Anda di halaman 1dari 9

Kasus Pajak PT ARTA GEDUNG

Oleh Andreas Ricardo, Felicia Joe, Indah Dwi Pratiwi, Irene Tamara,
Muhamad Ramadhan, Novani Karina

Dari gambaran umum usaha PT ARTA GEDUNG, anda diminta memberikan


penjelasan tentang perpajakannya, yaitu hal-hal yang harus diperhatikan dalam
pelaporan dan perhitungan: PPN dan Pajak Daerah.
Dari kasus di atas, diketahui
Arta gedung memiliki gedung 16 lantai yang terbagi atas jasa sewa untuk
perkantoran-pertokoan (4000 meter persegi) dan hotel (ballroom yang memberikan
jasa katering dan dekorasi, parkir, kolam renang, gym, futsal, restoran)
Undang-undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Petambahan Nilai dan Atau
Penjualan atas Barang Mewah
1. Pasal 1 ayat 6&7 : Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian jasa
yang dikanai pajak berdasarkan Undang-undang ini.
2. Pasal 7 ayat 1 : Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10%
PERHITUNGAN : Pasal 8A ayat 1
Tarif 10% x DPP (Nilai jual, penggantian, nilai beli, dll)
-

Jasa untuk hotel dan jasa yang diberikan (ballroom yangmemberikan jasa katering dan
dekorasi, jasa parkir, kolam renang, gym, futsal,
restoran), tidak dikenai PPN, sesuai dengan pasal 4A ayat 3 yaitu jasa perhotelan, jasa
penyediaan tempat parkir, jasa katering.
Menghindari pajak berganda, karena akah dihitung sebagai pajak daerah.

Usaha sewa ruang perkantoran dan pertokoan.


Dasar pengenaan pajak sewa ruang perkantoran, pertokoan adalah total luas gedung
perkantoran dan pertokoan dikurang gerai cinderamata milik PT ARTA GEDUNG
dikali harga rata-rata sewa / m2 yaitu Rp150.000,- dan dikali dpp yaitu 10%.
= (4000 400) x Rp150.000 x 10%
= Rp54.000.000,-

Usaha gerai cinderamata


Surat Direktur Jenderal Pajak No. S 795/PJ.53/1994 mengenai PPN atas pemakaian
sendiri Jasa Kena Pajak.Sewa dengan pihak lain berdasarkan tariff terendah di luar
pemakaian sendiri.

Jasa Cleaning Service


Untuk jasa cleaning service merupakan jenis jasa yang tidak dikenai PPN karena
termasuk jasa tenaga kerja (pasal 4A ayat 3).

Pelaporan
-

Pajak Masukan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan yang
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan (9).
Pajak masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam
Masa Pajak yang sama.
PPN yang telah dibayarkan oleh PT Arta Gedung, dilaporkan dalam SPT Massa PPN
dan PPnBM maksimal akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan
sebelum SPT Masa PPN disampaikan

Pajak Daerah (Tarif ditentukan daerah)


-

PPh atas jasa hotel.


Tarif 10% x DPP (Jumlah yang dibayarkan kepada hotel)

Jasa Parkir
Tarif maks 30% x iuran parkir
Penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik
yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai
suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi
kendaraan bermotor yang memungut bayaran.

Fasilitas berupa gym dan futsal


Pajak hiburan, maks 75%.

Jasa restoran
tarif maksimal 10% dikalikan dengan Dasar Penerimaan Pajak restoran, yakni jumlah
pembayaran atau jumlah yang seharusnya diterima.

Nomor 1
Pada tanggal 05 Januari, PT ARTA GEDUNG menjual alat cindera mata sebanyak 1.000 unit
@ Rp5.000.000 kepada Tuan BODONG, barang tersebut terkena PPnBM 20%. Kemudian
pada tanggal 05 Maret, Tuan BODONG menyatakan dia hanya mau membayar 80% dari
pembelian tersebut, karena saat itu ada masalah keuangan dan PT ARTA GEDUNG
menyetujui karena Tuan BODONG merupakan langganan lama.
Staf akuntansi PT ARTA GEDUNG tidak paham bagaimana perlakuan faktur
pajaknya? Diperbaiki atau tidak? Mereka menanyakan kepada Anda dan peraturan
mana yang mengaturnya ?
Dalam kasus tersebut terjadi perubahan nominal pembayaran transaksi penjualan yang
seharusnya dibayar 100% namun malah dibayar 80%, sehingga PT ARTHA GEDUNG harus
melakukan perbaikan faktur pajak.
Hal ini diatur dalam pasal 5A UU PPN yang berisikan :
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan dapat dikurangkan dari Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
yang terutang dalam Masa Pajakterjadinya pengembalian Barang Kena Pajak tersebut.

Sehingga jelas sekali pda UU Pasal 5A ayat 1 telah diatur jika PPN dan PPnBM dapat
dikurangkan jika terjadi pengembalian.
Namun pada kasus Tuan BODONG tidak melakukan pengembalian atau retur, sehingga nilai
dari PPN dan PPnBM terkait transaksi ini tidak dapat dikurangkan. Hal ini juga berdampak
pada tidak adanya perubahan pada pajak keluaran oleh PT ARTHA GEDUNG.
Pada kasus ini tuan BODONG hanya mau membayar 80% dari jumlah pembelian yang
dilakukan sehingga ada piutang tak tertagih, diasumsikan penghapusan ini telah sesuai
dengan persyaratan Undang Undang Pajak Penghasilan pasal 6 ayat 1 huruf h, bahwa piutang
yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, yaitu :
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktur
Jenderal Pajak
c. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah
yang menangani piutang negara atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/ pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;atau telah
dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari
debiturbahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.
kita juga harus melihat pada Peraturan Pemerintah No. 143 tahun 2000 Pasal 7 ayat 1
yang menjelaskan bahwa :
Penghapusan piutang tidak mengakibatkan dilakukan penyesuaian Pajak yang telah
dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual atau Pengusaha Kena Pajak pemberi jasa, dan
tidak mengakibatkan dilakukan penyesuaian Pajak yang telah dikreditkan atau yang telah
dibebankan sebagai biaya oleh Pengusaha Kena Pajak pembeli atau Pengusaha Kena Pajak
penerima jasa. Berdasarkan pada peraturan tersebut, maka jika telah terjadi piutang yang
tidak tertagih sebesar 20% yang diajukan oleh tuan BODONG, maka tidak mengakibatkan
dilakukan penyesuaian Pajak yang telah dikreditkan atau yang telah dibebankan, serta tidak
mempengaruhi pajak keluaran dari PT ARTHA GEDUNG.
Pada Peraturan nomor PER - 24/PJ/2012 pasal 15 juga memperlihatkan contoh penyebab
timbulnya faktur pajak yang dilakukan pembetulan atau penggantian Atas Faktur Pajak yang
rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan
yang lengkap, jelas, dan benar. Pada kasus tidak terdapat kejadian yang dimaksudkan pada
peraturan ini, sehinggan tidak diperlukannya penerbitan faktur pajak pengganti. Jika memang
transaksi yang dilakukan tuan BODONG telah memenuhi semua syarat akan pembetulan
faktur pajak, maka harus mengikuti tata cara pembetulannya. Tata Cara Pembetulan SPT
Masa PPN Terkait Dengan Penggantian Faktur Pajak Sesuai dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 diatur bahwa dalam hal terdapat penggantian
Faktur Pajak, maka:
1. Faktur Pajak Pengganti tetap menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang sama dengan
Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti, sedangkan tanggal Faktur Pajak Pengganti diisi
dengan tanggal pada saat Faktur Pajak Pengganti dibuat.
2. Faktur Pajak Pengganti dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak yang sama
dengan Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang dilakukan penggantian dengan
mencantumkan nilai dan/atau keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya setelah
penggantian.

3. Pelaporan Faktur Pajak Pengganti pada SPT Masa PPN harus mencantumkan Kode dan
Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti pada kolom yang telah ditentukan

Nomor 2
Pada 10 januari, Pabrik BATIK TOP (PKP) menjual produk batik (400 unit @ Rp5.000.000)
ke PT Arta Gedung secara konsinyasi.
Tanggal 20 april, Pabrik Batik TOP mengumumkan bahwa atas produk batik yang masih
tersisa (belum terjual) dimana di PT Arta Gedung masih terdapat sebanyak 200 unit, harga
satuannya diturunkan menjadi Rp 2.000.000/ unit. Namun untuk produk batik yang sudah
terjual harus dilunasi dan komisi 20% untuk PT Arta Gedung langsung diperhitungkan.
Atas hal ini staf akuntansi PT Arta Gedung tidak paham bagaimana dengan perlakuan
faktur pajaknya? diperbaiki atau tidak? Mereka menanyakan kepada anda dan
peraturan mana yang mengaturnya?
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 1A Ayat (1) huruf g : Yang
termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan Barang Kena
Pajak secara konsinyasi.
Dalam penjelasannya disebutkan bahwa dalam hal penyerahan secara konsinyasi, PPN yang
sudah dibayar pada waktu Barang Kena Pajak (BKP) yang bersangkutan diserahkan untuk
dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan
BKP yang dititipkan tersebut. Sebaliknya, jika BKP titipan tersebut tidak laku dijual dan
diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik BKP, Pengusaha yang menerima titipan
tersebut dapat menggunakan ketentuan mengenai pengembalian BKP (retur)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5A Undang-undang ini.
Pada Penjelasan Pasal 5A ayat 1 menyatakan bahwa dalam hal Barang Kena Pajak yang
diserahkan ternyata dikembalikan (retur) oleh pembeli, Pajak Pertambahan Nilai dari Barang
Kena Pajak yang dikembalikan tersebut mengurangi Pajak Keluaran oleh Pengusaha Kena
Pajak penjual dan mengurangi:
a. Pajak Masukan dari Pengusaha Kena Pajak pembeli, dalam hal Pajak Masukan atas Barang
Kena Pajak yang dikembalikan telah dikreditkan;
b. biaya atau harta bagi Pengusaha Kena Pajak pembeli, dalam hal pajak atas Barang
Kena Pajak yang dikembalikan tersebut tidak dikreditkan dan telah dibebankan
sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta
tersebut; atau
c. biaya atau harta bagi pembeli yang bukan Pengusaha Kena Pajak dalam hal pajak atas
Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut telah dibebankan sebagai biaya atau telah
ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut.
PT Arta Gedung dalam transaksi ini berperan sebagai Pengusaha Kena Pajak pembeli
Perlakuan Faktur Pajak untuk transaksi 10 januari
Untuk transaksi tanggal 10 januari, faktur pajak dibuat pada saat terjadi penyerahan BKP.
PPN dibayarkan oleh PT Arta Gedung sejumlah 10% dari harga pokok.
Dengan asumsi PPN dikreditkan oleh PT Arta Gedung, perhitungan PPN belum
termasuk dalam harga jual dan komisi belum termasuk dalam harga jual, maka
perhitungan PPN yang dapat dikreditkan oleh PT Arta Gedung adalah

PPN = (10% x Rp 5.000.000)


PPN = Rp 500.000
Jurnal PT Arta Gedung
Consigment Goods

Rp 2.000.000.000 (5.000.000 x 400 unit)

PPN Masukan

Rp 200.000.000 (500.000 x 400 unit)

Account Payable

Rp 2.200.000.000 (5.500.000 x 400)

Untuk transaksi yang terjadi pada 20 April, perlu adanya pembetulan faktur pajak.
Sesuai dengan UU Nomor 42 tahun 2009 Pasal 13 ayat 8, jika terjadi kesalahan dalam
penghitungan PPN pada faktur pajak dapat dilakukan pembuatan atau penggantian Faktur
Pajak yang diatur dalam PMK 151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara
Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak. Serta diatur dalam Peraturan DJP PER
24/PJ/2012 yang diubah menjadi PER 8/PJ/2013 tentang bentuk, ukuran, tata cara pengisian
keterangan, prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan, tata cara pembetulan atau
penggantian, dan tata cara pembatalan faktur pajak.
Penggantian atau pembetulan faktur pajak ini dapat dilakukan oleh PT Arta Gading karena
terdapat perubahan harga barang akibat berkurangnya kualitas Barang Kena Pajak yang wajar
sehingga menyebabkan perhitungan PPN Masukan PT Arta Gading salah. Penerbitan faktur
yang baru dimungkinkan karena BKP tersebut belum dijual.
Perhitungan nilai barang konsinyasi yang belum terjual di PT Arta Gedung berubah
menjadi:
Rp 2.000.000 x 200 unit = Rp 400.000.000
Untuk 200 unit batik yang belum terjual, PPN Masukan berubah menjadi:
Rp 400.000.000 x 10% = Rp 40.000.000
Oleh karena itu PT Arta Gading harus mengurangi PPN Masukannya sebesar Rp 60.000.000
Jurnal Koreksi
Account Payable

Rp 660.000.000

Consigment Goods

Rp 600.000.000

PPN Masukan

Rp 60.000.000

Jurnal atas pendapatan komisi barang terjual


Cash

Rp 200.000.000
Commision Revenue

Rp 200.000.000 (20% x Rp 1.000.000.000)

Nomor 3
Untuk memindahkan barang-barang antik yang diimpor dari Jepang ke hotel di Jakarta, PT
ARTA GEDUNG menunjuk PT FORT TRANSFORT, perusahaan yang bergerak di bidang
freight forwarding, untuk mengurus perpindahan barang-barang tersebut dari Tokyo. Untuk
pengurusan pengepakan barang di Tokyo dan pengiriman sampai di Pelabuhan Tanjung Priok,
PT FORT TRANSFORT meminta bantuan pada FUJI Inc. yang berkedudukan di Jepang.
Atas pekerjaan tersebut, FUJI Inc. akan menagih kepada PT FORT TRANSFORT sebesar
Rp200.000.000. Sesuai kesepakatan dengan PT ARTA GEDUNG, PT FORT TRANSFORT
akan meminta penggantian kepada PT ARTA GEDUNG ditambah supervision fee sebesar
15% dari fee FUI Inc. Sedangkan fee PT FORT TRANSFORT atas pekerjaan pengurusan
barang dari Pelabuhan Tanjung Priok sampai ke lokasi hotel PT ARTA GEDUNG, nilainya
sebesar Rp250.000.000, termasuk biaya penempatan tapi belum termasuk pajak. Nilai barang
tersebut seluruhnya ada 100 unit dengan harga pembelian rata-rata Rp15.000.000 / unit.
Anda diminta untuk menjelaskan bagaimana perlakuan PPN atas transaksi tersebut,
termasuk transaksi dengan FUJI Inc. (pertimbangkan jika ada tax treaty antara
Indonesia dengan Jepang).
Pajak yang berkaitan dengan kasus tersebut adalah PPN dan Tax Treaty antara Indonesia dan
Jepang. Pasal Tax Treaty antara Indonesia dan Jepang adalah :

Pasal 8
1. Keuntungan yang diperoleh dari pengoperasian kapal laut atau pesawat udara dalam jalur
lalu lintas internasional oleh perusahaan dari suatu Negara, hanya dikenakan pajak di Negara
itu.
2. Ketentuan-ketentuan ayat 1 juga berlaku bagi keuntungan yang diperoleh karena ikut serta
dalam suatu gabungan perusahaan-perusahaan, suatu usaha kerjasama atau suatu keagenan
usaha internasional, tetapi hanya sebesar keuntungan yang seimbang dengan penyertaan
dalam usaha kerjasama itu
Pasal 23
1. Tunduk kepada perundang-undangan Jepang mengenai kelonggaran sebagai suatu
pengurangan terhadap pajak di Jepang, yaitu pajak yang dibayar di Negara lain di luar Jepang
a. Jika penduduk Jepang memperoleh pendapatan dari Indonesia dan pendapatan itu
dikenakan pajak di Indonesia sesuai dengan ketentuan-ketentuan Persetujuan ini, maka
jumlah pajak yang dibayar atas pendapatan itu akan diperhitungkan dengan pajak terhutang

yang dikenakan di Jepang terhadap penduduk itu.Bagaimanapun jumlah pajak yang


diperhitungkan itu tidak akan melebihi jumlah pajak yang dikenakan di Jepang atas bagian
pendapatan itu.
b. Jika pendapatan itu berupa dividen yang dibayarkan oleh suatu badan yang berkedudukan
di Indonesia kepada suatu badan yang berkedudukan di Jepang dan yang memiliki tidak
kurang dari 25% dari hak suara dari badan yang membayar dividen atau dari seluruh saham
yang dikeluarkan oleh badan itu, maka pajak yang dibayar di Indonesia oleh badan yang
memberikan dividen itu akan diperhitungkan.
*Transfer Uang kepada PT Arta Gedung kepada PT FORT
Service PT FUJI
Supervision Fee PT FUJI
PPN Masukan
Cash

Rp 200.000.000
Rp 30.000.000
Rp 23.000.000
Rp 253.000.000

Service Expense PT FORT


PPN Masukan
Cash

Rp 250.000.000
Rp 25.000.000
Rp 275.000.000

*Transfer Uang kepada PT FORT kepada PT FUJI


Service PT FJ
Japanese Tax (38%)
Cash

Rp124.000.000
Rp 76.000.000
Rp 200.000.000

Nomor 4
PT Arta Gedung membayar biaya pemasangan iklan kepada PT Aslan Maskhadov Sebuah
perusahaan periklanan sebesar Rp 210.000.000 PT Aslan Maskhadov memasang iklan PT
Arta Gedung di stasiun televisi Siaran Melayu yang berkedudukan di Malaysia. Iklan tersebut
dipasang di Malaysia oleh karena PT Arta Gedung ingin meningkatkan jumlah wisatawan di
Malaysia yang menginap di hotelnya ketika datang ke Jakarta. PT Aslan Maskhadov
kemudian akan membayar kepada Siaran Melayu yang berkedudukan di Kuala Lumpur dan
atas pekerjaan mengkoordinasikan iklan ini supervision fee 5% akan ditagihkan ke PT Arta
Gedung oleh PT Aslan Maskhadov.
Sama halnya dengan yang di atas, anda diminta pendapat bagaimana perlakuan PPN
atas kegiatan ini.
Berdasarkan UU Nomor 42 tahun 2009 Pasal 4 ayat 1 (e) yaitu PPN dikenakan atas
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean di dalam daerah Pabean.
Dalam kasus ini, PT Arta Gedung dianggap memanfaatkan Jasa Kena Pajak, yaitu jasa iklan,
dari luar Daerah Pabean, karena diberikan oleh perusahaan Malaysia. Pemanfaatan jasa di
dalam daerah Pabean karena PT Arta Gedung berkedudukan di Indonesia, sehingga bentuk
manfaat dari iklan tersebut didapatkan di Indonesia. Dengan pertimbangan tersebut, maka
transaksi ini dikenai PPN 10%. Supervision fee sebesar 5% termasuk bagian dari biaya
keseluruhan jasa iklan, sehingga juga diperhitungkan dalam PPN.
PPN yang harus dibayar PT Arta Gedung adalah :
10% x (105% x Rp 210.000.000,00) = Rp 22.050.000,00

Anda mungkin juga menyukai