Seluruh kesempurnaan inilah yang harus dipenuhi oleh Bodhisatta untuk mencapai
Kebuddhaan. Keseluruhan parami tersebut dapat dipenuhi selama jangka waktu
tertentu, ibarat tanaman buah yang masak, hanya setelah waktu tertentu bahkan jika
rutin disiram dan dipupuk.1
1A.2.1.2 Masa Sebelum Kelahiran Siddhattha
Bakal Buddha Gotama menerima pandangan dari 24 Buddha, sejak Buddha
Dipankara sampai dengan Buddha Kassapa. Pada saat menerima pandangan, bakal
Buddha Gotama saat itu sedang menjalani kehidupan sebagai1 :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Beliau
akan
melakukan
lima
penyelidikan sebelum
2.
3.
4.
5.
Akhirnya Beliau menemukan bahwa Beliau cocok untuk lahir pada benua Jambudipa,
di Majjhima-Desa, keluarga bangsawan yaitu Raja Suddhodana, dan dalam rahim
Ratu Siri Mahamaya Devi yang mana umur kehidupannya hanya tinggal sepuluh
bulan tujuh hari lagi.1
Bersamaan dengan saat kematian Bodhisatta Dewa Setaketu, Siri Mahamaya,
permaisuri Raja Suddhodana dari kerajaan Kapilavatthu sedang menikmati
kebahagiaan istana pada festival bintang Uttarasalha. Kemudian pada jaga terakhir di
malam purnama tersebut, tanggal 9 bulan Asalha (Juni-Juli) tahun 67 Maha Era
(sekitar 624 SM), Siri Mahamaya jatuh tertidur dan bermimpi. Pada saat ratu sedang
2
Yang artinya :
Akulah yang tertinggi di antara semua makhluk di tiga alam!
Akulah yang terbesar di antara semua makhluk di tiga alam!
Akulah yang termulia di antara semua makhluk di tiga alam!
Inilah kelahiran-Ku yang terakhir!
Tidak ada kelahiran ulang bagi-Ku!
Petapa Kaladevila, yang telah mencapai 5 kemampuan batin tinggi dan 8 Jhana,
setelah mengetahui kelahiran Bodhisatta datang ke istana Raja Suddhodana untuk
melihat Pangeran. Setelah melihat keagungan dan kekuatan Bodhisatta, ia bangkit
dari tempat duduknya dan bersujud di depan Bodhisatta dengan tangan dirangkapkan.
Sang petapa melihat bahwa Pangeran akan menjadi Buddha pada umur 35 tahun.
Selain itu, pada saat pandangan masa depan Pangeran yang diwakili oleh 8 orang
Brahmana terpilih (Rama, Dhaja, Lakkhana, Jotimanta, Yanna, Subhoja, Suyama, dan
Sudatta) berdasarkan tanda-tanda fisik Bodhisatta, 7 Brahmana pertama melihat masa
depan Pangeran dengan 2 pandangan, yaitu menjadi raja dunia yang menguasai 4
benua, atau menjadi petapa dan mencapai Kebuddhaan. Sedangkan hanya Sudatta
yang melihat dengan penuh keyakinan bahwa Pangeran pasti akan menjadi Buddha
yang menghancurkan akar kekotoran batin. Kemudian mereka memberi nama
Siddhattha sebagai pertanda yang menunjukkan bahwa Beliau akan berhasil
menyelesaikan tugas-tugasnya demi kesejahteraan seluruh dunia. Para brahmana
memberitahukan Raja Suddhodana bahwa Sang Pangeran akan melepaskan
keduniawian dan menjadi petapa saat melihat 4 petanda, yaitu orang tua, orang sakit,
orang mati, dan seorang petapa.1
Pada upacara pembajakan sawah, Raja Suddhodana meletakkan Bodhisatta di
bawah keteduhan pohon jambu yang rindang. Saat tidak ada seorang pun disekeliling,
Bodhisatta segera mengambil posisi duduk bersila dan mempraktekkan meditasi
anapana, berkonsentrasi pada nafas masuk dan keluar, dan segera mencapai
rupavacara Jhana Pertama. Bayangan pohon jambu tempat di mana Bodhisatta duduk,
tidak bergerak sesuai posisi matahari. Bahkan di tengah hari, bayangan pohon itu
tetap seperti semula, besar dan bundar serta tidak berpindah. Raja yang melihat ini,
bersujud di depan anaknya dengan penuh cinta dan penuh hormat. 1
Ketika Pangeran berusia 16 tahun, Raja membangun 3 buah istana untuk
Pangeran, yaitu istana Ramma (musim dingin), istana Suramma (musim panas), dan
istana Subha (musim hujan). Selanjutnya Raja yang berniat menjadikan Pangeran
4
sebagai pewaris tahta, mengirimkan pesan kepada 80.000 sanak saudaranya keluarga
Sakya untuk membawa putri-putri mereka yang telah cukup umur untuk dinikahkan
dengan Pangeran. Putri Yasodhara akhirnya menjadi Permaisuri mendampingi
Pangeran Siddhattha yang naik tahta menjadi Raja. Beliau hidup di tengah-tengah
kemewahan dan kemuliaan istana yang sebanding dengan seorang raja dunia. 1
Pada umur 29 tahun, Pangeran melihat 4 pertanda yang pernah dikatakan oleh
petapa dan brahmana walaupun Raja Suddhodana telah memperkuat penjagaan. Pada
saat itu pula, Permaisuri Yasodhara telah melahirkan seorang putra, yang kemudian
dinamakan Pangeran Rahula.1
Makhluk-makhluk manusia, dewa, dan brahma, harus mengalami berada dalam
kandungan, menjadi tua, sakit, dan akhirnya mati lagi. Mereka mengalami
penderitaan hebat, namun tidak mengetahui jalan untuk menghindarkan diri dari
kelahiran, usia tua, sakit, dan kematian. Pangeran merenungkan dan menyadari
bahaya dari kelahiran, usia tua, sakit, dan kematian, dan kenyataan bahwa objek-objek
dan nafsu kenikmatan indria serta tiga alam kehidupan kama, rupa, dan arupa juga
tidak membahagiakan dan tidak menyenangkan. Kondisi tersebut lebih merupakan
penderitaan, kesakitan, dan penuh cacat. Sehingga Beliau melepaskan keterikatan dan
kesenangan terhadap 5 objek kenikmatan indria secara total. Beliau menjadi
berkeinginan untuk melepaskan keduniawian dan menjadi petapa. 1
Sebelum Pangeran pergi melepaskan keduniawian, Ia berkeinginan melihat putraNya. Namun Ia terdiam di ambang pintu kamar Yasodhara, tidak jadi melihat putraNya secara langsung, akan tetapi Ia bertekad setelah mencapai Pencerahan Sempurna,
Ia akan kembali untuk melihat putra-Nya. Setelah itu Pangeran pergi menunggangi
kuda istana Kanthaka dengan ditemani oleh kusir Channa. 1
1A.2.1.4 Masa Pertapaan sampai Pencerahan Sempurna
Bodhisatta belajar dan berdiskusi dengan guru Alara dan Udaka, dan berhasil
mencapai 8 pencapaian Lokiya Jhana. Namun Beliau sampai pada kesimpulan bahwa
8 Lokiya Jhana ini masih berada dalam lingkaran penderitaan, sehingga Beliau
memutuskan untuk meninggalkan kedua guru-Nya itu.1
Kemudian Bodhisatta tiba di kota Sena, di mana terdapat sebuah hutan bernama
Uruvela. Pada hutan inilah Beliau bertemu dengan 5 petapa, yang kemudian
melakukan praktik penyiksaan diri (dukkaracariya) selama 6 tahun. Setelah
menyelesaikan praktek penyiksaan diri tanpa hasil, pada awal bulan Vesakha (April5
kambing sehingga dengan perlahan-lahan tenaga Pertapa Gotama pulih kembali dan
ia dapat melanjutkan perjalanannya ke gubuk tempat ia bertapa. Sejak hari itu Pertapa
Gotama diberi makan air tajin untuk mengembalikan kekuatan dan kesehatannya dan
tidak lama kemudian Pertapa Gotama sudah dapat makan juga makanan lain,
sehingga dengan demikian kesehatannya pulih kembali. Namun lima orang kawannya
yang bersama-sama bertapa merasa kecewa sekali karena dengan berhenti berpuasa,
Pertapa Gotama dianggap telah gagal dalam pertapaannya dan tidak mungkin akan
memperoleh Penerangan Agung. Mereka meninggalkannya dan pergi ke Taman Rusa
di Benares. Pada suatu hari serombongan penari ronggeng lewat dekat gubuk Pertapa
Gotama. Sambil berjalan mereka bergurau dan bergembira dan seorang diantaranya
menyanyi dengan syair sebagai berikut: Kalau tali gitar ditarik terlalu keras, talinya
putus, lagunya hilang. Kalau ditarik terlalu kendur ia tak dapat mengeluarkan suara.
Suaranya tidak boleh terlalu rendah atau keras. Orang yang memainkannyalah yang
harus pandai menimbang dan mengira. Mendengar nyanyian itu, Pertapa Gotama
mengangkat kepalanya dan memandang dengan heran kepada rombongan penari
ronggeng tersebut. Dalam hatinya ia berkata, Sungguh aneh keadaan di dunia ini
bahwa seorang Bodhisatta (calon Buddha) harus menerima pelajaran dari seorang
penari ronggeng. Karena bodoh aku telah menarik demikian keras tali kehidupan,
sehingga hampir-hampir saja putus. Memang seharusnya aku tidak boleh menarik tali
itu terlalu keras atau terlalu kendur. Di dekat tempat itu tinggal pula seorang wanita
muda kaya raya bernama Sujata. Sujata ingin membayar kaul kepada dewa pohon
karena permohonannya supaya diberi seorang anak laki-laki terkabul. Hari itu Sujata
mengirim pelayannya ke hutan untuk membersihkan tempat di bawah pohon dimana
ia ingin mempersembahkan makanan yang lezat-lezat kepada dewa pohon. Ia agak
terkejut waktu pelayannya dengan tergesa-gesa kembali dan memberitahukan, Oh,
Nyonya, dewa pohon itu sendiri telah datang dari khayangan untuk menerima
langsung persembahan Nyonya. Beliau sekarang sedang duduk bermeditasi di bawah
pohon. Alangkah beruntungnya bahwa dewa pohon berkenan untuk menerima sendiri
persembahan Nyonya. Sujata gembira sekali mendengar berita tersebut. Setelah
makanan selesai dimasak, berangkatlah Sujata ke hutan. Sujata merasa kagum melihat
dewa pohon dengan wajah yang agung sedang bermeditasi. Ia tidak tahu bahwa orang
yang dikira sebagai dewa pohon sebenarnya adalah Pertapa Gotama. Dengan hati-hati
makanan ditempatkan ke dalam mangkuk dan dengan hormat dipersembahkan kepada
Pertapa Gotama yang dikira Sujata adalah dewa pohon. Pertapa Gotama menyambut
7
persembahan ini. Setelah habis makan terjadilah percakapan antara Pertapa Gotama
dengan Sujata seperti di bawah ini. Dengan maksud apakah engkau membawa
makanan ini? Tuanku yang terpuja, makanan yang telah aku persembahkan kepada
Tuanku
kasihku
karena
Tuanku
telah
meluluskan
permohonanku agar dapat diberi seorang anak laki-laki. Kemudian Pertapa Gotama
menyingkap kain yang menutup kepala bayi dan meletakkan tangannya di dahinya
sambil memberi berkah: Semoga berkah dan keberuntungan selalu menjadi milikmu.
Semoga beban hidup akan engkau terima dengan ringan. Aku bukanlah dewa pohon,
tetapi seorang putra raja yang telah enam tahun menjadi pertapa untuk mencari sinar
terang yang dapat dipakai untuk memberi penerangan kepada manusia yang berada
dalam kegelapan. Aku yakin dalam waktu dekat ini aku akan berhasil memperoleh
sinar terang tersebut. Dalam hal ini persembahan makananmu telah banyak membantu
karena sekarang badanku menjadi kuat dan segar kembali. Karena itu dengan
persembahanmu ini, engkau akan mendapat berkah yang sangat besar. Tetapi adikku
yang baik, coba katakan, apakah engkau sekarang bahagia dan apakah kehidupan
yang disertai cinta saja sudah memuaskan? Tuanku yang terpuja, karena aku tidak
menuntut banyak, maka hatiku dengan mudah mendapat kepuasan. Sedikit tetesan air
hujan sudah cukup untuk memenuhi mangkuk bunga lily, meskipun belum cukup
untuk membuat tanah menjadi basah. Aku sudah merasa bahagia dapat memandang
wajah suamiku yang sabar atau melihat senyum bayi ini. Setiap hari dengan senang
hati aku mengurus pekerjaan rumah tangga, memasak, memberi persembahan kepada
para dewata, menyambut suamiku yang pulang dari pekerjaan, apalagi sekarang
dengan dilahirkannya seorang anak laki-laki yang menurut buku-buku suci akan
membawa berkah kalau kelak kami meninggal dunia. Juga aku tahu bahwa kebaikan
datang dari perbuatan baik dan kemalangan datang dari perbuatan jahat yang berlaku
bagi semua orang dan pada setiap waktu, sebab buah yang manis muncul dari pohon
yang baik dan buah yang pahit keluar dari pohon yang penuh racun. Apakah yang
harus ditakuti oleh orang yang berkelakuan baik kalau nanti tiba saatnya harus mati?
Mendengar penjelasan Sujata maka Pertapa Gotama menjawab, Kau sudah mengajar
kepada orang yang seharusnya menjadi gurumu, dalam penjelasanmu yang sederhana
itu terdapat sari kebajikan yang lebih nyata dari kebajikan yang tinggi, meskipun
engkau tidak belajar apa-apa namun engkau tahu jalan kebenaran dan menyebar
keharumanmu ke semua pelosok. Sebagaimana engkau sudah mendapat kepuasan,
semoga aku pun akan mendapatkan apa yang aku cari. Aku, yang engkau pandang
8
sebagai seorang dewa, minta didoakan supaya aku dapat berhasil melaksanakan citacitaku. Semoga Tuanku berhasil mencapai cita-cita Tuan sebagaimana aku berhasil
mencapai cita-citaku. Pertapa Gotama kemudian melanjutkan perjalanan dengan
membawa mangkuk kosong. Ia menuju ke tepi Sungai Nerajara dalam perjalanannya
ke Gaya. Tiba di tepi sungai Pertapa Gotama melempar mangkuknya ke tengah sungai
dan berkata, Kalau memang waktunya sudah tiba, mangkuk ini akan mengalir
melawan arus dan bukan mengikuti arus. Suatu keajaiban terjadi karena mangkuk itu
ternyata mengalir melawan arus.
Pertapa Gotama meneruskan perjalanannya dan pada sore hari tiba di Gaya. Ia
memilih tempat untuk bermeditasi di bawah pohon Bodhi (Latin : Ficus Religiosa),
Beliau berjalan mendekati pohon Bodhi dan mengelilinginya 3 kali,kemudian
mempersiapkan tempat duduk di sebelah Timur pohon itu dengan rumput kering yang
diterima dari pemotong rumput bernama Sotthiya.Lalu kemudian duduk menghadap
timur dengan pikiran terpusat, berseru : Meskipun hanya kulit-Ku yang tersisa,
meskipun hanya urat-Ku yang tersisa, meskipun hanya tulang-Ku yang tersisa,
meskipun seluruh tubuh-Ku dan seluruh daging dan darah-Ku mengering, jika Aku
belum mencapai Kebuddhaan, Aku tidak akan mengubah postur-Ku dari duduk
bersila seperti sekarang ini.1
Pada hari purnama bulan Vesakha, Bodhisatta menembus 3 pengetahuan dengan
urutan : pengetahuan mengenai kehidupan-kehidupan lampau (Pubbenivasanussati
Nana), mata-dewa (Dibbacakkhu Nana), dan pengetahuan akan padamnya perbuatan
buruk (Asavakkhaya Nana), kemudian saat malam purnama Beliau mencapai
Kebuddhaan.1
1A.2.1.5 Perputaran Roda Dhamma
Berawal dari permohonan Brahma Sahampati kepada Buddha Gotama untuk
mengajarkan Dhamma, dengan berkata : Buddha yang agung, sudilah Buddha
mengajarkan Dhamma kepada semua makhluk, manusia, dewa, dan brahma. Buddha
agung yang memiliki bahasa yang baik, sudilah Buddha mengajarkan Dhamma
kepada semua makhluk, manusia, dewa, dan brahma. Ada banyak makhluk-makhluk
yang memiliki sedikit debu kotoran di mata pengetahuan dan kebijaksanaan mereka.
Jika makhluk-makhluk ini tidak berkesempatan mendengarkan Dhamma Buddha,
mereka akan menderita kerugian besar karena tidak memperoleh Dhamma yang luar
biasa Magga-Phala yang layak mereka dapatkan. Buddha yang mulia, akan terbukti
bahwa ada dari mereka yang mampu memahami Dhamma yang Engkau ajarkan.1
Pada malam purnama bulan Asalha di Taman Rusa Isipatana, Buddha
memberikan khotbah Dhammacakkappavattana kepada 5 petapa teman-Nya
(pancavaggiya) waktu praktik penyisaan diri. Yang Mulia Kondanna berhasil
mencapai Sotapatti-Phala pertama kali, kemudian disusul oleh Thera Vappa, Thera
Bhaddiya, Mahanama Thera, Thera Assaji dalam waktu selang 1 hari. Setelah itu,
pada hari ke lima, Buddha menyampaikan khotbah Anattalakkhana Sutta agar kelima
Bhikkhu dapat mencapai tingkat kesucian Arahatta dengan asava yang telah
dipadamkan.1
Buddha selanjutnya membabarkan Dhamma kepada Yasa, selanjutnya ke 4 teman
Yasa yaitu Vimala, Subahu, Punnaji, dan Gavampati. Selain itu juga kepada 50 orang
teman Yasa. Seluruhnya menjadi Arahanta dan ditahbiskan menjadi bhikkhu oleh
Buddha. Sehingga total terdapat 60 Arahanta pada saat itu. Pada malam purnama
bulan Assayuja, Buddha mengirim 60 Arahanta dan menyuruh mereka pergi dalam
tugas membabarkan Dhamma : ... Bhikkhu, pergilah semua ke delapan penjuru demi
kesejahteraan duniawi dan spiritual, demi kemakmuran dan kebahagiaan banyak
makhluk, manusia, dewa dan brahma (paling sedikit berjalan sejauh satu yojana
dalam sehari). Jangan ada dua orang yang melakukan perjalanan bersama, karena
jika berdua, selagi satu orang sedang mengajarkan Dhamma, yang lain akan
menggangur, hanya duduk diam. Bhikkhu, ajarkan Dhamma yang penuh dengan
kualitas luhur dalam tiga tahap, yaitu : di awal, di pertengahan, dan di akhir; baik
dalam kata-kata maupun dalam makna dan semangatnya. Berikan ajaran tentang
Tiga Latihan Sila, Samadhi, dan Panna yang sempurna dalam segi dari kotoran
perbuatan salah (duccarita) kepada dewa dan manusia....1
Di hutan Uruvela, Buddha mengubah pandangan Kassapa bersaudara (Uruvela,
Nadi, dan Gaya Kassapa) beserta 1000 muridnya yang sebelumnya petapa pemuja api
menjadi Bhikkhu. Saat itu Buddha membabarkan Adittapariyaya Sutta. Saat Buddha
berada di Vihara Veluvana, datang 2 petapa pengembara (Upatissa dan Kolita) beserta
250 pengikutnya untuk ditahbiskan. Upatissa kelak menjadi Siswa Utama yang
bernama Yang Mulia Sariputta. Sedangkan Kolita kelak menjadi Siswa Utama
bernama Yang Mulia Moggallana.1
Satu-satunya peristiwa pertemuan para siswa (Savaka Sannipata) terjadi di
Vihara Veluvana, memiliki 4 ciri-ciri istimewa :
10
namun
karena pikiran Yang Mulia Ananda seperti dikuasai oleh Mara, maka ia gagal
menangkap maksud ucapan Buddha. Selanjutnya Mara memohon kepada Buddha
untuk segera memasuki Parinibbana, namun dijawab oleh Buddha : O Mara jahat,
Aku tidak akan meninggal dunia selama siswa-siswa-Ku, para Bhikkhu, Bhikkhuni,
siswa-siswa awam laki-laki dan perempuan belum menguasai ajaran, belum mantap
(dalam Tiga Latihan), belum yakin kepada diri mereka sendiri (dalam hal kebajikan
perilaku mereka), belum memiliki pengetahuan luas, belum dapat mengingat ajaran,
belum mampu berlatih sesuai ajaran yang mengarah menuju spiritualitas, belum
mampu menjalani latihan yang benar (kehidupan suci), belum mantap dalam latihan
mereka; belum mampu menjelaskan, mengajarkan, menunjukkan, menguraikan,
menganalisis, atau membuktikan ajaran guru mereka yang telah mereka pelajari;
selama mereka belum mampu menyangkal dengan landasan yang kuat ajaran-ajaran
lain yang akan muncul, dan menjelaskan ajaran yang indah ini. O Mara jahat, Aku
11
tidak akan meninggal dunia selama ajaran-Ku yang adalah latihan hidup suci belum
mantap dalam diri para siswa, belum tumbuh, belum meluas, belum mencapai banyak
orang dan belum termahsyur, hingga dikenal oleh para dewa dan manusia yang
bijaksana. Atas permohonan itu, Bhagava berkata kepada Mara jahat, Mara jahat,
engkau jangan khawatir, Tathagata akan Parinibbana tidak lama lagi. Tiga bulan
lagi Tathagata akan memasuki Parinibbana.2
Bhagava memilih pohon sal kembar di Kusinara sebagai tempat peristirahatan
terakhir-Nya. Bhagava berkata kepada para bhikkhu sebagai nasihat terakhir-Nya2 :
Handadani, bhikkhave, amantayami vo,
Vayadhamma sankhara,
Appamadena sampadetha
Yang artinya :
Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat
terakhir-Ku : kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang
terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran.
1A.2.2 Latihan
Ceritakan kisah-kisah keteladanan yang dapat Anda pelajari ketika Bodhisatta
Siddhattha menempuh kehidupannya terakhir dan setelah mencapai ke Buddha an.
Simpulkan nilai-nilai apa yang dapat Anda pelajari dan dapat Anda praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.
1A.2.3 Evaluasi
Evaluasi modul ini dilakukan berdasarkan penilaian perilaku yang juga
mencerminkan pengetahuan mahasiswa dalam materi yang diberikan, serta keaktifan
dalam berkomunikasi dalam diskusi. Evaluasi berikutnya adalah berupa Ujian Tengah
Semester pada minggu ke 8, meliputi pengetahuan mahasiswa terhadap materi yang
diberikan.
1A.3 Kompetensi yang Diharapkan
Mahasiswa diharapkan dapat menguasai materi mengenai riwayat hidup Buddha
Gotama sebagai guru agung yang telah mengajarkan Dhamma kepada kita semua dan
seluruh makhluk. Berdasarkan riwayat ini, mahasiswa juga diharapkan dapat
mencontoh keteladanan Beliau dalam hidup sehari-hari bermasyarakat dan bernegara.
12
Selain itu mahasiswa diharapkan makin yakin dengan agama yang dianut dan
meningkatkan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Belajar dari keteladanan
Beliau, mahasiswa diharapkan akan semakin bermoral, beretika dan memiliki
kepribadian yang baik, serta mendukung perdamaian dalam hidup bermasyarakat dan
bernegara.
1A.4 Rangkuman
Bodhisatta Gotama melalui banyak kelahiran agar dapat mencapai pencerahan
sempurna. Kelahiran yang terakhir adalah sebagai manusia, menjadi pangeran
Siddhattha. Perjalanan hidup Beliau tidak mudah untuk mencapai pencerahan
sempurna, melalui berbagai penderitaan. Namun dengan usaha, dan tekad serta buah
perbuatan pada kelahiran sebelumnya, maka Beliau dapat mencapai pencerahan
sempurna pada usia 35 tahun. Bahkan setelah mencapai pencerahan, dalam rangka
pembabaran Dhamma, Beliau mengalami beberapa penghalang yang pada akhirnya
dengan kebijaksanaan-Nya semua itu dapat diselesaikan dengan baik.
1A.5 Umpan Balik untuk Mahasiswa
Berdasarkan riwayat hidup Buddha Gotama ini, Kita dapat lihat bahwa kelahiran
menjadi manusia merupakan kondisi yang sangat menunjang untuk meningkatkan
kualitas spiritual yang menunjang ke arah pencerahan sempurna. Semangat
Bodhisatta dalam mencari obat atas permasalahan hidup ini patut Kita teladani.
Banyak kisah keteladanan yang dapat Kita ambil dari kisah-kisah Beliau dalam
pembabaran Dhamma selama 45 tahun tanpa kenal lelah. Bagaimanakah Kita
menyikapinya ?
1A.6 Daftar Pustaka
1. Tipitakadhara Mingun Sayadaw.
13
MODUL : 1B
SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DI INDONESIA
1B.1 Tujuan yang Diinginkan
Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa diharapkan dapat mengetahui lebih
jelas mengenai sejarah perkembangan agama Buddha di Indonesia. Selain itu
diharapkan dapat lebih meningkatkan kecintaan mahasiswa terhadap agama Buddha
beserta peninggalan kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang serta berupaya
untuk melestarikannya.
1B.2 Kegiatan Belajar
1B.2.1 Materi Ajar
1B.2.1.1 Jaman Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya berada di pulau Sumatera, berdiri sekitar pada abad ke 7
sampai tahun 1377.1 Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan bahari, juga sebagai pusat
penyebaran agama Buddha dan pengajaran bahasa Sansekerta.1,2 Pusat pengajaran
agama Buddha yang terbesar pada masa itu adalah Nalanda, selain itu terdapat juga
perguruan tinggi agama Buddha. Sehingga Sriwijaya banyak dikunjungi oleh para
bhikkhu dari mancanegara.2 Bhikkhu yang terkenal, seperti Dharmapala dan
Sakyakirti pernah mengajar di perguruan tinggi di Sriwijaya. 1 Bhikkhu lainnya yang
pernah datang dan menetap di Sriwijaya, antara lain : I-Tsing (dari Tiongkok),
bhikkhu Atisa (dari Tibet).2
1B.2.1.2 Jaman Kerajaan Mataran Kuno
Kerajaan ini berdiri sekitar tahun 775 sampai tahun 850 di daerah Bagelan dan
Yogyakarta, dipimpin oleh raja-raja dari wangsa Sailendra yang memeluk agama
Buddha. Pada masa ini, wilayah yang dipimpin aman dan makmur, dan ilmu
pengetahuan tentang agama Buddha sangat maju, disertai kesenian terutama seni
pahat yang mencapai taraf sangat tinggi. Karya seni yang dihasilkan sangat
mengagumkan berupa candi-candi seperti candi Borobudur, Pawon, Mendut, Kalasan,
Sewu dan masih banyak candi lain yang didirikan atas perintah raja-raja wangsa
Sailendra. Setelah raja Samaratungga meninggal dunia, kerajaan Mataram diperintah
oleh raja-raja dari wangsa Sanjaya yang beragama Hindu. Namun pemeluk agama
14
Buddha dan Hindu dapat berkembang dan hidup berdampingan dengan rukun dan
damai.1
1B.2.1.3 Jaman Kerajaan Majapahit
Kerajaan ini berdiri pada tahun 1292 sampai tahun 1478, dengan raja-raja yang
beragama Hindu. Namun agama Buddha juga dapat berkembang dengan baik, karena
terdapat toleransi beragama sehingga tidak pernah terjadi pertentangan agama. Pada
pemerintahan raja Hayam Wuruk, terdapat seorang pujangga terkenal bernama Mpu
Tantular. Beliau menulis buku Sutasoma, di mana terdapat kalimat Siwa Buddha
Bhinneka Tunggal Ika Tanhang Dharma Mandrawa. Kata-kata Bhinneka Tunggal
Ika ini menjadi lambang negara Republik Indonesia yang melambangkan toleransi
dan persatuan. Setalah kerajaan Majapahit runtuh, maka berangsur-angsur agama
Buddha dan Hindu tergeser kedudukannya oleh agama Islam. 1
1B.2.1.4 Jaman Kemerdekaan
Kebangkitan agama Buddha di pulau Jawa bermula dengan datangnya bhikkhu
Narada Thera dari Sri Langka (Ceylon) pada bulan Maret tahun 1934. Beliau banyak
melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung perkembangan agama Buddha di
Indonesia, antara lain : memberikan khotbah dan pelajaran Buddha Dhamma di
beberapa kota, membantu pendirian Java Buddhist Association (perhimpunan agama
Buddha yang pertama) di Bogor dan Jakarta, melantik upasaka dan upasika, dan
lainnya. Pada tahun 1953, The Boan An dari Bogor ditahbiskan menjadi bhikkhu
Theravada di Birma oleh Ven. Mahasi Sayadaw, dan diberi nama Ashin Jinarakkhita.
Beliau merupakan bhikkhu pertama Indonesia sejak runtuhnya kerajaan Majapahit.
Bhikkhu Ashin Jinarakkhita inilah yang memimpin kebangkitan kembali agama
Buddha hingga menyebar ke seluruh wilayah Indonesia. Selanjutnya semakin banyak
bhikkhu-bhikkhu Indonesia yang ditahbiskan, dan banyak berdiri pula organisasiorganisasi Buddhis sampai sekarang.1
1B.2.2 Latihan
Ceritakanlah nilai-nilai apakah yang dapat Anda ambil berdasarkan sejarah
perkembangan agama Buddha di Indonesia sejak dulu sampai sekarang. Bagaimana
peranan Anda sebagai kaum intelektual masa kini dalam menunjang perkembangan
agama Buddha masa kini dan masa depan.
15
1B.2.3 Tugas
Uraikan jawaban dari pertanyaan dibawah ini :
1.
2.
Candi Borobudur adalah candi agama Buddha yang terbesar dan termegah di
Indonesia. Ceritakan dengan singkat, apa yang dapat Anda pelajari dari candi
tersebut (dilihat dari aspek agama Buddha) ?
1B.2.4 Evaluasi
Evaluasi modul ini dilakukan berdasarkan diskusi kelompok pada minggu ke 7,
sebagai persiapan menghadapi Ujian Tengah Semester. Evaluasi berdasarkan
penilaian perilaku yang juga mencerminkan pengetahuan mahasiswa dalam materi
yang diberikan, serta keaktifan dalam berkomunikasi dalam diskusi. Evaluasi
berikutnya adalah berupa Ujian Tengah Semester pada minggu ke 8, meliputi
pengetahuan mahasiswa terhadap materi yang diberikan.
1B.3 Kompetensi yang Diharapkan
Mahasiswa diharapkan dapat menguasai materi mengenai sejarah perkembangan
agama Buddha di Indonesia. Berdasarkan sejarah ini diharapkan dapat meningkatkan
rasa bangga beragama Buddha dalam diri mahasiswa.
Selain itu mahasiswa diharapkan makin yakin dengan agama yang dianut dan
meningkatkan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Belajar dari keteladanan Beliau,
mahasiswa diharapkan akan semakin bermoral, beretika dan memiliki kepribadian
yang baik, serta mendukung perdamaian dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.
1B.4 Rangkuman
Agama Buddha di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat maju pada
jaman kerajaan dahulu. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya peninggalan bersejarah
yang sangat mengagumkan, yang mungkin sulit dilakukan pada jaman sekarang. Hal
ini membuktikan bahwa agama Buddha saat itu dapat tumbuh dengan baik, dan hidup
berdampingan dengan pemeluk agama lain, tanpa adanya kekerasan. Seperti
pembabaran Dhamma oleh Buddha, bahwa segala sesuatu itu tidak kekal, maka
perkembangan pesat agama Buddha juga disertai kemunduran, namun mengalami
kebangkitan kembali.
16
17
MODUL : 2
KETUHANAN YANG MAHA ESA, NIBBANA, BRAHMA VIHARA, CATUR
MARA
2.1 Tujuan yang Diinginkan
Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan
mengenal lebih mendalam tentang keTuhanan Yang Maha Esa dan Nibbana melalui
sifat-sifat luhur (keTuhanan) Brahma Vihara. Selain itu mahasiswa juga diharapkan
mengetahui sifat-sifat jahat (Catur Mara) yang merupakan lawan dari Brahma Vihara.
Sehingga dapat memiliki keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap, perilaku,
dan berkarya sesuai dengan moral kebenaran untuk seluruh makhluk, lingkungan dan
negara.
2.2 Kegiatan Belajar
2.2.1 Materi Ajar
2.2.1.1 KeTuhanan Yang Maha Esa dan Nibbana
Tuhan Yang Maha Esa (Sanghyang Adi Buddha) dalam agama Buddha sangat
jarang sekali disinggung atau dibahas, karena :
1. merupakan kebijaksanaan atau kebenaran tunggal
2. bukan suatu makhluk
3. diluar jangkauan pemikiran manusia biasa/suci.
Meskipun demikian dalam kitab Udana (Khudaka Nikaya) dijelaskan tentang yang
tidak bisa dipersonifikasikan ini. Lebih jauh kita bisa merasakan Nya melalui sifatsifat keTuhanan/luhur Nya.
Dalam kaitan ini, analoginya bisa dilihat dari perbandingan 31 alam kehidupan
dan Nibbana. Nibbana tidak termasuk dalam 31 alam kehidupan, sehingga tidak bisa
dilukisan dengan pikiran makhluk yang serba terbatas, yang memenuhi :
1. Suatu yang dicapai melalui pembebasan dari dukkha
2. Tiada awal dan tiada akhir
3. Tidak bisa digambarkan melalui kata-kata dan pikiran yang terbatas
4. Terhentinya karma, 12 nidana, dukkha.
5. Ketika Brahma Vihara tercapai 100%.
18
20
MODUL : 3
TIPITAKA, KESUNYATAAN DAN EHIPASSIKO
3.1 Tujuan yang Diinginkan
Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami Kitab
Suci Tipitaka, melalui bagian Sutta Pitaka yang berisi khotbah-khotbah Buddha
Gotama. Melalui Sutta ini diharapkan mahasiswa bisa memahami pola pikir logis,
kritis dan kreatif yang terkandung di dalamnya.
3.2 Kegiatan Belajar
3.2.1 Materi Ajar
3.2.1.1 Tipitaka
Tipitaka (pali)/ Tripitaka (sanskerta) merupakan Kitab Suci agama Buddha.
Tipitaka terbagi menjadi tiga bagian/ keranjang, yaitu :
1. Vinaya Pitaka
2. Sutta Pitaka
3. Abidhamma Pitaka
Vinaya Pitaka berisi peraturan-peraturan untuk anggota Sangha. Sutta Pitaka berisi
khotbah-khotbah dan ajaran-ajaran Buddha Gautama. Sedangkan Abidhamma Pitaka
berisi filsafat dan metafisika Buddha Dhamma.
Vinaya Pitaka dibagi lagi menjadi :
1. Sutta Vibhanga : Patimokkha sila (227 untuk Bhikkhu dan 311 untuk
Bhikkuni).
2. Khandaka : maha vagga (aturan utama)dan cula vagga (aturan
tambahan)
3. Parivara (ringkasan dan penggolongan aturan-aturan)
Sutta Pitaka dibagi lagi menjadi ;
1. Digha Nikaya (khotbah-khotbah panjang), e.g Sigalovadda Sutta
2. Majjhima Nikaya (khotbah-khotbah sedang)
3. Samyutta Nikaya(khotbah-khotbah yang dikaitkan dengan doktrindoktrin), e.g Nidana Vagga yang berisi paticca samupada; Salayatana
Vagga berisi Enam Landasan Indria; Khandha Vagga berisi Panca
Khandha; Maha Vagga berisi Empat Kesunyataan Mulia
4. Angutara Nikaya
21
3.2.3 Tugas
22
Bagian yang mana dalam Kitab suci agama Buddha yang berisi khotbahkhotbah Buddha Gotama ?
2.
Apakah pola pikir yang terkandung dalam Sutta Pitaka masih sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ?
3.2.4 Evaluasi
Evaluasi modul ini dilakukan berdasarkan penilaian tugas rumah yang
dikumpulkan 1 minggu kemudian. Diharapkan dari topik yang ditelusuri melalui
literatur, mahasiswa mengetahui tentang bagian Kitab Suci Tipitaka yang berisi
khotbah-khotbah Buddha Gotama, dan memahami pola pikir yang terkandung di
dalamnya. Pengetahuan tentang Kitab Suci dan pola pikir yang terkandung juga akan
dinilai dalam UTS di minggu ke-8.
3.3 Kompetensi yang Diharapkan
Mahasiswa diharapkan dapat menguasai materi mengenai cara berpikir logis,
kritis dan kreatif, bagaimana menimbulkan keyakinan darinya, sehingga bisa
meningkatkan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, melalui tindakannya yang
semakin bermoral, beretika dan memiliki kepribadian yang baik, jujur, memiliki
komunikasi yang baik terhadap sesama serta mendukung perdamaian dalam hidup
bermasyarakat dan bernegara.
3.4 Rangkuman
Pengetahuan tentang Kitab Suci Tipitaka, melalui Sutta Pitaka memberikan
wawasan cara berpikir logis, kritis dan kreatif, mendorong munculnya keyakinan pada
Kesunyataan. Pola pikir yang terkandung dalam Sutta Pitaka menunjukkan
keselarasan dengan pola pikir ilmiah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
3.5 Umpan Balik untuk Mahasiswa
Apakah dibutuhkan pemikiran khusus untuk memahami Sutta Pitaka?
24
MODUL : 4
KALAMA SUTTA, SADDHA, PERLINDUNGAN TRI RATNA, PANCASILA
4.1 Tujuan yang Diinginkan
Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami pola
berpikir logis kritis dan kreatif, menumbuhkan saddha/keyakinan, mengenal lebih
mendalam mengenai komponen Tri Ratna (Tiga Permata), yaitu Buddha, Dhamma,
dan Sangha, dan mengamalkan moralitas melalui pancasila Buddhis.Selain itu
mahasiswa juga diharapkan dapat mengambil manfaat dari penerapannya untuk
peningkatan kehidupan akademiknya.
4.2 Kegiatan Belajar
4.2.1 Materi Ajar
4.2.1.1 Kalama Sutta
Kalama Sutta yang berisi wejangan Buddha Gotama kepada suku Kalama berisi
tentang kebebasan berpikir dan penyelidikan dalam menyikapi sesuatu yang dihadapi
dalam kehidupan. Di dalam Kalama Sutta (Anguttara Nikaya III, 65) diceritakan
bahwa Suku Kalama kebingungan oleh banyaknya ajaran, agama, maupun
kepercayaan yang menyebar dan saling mengatakan bahwa agama, kepercayaan
maupun ajaran mereka masing-masing yang terbaik dan paling benar. Pada saat itu
Buddha Gautama memberikan 10 panduan yang berlaku sepanjang masa, yaitu :
1. Ma anussavena: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu karena
turun-temurun telah diberikan secara lisan, misalnya kepercayaan
terhadap burung gagak dan angka 13 yang membawa sial.
2. Ma paramparaya: Seseorang tidak seharusnya menerima mentahmentah sesuatu karena suatu tradisi dilakukan secara turun-temurun.
3. Ma itikiriya: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu secara
membuta karena tersebar umum, dipercayai banyak orang, disetujui
banyak orang.
4. Ma pitakadampadanena: Seseorang tidak seharusnya menerima
sesuatu secara membuta sebagai kebenaran hanya karena telah
tercantum dalam kitab suci.
5. Ma takkahetu: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu
sebagai kebenaran hanya karena sejalan dengan logika. Keyakinan ini
25
bisa menjadi salah jika bersumber dari sumber yang salah maupun
data-data yang tidak benar.
6. Ma nayahetu: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu sebagai
kebenaran hanya karena hipotesis, perkiraan maupun analisis dalam
pemikiran dan terburu-buru mengambil kesimpulan.
7. Ma akaraparivitakkena: Seseorang tidak seharusnya menerima
sesuatu sebagai kebenaran hanya karena masuk akal seperti yang
terlihat atau yang dirasa.
8. Ma ditthinijhanakkhantiya: Seseorang tidak seharusnya menerima
sesuatu sebagai kebenaran hanya karena sesuai dengan anggapan
sebelumnya.
9. Ma bhabbarupataya: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu
sebagai kebenaran hanya karena kredibilitas, kharisma, kedudukan
maupun pendidikan dari si pembicara.
10. Ma samano no garuti: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu
sebagai kebenaran hanya karena si pembicara adalah gurunya.
Kesepuluh cara ini membuat kita berpikir ulang (berpikir kritis) sebelum
memercayai suatu hal. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah Buddha bukan
mengajarkan untuk menolak mentah-mentah suatu hal. Bukan pula langsung
menerima atau meyakini suatu hal dengan membuta. Justru Sang Buddha
mengharapkan adanya penyelidikan yang mendalam, khususnya penyelidikan
terhadap kebenaran (dhammavicaya). Jika setelah dijalankan memberikan manfaat
tidak hanya bagi satu individu/ segelintir orang saja, tapi bermanfaat bagi orang
banyak/ semua makhluk, maka terima itu sebagai kebenaran dan jalankan sebagai
pegangan hidup.
4.2.1.2 Saddha
Saddha, yaitu keyakinan yang tumbuh dalam diri seseorang akibat pengalaman
batin dari suatu pemikiran tertentu. Pemikiran ini muncul dari suatu praktek
berdasarkan prinsip yang logis.Prinsip yang logis akan diikuti pemikiran kritis dan
kreatif. Sejalan seperti yang disampaikan oleh Sang Buddha dalam Kalama Sutta,
keyakinan akan ajaran kebenaran akan muncul. Sehingga Tri Ratna sebagai sumber
kebenaran bisa menjadi wacana untuk pengembangan keyakinan ini.
26
ditumbuhkembangkan,
yaitu
keyakinan pada :
1. Sanghyang Adi Buddha
2. Buddha
3. Hukum Kesunyataan
4. Kitab Suci Tipitaka
5. Nibbana
4.2.1.3 Perlindungan Tri Ratna
4.2.1.3.1 Penyebab Dasar Berlindung
Berlindung tidak sama dengan percaya begitu saja atau karena dorongan rasa
takut belaka. Berlindung secara benar, memerlukan penyebab-penyebab yang dapat
memotivasi secara tepat dalam batin Kita. Penyebab dasar berlindung yang
seharusnya adalah1 :
a. Takut akan kemungkinan Kita mengalami penderitaan samsara secara
umum dan terlahir di alam rendah secara khusus,
b. Yakin bahwa jika Kita menaruh kepercayaan pada Tiga Permata, Mereka
mempunyai kekuatan untuk menunjukkan jalan kepada Kita untuk
mengatasi penyebab penderitaan itu.
4.2.1.3.2 Tiga Permata (Tri Ratna)
Buddha, Dhamma, dan Sangha adalah Tiga Permata (Tri Ratna) atau Tiga Sarana
(perlindungan) karena mereka yang berlindung di dalamnya dapat mengatasi
ketakutan, kegelisahan, penderitaan jasmani dan batin, dan berbagai kesusahan yang
akan mereka alami di alam-alam rendah setelah meninggal dunia.2
4.2.1.3.2.1 Permata Buddha
Buddha memiliki kualitas mulia yang tidak terbatas. Terdapat 9 ciri-ciri
kemuliaan yang patut dicontoh oleh para manusia dan Dewa, yaitu3 :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pembimbing
makhluk
yang
tiada
bandingnya
(Anuttaropurisadammasarathi),
7.
8.
9.
2.
3.
4.
5.
6.
2.
3.
4.
Menjalani latihan yang benar, malu untuk melakukan kejahatan, selalu penuh
perhatian, dan mengendalikan segala tindakan mereka (Samicippatipanno),
5.
6.
7.
8.
9.
28
akan
menghilangkan
penghalang-penghalang
karma
yang
Attasanniyyatana Saranagamana,
29
Tapparayana Saranagamana,
Merupakan
berlindung
dengan
cara
mencari
dukungan
(menjalani
Sissabhavupa-gamana Saranagamana,
Merupakan berlindung dengan cara menjadi siswa dari Tiga Permata.
4.
Panipata Saranagamana,
Merupakan
berlindung
dengan
cara
memperlihatkan
penghormatan
2.
3.
Kamesumicchacara
Veramani
Sikkhapadang
Samadiyami
(berjanji
5.
Seorang yang berjanji secara resmi di hadapan Bhikkhu atas kelima sila ini dikatakan
menjalani kehidupan sebagai Upasakha (pria) atau Upasikha (wanita).
4.2.2 Latihan
Agar lebih memahami materi ini, maka mahasiswa akan dibagi dalam beberapa
kelompok kecil berjumlah 5 10 orang dengan didampingi oleh seorang tutor yang
sebelumnya telah diberikan pengarahan oleh dosen agama. Pada masing-masing
kelompok akan diberikan contoh kasus yang dapat dijumpai sehari-hari, misal :
30
Seseorang yang rajin pergi ke Vihara dan membacakan Paritta dengan lancar dan
lantang, dapatkah dibilang sudah berlindung dengan benar ?
Kasus akan diberikan oleh tutor atau dosen (selaku tutor) dalam tiap kelompok.
Selanjutnya para mahasiswa diharapkan aktif untuk membahas kasus tersebut
berdasarkan materi yang telah dibaca dan dipahami. Tutor dan mahasiswa akan
menilai perilaku mahasiswa dalam satu kelompok tersebut dengan indikator yang
telah disediakan. Tugas lain tutor adalah menjaga kelancaran diskusi dan memberikan
kesimpulan pada akhir diskusi kasus.
4.2.3 Tugas
Uraikan jawaban dari pertanyaan dibawah ini :
3.
4.
5.
Apakah seorang yang berpikir logis, kritis dan kreatif pasti memiliki
keyakinan yang kuat pada TriRatna?
6.
4.2.4 Evaluasi
Evaluasi modul ini dilakukan berdasarkan penilaian perilaku yang juga
mencerminkan pengetahuan mahasiswa dalam materi yang diberikan, serta keaktifan
dalam berkomunikasi dalam diskusi pada studi kasus yang diberikan. Evaluasi
berikutnya adalah berupa Ujian Tengah Semester pada minggu ke 8, meliputi
pengetahuan mahasiswa terhadap materi yang diberikan maupun dari contoh kasus.
diharapkan akan semakin bermoral, beretika dan memiliki kepribadian yang baik,
jujur, memiliki komunikasi yang baik terhadap sesama serta mendukung perdamaian
dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.
4.4 Rangkuman
Berpikir logis, kritis dan kreatif mendorong munculnya keyakinan pada Tri
Ratna. Sehingga berlindung merupakan Gerbang Suci Memasuki Ajaran.1 Setelah
mengetahui ciri-ciri mulia dari Tiga Permata, maka diharapkan dapat lebih
menumbuhkan keyakinan terhadap Tiga Permata.
berlindung kepada Tiga Permata, maka Dhamma yang telah dibabarkan oleh Buddha
Gotama akan sangat terasa manfaatnya. Namun penyataan berlindung terhadap Tiga
Permata, sebaiknya dilakukan dengan dasar motivasi yang tepat dan dengan cara yang
tepat pula, yang dilandasi pancasila.
4.5 Umpan Balik untuk Mahasiswa
Sudahkah Saya berlindung sesungguhnya kepada Tiga Permata dengan penuh
keyakinan dan kebijaksanaan? Bila belum, kapankah Saya akan mengambil
perlindungan tersebut? Apakah yang perlu Saya persiapkan dalam menyatakan
perlindungan kepada Tiga Permata?
4.6 Daftar Pustaka
4. Pabongka Rinpoche Jampa Tenzin Trinley Gyatso. Berlindung : Gerbang
Suci untuk Memasuki Ajaran. Terjemahan : Tim Buku Kadam Choe Ling
Bandung. Bandung : Kadam Choeling Bandung. 2005.
5. Tipitakadhara Mingun Sayadaw.
32
MODUL : 5
QUIZ 1
5.1 Tujuan yang Diinginkan
Setelah mengikuti quiz 1, mahasiswa diharapkan memiliki pengetahuan dan
pemahaman tentang materi dari minggu 1 s/d 4 secara verbal tertulis
5.2 Evaluasi
Evaluasi didasarkan pada nilai quiz 1 dengan kriteria seperti pada rencana
pembelajaran.
5.3 Umpan Balik untuk Mahasiswa
Solusi dari quiz 1 dibahas 1 minggu setelah quiz untuk memastikan kesamaan
pengetahuan dan pemahaman dari materi yang diujikan.
33
MODUL : 6
EMPAT KESUNYATAAN MULIA
6.1 Tujuan yang Diinginkan
Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan
memahami Empat Kesunyataan/Kebenaran Mulia (Cattari Ariya Saccani), yang
merupakan ajaran yang pertama kali dibabarkan oleh Sang Buddha kepada 5 orang
pertapa (Kondanna, Vappa, Bhadiya, Mahanama dan Asaji). Empat Kesunyataan
Mulia inilah yang merupakan pencapaian tertinggi dari ajaran Sang Buddha, yang
memberikan panduan lengkap baik sebagai umat awam maupun mereka yang ingin
mencapai Nibbana1.
6.2 Kegiatan Belajar
6.2.1 Materi Ajar
6.2.1.1 Pengertian Empat Kesunyataan Mulia
Empat Kesunyataan Mulia yaitu :
1.
2.
3.
4.
Inilah kebenaran yang menuntun setiap makhluk dalam mencapai pembebasan dari
dukkha.
6.2.1.2 Dukkha Sacca
Dukkha Sacca terdiri dari :
1.
Dukkha-Dukkha
Penderitaan yang nyata, yang dirasakan Jasmani dan Batin.
Contoh : Sakit Gigi, SakitKepala, Sedih.
2.
Viparinama-Dukkha
Perasaan Senang dan Bahagia yang mengandung Benih-Benih Kekecewaan.
Contoh : keberhasilan mendapat nilai yang baik.
3.
Sankhara-Dukkha
Penderitaan akibat Bentuk-Bentuk Pikiran tentang Panca Khanda.
34
2.
Sa-Upadisesa
Nibbana
(Nibbana
beserta
sisa,
masih
ada
Pancakhandha)
2.
diskusi di kelas. Pemahaman mahasiswa juga dinilai melalui ujian tertulis UTS di
minggu ke 8.
6.3 Kompetensi yang Diharapkan
Mahasiswa diharapkan dapat menguasai dasar-dasar Sila (moralitas) yang baik
melalui ucapan, perbuatan dan peranannya sebagai mahasiwa. Dengan Sila yang lebih
baik diharapkan mahasiswa bisa melakukan aktivitas akademik lebih baik dengan
hasil nilainya yang baik. Dengan demikian mahasiswa bisa meningkatkan
keyakinannya pada Tuhan Yang Maha Esa, melalui berbagai aktivitas yang
bermanfaat bagi dirinya, masayarakat dan lingkungannya.
6.4 Rangkuman
Buddha telah mengajarkan kepada kita dengan sangat sempurna dukkha, asal
mulanya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkan dukkha, melalui Jalan Beruas
Delapan. Suatu ajaran yang luar biasa luhur, yang membantu dan mengarahkan semua
makhluk menjadi lebih baik dalam menjalani kehidupannya hingga mencapai
Nibbana.
6.5 Umpan Balik untuk Mahasiswa
Setelah mempelajari mengenai materi modul ini, mahasiwa dapat memahami dan
bisa mempraktekkan dasar-dasar moralitas/sila bahkan bisa mengembangkan hingga
samadhi dan melihat kebijaksanaan, hingga Nibbana.
6.6 Daftar Pustaka
1. Samyutta Nikaya (Buku 5). Terjemahan : Anggara, I. Jakarta : DhammaCitta
Press. 2010.
2. Tipitakadhara Mingun Sayadaw.
37
MODUL : 7
DISKUSI KELOMPOK
7.1 Tujuan yang Diinginkan
Setelah
mengikuti
diskusi
kelompok,
mahasiswa
diharapkan
memiliki
pengetahuan dan pemahaman tentang materi dari minggu 1 s/d 6secara lisan melalui
presentasi dan prilaku selama diskusi dan presentasi berlangsung
7.2 Evaluasi
Evaluasi didasarkan pada nilai kontribusi, kolaborasi dan isi hasil diskusi dengan
kriteria seperti pada rencana pembelajaran.
7.3 Umpan Balik untuk Mahasiswa
Solusi dari masalah yang didiskusikan disampaikan langsung oleh Dosen untuk
memastikan kesamaan pengetahuan dan pemahaman dari materi yang diujikan.
38
MODUL : 8
UTS
8.1 Tujuan yang Diinginkan
Setelah mengikuti UTS, mahasiswa diharapkan memiliki pengetahuan dan
pemahaman tentang materi dari minggu 1 s/d 6 secara verbal tertulis
8.2 Evaluasi
Evaluasi didasarkan pada nilai UTS dengan kriteria seperti pada rencana
pembelajaran.
8.3 Umpan Balik untuk Mahasiswa
Solusi dari UTS dibahas 1 minggu setelah quiz untuk memastikan kesamaan
pengetahuan dan pemahaman dari materi yang diujikan.
39