Kearifan Lokal Perempuan
Kearifan Lokal Perempuan
UI,
Yogyakarta 1-4 Desember 2012
Pendahuluan
Peribahasa tersebut diatas dikenal sebagian besar bangsa Indonesia, umumnya diartikan jika
bertamu hendaklah bersikap menyesuaikan diri dengan adat setempat,ikutilah tata krama dimana
kita berada. Peribahasa tersebut bisa dimaksudkan untuk mengedepankan potensi diri, ilmu
pengetahuan budaya dan adat sendiri serta bersikap mandiri. Secara sederhana Bumi adalah
tempat tinggal, tanah air dan Langit adalah Surga, tempat Yang Maha Kuasa bertahta.
Penggunaan peribahasa tersebut dalam tulisan ini dimaksudkan selaras dengan makna
Revitalisasi Nilai Kearifan Lokal untuk Mengatasi Pemiskinan Perempuan. Menurut penulis
nilai kearifan lokal merupakan Langit untuk Dijunjung. Pertanyaannya, nilai kearifan lokal yang
seperti apa yang harus dijunjung, dan apakah dapat mengatasi pemiskinan perempuan?
Pokok persoalan pemiskinan perempuan adalah kenyataan menjadi miskin tidak terjadi begitu
saja. Kondisi global dan jalan sejarah menentukan kondisi tersebut. Sama halnya dengan
kemiskinan di Indonesia. Pemiskinan perempuan tak lepas dari kondisi kekinian dunia yang
menempatkan miskin sebagai realitas tidak terpenuhinya kebutuhan kemanusiaan. Realitas
pemiskinan mengkondisikan perempuan tidak hanya dalam posisi miskin hampir permanen,
namun kerapkali menjadi sasaran dan tumbal saat kemiskinan menyergap masyarakat.
Misalnya krisis 1997 perusahaan manufaktur mayoritas buruhnya perempuan keputusan PHK
menjadi pilihan pertama perempuan menjadi korbannya, sedangkan anak melanjutkan sekolah
ke jenjang yang lebih tinggi diutamakan pada anak laki-laki. Pada titik ini perempuan menjadi
invalid. Poverty is seen as an individual inability to consume enough to fulfill basic preference
or needs. 2
Pada masalalu Indonesia atau Nuswantara (Nusantara) pernah dalam kondisi tidak miskin,
termasuk perempuannya. Pernah pada masa Majapahit dan sebelumnya, salah satu Negara Induk
di Nusantara menguasai wilayah Asia Tenggara dan mempunyai peraturan lengkap dalam
melindungi segenap tumpah darah dan mensejahterakan warganya 3. Berbagai bentuk peraturan
dan tradisi dari Negara besar dimasalalu diwarisi dalam kearifan lokal yang menjadi panduan
etika bermasyarakat dan bernegara. Pada masa itu filsafat moral yang mencirikan perbuatan dan
sifat dari tindakan telah diatur dan mengacu pada kebaikan semua mahluk mikro dan makro
kosmos. Mahluk mikro kosmos adalah individu manusia pribadi, sedangkan makro kosmos
sebagai bagian mahluk social dalam kesimultanan tatanan alam semesta raya. Salah satu warisan
peradaban gemilang tersebut kini dikenal dengan kearifan lokal yang hingga hingga kini
2
Narayan Deepa and Patti Petesch Agency, Opportuniy Structure and Poverty Escape in Moving Out of Poverty,
Cross Disciplinary Perspectives on Mobility Deepa Narayan and Patti Petesch, editors.
3
menjadi pengetahuan empirik, dipraktekkan, dan dikembangkan dan serta layak direvitalisasi
untuk mengatasi pemiskinan perempuan.
Sebagai warisan masalalu (baca.peradaban), kearifan lokal diartikan sebagai tradisi yang
dilaksanakan baik oleh individu maupun kelompok dalam suatu wilayah kecil maupun luas,
memiliki muatan nilai penghormatan pada sesama mahluk, alam semesta dan Yang Maha Kuasa
yang ditujukan untuk mencapai kesejahteraan dan kesentosaan manusia. Kerarifan lokal dalam
tulisan ini berarti ilmu pengetahuan, teknologi dan tatakelola Leluhur/Nenek Moyang.
Sedangkan tradisi diartikan sebagai praktek nilai yang secara turun temurun dianut dan
diejawantahkan baik secara tetap maupun dengan perubahan dan modifikasi ditujukan
keteraturan bersama baik secara sadar maupun naluri kebaikan manusia (keiklasan sepi ing
pamrih). Kearifan lokal juga mengacu pada kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang
dalam sebuah masyarakat dikenal, dipercayai, diakui sebagai elemen penting yang mampu
mepertebal kohesi sosial di antara warga masyarakat. 4 Kearifan lokal juga mencirikan suatu
partisipasi masyarakat lintas kelas, lintas golongan, lintas gender, lintas religi.
Kearifan lokal memiliki potensi untuk mencegah mengurangi pemiskinan perempuan dan
masyarakat pada umumnya. Walaupun dalam berbagai definisi kearifan lokal dianggap hal
terbatas dalam komunitas wilayah, kesamaan model dan pola prakteknya membuktikan sebagai
budaya adiluhung yang dipraktekkan dan diterima secara nasional. Bahkan bila dirunut, Dasar
Negara Pancasila yang oleh Soekarno selaku penggagas menyatakan bahwa Pancasila digali dari
nilai-nilai yang sudah ada di bumi Nuswantara, nilai yang telah ada jauh sebelum Indonesia
merdeka.
Pada Pancasila termaktub seluruh bentuk kearifan lokal yang dibahasakan secara padat dalam
sila Pertama kepercayaan pada Yang Maha Kuasa, sila Kedua saling meghormati, solidaritas dan
tolong menolong satu sama lain, sila Ketiga bahu membahu gotong royong saling menguatkan,
sila Keempat bermusyawarah, mendengarkan dan menimbang segala putusan bersama untuk
tujuan bersama dan sila Kelima berlaku adil dalam hidup bermasyarakat agar sejahtera tercapai
bersama. Kajian penulis dari berbagai sumber fakta dan data menunjukkan praktek kearifan
lokal memegang semangat implementasi nilai Pancasila. Namun disebabkan praktek kearifan
lokal tiak mendapat wahana sebagai wacana utama nasional, seakan prakteknya tergusur sebagai
tontonan dan pertunjukkan di media massa semata (televisi, radio atau suratkabar) tentang suatu
peringatan/commemoration, perayaan. Praktek kearifan local masih belum menjadi kepemilikan
bersama prilaku masayarakat yang dipraktekkan lakukan secara berkesadaran, kerelaan, sebagai
suatu yang positif. Disamping itu berbagai serbuan budaya dan nilai dari luar negeri juga
menjadi penyebabkan runtuhnya pegangan arif dari nilai lokal. Untuk itulah penulis
memaparkan pandangan terkait pentingnya revitalisasi kearifan lokal untuk mensiasati
pemiskinan perempuan.
2.
Kearifan Lokal
2.a. Nilai Kearifan Lokal
John Haba, Revitalisasi Kearifan Lokal: Studi Resolusi Konfrlik di Kalimantan Barat, Maluku dan Poso., Jakarta:
ICIP dan European Commission, 2007.hal.11
Nilai kearifan lokal yang orisinil antara lain mengejawantahkan: kesukarelaan, kesetaraan, tanpa
pamrih, gotong royong, musyawarah, spiritual, saling menghargai, toleransi dan waspada.
Dimasa kini nilai-nilai kearifan lokal tersebut, belum kembali menjadi jati diri bangsa, sehingga
perlu direvitalisasi. Nilai-nilai tersebut sesungguhnya telah ada dan terberi pada perempuan
sebagai jati dirinya maupun konstruksi budaya.
Tulisan menggunakan bahan penelitian dari kisah dan cerita nyata praktek kearifan lokal yang
dipublikasikan kepada khalayak umum (televisi, media massa, buku penelitian, maupun blog
dan sosial media lainnya) dan pengalaman sehari-hari sebagai pijakan empirik praktek kearifan
loka. Kearifan lokal yang terangkum dalam tulisan ini termasuk juga yang menempatkan
perempuan dalam posisi yang berbeda dengan realitas kekininan, yang pada umumnya sudah
tidak dipraktekkan atau sudah berganti dengan bentuk nilai permanen pengaruh budaya lakilaki. Penulis mengembangkan pemahaman bahwa kearifan lokal sejati suku-suku bangsa di
Indonesia mengedepankan nilai kesetaraan, dan tidak sama dengan praktek umum adat yang
berlangsung kini.
Tanpa bermaksud menyangkal nilai patriarki realitas kehidupan masyarakat kini, penulis
menganggap bahwa realitas tersebut adalah tantangan bagi revitalisasi kearifan lokal.
Pemiskinan perempuan dalam tulisan ini adalah ketiadaan akses perempuan pada keseluruhan
praktek pemenuhan hidup manusia untuk sejahtera dan sentosa (baca: bahagia). Ketiadaan
akses tersebut antara lain disebabkan dominasi pelaksanaan nilai patriarki yang bertentangan
dengan nilai kearifan lokal. Asumsi tersebut lahir dari realitas bahwa meskipun perempuan
merupakan agen berbagai aktivitas kearifan lokal, dan agen utama dari transformasi kearifan
lokal dari generasi ke generasi, dan perempuan menjadi pelaksana dan agen kerarifan local,
tidak menjamin bahwa nilai kerarifan yang dilaksanakannya menjunjung kesetaraan dan
melawan patriarki sebagaimana semangat orisinil dari kearifan lokal. Dibeberapa tempat,
perempuan pejabat memasukkan kearifan lokal dalam program kerjanya.
Kearifan lokal dipraktekkan sebagai suatu yang reguler, sudah ada sejak lama dan diketahui oleh
masyarakat setempat sebagai pengetahuan dan dijaga serta diikuti sesuai pakemnya. Sebagai
rujukkan nilai yang dipraktekkan bukanlah rekayasa, bukan tindakan instan (karbitan) atau
bukan berasal dari inisiatif luar baik struktural (birokrat atasan) atau bayaran. Bila praktek nilai
kearifan lokal kemudian menjadi suatu informasi yang terangkum dan terbungkus dalam suatu
paket program acara komersil budaya, hal bukanlah suatu yang embedded dengan praktek
kearifan lokal itu sendiri. Hingga kini praktek kearifan lokal tetap dijalankan dipublikasikan atau
tidak, dipublikasikan atau tidak. Perkembangan terkini tradisi kearifan lokal telah masuk sebagai
objek wisata dan ditayangkansiarkan dalam program televisi.
Praktek kearifan lokal sebagai perwujudan nilai yang diakui, dipercaya, dijaga serta memiliki
intisari bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia.
Perwujudan kearifan lokal sebagai bentuk tatacara yang mengatur hubungan manusia dengan:
a. Yang Maha Kuasa;
b. Sesama manusia;
c. Alam;
d. Alat-alat kerja.
Sejatinya praktek kearifan lokal dilakukan demi mencapai kesejahteraan dan kesentosaan
manusia. Dalam kekinian hubungan-hubungan tersebut dapat terangkum keseharian hidup
individu, keluarga maupuan bermasyarakat yang berbentuk perilaku sehari-hari, upacara, ritual
maupun tradisi tertentu yang dilaksanakan secara periodik, maupun secara simultan.
Harapannya terjadi keseimbangan semesta alam dan manusia, kesentosaan semuanya.
Dihampir semua prakteknya kearifan lokal melibatkan pelaku yaitu perempuan dan laki-laki,
menggunakan sumber-sumber alam dan melakukan doa pada Yang Maha Kuasa. Baik yang
individu ataupun kolektif lakukan permohonan restu pada Yang Maha Kuasa dalam bentuk doa,
mantra (jampi-jampi). Semuanya simultan. Esensi doa adalah semua apapun jenis kelaminnya
dapat berdoa dan menjalin hubungan dengan Sang Maha Pencipta, adapun doa dalam suatu
praktek kearifan sosial bisa dilakukan dengan dipimpin oleh seseorang yang ditunjuk sesuai
pakem.
Kearifan lokal memiliki nilai lebih materil atau sprituil, dan memiliki penjelasan rasional atas
keseluruhan prakteknya. Pada berbagai praktek kearifan lokal gotong royong, masyarakat
pelaku mendapatkan manfaat nilai lebih materil dan spirituil. Gotong Royong memiliki beragam
bahasa daerah dengan makna sama yaitu bekerjasama untuk suatu tujuan bersama secara
sukarela.
Gotong royong adalah kearifan lokal yang paling nyata dan paling dipraktekkan di Indonesia,
bahkan dalam masyarakat modern di era milenium ini. Gotong royong sendiri adalah bahasa
Jawa yang berarti memikul, mengangkat bersama-sama, dalam bahasa Sunda pun bermakna
sama. Gotong Royong adalah bagian dari karakter perilaku manusia Indonesia.
Gotong Royong sendiri dalam Pidato Soekarno 1 Juni 1945 merupakan intisari dasar negara
Indonesia, yang jika diperas menjadi satu menjadi Gotong royong. Berdasarkan filologi gotong
royong dipraktekkan berbagai suku sehingga terdapat beragam bahasa bermakna sama gotong
royong. Gotong royong sama dengan badarau dalam bahasa Banjar; Raron bahasa Batak kuno;
Sakai Sambayan bahasa Lampung, dan yang menarik di Nusantara Tenggara Timur gotong
royong memiliki bahasa yang berbeda dari tiap sub suku-nya yaitu: Gemohing bagi orang Lewo
Tana; U Ata Na Hama-hama bagi orang Sikka; Kema Sama bagi orang Ende; Papalaka bagi
orang Ngada; Wenggol bagi orang Manggarai; Krian Hamutu bagi orang Belu dan masih ada
lagi.
Ada berbagai bentuk implementasi perilaku gotong royong yang terkait kehidupan sehari-hari
manusia (lahir, kawin, mati), ritual adat dan kegiatan ekonomi. Meskipun kini perempuan masuk
dalam kondisi terpinggirkan dalam berbagai proses pengambilan keputusan, baik keputusan
politik maupun budaya, penulis menyakini keaslian dan jatinya perempuan dan laki-laki di
Indonesia memiliki kesetaraan. Adapun ketiadaan akses yang sama bagi perempuan untuk
berbagai bidang terbentuk dan dimulai melalui proses budaya pada masa tertentu sehingga
perempuan terpinggirkan. Keterpinggiran perempuan tidak serta merta menghilangkan peran
perempuan dalam pelaksanaan kearifan local, namun pola kuasa dan kepemimpinan yang bias
genderlah yang menjauhkan dari orisinalitas kearifan local.
2.b Perempuan Pemangku Kearifan Lokal
Proses budaya yang memindahkan kesetaraan menjadi ketidaksetaraan shifting position,
diantaranya terkait sistim marga pada suku Batak, 5 dan bagaimana di Aceh terjadi pergeseran
kepemimpinan perempuan, yaitu ratu diganti raja laki-laki sesudah masa Ratu Kamalat Syah
1699 diganti Sultan Badrul Alam atas upaya para ulama dan kaum kaya 6 , di masyarakat
Minangkabau, Sumatera Barat yang baru menganut adat bersendi sara syara bersendi
kitabullah sesudah perang Paderi 1837 dan mendapat resistensi matriarkhat Minangkabau
sehingga sistim sebelumnya masih bertahan, sehingga akhirnya diputuskan bahwa nasab atau
garis keturunan ke ayah dan garis suku ke ibu 7 , bahkan di Sulawesi tahun 1870an di daerah
yang belum dijajah Belanda terdapat tanah perdikan Tanah Tratea dengan raja perempuan I
Madina Daeng Bau, juga tanah perdikan Ternatte diperintah oleh perempuan Wan Tanri Ol 8.
Fakta-fakta tersebut diatas mencerminkan ada suatu perubahan hakiki dari nilai kesetaraan
sebagai ajaran asli yang diganti oleh ajaran dan kekuasaan pada masa itu. Di Jawa, komunitas
peneliti Turangga Seta menempatkan tiga Maharatu yang memiliki kekuasaan hingga ke
mancanegara pada masalalu, yaitu Maharatu Shimawan dari Medangkamulyan yang menguasai
hingga ke Jepang dan Rusia, Maharatu Sitawaka dari Matswapati (dikenal dengan Sri-Wijaya
karena titisan Dewi Sri dan Maharatu Tribuwana (Brawijaya III) Tunggadewi kerajaan
Majapahit dan lain-lain.9 Nama-nama pemimpin perempuan tersebut hanya cuplikan dari data
tersebar mengenai sejarah kepemimpinan perempuan di masalalu. Beliau merupakan leluhur
perempuan yang juga mewariskan nilai kearifan lokal. Warisan dan kisahnya yang masih dapat
terus digali. Pada prakteknya kini pun, perempuan adalah pemangku berbagai kearifan lokal dan
dapat berperan besar dalam revitalisasi khususnya dalam kehidupan keseharian manusia
Indonesia.
Bila pada masalalu perempuan pemangku kearifan lokal antara lain melalui posisi struktur
dimasyarakat sebagai Ratu, Tetua Adat, Dukun maka pada masa kini perempuan dapat pula
menjadi pemangku kearifan lokal sebagai partisipan aktif, maupun dalam posisi terentu dalam
pakem maupun sebagai pimpinan birokrasi disuatu wilayah.
5
Pada masyarakat Batak perubahan antara kekerabatan menurut garis ibu menjadi garis bapak melalui permusuhan
dan pertumpahan darah. Hal ini dimulai dengan mengubah tebusan atas perempuan yang dibawa pergi laki-laki
menjadi harga pembelian. menurut Kutipan Bab II, M.H Nasoetion gelar Soetan Oloan, Kaum Wanita dan Sistim
Marga De Plaats van de vrouw in de Bataksche Maatschappij, dissertatie Uttrecht 1943, dalam Maria Ulfah
Subadio, T.O Ihromi ed.., Peranan Kedudukan Wanita Indonesia., Yogyakarta: Gajah Mada University 1978.,
Hal.6
6
P.J Veth Pemerintahan oleh Wanita di Kepulauan Nusantara. Dalam Maria Ulfah Subadio, T.O Ihromi ed..,
Peranan Kedudukan Wanita Indonesia., Yogyakarta: Gajah Mada University 1978., hal.236-237
7
P.J Veth Pemerintahan oleh Wanita di Kepulauan Nusantara. Dalam Maria Ulfah Subadio, T.O Ihromi ed..,
Peranan Kedudukan Wanita Indonesia., Yogyakarta: Gajah Mada University 1978 hal.232
9
Sebagaimana disebutkan diatas, kearifan lokal yang hingga kini masih dipraktekkan masyarakat
adalah gotongroyong. Gotong royong dipraktekkan dikota dan didesa. Dipraktekkan oleh
perempuan lintas kelas. Pada tingkat yang lebih teroganisasi modern, kearifan lokal dibidang
ekonomi perempuan mengadakan arisan dan koperasi. Peran dan andil perempuan melestarikan
kearifan lokal dalam keseharian kehidupan lihat tulisan saya dalam Indonesias Women Local
Culture Preserve National Identity.
2.c. Praktek dan Perilaku Kolektif
Berbagai aktivitas keseharian manusia dan masyarakat Indonesia, khususnya di wilayah yang
belum terperangkap dalam system kapitalistik industrial, kegiatan kolektif maupun individu
sarat dengan pelaksanaan dan implementasi nilai kearifan local.
Di wilayah dimana jam kerja bersifat lentur, pengaturan kegiatan mencari makan dan
berproduksi (mencari uang) bukanlah ditentukan oleh pihak lain (industri) melainkan atas
kesepakatan bersama dan tradisi serta pertimbangan bagi kebaikan bersama. Praktek kearifan
lokal masih menjadi prilaku sehari-hari dan dilaksanakan secara regular. Sedangkan bagi
perempuan, industrialisasi mungkin member batasan atas waktu bagi pelaksanaan kearifan lokal,
namun seksualitas biologis perempuan yang terkait dengan reproduksi membuat perempuan
masih tetap dapat melaksanakan berbagai tradisi kearifan lokal terkait fungsi biologis tersebut.
Aktivitas sehari-hari dengan gotong royong dalam kegiatan ekonomi seringkali dipraktekkan
oleh kaum perempuan, diantaranya adalah:
o Tradisi Pertanian; Perladangan; Kelautan:
-
Menumbuk Padi;
Tanggung renteng merupakan system utang piutang dan simpan meminjam yang
ditanggung bersama. Bahkan sesungguhnya diakui oleh Hukum Perdata pasal 1293
KUH Perdata Perikatan tanggung-menanggung yang pihaknya terdiri dari
beberapa kreditur itu dinamakan perikatan tanggung menanggung aktif. 10
o Upacara terkait kehamilan, kelahiran, perkawinan, kematian dan tolak bala (bahaya)
-Nujubulan (usia kandungan tujuh bulan) dimana ibu hamil melakukan ritual
Perkawinan, kelahiran, kematian: persiapan berbagai ritual, atau upacara untuk ini
melibatkan partisipasi dari tetangga satu komunitas membantu menyiapkan keperluan
hajatan. Di Kalimantan Selatan, Suku Banjar memiliki upacara Badudus Tiang
Mandaring bagi perempuan yang hamil anak pertama
Handep, Gotong Royong, Dayak, Kalimantan, pada saat ada upacara perkawinan yang
akan menikahkan anak. Di Jakarta pada tahun 1980-1990 di kelurahan tempat penulis
tinggal praktek memasak makanan pesta, persiapan hajatan kawinan dilakukan secara
bergotong royong, tidak menggunakan jasa pramusaji/catering/
-
Ruwatan atau upacara terkait individu atau kolektif yang dilakukan untuk mencapai
kebaikan bagi yang diruwat: orang per orang (anak tunggal, anak kembar dst),
tanah/bumi, lingkungan tempat terjadi bencana dsb.
dari desa satu ke desa lain, misalnya di Desa Lebakwangi hari pasarnya jatuh pada hari
Kamis, maka para pedagang berkumpul berjualan dihari tersebut di desa itu. Sistem
pasar Toraja masih menggunakan sistem bergilir 6 hari sekali, mengikuti jadwal harian
pasar. Adapun keenam pasar yang masuk dalam sistem hari pasar ini tidak ditentukan
berdasarkan kelas pasar sebagaimana diuraikan di paragraf sebelumnya. Pada tahun
2005, hari pasar di Toraja berturut-turut adalah Makale, Rembon, Rantepao, Getengan,
Rantetayo, Sangalla, lalu urutan akan mulai kembali ke Makale. Misal, apabila di
minggu ini Pasar Bolu buka di hari Rabu, maka minggu depan pasar akan buka di hari
Selasa. Sistem pembagian hari pasar ini dicantumkan di kalender yang dicetak dan
didistribusikan di Kabupaten Tana Toraja.11
Di pasar-pasar tradisional perempuan menjadi pelaku utama kegiatan ekonomi
tradisional. Di desa dimana hari pasar masih berlangsung, pasar menjadi ajang
penyebaran informasi dan pertemuan sosialisasi penyakit kanker payudara, sosialisasi
nyamuk demam berdarah dan lain-lain. Di beberapa daerah di Nusantara pasar dengan
system barter pun masih dilaksanakan, diantaranya di Lamalera NTT.
o Meruwat/Mencuci Alat Kerja
Upacara Buang Jung: Tradisi Laut ala Suku Orang Sekak
Tradisi setahun sekali, membuang perahu sebagai persembahan dan pengorbanan kepada
Dewa Penguasa laut. Menjelang bulan Purnama, dipimpin oleh Jenawan dibantu
beberapa laki dan perempuan tua. Pada praktek tradisi atau ritual ini, segala
perlengkapan yang akan digunakan dalam prosesi adat manee didoakan. Perahu, tali
hutan yang dililit janur, hingga 200-an warga pilihan harus mendapat restu. "Tak ada
yang tidak akan didoakan. Jalannya prosesi hingga perlengkapan yang digunakan harus
didoakan sehingga adat ini bisa berjalan baik dan mendapat restu Sang Pencipta,"
Kegiatan upacara berhari-hari melibatkan seluruh warga. Memohon ijin dengan mantra
dan sajen.12
Praktek aktivitas ekonomi gotong royong tersebut diatas merupakan fenomena keseharian yang
terjadi di berbagai daerah di Indonesia dilakukan oleh berbagai suku. Kegiatan aktivitas tersebut
setiap suku dan daerah mempunyai cerita hikmah yang berbeda dan beragam.
Jejak peradaban masalalu masih eksis, antara lain pembagian hari pasar masih dapat ditemukan
di desa-desa baik di Jawa maupun luar Jawa. Bahkan di Jakarta, kita menemukan nama tempat
yang mengambil hari pasar yang menggunakan nama hari Pasar Senen, Pasar Jumat, Pasar
Minggu dan lain-lain.
11
. Prosesi dilengkapi dengan tari-tarian, petugas khusus penambuh gendang dan gong (awak-awak). Tak jarang
peserta upacara biasanya perempuan mengalami keadaan tak sadar diri (trance) karena kerasukan roh halus.
Penawarnya: ngibaskan batang pinang, diasapi kemenyan dan diperciki air. Djoko Promono., Budaya Bahari Pemda
Sulsel, dinas pariwisata , Jak.Gramedia, 2005 Hal.143.
Mendekatkan hubungan dengan Sang Maha Pencipta: dalam semua praktek kearifan
lokal ada doa
Pengembalian nilai trust saling percaya dan kejujuran: dalam berbagai aktivitas
masyarakat pelaku tidak menghitung-hitung pamrih, tidak ada pembicara soal
transparansi keuangan, semua yang terlibat tahu sama tahu kemampuan masingmasing dan tetap bekerja bersama
Pada upacara atau kegiatan gotong royong: kerjabakti, panen bersama, rasa lelah setiap
individu berkurang, karena beban dipikul bersama sehingga lebih ringan
Pada kegiatan upacara atau ritual seren taun, larung sesaji, harapan dan kerja dilakukan
bersama sehingga terjadi kesatuan rasa bahagia, senang, susah, capai dan sebagainya.
Pada kegiatan tahunan membersihkan alat kerja/alat pertanian atau perikanan akan lahir
penghormatan terhadap benda yang memiliki manfaat sehingga dijaga dan sense of
belonging tinggi atas benda dan barang yang digunakan untuk alat kerja tersebut,
sehingga perawatan didasari kesadaran dan kecintaan.
Hubungan perempuan dengan alam yang cukup erat, manusia dan hewan saling
bergantung. Hewan untuk pangan dan pekerjaan, tanaman obat herbal yang diolah oleh
perempuan adalah suatu nilai tambah tidak hanya ekonomi, namun kesehatan serta
kesejahteraan keluarga.
Pada acara perkawinan dimana segala kebutuhan untuk perkawinan disiapkan oleh
komunitas sehingga beban biaya yang mempunyai hajat perkawinan pun ringan
Nilai lebih ekonomi dalam berbagai prosesi selama ini tidak terlalu menjadi perhitungan,
namun disebabkan peningkatan industry pariwisata, berbagai kegiatan ritual di
masyarakat dan komunitas desa menjadi tontononan bari para pendatang ataupun turis.
Pada masa ini usaha jasa dan makanan menjadi semakin dibutuhkan.
P.Robinson, The Modernization of Sex., New York: Harper and Row, 1976. p.vii
14
Vandana Shiva, Captive Minds Captive Lives Ethics, Ecology and Patents on Life..New Dehli. Research
Foundation for Science, Technology and Natural Resources Policy. 1995. Hal. 161
15
10
Kristen, umumnya para perempuannya mengalami kondisi ketertindasan dalam hal ketiadaaan
haknya sebagai manusia maupun warga negara. Negara barat khususnya Inggris meskipun
mempunyai seorang Ratu Perempuan Victoria yang memerintah hingga awal abad 19, kondisi
perempuan Inggris jauh dari memiliki hak-hak sebagai manusia publik.
Secara khusus nilai kearifan lokal disini bukanlah nilai yang diadopsi dari ajaran religi yang kini
melembaga (Islam dan Kristen) melain suatu nilai kebudayaan keseharian hidup manusia di
Nusantara, baik bersifat individu, kelompok maupun dalam struktur masyarakat. Bahwa pada
berbagai praktek kearifan lokal merupakan gambaran sinkretisme yang tujuannya tetap bagi
kebaikan dan kesentosaan bersama.
Pada praktek kehidupan keseharian masyarakat Indonesia, sejatinya kemiskinan bukanlah suatu
yang disebabkan oleh individu namun suatu tata kelola bersama yang tidak sesuai dengan
kearifan lokal. Bahwa pandangan tentang banyaknya orang miskin di berbagai wilayah
pedalaman dan dalam masyarakat yang menganut tradisi secara kuat bukanlah suatu kondisi
yang terjadi begitu saja. Tata kelola pembangunan, bentuk dan system hokum yang diterapkan
seringkali bertentangan dengan kearifan lokal yang telah dijalankan dari generasi ke generasi,
dan kearifan lokal tersebut telah mampun menjaga keseimbangan tatanan hubungan antara
manusia, alam dan seluruh mahluk dalam lingkup ekolongi.
Setara vs Hegemoni
Pada praktek kearifan lokal kesertaan perempuan dan laki-laki adalah bernilai sama, yaitu semua
dapat berpartisipasi dengan porsi dan posisi sesuai pakem berlaku. Tidak ada yang lebih
berkuasa atau lebih bermartabat melainkan sesuai peran dan tingkatan fungsinya.
Dominan vs Affirmasi
Praktek kearifan lokal merupakan ciri dan karakter asli bangsa Indonesia yang mewarisi
kearifan bersosial berbudaya bagi kesejahteraan bersama. Pada prakteknya perempuan dan laki
memiliki keterikatan atas Leluhur dan Supra Power Yang Maha Kuasa secara langsung
sesuai dengan pengertian dan pemahaman yang bersifat personal. Pada setiap doa dan mantra,
semua peserta upacara/adat kearifan lokal tunduk pada kekuatan Yang Maha Kuasa yang
dipahami struktur bathin Deep Structure
Tidak ada pemisahan: Matter vs Spirit atau Androsentris vs Androgyn
Pada praktek kearifan lokal, biasanya para ibu dan perempuan muda melaksanakan kegiatan
terkait upacara, ataupun adat dengan keikhlasan dan kerelaan serta kebanggaan menjadi bagian
dalam pelaksanaan tradisi. Meskipun ada ancaman misalnya bila tak mengikuti atau hadir
dalam upacara tertentu akan terjadi hal buruk atau bencana
Tidak ada Kuasa vs Peran Laki-laki dan Perempuan
Pada praktek kearifan lokal yang diamati penulis, sesungguhnya tidak ada pembagian kuasa
yang rigid antara perempuan laki-laki. Peran dan fungsi ada disebabkan pola dan pakem yang
telah ditentukan secara turun temurun dan memiliki nilai lebih tersendiri. Ketiadaan petunjuk
tertulis mengenai berbagai praktek kearifan lokal bukanlah bearti tidak ada. Mitos dan legenda
11
adalah bagian dari petunjuk yang bisa diselidiki lebih lanjut, terutama untuk menemukan
berbagai tata cara dan tata kelola yang berjalan dan didasari praktik turun temurun.
Praktek nilai menguntungkan kalangan tertentu vs Menguntungkan semua
Praktek kearifan lokal menempatkan Yang Lebih Tinggi sebagai suatu Yang Tinggi, sehingga
praktek kearifan lokal dipercaya, dilaksanakan. Pada titik ini meskipun sekilas Nampak bahwa
rasionalitas belakangan, believe terlebih dahulu, hal tersebut tetaplah merupakan suatu bentuk
keyakinan atas Kebaikan bersama , Harapan Bersama dan buah dari itu semua adalah kebaikan
bersama dan Kesejahteraan bersama. Praktek ini diantaranya nampak jelas pada acara menjelang
tanam tanaman pangan dan panen.
4. Revitalisasi Kearifan Lokal dan Siasat Penanggulangan Kemiskinan
Kearifan lokal dapat menjadi salah metode bagi penanggulanan kemiskinan dengan melalui
penerapan di masyarakat melalui:
1. Praktek kearifan lokal didukung oleh system resmi pemerintahan baik ditingkat rendah
(Rukun Tetengga, Rukun Warga dst) maupun institusi pemerintahan yang lebih tinggi
2. Praktek yang berlanjut dan mendapat dukungan kalangan akademik maupun praktisi
pemberdayaan masyarakat sehingga praktek yang dilaksanakan dilakukan dengan penuh
berkesadaran dan pengertian yang rasional maupun spiritual
3. Prakek yang sudah ada mendapat dukungan bagi penerapan dan implementasi di
masyarakat melalui legalisasi peraturan daerah berbagai tingkatan, terlebih lagi jika di
daerah telah ada Perda Gubernur yang member ruang bagi pelaksanaan kegiatan
lokal/adat
4. Perlunya kajian mendalam mengenai berbagai bentuk kearifan lokal yang menyertakan
perempuan dan laki-laki, karena sebagaimana premis yang saya ajukan, bahwa apa yang
dipraktekkan sebagai kearifan lokal, apabila membawa ketidak adilan bagi kaum
perempuan, maka hal tersebut bukanlah keasilian dari kearifan lokal itu sendiri,
melainkan modifikasi karena pengaruh luar.
Kearifan lokal yang dipraktekkan diberbagai daerah berikut ini menggambarkan variasi
hubungan antar manusia, alam dan mahluk lainnya:
o Peger Keben, Aceh Tengah Gayo, Nangroe Aceh Darussalam
Pada praktek peger keben setiap pasang suami-istri diwajibkan menanami halaman rumahmya
dengan berabgai jenis palawija singkong, labu kuning, jagung, sayuran dan tanaman buah. Juga
diamanahkan untuk memelihara itik, ikan, dan ayam serta ternak lainnya.16
Dengan adanya peger keben masyarakat Gayo telah mempunyai metode ketahanan pangan
untuk tidak tergantung pada beras. Disamping itu lahan kosong pun dimanfaatkan untuk
menanam tanaman sayur yang bisa dimanfaatkan bersama.
16
12
Empat jenis tanaman yang tidak dimiliki pemilik kebun melainkan milik desa adat
(durian, teep, kemiri dan pangi
Hutan yang mengelilingi desa tidak boleh diambil kayunya, hanya boleh mengambil
ranting atau kayu yang sudah jatuh dari pohonnya atau pohonnya tumbang
17
Anna Lowenhaupt Tsing,Dibawah bayang-bayang Ratu Intan, Proses Marjinalisasi Pada Masyarakat terasing.
Jakarta.Yayasan Obor Indonesia 1998 hal.86
13
Atau contoh kedaulatan pangan seperti yang dipraktekkan di Aceh, dapat ditransformasikan
sebagai pengetahuan yang dapat dipraktekkan di tempat lain.
Adakah perbedaan signifikan tentang cara-cara praktek nilai kearifan lokal yang dilakukan
antara perempuan dan laki-laki, pembagian peran dalam implementasi kearifan lokal. Adakah
perbedaan cara/tindak laki-laki dalam implementasi kearifan lokal sehingga praktek tersebut
dapat dikategorikan diskriminasi (bertentangan dengan CEDAW), dan melanggengkan
pemiskinan perempuan. Adakah Regulasi nasional dan daerah yang memberi peluang untuk
mendorong kelangsungan kearifan lokal tanpa menimbulkan masalah baru terkait wewenang,
dan keuangan. Adalah suatu kerawanan tersendiri bahwa dibanyak daerah kearifan lokal
dipahami hanya sebagai bagian dari, seni, adat dan budaya kalangan masyarakat adat dan hukum
adat, padahal tidak selalu begitu.
Pemiskinan diakibatkan suatu pelaksanakan kerja Negara dan pemerintah Indonesia yang
menempatkan politik ekonomi social budaya yang mengikuti arus wacana global, dan seringkali
bertentangan dengan kearifan lokal. Diantara berbagai ajaran dari warisan leluhur adalah tentang
pentingnya mengedepankan nilai-nilai yang berlaku bagi semua kelas, semua golongan, semua
jenis kelamin, yaitu:
-
Revitalisasi nilai tersebut bukan dan tidaklah harus yang terkait dengan ajaran religi manapun
karena nilai ini telah berjalan dan hidup dimasyarakat Indonesia. Sehingga untuk memulai
kembali kebangkitan perempuan dan melepaskan dari belenggu kemiskinan maka yang perlu
diupayakan adalah kembali kepada posisi dahulu, ketika Indonesia benar-benar nyata tidak
miskin dalam arti ilmu pengetahuan leluhur dahulu telah ada dan mungkin diaplikasikan
kembali untuk membuktikan:
-
Didalam masyarakat terkecil didesa, dimana pola-pola perilaku dan ekspresi-ekspresi kolektif
yang berkembang secara alami sepanjang sejarah masa lampau budaya real akan selalu
menampakkan diri secara lebih jelas dan dominan daripada budaya ideal. Ideal dalam arti norma
baku dalam prilaku kehidupan manusia. Adalah pelajaran bagi perempuan untuk turut merajut
kembali kekuatan perempuan dalam budaya real menjadikan diri sebagai pengemban aktif
14
perubahan ke arah yang lebih baik kesejahteraan seluruh rakyat. Sebagaimana telah saya tulis
dalam Womens Local Culture Preserve National Identity, maka kiranya kearifan lokal dapat
mengejawantah dalam perilaku yang menunjukkan bahwa identitas nasional bangsa Indonesia
apabila tetap diteguhkan dan diejawantahkan akan mampu menghalau pemiskinan. Kiranya
bangsa Indonesia dapat kembali ke jalur aslinya, dari akar budayanya dari apa yang disetujui
bersama para pendiri Bangsa, pada 1945 tentang keadilan dan kemanusian tentang bhinneka
tunggal ika.
Daftar Pustaka
1. John Haba, Revitalisasi Kearifan Lokal: Studi Resolusi Konfrlik di Kalimantan Barat,
Maluku dan Poso., Jakarta: ICIP dan European Commission, 2007.
2. Narayan Deepa and Patti Petesch Agency, Opportuniy Structure and Poverty Escape
in Moving Out of Poverty, Cross Disciplinary Perspectives on Mobility Deepa Narayan
and Patti Petesch, editors.
3. Slamet Muljono,. Tafsir sejarah NagaraKretreligi.,Yogyakarta:LkiS. 2006
4. John Haba, Revitalisasi Kearifan Lokal: Studi Resolusi Konfrlik di Kalimantan Barat, Maluku
dan Poso., Jakarta: ICIP dan European Commission, 2007.
5. Maria Ulfah Subadio, T.O Ihromi ed.., Peranan Kedudukan Wanita Indonesia., Yogyakarta:
Gajah Mada University 1978.
6. Djoko Promono., Budaya Bahari Pemda Sulsel, dinas pariwisata , Jak.Gramedia, 2005
7. P.Robinson, The Modernization of Sex., New York: Harper and Row, 1976.
8. Vandana Shiva, Captive Minds Captive Lives Ethics, Ecology and Patents on Life..New Dehli.
Research Foundation for Science, Technology and Natural Resources Policy. 1995.
Website
1.
2.
3.
4.
http://indonesia.travel/id/destination/477/tana-toraja/article/148/pasar-bolu-dan-pasar-makalejejak-budaya-dan-peradaban-di-pasar-tradisional-toraja
5. http://Kompasiana.com Kearifan lokal peger keben antisipasi krisis pangan
15