sudut sekitar 45 derajat dengan bidang sagital dan

salah satu dari 30 sampai 40 derajat dengan bidang horisontal. Hal ini dibentuk sebagian dari
tulang, sebagian dari tulang rawan dan jaringan fibrosa. 4,5
Tuba eustachius, terdiri dari 2 bagian yaitu: bagian tulang yang terdapat pada bagian
belakang dan pendek (1/3 bagian) dan bagian tulang rawan yang terdapat pada bagian depan dan
panjang (2/3 bagian). Fungsi tuba Eusthachius untuk ventilasi telinga yang mempertahankan
keseimbangan tekanan udara di dalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drainase sekret
yang berasal dari kavum timpani menuju ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari
nasofaring

menuju

ke

kavum

timpani.

Tabung

dibuka

selama

deglutition

oleh

Salpingopharyngeus dan tub Dilatator. Yang terakhir muncul dari kait tulang rawan dan dari
bagian membran tabung, dan menyatu di bawah ini dengan Tensor veli palatini.3-5

Gambar 3. Tuba eustachi, dalam pemotongan sumbu panjang.

Korda timpani saraf dilepaskan dari wajah saat melewati bawah belakang rongga timpani,
sekitar 6 mm. dari foramen stylomastoideum. Ini berjalan ke atas dan ke depan dalam kanal, dan
5

memasuki rongga timpani, melalui lobang (iter korda posterius) pada dinding posteriornya, dekat
dengan permukaan medial batas posterior dari membran timpani dan pada tingkat dengan ujung
atas manubrium malleus. Ini melintasi rongga timpani, antara lapisan berserat dan lendir dari
membran timpani, melintasi manubrium malleus, dan muncul dari rongga melalui foramen
terletak di ujung bagian dalam fisura petrotympanic, dan bernama iter korda anterius (kanal dari
Huguier). Kemudian turun antara eksternus Pterygoideus dan internus pada permukaan medial
dari spina angularis dari sphenoid, yang kadang-kadang alur, dan bergabung, pada sudut akut,
batas posterior dari nervus lingualis. Ini menerima serat eferen beberapa dari akar motorik, ini
memasuki ganglion submaxillary, dan melalui itu didistribusikan ke kelenjar submaxillary dan
sublingual, sebagian besar serat yang sangat aferen, dan seterusnya lanjutan melalui substansi
otot lidah ke selaput lendir meliputi anterior yang dua-pertiga, mereka merupakan saraf rasa
untuk bagian ini lidah. Sebelum bersatu dengan nervus lingualis yang Korda timpani bergabung
dengan cabang kecil dari ganglion otic.

Gambar 4. Membrana timpani kanan dengan Korda timpani, dilihat dari dalam, dari belakang,
dan dari atas.
6

2.2 Anatomi Telinga dalam


Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibular yang
terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema,
menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas,
skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis). Skala vestibuli dan skala
timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di
perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli
(Reissners membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini
terletak organ Corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria,
dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar
dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.8

Gambar 5. Gambar anatomi koklea dan kanalis semisirkularis

2.3 Anatomi Nervus Fasialis


Sel tubuh untuk nervus facialis dikelompokkan dalam area-area anatomis yang disebut
nukleus atau ganglia. Badan sel saraf aferen untuk ditemukan dalam ganglion geniculate untuk
sensasi rasa. Badan sel saraf eferen untuk otot ditemukan dalam inti motorik wajah sedangkan
badan sel saraf untuk eferen parasimpatik yang ditemukan dalam inti salivatory superior.8
Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan keluar di
bagian lateral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons di antara nervus VII
dan nervus VIII. Ketiga nervus ini bersama-sama memasuki meatus akustikus internus. Di dalam
meatus ini, saraf fasialis dan intermediet berpisah dari saraf VIII dan terus ke lateral dalam
kanalis fasialis, kemudian ke atas ke tingkat ganglion genikulatum. Pada ujung akhir kanalis ,
saraf fasialis meninggalkan kranium melalui foramen stilomastoideus. Dari titik ini, serat
motorik menyebar di atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu, beberapa melubangi
glandula parotis.6,7
Sewaktu meninggalkan pons, nervus fasialis beserta nervus intermedius dan nervus VIII
masuk ke dalam tulang temporal melalui porus akustikus internus. Dalam perjalanan di dalam
tulang temporal, nervus VII dibagi dalam 3 segmen, yaitu segmen labirin, segman timpani dan
segmen mastoid. Segmen labirin terletak antara akhir kanal akustik internus dan ganglion
genikulatum . panjang segmen ini 2-4 milimeter.1
Segmen timpani (segmen vertikal), terletak di antara bagian distal ganglion genikulatum
dan berjalan ke arah posterior telinga tengah , kemudian naik ke arah tingkap lonjong (venestra
ovalis) dan stapes, lalu turun kemudian terletak sejajar dengan kanal semisirkularis horizontal.
Panjang segmen ini kira-kira 12 milimeter.1

Gambar 5. saraf facialis, korda timpani, dan fleksus timpanikus

Segmen mastoid ( segmen vertikal) mulai dari dinding medial dan superior kavum
timpani . perubahan posisi dari segman timpani menjadi segmen mastoid, disebut segman
piramidal atau genu eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling posterior dari nervus VII,
sehingga mudah terkena trauma pada saat operasi. Selanjutnya segmen ini berjalan ke arah
kaudal menuju segmen stilomaoid . panjang segmen ini 15-20 milimeter.1
Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang mengarahkan yang
mengarahkan gerakan ekspresi emosional pada otot-otot wajah. Juga ada hubungan dengan
gangglion basalis. Jika bagian ini atau bagian lain dari sistem piramidal menderita penyakit
penyakit, mungkin terdapat penurunan atau hilangnya ekspresi wajah (hipomimia atau amimi).7

Gambar 6. Percabangan nervus fasialis

2.4 Fungsi Nervus Fasialis


2.4.1 Eferen
Fungsi utamanya adalah motor kontrol dari sebagian besar otot-otot ekspresi wajah. Hal
ini juga innervates perut posterior otot digastric, otot stylohyoid, dan otot stapedius dari
telinga tengah. Semua otot ini adalah otot lurik asal branchiomeric berkembang dari
lengkung faring kedua.8
Nervus Facialis juga memasok serat parasimpatis ke kelenjar submandibular dan kelenjar
sublingual melalui Korda timpani. Persarafan parasimpatik berfungsi untuk meningkatkan
aliran air liur dari kelenjar ini. Ini juga memasok persarafan parasimpatis pada mukosa
hidung dan kelenjar lakrimal melalui ganglion pterygopalatine. Nervus facialis juga
berfungsi sebagai eferen dari refleks kornea.8
2.4.2 Aferen
Selain itu, ia menerima sensasi rasa dari anterior dua pertiga dari lidah melalui Korda
timpani, sensasi rasa dikirim ke bagian gustatory dari inti soliter. Sensasi umum dari anterior
dua pertiga lidah dipasok oleh serat aferen dari divisi ketiga dari saraf kranial kelima (V-3).
Ini (VII) sensorik (V-3) dan rasa serat perjalanan bersama sebagai nervus lingualis sebentar
sebelum Korda timpani meninggalkan saraf lingual untuk memasuki rongga timpani (telinga
10

tengah) melalui fisura petrotympanic. Dengan demikian bergabung dengan sisa nervus
facialis melalui canaliculus untuk chorda timpani. Saraf wajah kemudian bertemu ganglion
geniculate (ganglion sensoris dari serat rasa chorda timpani dan jalur rasa lainnya). Dari
ganglion geniculate serat rasa terus sebagai saraf perantara yang pergi ke kuadran anterior
atas fundus dari meatus akustik internal bersama dengan akar motor saraf wajah. saraf
intermediate mencapai fosa kranial posterior melalui meatus akustik internal sebelum
bersinaps di nukleus soliter. Badan sel dari timpani Chorda berada di ganglion geniculate,
dan serat ini parasimpatis sinaps di ganglion submandibula, melekat pada nervus lingualis.
Nervus facialis juga memasok sejumlah kecil persarafan aferen ke orofaring bawah tonsil
palatina. Ada juga sejumlah kecil sensasi kulit yang dibawa oleh nervus intermedius dari
kulit di dalam dan sekitar daun telinga (daun telinga).

Gambar 7. Percabangan fungsi nervus fasialis


Pada pares nervus facialis otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi.
Karena itu, terdapat perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan perifer. Pada
gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi, tidak lumpuh ;
yang lumpuh ialah bagian bawah dari wajah. Pada gangguan N VII jenis perifer (gangguan
berada di inti atau di serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan mungkin juga
termasuk cabang saraf yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama N.
fasialis.6

11

Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari
korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas mendapat persarafan
dari kedua sisi korteks motorik (bilateral). Karenanya kerusakan sesisi pada upper motor neuron
dari nervus VII (lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan mengakibatkan
kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya tidak. Penderitanya
masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan menutup mata (persarafan bilateral) ; tetapi
pasien kurang dapat mengangkat sudut mulut (menyeringai, memperlihatkan gigi geligi) pada
sisi yang lumpuh bila disuruh. Kontraksi involunter masih dapat terjadi, bila penderita tertawa
secara spontan, maka sudut mulut dapat terangkat.6
Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang volunter maupun yang
involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron) nervus VII sering merupakan bagian
dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada strok dan lesi-butuh-ruang (space occupying
lesion) yang mengenai korteks motorik, kapsula interna, talamus, mesensefalon dan pons di atas
inti nervus VII. Dalam hal demikian pengecapan dan salivasi tidak terganggu. Kelumpuhan
nervus VII supranuklir pada kedua sisi dapat dijumpai pada paralisis pseudobulber. 6
Gejala lesi dikanalis fasialis (melibatkan korda timpani) ditandai seperti pada mulut tertarik
kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi dan gusi. Lipatan kulit dahi
menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak dilindungi maka air mata akan
keluar terus menerus, ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian
depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah
menunjukkan terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di antara pons dan titik
dimana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di kanalis fasialis. Pada lesi yang
melibatkan muskulus stapedius gejala disertai dengan hiperakusis.

2.5 Etiologi Paresis Nervus Facialis

12

Penyebab kelumpuhan saraf fasialis bisa disebabkan oleh kelainan congenital, infeksi, tumor,
trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan penyakit-penyakit tertentu.1
a. Kongenital
Kelumpuhan yang didapat sejak lahir ( congenital ) bersifat irreversible dan terdapat
bersamaan dengan anomaly pada telinga dan tulang pendengaran. Pada kelumpuhan saraf
fasialis bilateral dapat terjadi karena adanya gangguan perkembangan saraf fasialis dan
b.

seringkali bersamaan dengan kelemahan okular (sindrom Moibeus).


Infeksi
Proses infeksi di intracranial atau infeksi telinga tengah dapat menyebabkan kelumpuhan
saraf fasialis. Infeksi intracranial yang menyebabkan kelumpuhan ini seperti pada
Sindrom Ramsay-Hunt, Herpes otikus. Infeksi Telinga tengah yang dapat menimbulkan
kelumpuhan saraf fasialis adalah otitis media supuratif kronik ( OMSK ) yang telah

merusak Kanal Fallopi.


c. Tumor
Tumor yang bermetastasis ke tulang temporal merupakan penyebab yang paling sering
ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-paru, dan prostat. Juga dilaporkan
bahwa penyebaran langsung dari tumor regional dan sel schwann, kista dan tumor ganas
maupun jinak dari kelenjar parotis bisa menginvasi cabang akhir dari saraf fasialis yang
berdampak sebagai bermacam-macam tingkat kelumpuhan. Pada kasus yang sangat
jarang, karena pelebaran aneurisma arteri karotis dapat mengganggu fungsi motorik saraf
fasialis secara ipsilateral.
d. Trauma
Kelumpuhan saraf fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika terjadi fraktur
basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal. Selain itu luka tusuk, luka tembak
serta penekanan forsep saat lahir juga bisa menjadi penyebab. Saraf fasialis pun dapat
cedera pada operasi mastoid, operasi neuroma akustik/neuralgia trigeminal dan operasi
kelenjar parotis.
e. Gangguan Pembuluh Darah
Gangguan pembuluh darah yang dapat menyebabkan kelumpuhan saraf fasialis
diantaranya thrombosis arteri karotis, arteri maksilaris dan arteri serebri media.
f. Idiopatik ( Bells Palsy )
Parese Bell merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui penyebabnya atau tidak
menyertai penyakit lain. Pada parese Bell terjadi edema fasialis. Karena terjepit di dalam
13

foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang disebut sebagai
Bells Palsy.
g. Penyakit-penyakit tertentu
Kelumpuhan fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu, misalnya DM,
hepertensi berat, anestesi local pada pencabutan gigi, infeksi telinga tengah, sindrom
Guillian Barre.
2.6 Diagnosis Paresis Nervus Facialis
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan fungsi nervus fasialis. Tujuan
pemeriksaan fungsi nervus fasialis adalah untuk menentukan letak lesi dan menentukan derajat
kelumpuhannya.1
a. Pemeriksaan fungsi saraf motorik
Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk terciptanya mimic dan
ekspresi wajah seseorang.
b. Tonus
Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan terhadap kesempurnaan
mimic / ekspresi muka.1
c. Gustometri
Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n. Korda timpani, salah satu
cabang nervus fasialis.1 Kerusakan pada N VII sebelum percabangan korda timpani dapat
menyebabkan ageusi (hilangnya pengecapan).11
Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita disuruh menjulurkan lidah, kemudian
pemeriksa menaruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam pada lidah penderita. penderita
tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan tersebar melalui ludah ke
sisis lidah lainnya atau ke bagian belakang lidah yang persarafannya diurus oleh saraf lain.11
d. Salivasi
Pemeriksaan uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan kanulasi kelenjar
submandibularis. Caranya dengan menyelipkan tabung polietilen no. 50 ke dalam duktus
Wharton. Sepotong kapas yang telah dicelupkan kedalam jus lemon ditempatkan dalam
mulut dan pemeriksa harus melihat aliran ludah pada kedua tabung. Volume dapat
dibandingkan dalam 1 menit. Berkurangnya aliran ludah sebesar 25 % dianggap abnormal.11
e. Schimer Test atau Naso-Lacrymal Reflex
Dianggap sebagai pemeriksaan terbaik untuk pemeriksaan fungsi serabut-serabut pada
simpatis dari nervus fasialis yang disalurkan melalui nervus petrosus superfisialis mayor

14

setinggi ganglion genikulatum. Kerusakan pada atau di atas nervus petrosus mayor dapat
menyebabkan berkurangnya produksi air mata.1,11
Tes Schimer dilakukan untuk menilai fungsi lakrimasi dari mata. Cara pemeriksaan dengan
meletakkan kertas hisap atau lakmus lebar 0,5 cm panjang 5-10 cm pada dasar konjungtiva.
Setelah tiga menit, panjang dari bagian strip yang menjadi basah dibandingkan dengan sisi
satunya. Freys menyatakan bahwa kalau ada beda kanan dan kiri lebih atau sama dengan
50% dianggap patologis.1,11
f. Refleks Stapedius
Untuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik impedans meter, yaitu dengan cara
memberikan ransangan pada muskulus stapedius yang bertujuan untuk mengetahui fungsi N.
stapedius cabang N.VII.
g. Uji audiologik
Pengujian termasuk hantaran udara dan hantaran tulang, timpanometri dan reflex stapes.
Fungsi saraf cranial kedelapan dapat dinilai dengan menggunakan uji respon auditorik yang
dibangkitkan dari batang otak. Uji ini bermanfaat dalam mendeteksi patologi kanalis
akustikus internus. Suatu tuli konduktif dapat memberikan kesan suatu kelainan dalam
telinga tengah, dan dengan memandang syaraf fasialis yang terpapar pada daerah ini, perlu
dipertimbangkan suatu sumber infeksi. Jika terjadi parese saraf ketujuh pada waktu otitis
media akut, maka mungkin gangguan saraf pada telinga tengah. Pengujian reflek dapat
dilakukan pada telinga ipsilateral atau kontralateral dengan menggunakan suatu nada yang
keras, yang akan membangkitkan respon suatu gerakan reflek dari otot stapedius. Gerakan ini
mengubah tegangan membrane timpani dan menyebabkan perubahan impedansi rantai
osikular. Jika nada tersebut diperdengarkan pada belahan telinga yang normal, dan reflek ini
pada perangsangan kedua telinga mengesankan suatu kelainan pada bagian aferen saraf
kranialis.11
h. Pemeriksaan penunjang
Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui parese nervus fasialis
adalah dengan uji fungsi saraf. Terdapat beberapa uji fungsi saraf yang tersedia antara lain
Elektromigrafi (EMG), Elektroneuronografi (ENOG), dan uji stimulasi maksimal.11

Elektromiografi (EMG)
EMG sering kali dilakukan oleh bagian neurologi. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk
menentukan perjalanan respons reinervasi pasien. Pola EMG dapat diklasifikasikan sebagai
respon normal, pola denervasi, pola fibrilasi, atau suatu pola yang kacau yang mengesankan
15

suatu miopati atau neuropati. Namun, nilai suatu EMG sangat terbatas kurang dari 21 hari
setelah paralisis akut. Sebelum 21 hari, jika wajah tidak bergerak, EMG akan
memperlihatkan potensial denervasi. Potensial fibrilasi merupakan suatu tanda positif yang

menunjukkan kepulihan sebagian serabut. Potensial ini terlihat sebelum 21 hari.11


Elektroneuronografi (ENOG)
ENOG memberi informasi lebih awal dibandingkan dengan EMG. ENOG melakukan
stimulasi pada satu titik dan pengukuran EMG pada satu titik yang lebih distal dari saraf.
Kecepatan hantaran saraf dapat diperhitungkan. Bila terdapat reduksi 90% pada ENOG bila
dibandingkan dengan sisi lainnya dalam sepuluh hari, maka kemungkinan sembuh juga
berkurang secara bermakna. Fisch Eselin melaporkan bahwa suatu penurunan sebesar 25
persen berakibat penyembuhan tidak lengkap pada 88 persen pasien mereka, sementara 77
persen pasien yang mampu mempertahankan respons di atas angka tersebut mengalami
penyembuhan normal saraf fasialis.11

2.7 Tatalaksana Parase Nervus Facialis


2.7.1 Fisioterapi
1. Heat Theraphy, Face Massage, Facial Excercise
Basahkan handuk dengan air panas, setelah itu handuk diperas dan diletakkan dimuka
hingga handuk mendingin. Kemudian pasien diminta untuk memasase otot-otot wajah
yang lumpuh terutama daerah sekitar mata, mulut dan daerah tengah wajah. Latihan
wajah seperti mengangkat alis mata, memejamkan kedua mata kuat-kuat, mengangkat
dan mengerutkan hidung, bersiul, menggembungkan pipi dan menyeringai.3,8
2. Electrical Stimulation
Stimulasi energi listrik dengan aliran galvanic berenergi lemah. 2 Tindakan ini bertujuan
untuk memicu kontraksi buatan pada otot-otot yang lumpuh dan juga berfungsi untuk
mempertahankan aliran darah serta tonus otot.12

2.7.2 Farmakologi
Obat-obatan yang dapat diberikan dalam penatalaksanaan parese nervus fasialis antara lain12:
1. Asam Nikotinik

16

Pada parese nervus fasialis yang dikarenakan iskemiaAsam nikotinik dan obat-obatan
yang bekerja menghambat ganglion simpatik servikal digunakan untuk memicu
vasodilatasi sehingga dapat meningkatkan suplai darah ke nervus fasialis.
2. Vasokonstriktor, Antimikroba
Obat ini diberikan pada kelumpuhan nervus fasialis yang disebabkan oleh kompresi
nervus fasialis pada kanal falopi. Obat ini bekerja mengurangi bendungan ,
pembengkakkan, dan inflamasi pada keadaan diatas.
3. Anti Viral
Jika penyebab nya adalah Virus, seperti Herpes maka dapat diberikan Antivirus
4. Steroid
Obat ini diberikan untuk mengurangi proses inflamasi yang menyebabkan Bells Palsy

2.8 Definisi OMSK


Otitis Media Supuratif Kronik adalah suatu radang kronis telinga tengah dengan perforasi
membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus
menerus atau hilang timbul.8
2.9 Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang
dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis,
rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang
abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan
Downs syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan
faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor Host yang berkaitan dengan insiden
OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik. Kelainan humoral (seperti
hipogammaglobulinemia) dan cell- mediated ( seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit)
dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.
Penyebab OMSK antara lain:
a. Lingkungan

17

Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai
hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok
sosioekonomi rendah memi liki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan
hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.
b. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem
sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah
hal ini primer atau sekunder.
c. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut
dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan
satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis
d. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi
pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur yang digunakan
adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram negatif, flora dan beberapa
organisme lainnya.
e. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas.
Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya
daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah,
sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri. Organisme-organisme dari meatus auditoris
eksternal termasuk Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan
Aspergillus.

Organisme

dari

nasofaring

diantaranya

Streptococcus

viridians

(Streptococcus -hemolitikus, Streptococcus -hemolitikus dan Pneumococcus).


f. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis
media kronis.
g. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang
bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap
antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.
h. Gangguan fungsi tuba eustachius.

18

Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada
telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba
eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan
tekanan negatif menjadi normal.

2.10 Patogenesis OMSK


Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui
tuba eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada
saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang
dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti
keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas
pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya
peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena
stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.

19

Bagan 1. Patogenesa OMSK

Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan ,
epitel skuamosa sederhana, pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di
antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia,
mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan Otitis Media ditandai
dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.
Pada OMSK tipe malignan tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya.
Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya
kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom.
20

Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis kolesteatoma, antara lain
adalah: teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi dan teori implantasi. Teori tersebut akan
lebih mudah dipahami bila diperhatikan definisi kolesteatoma menurut Gray (1964) yang
mengatakan: kolesteatoma adalah epitel kulit yang berada pada tempat yang salah. Epitel kulit
liang telinga merupakan suatu daerah cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen padat di
liang telinga dalam waktu yang lama, maka dari epitel kulit yang berada medial dari serumen
tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma.9
Kolesteatoma terdiri dari epitel skuamosa yang terperangkap di dalam basis cranii. Epitel
skuamosa yang terperangkap di dalam tulang temporal, telinga tengah, atau tulang mastoid hanya
dapat memperluas diri dengan mengorbankan tulang yang mengelilinginya. Akibatnya,
komplikasi yang terkait dengan semakin membesarnya kolesteatoma adalah termasuk cedera dari
struktur-struktur yang terdapat di dalam tulang temporal. Kadangkadang, kolesteatomas juga
dapat keluar dari batas-batas tulang temporal dan basis cranii. Komplikasi ekstrarempotal dapat
terjadi di leher, sistem saraf pusat, atau keduanya. Kolesteatomas kadang-kadang menjadi cukup
besar untuk mendistorsi otak normal dan menghasilkan disfungsi otak akibat desakan massa.1
Erosi tulang terjadi oleh dua mekanisme utama. Pertama, efek tekanan yang
menyebabkan remodelling tulang, seperti yang biasa terjadi di seluruh kerangka apabila
mendapat tekanan (desakan) secara konsisten dari waktu ke waktu. Kedua, aktivitas enzim pada
kolesteatoma dapat meningkatkan proses osteoklastik pada tulang, yang nantinya akan
meningkatkan kecepatan resorpsi tulang. Kerja enzim osteolitik ini tampaknya meningkat
apabila kolesteatoma terinfeksi.
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah yang normal
dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur sekitarnya. Pertahanan pertama
ini adalah mukosa kavum timpani yang juga seperti mukosa saluran napas, mampu melokalisasi
infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada sawar ke dua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan
sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan terkena. Runtuhnya
periosteum akan menyebabkan terjadinya abses periosteal, suatu komplikasi yang tidak
berbahaya. Apabila infeksi mengarah ke dalam, ke tulang temporal maka akan menyebabkan
paresis n.fasialis atau labirinitis.

21

2.11 Hubungan OMSK dengan Paresis Nervus Facialis


Paresis nervus fasialis dapat terjadi pada otitis media akut dan kronik. Terdapat dua
mekanisme yang dapat menyebabkan paralisis nervus fasialis yaitu Hasil toksin bakteri di daerah
tersebu dan dari tekanan langsung terhadap saraf oleh kolesteatoma atau jaringan granulasi. Pada
otitis media akut, penyebaran infeksi langsung ke kanalis fasialis khususnya pada anak terjadi
ketika kanalis nervus fasialis pada telinga tengah mengalami congenital dehiscent atau saraf
terkena akibat kontak langsung dengan materi purulen sehingga dapat menimbulkan inflamasi
dan edema pada saraf dan menyebabkan paresis.1,3,10
Pada otitis media kronik bisa mengikis kanal nervus fasialis atau sarafnya dapat
dilibatkan dengan osteitis, kolesteatom dan jaringan granulasi, disusul oleh infeksi ke dalam
kanalis fasialis. Manifestasi klinik yang tampak yaitu paralisis nervus fasialis bagian bawah,
ipsilateral terhadap telinga yang sakit.3
2.11 Komplikasi OMSK
Shambough (2003) membagi komplikasi Otitis Media sebagai berikut:
a. Komplikasi Intratemporal
Perforasi membran timpani
Labirinitis
Paralisis nervus fasialis
b. Komplikasi Ekstratemporal
Abses Subperiosteal
c. Komplikasi Intrakranial
Abses Ekstradura?subdura
Abses otak
Empiema subdura
Tromboflebitis
Hidrosefalus otitis
2.12 Gejala Klinis OMSK
Gejala klinis yang dialami penderita OMSK adalah sebagai berikut14:
a. Otoreaa pada OMSK tanpa kolesteatoma: sekret Mukoid dan intermiten
b. Otorea pada OMSK dengan Kolesteatoma: sekret purulen, persiseten, berbau khas,
terkadang disertai bercak darah
22

c. Tuli konduktif atau campuran tergantung ukuran dan lokasi perforasi membran timpani
serta keadaan telinga tengah
d. Otalgia jika proses lebih invasif
2.13 Diagnosis OMSK
Diagnosis ditegakan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Untuk anamnesis dapat ditemukan keluarnya cairan dari telinga selama jangka waktu tertentu,
riwayat OMA berulang, adanya penurunan pendengarang pada telinga yang sakit, demam,
vertigo, nyeri, dan ada riwayat OMSK.
Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan inspeksi pinna dan regio postauricular. Saat
dilakukan otoskopi dapat ditemukan jaringan parut pada liang telinga luar, polip, jaringan
granulasi, perforasi membran timpani, edema, inflamasi pada mukosa liang telinga tengah, dan
cairan telinga (serosa atau purulen).
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan Apusan sekret dari telinga tengah untuk biakan
mikrobiologi aeron atau anaerob serta uji sensitivitas, Tes fistula, pemeriksaan audiometri, Foto
polos mastoid, CT-scan untuk melihat komplikasi.

2.14 Tatalaksana OMSK


Penatalaksanaan OMSK yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor penyebab

dan

pada stadium penyakitnya. Dengan demikian haruslah dievaluasi faktor-faktor yang


menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi
penyembuhan serta mengganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat ditelinga. Prinsip
pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi
atas konservatif dan operasi.
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang. Sekret
yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh
satu atau beberapa keadaan, yaitu 1) Adanya perforasi membran timpani yang permanen,
sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar, 2) Terdapat sumber infeksi di faring,

23

nasofaring, hidung dan sinus paranasal, 3) Sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel
dalam rongga mastoid, 4) Gizi dan higiena yang kurang.
Berikut adalah terapi berdasarkan stadium OMSK.
a. OMSK tipe aman
Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila secret
yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H 2O2 3%
selama 3-5 hari. Setelah secret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan
obat tetes telinga yang mengandung antibioatika dan kortikosteroid. Secara oral diberikan
antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin, (bila pasien alergi penisilin),
sebelum hasil resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah
resisten terhadap ampisilin dapat berikan asam klavulanat.
Bila secret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama dua bulan,
maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk
menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membrane timpani yang perforasi,
mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta
memperbaiki pendengaran.
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan secret tetap ada atau terjadinya infeksi
berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati lebih dahulu, mungkin juga perlu
melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan toslektomi.
b. Terapi OMSK Tipe Bahaya
Prinsip terapi OMSK tipe bahaya ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi, bila
terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan
mastoidektomi

dengan

atau

tanpa

timpanoplasti.

Terapi

konservatif

dengan

medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan.


Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan
tersendiri sebelum mastoidektomi.
c. Infeksi telinga Tengah dan Mastoid
Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus ad
antrum. Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama
biasanya disertai infeksi kronis di rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan
nama mastoiditis. Beberapa ahli menggolongkan mastoditis ke dalam komplikasi OMSK.

24

Berikut adalah beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada
OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe aman atau tipe bahaya, antara lain:
a. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif tidak
sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan
patologik. Tujuannya ialah suapaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.Pada
operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
b. Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau kolesteatoma yang sudah
meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani diberishkan dari semua
jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan
rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu
ruangan.
Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jraingan patologik dan mencegah
komplikasi ke intracranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya. Pasien
harus datang dengan teratur untuk control, supaya tidak terjadi infeksi kembali.
Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat menghambat pendidikan atau karier
pasien.
Modifikasi oeprasi ini adalah dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi serta
membuat meatoplasti yang lebar, sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi
terdapat cacat anatomi, yaitu meatus liang telinga luar menjadi lebar.
c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah atik, tetapi belum
merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang
telinga direndahkan.
Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga
mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.
d. Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama
timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membrane timpani.
Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi berulang telinga tengah pada
OMSK tipe aman dengan perforasi yang menetap. Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe
aman yang sudah tenang denga nketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi
membrane timpani.
25

e. Timpanoplasti
Operasi dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat atau
OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa.
Tujuan operasi adalah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.
Pada operasi ini selain rekonstruksi membrane timpani sering kali harus dilakukan juga
rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran
yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II,III,IV, dan V.
Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani
dengna atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang
pula operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 bulan sampai dengan
12 bulan.
f. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplast)
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK
tipe bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas.
Tujuan operasi ini adalah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran
tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior
liang telinga). Membersihkan kolestetaoma dan jaringan granulasi di kavum timpani,
dikerjakan melalui dua jalan (combined approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga
mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe
bahaya belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering terjadi kambuhnya
kolesteatoma kembali.

26

BAB 3
KESIMPULAN

Paresis nervus fasialis merupakan kelumpuhan yang meliputi otot-otot wajah, dapat
terjadi sentral dan perifer. Kelumpuhan dapat diakibatkan oleh kelainan congenital, infeksi,
tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan penyakit-penyakit tertentu yang dapat
mengakibatkan deformitas kosmetik dan fungsional yang berat.
Salah satu penyebab paralisi nervus facialis adalah komplikasi OMSK. Terdapat dua
mekanisme yang dapat menyebabkan paresis nervus fasialis yaitu hasil toksin bakteri di daerah
tersebut dan dari tekanan langsung terhadap saraf oleh kolesteatoma atau jaringan granulasi.
Diagnosis paresis nervus Facialis dapat ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan
fungsi nervus facialis, yaitu pemeriksaan fungsi saraf motorik, Gustometri, salivasi, schimer test,
naso-lacrimal Reflex, Refleks Stapedius, Uji Audiologik, dan pemeriksaan penunjang seperti
EMG dan ENOG.
Tatalaksana umum pada penderita Paresis Nervus Facialis ialah Fisioterapi dan
Farmakologi. Fisioterapi yang dapat dilakukan adalah Heat Theraphy, Face massage, Facial
Exercise, Electrical Stimulation. Sedangkan farmakologi yang disarankan adalah Asam nikotinik,
vasokonstriktor, Antimikroba, Antiviral, dan steroid.
Jika penyebab nya adalah komplikasi OMSK maka penatalaksanaan yang efektif harus
didasarkan pada factor-faktor penyebab dan stadium penyakitnya. Prinsip pengobatan tergantung
dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana pengobatan dibagi atas konservatif dan operasi.

27

BAB 4
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer. In : Soepardi


EA, Iskandar N editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher.
6th ed. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI, 2007.
2. Meritt HH. A. Texbook of Neurogy : Injury to Cranial and Peripheral Nerves, Philadelphia;
1967. p. 378-81
3. K.J.Lee. Essential Otolaryngology and Head and Neck Surgery. IIIrd Edition, Chapter 10 :
Facial Nerve Paralysis.2006.
4. Available at http://www.theodora.com/anatomy/the_middle_ear_or_tympanic_cavity.html
5. Henry Gray. American Journal of Anatomyhttp://www.bartleby.com/107/230.html
6. SM. Lumbotobing. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai Penerbit
FK-UI,2006.
7. Peter Duus. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta : Balai
Pustaka.1996.
8. Aboet, A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher pada Fakultas
Kedokteran USU. Medan; 2007.
9. Roland PS. Middle Ear, Cholesteatoma. Emedicine. June 29, 2009 (cited August 25,2009).
Available at http://emedicine.medscape.com/article/860080-overview.
10. Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Edisi Pertama. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2005
11. Maisel R, Levine S, 1997. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam Boies Buku Ajar Penyakit THT
edisi 6. Jakarta : EGC.
12. May, Mark and Barry M. Schaizkin. The Facial Nerve. New York : Thieme. 2000.
13. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer. Dalam Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 6th ed. Jakarta : Balai Penerbit
FK-UI, 2007: Hal. 114-117

28

14. Chris T, Frans L, Sonia H, Eka A. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 4. Jakarta: Media
Aesculapius, 2014: Hal. 1022-23
15. Vikram BK, Khaja N, Udayashankar SG, Venkatesha BK, Manjurath D. Clinicoepidemiological study of complicated and uncomplicated chronic suppurative otitis media.
The Journal of Laryngology & Otology 2008; 122: 442-6
16. Aboet A. Radang telinga tengah menahun. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher. Medan: Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2007.

29

Anda mungkin juga menyukai