Anda di halaman 1dari 14

FATAMORGANA DALAM PERSPEKTIF FISIKA DAN

KEHIDUPAN (ISLAM)
Ita Setyaningsih
15640015/Fisika A
1.

Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, tentunya tidak bisa terlepas dari cahaya.

Cahaya inilah yang membantu dalam proses melihat benda-benda di sekitar kita.
Dan tentunya, kita sebagai manusia telah dibekali karunia yang besar oleh Tuhan
berupa alat penglihatan yang canggih berupa mata. Dengan mata inilah manusia
dapat melihat fenomena-fenomena alam yang indah dan unik atas kuasa Tuhan
alam semesta. Fenomena yang indah dan unik ini misalnya fatamorgana.
Fatamorgana merupakan suatu peristiwa yang dapat diartikan melalui dua
perspektif yang berbeda, diantaranya fatamorgana berdasarkan perspektif fisika
dan fataorgana berdasarkan perspeaktif kehidupan. Diantara fatamorgana dalam
fisika dan kehidupan memiliki makna yang sama dalam artian fatamorgana dapat
diartikan sebagai tipuan belaka.
Tentu dalam kehidupan ini terdapat masalah tentang fatamorgana.
Diantaranya fatamorgana dalam kehidupan sehari-hari yang sering dialami oleh
sebagian besar kalangan manusia, misalnya tidak jarang para nelayan yang sedang
mencari ikan di laut seolah-olah melihat kotak besar yang ada di tengah lautan,
dan ketika di dekati tiba-tiba kotak itu menghilang. Sehingga, para nelayan ini
menyebut kotak tersebut sebagai kotak misterius atau kotak ajaib. Kemudian,
fenomena yang sering terjadi di sekitar kita, saat melakukan perjalanan di siang
hari yang panas, pada saat di perjalanan, mata kita seolah-olah melihat suatu
genangan air yang ada di permukan jalan raya. Tak jarang orang tertipu karena hal
ini, hingga akhirnya ada sebagian orang yang terjatuh di jalan raya karena ingin
menghindari genangan air yang dianggapnya benar-benar nyata. Padahal, jika
difikirkan, pada siang hari yang panas, kalaupun ada air di jalan raya, pastinya air
itu cepat menguap. Kemudian, tak jarang orang yang melakukan petualangan atau
perjalanan di padang pasir merasa kesal karena fenomena ini. Hal ini dikarenakan,
pada saat mereka sudah merasa haus, lapar dan lelah, tiba-tiba didepannya mereka

melihat ada sebuah mata air. Tenyata pada saat didekati, sumber air itu tiba-tiba
menghilang.
Di era sekarang, fatamorgana tidak hanya tertuju pada permasalahan di
tanah lapang dan lautan. Namun, fenomena fatamorgana juga terjadi pada diri
manusia sendiri pada kehidupan di dunia. Manusia dalam menjalankan hidupnya
di dunia, mereka senang mengejar dunia dan melalaikan bahwa kelak ia akan
meninggal dunia. Manusia lupa bahwa ada kehidupan yang mereka jalani saat ini
hanyalah kehidupan yang bersifat sementara. Manusia tinggal di dunia hanya
dalam waktu yang singkat bila dibandingkan dengan kehidupan di akhirat
nantinya. Sehingga, dalam kenyataannya, kehidupan yang kekal kelak adalah
kehidupan di akhirat. Dalam kehidupan dunia inilah manusia sering tertipu pada
sesuatu yang dilihat dengan matanya. Tanpa ia memikirkan sebenarnya, apakah
yang ia lihat. Menurut penelitian yang termutakhir, dijelaskan bahwa, terlalu
memirkan dunia dapat menyebabkan fatamorgana pada diri kita sendiri. Hal ini
dikarenakan semua yang kita lihat itu, sejatinya hanalah berdasarkan sinyal
elektrik yang ditangkap indera penglihatan.
Oleh sebab itu, dalam pembahasan fatamorgana ini, penulis akan
membahas tentang fatamorgana pada alam dengan perspektif fiska dan
fatamorgana dalam kehidupan berdasarkan perspektif kehidupan dan Islam.
Fenomena fatamorgana dalam alam menuntut kita untuk memikirkan apa yang
terjadi di alam ini, pastinya bukanlah hal yang biasa dan ada keistimewaan di
dalamnya. Dan fatamorgana pada alam, bukanlah halusinasi dan khayalan belaka,
namun fatamorgana merupakan fenomena alami yang terjadi dalam alam karena
adanya perbedaan indeks bias pada cahaya dan udara sehingga terjadilah
pembiasan cahaya, sehingga orang tak perlu takut dan cemas lagi ketika melihat
fatamorgana di jalan raya maupun di padang pasir. Sehingga dalam memikirkan
hal ini, kita berusaha untuk menggali lebih dalam lagi ilmu pengetahuan
tentangnya, dan dengan hal ini diharapkan orang lain mampu memahami pula
kejadian alam ini, baik tentang proses terjadinya, penyebab terjadinya dan lain
sebagainya. Selain itu, jika fatamorgana dalam alam saja bisa dipelajari dan
dipecahkan solusinya, maka fatamorgana dalam kehidupan kita juga dapat
ditemukan solusi-solusinya. Sehingga, fatamorgana dalam kehidupan ini

mengajarkan kita agar kita tidak terlalu memikirkan dunia, karena dunia ini
hanyalah khayalan belaka, hanyalah fatamorgana. Sehingga, dalam menjalani
kehidupan ini, kita hendaknya banyak memikirkan hal-hal yang lebih bermanfaat
dan menjadikan dunia sebagai perantara dalam menggapai kehidupan di akhirat
kelak.
2.

Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah proses terjadinya fatamorgana cahaya?
2. Bagaimana cara menghadapi fatamorgana kehidupan?
3. Apa hubungan fatamorgana dalam fisika dengan fatamorgana dalam
kehidupan?

3.
3.1.

Pembahasan
Proses Terjadinya Fatamorgana Cahaya
Fatamorgana merupakan contoh peristiwa yang diakibatkan karena adanya

dispersi cahaya atau pembiasan cahaya yang terjadi pada dua medium yang
berbeda melalui lapisan udara yang memiliki perbedaan temperatur. Sehingga,
sebelum membahas proses terjadinya fatamorgana, maka hendaknya kita
mengetahui terlebih dahulu tentang pembiasan cahaya itu sendiri.
Menurut Giancoli(2001: 256), ketika cahaya melintas dari suatu medium
ke medium lainnya, sebagian cahaya datang dipantulkan pada garis perbatasan
dan sisanya melewati medium yang baru. Jika seberkas cahaya datang dan
membentuk sudut terhadap permukaan (tidak tegak lurus), maka berkas tersebut
akan dibelokkan pada saat memasuki medium yang baru. Pembelokan cahaya
inilah yang disebut dengan pembiasan cahaya. Dalam proses pembiasan ini
terdapat dua berkas yang menjadi objek pembiasan, yaitu cahaya dan medium
merambatnya. Misalnya seperti cahaya yang melintasi medium udara dan gliserin,
maka cahaya yang semula lurus akan dibelokkan karena perbedaan indeks bias
medium.
Menurut Giancoli(2001: 256) laju cahaya pada udara hampa adalah c =
2,99792458 10^8 m/detik, yang biasanya dibulatkan menjadi c = 3,00 10^8
m/detik. Laju ini berlaku untuk semua gelombang elektromagnetik. Dimana,
gelombang elektromagnetik merupakan gelombang yang dapat menembus ruang
hampa. Sehingga, cahaya tampak merupakan salah satu dari gelombang

elektromagnetik. Cahaya memiliki sifat atau karakteristik yang unik, yaitu


memiliki dualisme gelombang. Dualisme gelombang ini berarti cahaya dapat
berupa partikel dan gelombang. Cahaya dapat dikatakan sebagai partikel ketika
cahaya memiliki massa berupa foton. Sedangkan cahaya dikatakan sebagai
gelombang, karena cahaya dapat menembus ruang hampa udara dan cahaya dapat
dibelokkan. Sehingga, penelitian mengenai cahaya sebagai gelombang dan
partikel masih menjadi perdebatan antar ilmuwan fisika hingga saat ini.
Menurut Bueche(2006: 245), pada proses pembiasan cahaya, kita harus
mengetahui berapakah indeks bias suatu medium. Hal ini dikarenakan, agar kita
dapat menentukan cahaya itu dibelokkan ke arah mendekati garis normal atau
menjauh dari garis normal.
Di udara, laju cahaya menjadi lebih kecil. Pada benda transparan lainnya,
seperti kaca dan air, kelajuan cahaya menjadi lebih kecil dibandingkan di ruang
hampa. Perbandingan laju cahaya di udara hampa dengan laju cahaya pada materi
tertentu disebut indeks bias. Indeks bias ini dilambangkan dengan n, sehingga n
dapat dirumuskan dengan (Giancoli, 2001:257) :

Untuk dua medium sembarang, indeks bias relatif medium 1 terhadap medium 2,
adalah (Bueche, 2006 : 245) :

Dimana, n1 dan n2 adalah indeks-indeks absolut kedua medium.


Indeks bias tidak pernah lebih kecil dari 1, hal ini berarti indeks bias n selalu lebih
besar dari 1. Dan nilai indeks bias pada beberapa materi dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.

Tabel indeks bias beberapa medium


Medium
Udara hampa
Udara (pada saat STP)
Air
Alkohol etil
Kaca
Kuarsa lebur
Kaca korona
Api cahaya
Lucite atau pleksiglass
Garam dapur (NaCl)
Berlian
= 589 nm

1,0000
1,0003
1,333
1,36
1,46
1,52
1,58
1,51
1,53
2,42

Menurut Giancoli, cahaya akan merambat lebih lambat pada suatu zat
dibandingkan ketika cahaya merambat pada ruang hampa udara. Hal ini dapat
terjadi karena pada tingkat atomik, maka akan terjadi penyerapan dan pemancaran
kembali cahaya oleh atom-atom dan molekul-molekul pada bahan tersebut.
Misalnya kecepatan perambatan cahaya pada ruang hampa lebih cepat
dibandingkan perambatan cahaya pada air.
Dengan demikian, ketika sinar cahaya ditranmisikan dengan kemiringan
tertentu melalui batas antara dua medium dengan indeks bias yang tidak sama,
sinar tersebut akan dibelokkan. Jika n1 > ni, maka sinar akan membelok mendekati
garis normal. Sedangkan jika n1<ni, maka sinar akan membelok menjauhi garis
normal.
Sudut bias bergantung pada laju cahaya pada kedua media dan pada sudut
datang. Hubungan analitis antara 1 dan 2 ditemukan secara eksperimental pada
sekitar tahun 1621 oleh Willebrord Snell (1591-1626). Hubungan ini dikenal
dengan hukum Snell dan dirumuskan dengan (Giancoli, 2001: 258):
1 adalah sudut datang dan 2 adalah sudut bias, keduanya diukur terhadap
garis yang tegak lurus permukaan antara kedua media. Berkas-berkas datang dan
bias berada pada bidang yang sama, yang juga termasuk garis tegak lurus terhadap

permukaan. Hukum Snell inilah merupakan hukum dasar pembiasan(Giancoli,


2001 : 258).
Hukum pembiasan cahaya menurut Willebord Snellius adalah sinar datang,
garis normal dan sinar bias terletak pada satu bidang datar serta perbandingan
proyeksi sinar datang dengan sinar bias adalah konstan (Abtokhi, 2015 : 46).
Sedangkan hukum pemantulan cahaya menurut Snellius adalah apabila
seberkas cahaya mengenai permukaan bidang datar yang rata, maak akan berlaku
aturan-aturan sebagai berikut :
1. Sinar datang (sinar jatuh), garis normal dan sinar pantul terletak pada
satu bidang datar.
2. Sudut sinar datang (sinar jatuh) selalu sana dengan sudut sinar pantul.
Selain pemantulan dan pembiasan, diperlukan pula pengetahuan sudut
kritis untuk pantulan internal total. Hal ini dikarenakan materi ini merupakan
salah satu faktor terjadinya fatamorgana. Tanpa sudut kritis untuk pantulan
internal total, maka fatamorgana tidak dapat terjadi.
Jika cahaya terpantul keluar sebuah permukaan batas dimana n i < nt,
proses tersebut disebut pantulan eksternal, jika ni > nt, maka proses tersebut
merupakan pantulan internal. Misalnya sinar cahaya melintas dari sebuah medium
dengan indeks bias yang lebih tinggi ke medium dengan indeks bias yang lebih
rendah. Sebagian cahaaya yang akan dibiaskan dan sebagian dipantulkan pada
permukaan batas. Karena t harus lebih besar daripada i, maka merupakan hal
yang mungkin untuk membuat i cukup besar t = 90. Nilai i inilah yang
disebut titik kritis c. Untuk i lebih besar daripad c, maka tidak akan ada
pembiasan. Sehingga, semua cahaya dipantulkan kembali ke medium semula
(Giancoli, 2001 : 259).
Syarat terjadinya pantulan internal total adalah i melebihi sudut kritis c,
dimana (Bueche, 2006: 245-246):
atau
Karena sinus suatu sudut tidak mungkin lebih besar daripada satu, maka
hubungan ini membuktikan bahwa pantulan internal total dapat terjadi jika ni>nt.
Dengan demikian, kita dapat menentukan proses terjadinya fatamorgana
cahaya. Proses fatamorgana berawal dari adanya perbedaan kerapatan antara

udara dingin dan udara panas. Menurut Udara dingin ini berasal dari atmosfer dan
udara sedangkan udara panas berasal dari pancaran sinar matahari. Udara dingin
memiliki kerapatan atau densitas yang lebih berat dan pekat dibandingkan udara
panas. Kemudian, lapisan udara yang panas yang ada di dekat tanah ataupun aspal
akan terperangkap oleh lapisan udara dingin di atasnya dalam udara. Setelah itu,
cahaya di biaskan ke arah garis horisontal pandangan dan akhirnya berjalan ke
atas karena pengaruh internal total. Sehingga cahaya berjalan di dalam medium
yang memiliki indeks bias tinggi seperti tanah, kaca, aspal ke medium yang lebih
rendah seperti udara. Akibatnya, bayangan dengan sifat semu dan terbalik akan
membentuk fatamorgana.
3.2.

Cara Menghadapi Fatamorgana Kehidupan


Terdapat beberapa masalah tentang fatamorgana yang nyata dalam

kehidupan di bumi ini, yang kebanyakan tanpa disadari oleh manusia. Kita hidup
di bumi ini dikelilingi oleh benda-benda luar angkasa lainnya seperti matahari,
bulan, bumi, planet-planet lain, bintang, asteroid dan lain-lain. Tentunya bendabenda langit ini selalu bergerak dengan gerakan dinamis dan ukuran mereka tentu
tidak sedikit yang melebihi besarnya bumi. Meskipun ketika kita melihat bendabenda itu dari bumi, benda-benda langit itu terlihat kecil. Hal ini dikarenakan,
benda-benda langit itu jaraknya terlalu jauh dari bumi, sehingga bintang-bintang
yang kita lihat dari bumi, sebenarnya memiliki ukuran yang jauh lebih besar dari
bumi(Yahya, 2005 : 8).
Menurut Yahya (2004: 8) terdapat kesetimbangan yang luar biasa dalam
seluruh gerakan dinamis ini dan hal tersebut mengungkapkan bahwa kehidupan di
bumi berlandaskan pada keseimbangan yang sangat cermat. Pergeseran yang
sangat sedikit pun pada orbit benda-benda langit, bahkan hanya beberapa
milimeter, dapat membawa akibat yang sangat serius. Sehingga, pemikiran kita
yang menganggap bahwa kita hidup di bumi ini aman, stabil dan aman hanyalah
fatamorgana belaka. Hal ini berarti, dalam sistem tata surya ini, kecelakaan di luar
angkasa dapat terjadi kapan pun. Tentunya kita saat ini tengah menghadapi
ancaman akan bahaya besar yang ada di alam semesta ini. Keteraturan alam

semesta ini dengan jumlah tabrakan yang kita tahu hampir dapat diabaikan,
sehingga kita dikelabui oleh suatu lingkungan yang sempurna, stabil dan aman.
Dengan demikian, dalam menjalani kehidupan ini, hendaknya kita harus
selalu berhati-hati kapanpun dan dimanapun. Hal ini dikarenakan, kita hidup di
bumi yang menurut kita tenang, damai, stabil dan aman, hakikatnya dalam
kenyataannya adalah tidak benar seperti itu adanya. Sehingga, kita hendaknya
selalu berusaha untuk memperbaiki diri dan meningkatkan iman kita serta lebih
mendekatkan diri kepada Allah. Hakikatnya, semua yang diciptakan di muka bumi
ini ditakdirkan untuk musnah. Inilah sifat kehidupan duniawi yang sebenarnya,
yang harusnya manusia pahami. Di dalam Al Quran, manusia dibimbing ke jalan
yang benar melalui ayat-ayat-Nya. Allah telah berulang kali mengingatkan
manusia akan sifat fana dunia ini, memanggil kita kepada kejernihan pikiran dan
kesadaran kita, agar kita tidak tertipu oleh dunia yang fatamorgana ini. Tentu saja,
dimanapun kita tinggal, kita semua rentan terhadap dampak-dampak yang
menghancurkan dari dunia ini. Dunia yang dikelilingi oleh segala keindahan yang
tentunya memikat hati.Tidak ada pertolongan, kecuali pertolongan dari Allah.
Dalam Al Quran, disebutkan dalam sebuah ayat tentang fatamorgana
kehidupan. Yaitu yang dijelaskan dalam Al Quran surat An Nuur ayat 39:
Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana
fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang
yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya
sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisiNya, lalu Allah
memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah
sangat cepat perhitungan-Nya.
Materialisme menawarkan fatamorgana bagi manusia, ketika manusia
menemukan jalan keluar ke materialisme, mereka mendapatkan filsafatnya bukan
sesuatu, melainkan hanyalah bayangan semu. Allah menipu mereka dengan
fatamorgana keindahan materialisme, benda-benda mewah, sehingga mereka
mengesani kesan sebagai suatu kemutlakan. Materialisme disini bisa dikatakan
sebagai kekayaan. Dengan kekayaan ini, kebanyakan dari mereka lalai akan
perintah Tuhannya untuk beribadah kepada-Nya setelah ia mendapatkan
kebahagiaan dunia dengan segala harta yang telah ia dapatkan. Menurut

Qayyim(2004 : 253)

kenikmatan yang dirasakan dari kekayaan adalah

kenikmatan fatamorgana atau kelezatan hewani, karena sang pemilik harta merasa
nikmat dalam mengumpulkan dan mencari hartanya. Itulah kelezatan fatamorgana
dan khayalan belaka. Dan jika ia menikmati harta yang ia belanjakan untuk
pemenuhan syahwatnya, maka itu adalah kenikmatan hewani. Tapi, kenikmatan
ilmu adalah kenikmatan akal dan rohani. Ia mirip dengan kenikmatan dan
kegembiraan para malaikat. Perbedaan antara kedua kenikmatan itu amatlah
mencolok.
Dengan demikian, manusia dapat menghadapi fatamorgana kehidupan
semacam ini dengan menambah rasa syukur kita terhadap segala nikmat yang
telah Allah SWT yang telah diberikan kepadanya. Dalam penjelasan
fatamorgananya suatu materi, Yahya(2004:148) menjelaskan melalui dua filsuf
terkenal yaitu B. Rusell dan L. Wittgeinstein, mengungkapkan pemikiran mereka
tentang fakta penting tentang materi apakah benar adanya sebagai berikut:
Sebagai contoh, apakah sebuah jeruk benar-benar ada atau tidak dan
bagaiaman buah ini menjadi ada tidak bisa dipertanyakan dan diselidiki.
Sebuah jeruk hanya terdiri dari rasa yang dikecap lidah, aroma yang
dicium hidung, warna dan bentuk dilihat mata; dan hanya sifat-sifat inilah
yang dapat dijadikan bahan pengujian dan penelitian. Ilmu pengetahuan
tidak pernah tahu dunia fisik.
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat dikatakan bahwa buah hanyalah
interpretasi sinyal-sinyal listrik oleh otak. Dunia luar yang terbentuk dalam otak
manusia hanyalah sebuah respon yang diciptakan oleh sinyal-sinyal elektris.
Dengan begitu, sebenarnya kita mempercayai keberadaan objek-objek karena kita
melihat dan menyentuhnya, dan objek-objek ini direfleksikan kepada kita oleh
persepsi kita. Sebagian orang tidak sadar mempermainkan diri sendiri saat
membanggakan kekayaan dan rumahnya, perusahaannya dan hal-hal yang dapat
mereka banggakan, mereka berusaha memiliki sesuatu yang ia inginkan, kekayaan
yang ditimbun dengan tamak, kedudukan yang tinggi yang mereka banggabanggakan sehingga dikerahkan segala upaya dan waktu yang dihabiskan untuk
mencapai itu semua, tanpa mereka sadari sesungguhnya mereka tidak dapat
bersentuhan langsung dengan asli dari itu semua.
Ketika menyadari kenyataannya, cara orang menanggapi kejadiankejadian duniawi yang dialaminya pasti membuatnya malu, karena mereka

mengjar hal yang tidak pasti. Sehingga, dalam menjalani kehidupan ini,
hendaknya manusia selalu mengamati keadaan sekitar dan memikirkan segala
penciptaan yang telah Allah karuniakan. Dan hendaknya, lebih banyaklah
mengingat mati, karena kehidupan yang kekal dan nyata adalah kehidupan di
akhirat kelak.
3.3.

Hubungan

Fataorgana

dalam

Fisika

dengan

Fatamorgana

dalam

Kehidupan
Berdasarkan ilmu fisika, fatamorgana merupakan contoh peristiwa yang
diakibatkan karena adanya dispersi cahaya atau pembiasan cahaya yang terjadi
pada dua medium yang berbeda melalui lapisan udara yang memiliki perbedaan
temperatur. Sehingga, sebelum membahas proses terjadinya fatamorgana, maka
hendaknya kita mengetahui terlebih dahulu tentang pembiasan cahaya itu sendiri.
Sebagai contoh nyata dalam kehidupan adalah ketika seseorang melihat
suatu genangan air yang berada di jalan raya pada siang hari yang panas.
Fatamorgana ini memberikan tipuan nyata pada indra penglihatan manusia yang
seakan-akan melihat genangan air, namun ketika di dekati genangan air itu
hanyalah ilusi belaka.
Dalam kehidupan nyata, sebenarnya dunia ini hanyalah kumpulan citra
yang diciptakan untuk menguji manusia. Manusia diuji sepanjang hidupnya yang
terbatas dengan persepsi-persepsi yang tidak mengandung realitas. Persepsipersepsi inilah yang sengaja dihadirkan Allah secara menggoda dan memikat.
Fakta ini diungkapkan dalam Al Quran(Yahya, 2004:256 :
Dijadikan indah pada (pandangan) kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali
yang baik(surga). (QS. Ali Imran :14).
Dalam kehidupan nyata, sering manusia menganggap bahwa yang ada di
depan matanya adalah hal nyata yang hakiki. Namun, hakikatnya segala yang
dimiliki manusia, yang dilihat,didengar, dicium, diraba dan rasakan oleh manusia
di dunia ini sebenarnya adalah dunia luar imajiner yang diproyeksikan kepada

manusia dalam bentuk sinyal-sinyal elektrik pada otak. Sehingga dapat dikatakan
bahwa kehidupan manusia hanyalah ilusi belaka, dimana ilusi ini berarti tipuan
belaka yang dapat dikatakan juga sebagai fatamorgana.
Sebagian orang tidak terlalu menghiraukan agamanya karena terlalu sibuk
memikirkan dunia. Hal ini dikarenakan adanya daya tarik dunia seperti kekayaan,
harta, perhiasan, urusan duniawi, kedudukan (pangkat atau title), jabatan, status
sosial yang tinggi, kekuasaan dan hampir semua yang berbentuk kemakmuran
yang mereka miliki atau mereka usahakan untuk memilikinya. Mereka telah
tertipu oleh wajah dunia yang indah dan cantik serta gemerlap ini, sehingga ia
terkadang lalai dalam sholatnya karena sibuk bekerja, lupa memberi sedekah
kepada kaum miskin yang membutuhkan, dan enggan untuk melakukan ibadahibadah sunah yang nantinya akan membuat mereka bahagia di hari akhir. Sebagian
besar mereka mengatakan, Masih ada yang harus saya kerjakan, Saya masih
memiliki cita-cita yang harus saya kejar, Saya masih punya tanggung jawab
lain, Saya lakukan nanti saja, hingga mereka akhirnya lalai dalam ibadahnya.
Mereka mengisi hidup ini dengan berusaha untuk bahagia di dunia ini saja, hingga
melupakan bahwa kehidupan yang kekal adalah di akhirat kelak. Dalam suatu ayat
di Al Quran dikatakan bahwa, Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari
kehidupan dunia, sedang mereka lalai tentang (kehidupan) akhirat. (QS. Ar
Ruum : 7).
Hubungan fatamorgana dalam fisika dan kehidupan (Islam) dijelaskan
dalam ayat Al Quran di bawah ini:



{39}
Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana
fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang
dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu
apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisiNya, lalu Allah
memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah
sangat cepat perhitungan-Nya. (QS. An Nuur: 39).
Berikut ini adalah tafsir ayat 39 Al Quran surat An Nuur ayat 39
berdasarkan tafsir Jalalain, (Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka

adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar) lafal Qii'ah adalah bentuk jamak
dari lafal Qaa'un, yakni padang sahara yang datar. Yang dimaksud dengan lafal
Saraabun adalah pemandangan yang tampak di kala matahari sedang terikteriknya yang rupanya mirip seperti air yang mengalir, atau lazim disebut
fatamorgana (ia disangka) diduga (oleh orang yang kehausan) yaitu orang yang
dahaga (air, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apa
pun) apa yang disangkanya itu, demikian pula halnya orang kafir, ia menduga
bahwa amal kebaikannya seperti sedekah, yang ia sangka bermanfaat bagi dirinya,
tetapi bila ia mati kemudian ia menghadap kepada Rabbnya, maka ia tidak
mendapati amal kebaikannya itu. Atau dengan kata lain amalnya itu tidak
memberi manfaat kepada dirinya. (Dan ia mendapatkan Allah di sisinya) yakni di
sisi amalnya (lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan
cukup) Allah memberikan balasan amal perbuatannya itu hanya di dunia (dan
Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya) di dalam memberikan balasan-Nya.
Sehingga, jelas bahwa konsep fatamorgana telah dijelaskan di dalam
firman-Nya. Bahkan dalam ayat ini, dijelaskan dua penjelasan sekaligus tentang
fatamorgana. Yaitu fatamorgana menurut kejadian alam dan fatamorgana dalam
kehidupan nyata di dunia. Fatamorgana menurut kajian ilmu fisika sesuai dengan
yang dijelaskan dalam firman Allah di atas. Sehingga hal ini sesuai dengan teori
pada pembahasan awal yang telah membahas fenomena fatamorgana dalam
kehidupan sehari-hari yang terjadi karena proses alam, seperti halnya fatamorgana
yang terjadi pada gurun pasir atau tanah lapang atau jalan raya pada siang hari
yang terik. Fenomena ini terjadi karena adanya peristiwa pembiasan cahaya yang
dikarenakan perbedaan medium yang dilewati oleh cahaya tersebut, sehingga
cahaya dibelokkan.
Berdasarkan ayat ini, fatamorgana merupakan gambaran amal-amal orang
kafir. orang-orang kafir mengira bahwa amal kebaikannya seperti sedekah akan
memberi manfaat kelak di akhirat baginya, namun dalam kenyataannya setelah ia
mati kemudian ia mengahadap Tuhannya, maka ia tidak mendapati amal
kebaikannya yang telah ia kerjakan semasa ia hidup. Sehingga semua amal
baiknya didunia tidak memberi manfaat untuknya disisi Allah. Hal ini
dikarenakan Allah memberikan balasan amal perbuatannya hanya di dunia.

Dengan demikian, perumpamaan laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang


disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia
tidak mendapatinya sesuatu apapun adalah benar.
4.
4.1.

Penutup
Kesimpulan
Fatamorgana terjadi karena adanya perbedaan kerapatan antara udara

dingin dan udara panas. Udara dingin memiliki kerapatan atau densitas yang lebih
berat dan pekat dibandingkan udara panas. Setelah itu, cahaya di biaskan ke arah
garis horisontal pandangan dan akhirnya berjalan ke atas karena pengaruh internal
total. Sehingga cahaya berjalan di dalam medium yang memiliki indeks bias
tinggi ke medium yang lebih rendah seperti udara. Akibatnya, bayangan dengan
sifat semu dan terbalik akan membentuk fatamorgana.
Cara menghadapi fatamorgana dalam kehidupan dapat dilakukan dengan
menambah iman dan taqwa, menambah rasa syukur atas nikmat yang telah Allah
berikan. Kemudian menambah ilmu pengetahuan tentang agama, agar tidak tertipu
oleh keindahan dunia yang fana. Dan memikirkan dan merenungkan tentang
segala ciptaan Allah agar menambah rasa syukur kita terhadap nikmat Allah.
Hubungan fatamorgana dalam fisika dengan fatamorgana dalam kehidupan
adalah sama-sama membahas tentang tipuan, baik tipuan penglihatan cahaya oleh
mata dalam perspektif fisika dan tipuan dunia yang nyata dalam perspektif
kehidupan.

4.2.

Saran
Seharusnya dalam menjalani kehidupan ini manusia lebih banyak

mengingat kematian agar tidak hanyut dalam fatamorgana kehidupan. Dan dalam
kehidupan ini manusia lebih menyadari bahwa segala sesuatu yang mereka miliki
suatu saat hakikatnya akan kembali kepada Sang Pencipta.
5.

Daftar Rujukan

Abtoki, Ahmad dan Kusairi. 2015.Petunjuk Dasar Praktikum Fisika Dasar II :


Malang : UIN Malang..
Bueche, Frederick J dan Eugene Heckt. Schaumss Outline of Fisika Universitas.
Terjemahan Refina Indriasari. 2006. Jakarta: Erlangga.
Giancoli, Douglas C. Fisika (jilid 2). Terjemahan Yuhilza Hanum dan Irwan
Arifin. 2001. Jakarta: Erlangga.
Hidayat, Dani. Tafsir Jalalain (aplikasi offline).

http://www.maktabah-

alhidayah.tk. Tasikmalaya.

Qayyim, Ibnu. Kunci Kebahagiaan. Terjemahan Abdul Hayyie al-Katani, dkk.


2004. Jakarta:Akbar Media Eka Sarana.
Yahya, Harun. Atlas Penciptaan (online). Terjemahan Erich H. Ekoputra.____.
(http://id.harunyahya.com/id/Buku/5468/atlas-penciptaan), diakses tanggal
12 Mei 2016.
Yahya, Harun. Fakta-Fakta yang Mengungkap Hakikat Hidup. Terjemahan Tina
Rakhmatin dan Vani Diana Puspasari. 2004. Bandung : Dzikra.

Anda mungkin juga menyukai