Anda di halaman 1dari 39

MODUL : 1A

RIWAYAT HIDUP BUDDHA GOTAMA


1A.1 Tujuan yang Diinginkan
Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan
mengenal lebih mendalam mengenai Buddha Gotama dan bagaimana perjuangan
Beliau sebagai manusia sampai mencapai penerangan sempurna. Sehingga Beliau
disebut sebagai Buddha. Selain itu mahasiswa juga diharapkan dapat mencontoh
keteladanan Beliau baik dalam hal bersikap, perilaku, dan berkarya untuk seluruh
makhluk.
1A.2 Kegiatan Belajar
1A.2.1 Materi Ajar
1A.2.1.1 Sepuluh Kesempurnaan (Parami)
Kesempurnaan (parami) adalah kebajikan-kebajikan mulia yang tidak melibatkan
kemelekatan, kesombongan maupun pandangan salah, namun dibangun dengan dasar
welas asih yang mulia dan kebijaksanaan yang terampil dalam mengumpulkan jasa.
Parami merupakan bahasa Pali, yang terdiri dari kata Parama dan i. Parama berarti
yang tertinggi, yang dikaitkan dengan para Bodhisatta, karena mereka adalah
makhluk tertinggi yang memiliki kebajikan luar biasa. Karena itu, parami disebut juga
kewajiban-kewajiban Bodhisatta (Paramanam kammam Parami) atau kekayaankekayaan Bodhisatta (Paramanam ayam Parami).1
Ada sepuluh kesempurnaan (Parami), yaitu1 :
1. Kedermawanan (dana),
2. Moralitas (sila),
3. Melepaskan keduniawian (nekkhama),
4. Kebijaksanaan (panna),
5. Semangat (viriya),
6. Kesabaran (khanti),
7. Kejujuran (sacca),
8. Tekad (adhitthana),
9. Cinta kasih (metta),
10. Keseimbangan (upekkha).

Seluruh kesempurnaan inilah yang harus dipenuhi oleh Bodhisatta untuk mencapai
Kebuddhaan. Keseluruhan parami tersebut dapat dipenuhi selama jangka waktu
tertentu, ibarat tanaman buah yang masak, hanya setelah waktu tertentu bahkan jika
rutin disiram dan dipupuk.1
1A.2.1.2 Masa Sebelum Kelahiran Siddhattha
Bakal Buddha Gotama menerima pandangan dari 24 Buddha, sejak Buddha
Dipankara sampai dengan Buddha Kassapa. Pada saat menerima pandangan, bakal
Buddha Gotama saat itu sedang menjalani kehidupan sebagai1 :
a.

Lima kehidupan sebagai Petapa,

b.

Sembilan kehidupan sebagai Bhikkhu,

c.

Lima kehidupan sebagai Umat Awam,

d.

Dua kehidupan sebagai Naga,

e.

Satu kehidupan sebagai Sakka (raja dewa),

f.

Satu kehidupan sebagai Raja Raksasa,

g.

Satu kehidupan sebagai Raja Singa.

Bodhisatta Dewa Setaketu merupakan kehidupan terakhir bakal Buddha Gotama


sebelum lahir di alam manusia sebagai Pangeran Siddhattha. Sesuai tradisi para
Bodhisatta terdahulu,

Beliau

akan

melakukan

lima

penyelidikan sebelum

kelahirannya di alam manusia1 :


1.

Waktu yang tepat bagi munculnya seorang Buddha,

2.

Benua yang cocok bagi munculnya seorang Buddha,

3.

Negeri yang tepat bagi munculnya seorang Buddha,

4.

Keluarga di mana Bodhisatta akan dilahirkan,

5.

Umur kehidupan dari bakal ibu Bodhisatta.

Akhirnya Beliau menemukan bahwa Beliau cocok untuk lahir pada benua Jambudipa,
di Majjhima-Desa, keluarga bangsawan yaitu Raja Suddhodana, dan dalam rahim
Ratu Siri Mahamaya Devi yang mana umur kehidupannya hanya tinggal sepuluh
bulan tujuh hari lagi.1
Bersamaan dengan saat kematian Bodhisatta Dewa Setaketu, Siri Mahamaya,
permaisuri Raja Suddhodana dari kerajaan Kapilavatthu sedang menikmati
kebahagiaan istana pada festival bintang Uttarasalha. Kemudian pada jaga terakhir di
malam purnama tersebut, tanggal 9 bulan Asalha (Juni-Juli) tahun 67 Maha Era
(sekitar 624 SM), Siri Mahamaya jatuh tertidur dan bermimpi. Pada saat ratu sedang
2

bermimpi, Bodhisatta Dewa Setaketu sedang berkeliling di Taman Nandavana di


Surga Tusita, menikmati pemandangan dan suara yang indah. Pada saat inilah
Bodhisatta meninggal dunia dari Alam Tusita dengan penuh kesadaran, kemudian
masuk ke rahim ibunya dengan kesadaran agung pertama. Bersamaan dengan saat
Bodhisatta memasuki rahim, terjadi gempa bumi dahsyat dan 32 fenomena luar biasa
(keajaiban).1
1A.2.1.3 Masa Kelahiran Siddhattha sampai Dewasa di Istana
Antara Kapilavatthu dan Devadaha, terdapat hutan pohon sala yang dinamakan
Taman Lumbini. Ketika ratu Mahamaya Devi sampai disana, semua pohon sala di
hutan itu berbunga dari bawah pohon hingga puncaknya. Ratu Mahamaya Devi, yang
saat ini masa kehamilannya tepat 10 bulan atau 295 hari, masuk taman kemudian ia
merasakan desakan untuk meraih dahan sebatang pohon sala yang sedang mekar
penuh, batangnya bulat dan lurus. Seolah-olah bergerak, dahan tersebut merunduk
dengan sendirinya sehingga menyentuh telapak tangan ratu, sebuah peristiwa gaib
yang menggemparkan. Dengan berpegangan pada dahan pohon sala, ratu yang sedang
berdiri merasakan tanda-tanda kelahiran. Saat itu pula terjadi 32 fenomena keajaiban
menyambut kelahiran Bodhisatta.1
Pada saat kelahiran Bodhisatta, hari jumat purnama di bulan Vesakha tahun 68
Maha Era, dua mata air (hangat dan dingin) mengalir dari angkasa dan jatuh di tubuh
Bodhisatta yang memang telah bersih dan suci beserta tubuh ibunya sebagai bentuk
penghormatan. Kemudian Bodhisatta berdiri tegak di atas kedua kaki-Nya yang
seolah-olah mengenakan sepatu emas, dan menginjak tanah dengan mantap. Ia
memandang ke arah timur, kemudian berturut-turut memandang sembilan arah
lainnya (delapan arah mata angin, ke atas dan ke bawah). Ia melihat tidak ada yang
dapat menandingi-Nya di segala arah. Selanjutnya, Ia menghadap ke arah utara dari
tempat Ia berdiri, kemudian ia berjalan maju 7 langkah dan berhenti. Sewaktu
berhenti, Bodhisatta menyerukan seruan berani yang terdengar oleh semua makhluk
di seluruh 10.000 alam semesta sebagai berikut 1 :
Aggoham asmi lokassa!
Jetthoham asmi lokassa!
Setthoham asmi lokassa!
Ayam antima Jati!
Natthi dani punabhavo!
3

Yang artinya :
Akulah yang tertinggi di antara semua makhluk di tiga alam!
Akulah yang terbesar di antara semua makhluk di tiga alam!
Akulah yang termulia di antara semua makhluk di tiga alam!
Inilah kelahiran-Ku yang terakhir!
Tidak ada kelahiran ulang bagi-Ku!
Petapa Kaladevila, yang telah mencapai 5 kemampuan batin tinggi dan 8 Jhana,
setelah mengetahui kelahiran Bodhisatta datang ke istana Raja Suddhodana untuk
melihat Pangeran. Setelah melihat keagungan dan kekuatan Bodhisatta, ia bangkit
dari tempat duduknya dan bersujud di depan Bodhisatta dengan tangan dirangkapkan.
Sang petapa melihat bahwa Pangeran akan menjadi Buddha pada umur 35 tahun.
Selain itu, pada saat pandangan masa depan Pangeran yang diwakili oleh 8 orang
Brahmana terpilih (Rama, Dhaja, Lakkhana, Jotimanta, Yanna, Subhoja, Suyama, dan
Sudatta) berdasarkan tanda-tanda fisik Bodhisatta, 7 Brahmana pertama melihat masa
depan Pangeran dengan 2 pandangan, yaitu menjadi raja dunia yang menguasai 4
benua, atau menjadi petapa dan mencapai Kebuddhaan. Sedangkan hanya Sudatta
yang melihat dengan penuh keyakinan bahwa Pangeran pasti akan menjadi Buddha
yang menghancurkan akar kekotoran batin. Kemudian mereka memberi nama
Siddhattha sebagai pertanda yang menunjukkan bahwa Beliau akan berhasil
menyelesaikan tugas-tugasnya demi kesejahteraan seluruh dunia. Para brahmana
memberitahukan Raja Suddhodana bahwa Sang Pangeran akan melepaskan
keduniawian dan menjadi petapa saat melihat 4 petanda, yaitu orang tua, orang sakit,
orang mati, dan seorang petapa.1
Pada upacara pembajakan sawah, Raja Suddhodana meletakkan Bodhisatta di
bawah keteduhan pohon jambu yang rindang. Saat tidak ada seorang pun disekeliling,
Bodhisatta segera mengambil posisi duduk bersila dan mempraktekkan meditasi
anapana, berkonsentrasi pada nafas masuk dan keluar, dan segera mencapai
rupavacara Jhana Pertama. Bayangan pohon jambu tempat di mana Bodhisatta duduk,
tidak bergerak sesuai posisi matahari. Bahkan di tengah hari, bayangan pohon itu
tetap seperti semula, besar dan bundar serta tidak berpindah. Raja yang melihat ini,
bersujud di depan anaknya dengan penuh cinta dan penuh hormat. 1
Ketika Pangeran berusia 16 tahun, Raja membangun 3 buah istana untuk
Pangeran, yaitu istana Ramma (musim dingin), istana Suramma (musim panas), dan
istana Subha (musim hujan). Selanjutnya Raja yang berniat menjadikan Pangeran
4

sebagai pewaris tahta, mengirimkan pesan kepada 80.000 sanak saudaranya keluarga
Sakya untuk membawa putri-putri mereka yang telah cukup umur untuk dinikahkan
dengan Pangeran. Putri Yasodhara akhirnya menjadi Permaisuri mendampingi
Pangeran Siddhattha yang naik tahta menjadi Raja. Beliau hidup di tengah-tengah
kemewahan dan kemuliaan istana yang sebanding dengan seorang raja dunia. 1
Pada umur 29 tahun, Pangeran melihat 4 pertanda yang pernah dikatakan oleh
petapa dan brahmana walaupun Raja Suddhodana telah memperkuat penjagaan. Pada
saat itu pula, Permaisuri Yasodhara telah melahirkan seorang putra, yang kemudian
dinamakan Pangeran Rahula.1
Makhluk-makhluk manusia, dewa, dan brahma, harus mengalami berada dalam
kandungan, menjadi tua, sakit, dan akhirnya mati lagi. Mereka mengalami
penderitaan hebat, namun tidak mengetahui jalan untuk menghindarkan diri dari
kelahiran, usia tua, sakit, dan kematian. Pangeran merenungkan dan menyadari
bahaya dari kelahiran, usia tua, sakit, dan kematian, dan kenyataan bahwa objek-objek
dan nafsu kenikmatan indria serta tiga alam kehidupan kama, rupa, dan arupa juga
tidak membahagiakan dan tidak menyenangkan. Kondisi tersebut lebih merupakan
penderitaan, kesakitan, dan penuh cacat. Sehingga Beliau melepaskan keterikatan dan
kesenangan terhadap 5 objek kenikmatan indria secara total. Beliau menjadi
berkeinginan untuk melepaskan keduniawian dan menjadi petapa. 1
Sebelum Pangeran pergi melepaskan keduniawian, Ia berkeinginan melihat putraNya. Namun Ia terdiam di ambang pintu kamar Yasodhara, tidak jadi melihat putraNya secara langsung, akan tetapi Ia bertekad setelah mencapai Pencerahan Sempurna,
Ia akan kembali untuk melihat putra-Nya. Setelah itu Pangeran pergi menunggangi
kuda istana Kanthaka dengan ditemani oleh kusir Channa. 1
1A.2.1.4 Masa Pertapaan sampai Pencerahan Sempurna
Bodhisatta belajar dan berdiskusi dengan guru Alara dan Udaka, dan berhasil
mencapai 8 pencapaian Lokiya Jhana. Namun Beliau sampai pada kesimpulan bahwa
8 Lokiya Jhana ini masih berada dalam lingkaran penderitaan, sehingga Beliau
memutuskan untuk meninggalkan kedua guru-Nya itu.1
Kemudian Bodhisatta tiba di kota Sena, di mana terdapat sebuah hutan bernama
Uruvela. Pada hutan inilah Beliau bertemu dengan 5 petapa, yang kemudian
melakukan praktik penyiksaan diri (dukkaracariya) selama 6 tahun. Setelah
menyelesaikan praktek penyiksaan diri tanpa hasil, pada awal bulan Vesakha (April5

Mei), Bodhisatta teringat tentang pencapaian-Nya saat upacara pembajakan sawah. Di


sini Bodhisatta mencapai Jhana pertama ketika meditasi di bawah pohon jambu. Pada
saat yang bersamaan Bodhisatta merenungkan 3 hal :
Pertama: Kalau sekiranya sepotong kayu diletakkan di dalam air dan seorang
membawa sepotong kayu lain (yang biasa digunakan untuk membuat api
dengan menggosok-gosoknya) dan ia pikir, Aku ingin membuat api, aku
ingin mendapatkan hawa panas. Orang ini tidak mungkin dapat membuat
api dari kayu yang basah itu dan ia hanya akan memperoleh keletihan dan
kesedihan. Begitu pula para pertapa dan Brahmana yang masih terikat
kepada kesenangan nafsu-nafsu indria dan batinnya masih ingin
menikmatinya pasti tak akan berhasil.
Kedua: Kalau sekiranya sepotong kayu basah diletakkan di tanah yang kering dan
seorang membawa sepotong kayu lain (yang biasa digunakan untuk
membuat api dengan menggosok-gosoknya) dan ia pikir, Aku ingin
membuat api, aku ingin mendapatkan hawa panas. Orang ini tidak
mungkin dapat membuat api dari kayu yang basah itu dan ia hanya akan
memperoleh keletihan dan kesedihan. Begitu pula para pertapa dan
Brahmana yang tidak terikat lagi kepada kesenangan nafsu-nafsu indria
tetapi batinnya masih ingin menikmatinya pasti juga tidak akan berhasil.
Ketiga: Kalau sekiranya sepotong kayu kering diletakkan di tanah yang kering dan
seorang membawa sepotong kayu lain (yang biasa digunakan untuk
membuat api dengan menggosok-gosoknya) dan ia pikir, Aku ingin
membuat api, aku ingin mendapatkan hawa panas. Orang ini pasti dapat
membuat api dari kayu kering itu. Begitu pula para pertapa dan Brahmana
yang tidak terikat lagi kepada kesenangan nafsu-nafsu indria dan batinnya
juga tidak terikat lagi, maka pertapa dan Brahmana itu berada dalam
keadaan yang baik sekali untuk memperoleh Penerangan Agung.
Setelah merenungkan tiga perumpamaan tersebut maka Pertapa Gotama
mengambil keputusan untuk berhenti berpuasa. Sehabis mandi di sungai dan ingin
kembali ke gubuknya, Pertapa Gotama terjatuh dan pingsan di tepi sungai. Waktu
siuman ia sudah tidak kuat lagi untuk berdiri. Untung pada waktu itu lewat seorang
anak penggembala kambing bernama Nanda yang melihatnya sedang tergeletak
kehabisan tenaga di tepi sungai. Dengan cepat ia memberikan pertapa itu air susu
6

kambing sehingga dengan perlahan-lahan tenaga Pertapa Gotama pulih kembali dan
ia dapat melanjutkan perjalanannya ke gubuk tempat ia bertapa. Sejak hari itu Pertapa
Gotama diberi makan air tajin untuk mengembalikan kekuatan dan kesehatannya dan
tidak lama kemudian Pertapa Gotama sudah dapat makan juga makanan lain,
sehingga dengan demikian kesehatannya pulih kembali. Namun lima orang kawannya
yang bersama-sama bertapa merasa kecewa sekali karena dengan berhenti berpuasa,
Pertapa Gotama dianggap telah gagal dalam pertapaannya dan tidak mungkin akan
memperoleh Penerangan Agung. Mereka meninggalkannya dan pergi ke Taman Rusa
di Benares. Pada suatu hari serombongan penari ronggeng lewat dekat gubuk Pertapa
Gotama. Sambil berjalan mereka bergurau dan bergembira dan seorang diantaranya
menyanyi dengan syair sebagai berikut: Kalau tali gitar ditarik terlalu keras, talinya
putus, lagunya hilang. Kalau ditarik terlalu kendur ia tak dapat mengeluarkan suara.
Suaranya tidak boleh terlalu rendah atau keras. Orang yang memainkannyalah yang
harus pandai menimbang dan mengira. Mendengar nyanyian itu, Pertapa Gotama
mengangkat kepalanya dan memandang dengan heran kepada rombongan penari
ronggeng tersebut. Dalam hatinya ia berkata, Sungguh aneh keadaan di dunia ini
bahwa seorang Bodhisatta (calon Buddha) harus menerima pelajaran dari seorang
penari ronggeng. Karena bodoh aku telah menarik demikian keras tali kehidupan,
sehingga hampir-hampir saja putus. Memang seharusnya aku tidak boleh menarik tali
itu terlalu keras atau terlalu kendur. Di dekat tempat itu tinggal pula seorang wanita
muda kaya raya bernama Sujata. Sujata ingin membayar kaul kepada dewa pohon
karena permohonannya supaya diberi seorang anak laki-laki terkabul. Hari itu Sujata
mengirim pelayannya ke hutan untuk membersihkan tempat di bawah pohon dimana
ia ingin mempersembahkan makanan yang lezat-lezat kepada dewa pohon. Ia agak
terkejut waktu pelayannya dengan tergesa-gesa kembali dan memberitahukan, Oh,
Nyonya, dewa pohon itu sendiri telah datang dari khayangan untuk menerima
langsung persembahan Nyonya. Beliau sekarang sedang duduk bermeditasi di bawah
pohon. Alangkah beruntungnya bahwa dewa pohon berkenan untuk menerima sendiri
persembahan Nyonya. Sujata gembira sekali mendengar berita tersebut. Setelah
makanan selesai dimasak, berangkatlah Sujata ke hutan. Sujata merasa kagum melihat
dewa pohon dengan wajah yang agung sedang bermeditasi. Ia tidak tahu bahwa orang
yang dikira sebagai dewa pohon sebenarnya adalah Pertapa Gotama. Dengan hati-hati
makanan ditempatkan ke dalam mangkuk dan dengan hormat dipersembahkan kepada
Pertapa Gotama yang dikira Sujata adalah dewa pohon. Pertapa Gotama menyambut
7

persembahan ini. Setelah habis makan terjadilah percakapan antara Pertapa Gotama
dengan Sujata seperti di bawah ini. Dengan maksud apakah engkau membawa
makanan ini? Tuanku yang terpuja, makanan yang telah aku persembahkan kepada
Tuanku

adalah ucapan terima

kasihku

karena

Tuanku

telah

meluluskan

permohonanku agar dapat diberi seorang anak laki-laki. Kemudian Pertapa Gotama
menyingkap kain yang menutup kepala bayi dan meletakkan tangannya di dahinya
sambil memberi berkah: Semoga berkah dan keberuntungan selalu menjadi milikmu.
Semoga beban hidup akan engkau terima dengan ringan. Aku bukanlah dewa pohon,
tetapi seorang putra raja yang telah enam tahun menjadi pertapa untuk mencari sinar
terang yang dapat dipakai untuk memberi penerangan kepada manusia yang berada
dalam kegelapan. Aku yakin dalam waktu dekat ini aku akan berhasil memperoleh
sinar terang tersebut. Dalam hal ini persembahan makananmu telah banyak membantu
karena sekarang badanku menjadi kuat dan segar kembali. Karena itu dengan
persembahanmu ini, engkau akan mendapat berkah yang sangat besar. Tetapi adikku
yang baik, coba katakan, apakah engkau sekarang bahagia dan apakah kehidupan
yang disertai cinta saja sudah memuaskan? Tuanku yang terpuja, karena aku tidak
menuntut banyak, maka hatiku dengan mudah mendapat kepuasan. Sedikit tetesan air
hujan sudah cukup untuk memenuhi mangkuk bunga lily, meskipun belum cukup
untuk membuat tanah menjadi basah. Aku sudah merasa bahagia dapat memandang
wajah suamiku yang sabar atau melihat senyum bayi ini. Setiap hari dengan senang
hati aku mengurus pekerjaan rumah tangga, memasak, memberi persembahan kepada
para dewata, menyambut suamiku yang pulang dari pekerjaan, apalagi sekarang
dengan dilahirkannya seorang anak laki-laki yang menurut buku-buku suci akan
membawa berkah kalau kelak kami meninggal dunia. Juga aku tahu bahwa kebaikan
datang dari perbuatan baik dan kemalangan datang dari perbuatan jahat yang berlaku
bagi semua orang dan pada setiap waktu, sebab buah yang manis muncul dari pohon
yang baik dan buah yang pahit keluar dari pohon yang penuh racun. Apakah yang
harus ditakuti oleh orang yang berkelakuan baik kalau nanti tiba saatnya harus mati?
Mendengar penjelasan Sujata maka Pertapa Gotama menjawab, Kau sudah mengajar
kepada orang yang seharusnya menjadi gurumu, dalam penjelasanmu yang sederhana
itu terdapat sari kebajikan yang lebih nyata dari kebajikan yang tinggi, meskipun
engkau tidak belajar apa-apa namun engkau tahu jalan kebenaran dan menyebar
keharumanmu ke semua pelosok. Sebagaimana engkau sudah mendapat kepuasan,
semoga aku pun akan mendapatkan apa yang aku cari. Aku, yang engkau pandang
8

sebagai seorang dewa, minta didoakan supaya aku dapat berhasil melaksanakan citacitaku. Semoga Tuanku berhasil mencapai cita-cita Tuan sebagaimana aku berhasil
mencapai cita-citaku. Pertapa Gotama kemudian melanjutkan perjalanan dengan
membawa mangkuk kosong. Ia menuju ke tepi Sungai Nerajara dalam perjalanannya
ke Gaya. Tiba di tepi sungai Pertapa Gotama melempar mangkuknya ke tengah sungai
dan berkata, Kalau memang waktunya sudah tiba, mangkuk ini akan mengalir
melawan arus dan bukan mengikuti arus. Suatu keajaiban terjadi karena mangkuk itu
ternyata mengalir melawan arus.
Pertapa Gotama meneruskan perjalanannya dan pada sore hari tiba di Gaya. Ia
memilih tempat untuk bermeditasi di bawah pohon Bodhi (Latin : Ficus Religiosa),
Beliau berjalan mendekati pohon Bodhi dan mengelilinginya 3 kali,kemudian
mempersiapkan tempat duduk di sebelah Timur pohon itu dengan rumput kering yang
diterima dari pemotong rumput bernama Sotthiya.Lalu kemudian duduk menghadap
timur dengan pikiran terpusat, berseru : Meskipun hanya kulit-Ku yang tersisa,
meskipun hanya urat-Ku yang tersisa, meskipun hanya tulang-Ku yang tersisa,
meskipun seluruh tubuh-Ku dan seluruh daging dan darah-Ku mengering, jika Aku
belum mencapai Kebuddhaan, Aku tidak akan mengubah postur-Ku dari duduk
bersila seperti sekarang ini.1
Pada hari purnama bulan Vesakha, Bodhisatta menembus 3 pengetahuan dengan
urutan : pengetahuan mengenai kehidupan-kehidupan lampau (Pubbenivasanussati
Nana), mata-dewa (Dibbacakkhu Nana), dan pengetahuan akan padamnya perbuatan
buruk (Asavakkhaya Nana), kemudian saat malam purnama Beliau mencapai
Kebuddhaan.1
1A.2.1.5 Perputaran Roda Dhamma
Berawal dari permohonan Brahma Sahampati kepada Buddha Gotama untuk
mengajarkan Dhamma, dengan berkata : Buddha yang agung, sudilah Buddha
mengajarkan Dhamma kepada semua makhluk, manusia, dewa, dan brahma. Buddha
agung yang memiliki bahasa yang baik, sudilah Buddha mengajarkan Dhamma
kepada semua makhluk, manusia, dewa, dan brahma. Ada banyak makhluk-makhluk
yang memiliki sedikit debu kotoran di mata pengetahuan dan kebijaksanaan mereka.
Jika makhluk-makhluk ini tidak berkesempatan mendengarkan Dhamma Buddha,
mereka akan menderita kerugian besar karena tidak memperoleh Dhamma yang luar

biasa Magga-Phala yang layak mereka dapatkan. Buddha yang mulia, akan terbukti
bahwa ada dari mereka yang mampu memahami Dhamma yang Engkau ajarkan.1
Pada malam purnama bulan Asalha di Taman Rusa Isipatana, Buddha
memberikan khotbah Dhammacakkappavattana kepada 5 petapa teman-Nya
(pancavaggiya) waktu praktik penyisaan diri. Yang Mulia Kondanna berhasil
mencapai Sotapatti-Phala pertama kali, kemudian disusul oleh Thera Vappa, Thera
Bhaddiya, Mahanama Thera, Thera Assaji dalam waktu selang 1 hari. Setelah itu,
pada hari ke lima, Buddha menyampaikan khotbah Anattalakkhana Sutta agar kelima
Bhikkhu dapat mencapai tingkat kesucian Arahatta dengan asava yang telah
dipadamkan.1
Buddha selanjutnya membabarkan Dhamma kepada Yasa, selanjutnya ke 4 teman
Yasa yaitu Vimala, Subahu, Punnaji, dan Gavampati. Selain itu juga kepada 50 orang
teman Yasa. Seluruhnya menjadi Arahanta dan ditahbiskan menjadi bhikkhu oleh
Buddha. Sehingga total terdapat 60 Arahanta pada saat itu. Pada malam purnama
bulan Assayuja, Buddha mengirim 60 Arahanta dan menyuruh mereka pergi dalam
tugas membabarkan Dhamma : ... Bhikkhu, pergilah semua ke delapan penjuru demi
kesejahteraan duniawi dan spiritual, demi kemakmuran dan kebahagiaan banyak
makhluk, manusia, dewa dan brahma (paling sedikit berjalan sejauh satu yojana
dalam sehari). Jangan ada dua orang yang melakukan perjalanan bersama, karena
jika berdua, selagi satu orang sedang mengajarkan Dhamma, yang lain akan
menggangur, hanya duduk diam. Bhikkhu, ajarkan Dhamma yang penuh dengan
kualitas luhur dalam tiga tahap, yaitu : di awal, di pertengahan, dan di akhir; baik
dalam kata-kata maupun dalam makna dan semangatnya. Berikan ajaran tentang
Tiga Latihan Sila, Samadhi, dan Panna yang sempurna dalam segi dari kotoran
perbuatan salah (duccarita) kepada dewa dan manusia....1
Di hutan Uruvela, Buddha mengubah pandangan Kassapa bersaudara (Uruvela,
Nadi, dan Gaya Kassapa) beserta 1000 muridnya yang sebelumnya petapa pemuja api
menjadi Bhikkhu. Saat itu Buddha membabarkan Adittapariyaya Sutta. Saat Buddha
berada di Vihara Veluvana, datang 2 petapa pengembara (Upatissa dan Kolita) beserta
250 pengikutnya untuk ditahbiskan. Upatissa kelak menjadi Siswa Utama yang
bernama Yang Mulia Sariputta. Sedangkan Kolita kelak menjadi Siswa Utama
bernama Yang Mulia Moggallana.1
Satu-satunya peristiwa pertemuan para siswa (Savaka Sannipata) terjadi di
Vihara Veluvana, memiliki 4 ciri-ciri istimewa :
10

Terjadi pada malam purnama di bulan Magha,


Semua yang hadir, datang tanpa diundang seperti sebuah peistiwa alami,
1250 bhikkhu datang bersamaan,
Seluruh 1250 bhikkhu yang hadir adalah ehi-bhikkhu,
Seluruh 1250 bhikkhu yang hadir adalah pemenang chalabinna (enam
pengetahuan tertinggi).
Pada pertemuan ini, Buddha menganugerahkan gelar Agga Savaka kepada 2 Siswa
Utama, dan membabarkan instruksi mengenai kewajiban para bhikkhu (Ovada
Patimokkha) yang selalu dibabarkan oleh para Buddha. Peristiwa ini sekarang
diperingati sebagai hari Magha Puja.1
Buddha berkarya selama 45 tahun, telah banyak sekali meluruskan pandangan
salah, membantu para makhluk dalam menuju pembebasan dan penderitaan. Pada
beberapa kesempatan, Buddha membabarkan Sutta (yang disebut Paritta) sesuai
dengan kondisi yang dihadapi.1
Beberapa contoh karya Buddha adalah dalam mencegah perang antara suku
Sakya dari Kapilavatthu dengan suku Sakya dari Koliya karena memperebutkan air
sungai Rohini. Beliau menyelesaikan perselisihan dengan khotbah, dan berakhir
dengan perdamaian antara suku tersebut.1
1A.2.1.6 Buddha Parinibbana
Buddha menyiratkan kemangkatan-Nya kepada Yang Mulia Ananda,

namun

karena pikiran Yang Mulia Ananda seperti dikuasai oleh Mara, maka ia gagal
menangkap maksud ucapan Buddha. Selanjutnya Mara memohon kepada Buddha
untuk segera memasuki Parinibbana, namun dijawab oleh Buddha : O Mara jahat,
Aku tidak akan meninggal dunia selama siswa-siswa-Ku, para Bhikkhu, Bhikkhuni,
siswa-siswa awam laki-laki dan perempuan belum menguasai ajaran, belum mantap
(dalam Tiga Latihan), belum yakin kepada diri mereka sendiri (dalam hal kebajikan
perilaku mereka), belum memiliki pengetahuan luas, belum dapat mengingat ajaran,
belum mampu berlatih sesuai ajaran yang mengarah menuju spiritualitas, belum
mampu menjalani latihan yang benar (kehidupan suci), belum mantap dalam latihan
mereka; belum mampu menjelaskan, mengajarkan, menunjukkan, menguraikan,
menganalisis, atau membuktikan ajaran guru mereka yang telah mereka pelajari;
selama mereka belum mampu menyangkal dengan landasan yang kuat ajaran-ajaran
lain yang akan muncul, dan menjelaskan ajaran yang indah ini. O Mara jahat, Aku
11

tidak akan meninggal dunia selama ajaran-Ku yang adalah latihan hidup suci belum
mantap dalam diri para siswa, belum tumbuh, belum meluas, belum mencapai banyak
orang dan belum termahsyur, hingga dikenal oleh para dewa dan manusia yang
bijaksana. Atas permohonan itu, Bhagava berkata kepada Mara jahat, Mara jahat,
engkau jangan khawatir, Tathagata akan Parinibbana tidak lama lagi. Tiga bulan
lagi Tathagata akan memasuki Parinibbana.2
Bhagava memilih pohon sal kembar di Kusinara sebagai tempat peristirahatan
terakhir-Nya. Bhagava berkata kepada para bhikkhu sebagai nasihat terakhir-Nya2 :
Handadani, bhikkhave, amantayami vo,
Vayadhamma sankhara,
Appamadena sampadetha
Yang artinya :
Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat
terakhir-Ku : kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang
terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran.
1A.2.2 Latihan
Ceritakan kisah-kisah keteladanan yang dapat Anda pelajari ketika Bodhisatta
Siddhattha menempuh kehidupannya terakhir dan setelah mencapai ke Buddha an.
Simpulkan nilai-nilai apa yang dapat Anda pelajari dan dapat Anda praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.
1A.2.3 Evaluasi
Evaluasi modul ini dilakukan berdasarkan penilaian perilaku yang juga
mencerminkan pengetahuan mahasiswa dalam materi yang diberikan, serta keaktifan
dalam berkomunikasi dalam diskusi. Evaluasi berikutnya adalah berupa Ujian Tengah
Semester pada minggu ke 8, meliputi pengetahuan mahasiswa terhadap materi yang
diberikan.
1A.3 Kompetensi yang Diharapkan
Mahasiswa diharapkan dapat menguasai materi mengenai riwayat hidup Buddha
Gotama sebagai guru agung yang telah mengajarkan Dhamma kepada kita semua dan
seluruh makhluk. Berdasarkan riwayat ini, mahasiswa juga diharapkan dapat
mencontoh keteladanan Beliau dalam hidup sehari-hari bermasyarakat dan bernegara.
12

Selain itu mahasiswa diharapkan makin yakin dengan agama yang dianut dan
meningkatkan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Belajar dari keteladanan
Beliau, mahasiswa diharapkan akan semakin bermoral, beretika dan memiliki
kepribadian yang baik, serta mendukung perdamaian dalam hidup bermasyarakat dan
bernegara.
1A.4 Rangkuman
Bodhisatta Gotama melalui banyak kelahiran agar dapat mencapai pencerahan
sempurna. Kelahiran yang terakhir adalah sebagai manusia, menjadi pangeran
Siddhattha. Perjalanan hidup Beliau tidak mudah untuk mencapai pencerahan
sempurna, melalui berbagai penderitaan. Namun dengan usaha, dan tekad serta buah
perbuatan pada kelahiran sebelumnya, maka Beliau dapat mencapai pencerahan
sempurna pada usia 35 tahun. Bahkan setelah mencapai pencerahan, dalam rangka
pembabaran Dhamma, Beliau mengalami beberapa penghalang yang pada akhirnya
dengan kebijaksanaan-Nya semua itu dapat diselesaikan dengan baik.
1A.5 Umpan Balik untuk Mahasiswa
Berdasarkan riwayat hidup Buddha Gotama ini, Kita dapat lihat bahwa kelahiran
menjadi manusia merupakan kondisi yang sangat menunjang untuk meningkatkan
kualitas spiritual yang menunjang ke arah pencerahan sempurna. Semangat
Bodhisatta dalam mencari obat atas permasalahan hidup ini patut Kita teladani.
Banyak kisah keteladanan yang dapat Kita ambil dari kisah-kisah Beliau dalam
pembabaran Dhamma selama 45 tahun tanpa kenal lelah. Bagaimanakah Kita
menyikapinya ?
1A.6 Daftar Pustaka
1. Tipitakadhara Mingun Sayadaw.

Riwayat Agung Para Buddha, buku 1.

Terjemahan : Anggara, I. Jakarta : GiriMangala publications dan ehiPassiko


foundation. 2009.
2. Tipitakadhara Mingun Sayadaw.

Riwayat Agung Para Buddha, buku 2.

Terjemahan : Anggara, I. Jakarta : GiriMangala publications dan ehiPassiko


foundation. 2009.

13

MODUL : 1B
SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DI INDONESIA
1B.1 Tujuan yang Diinginkan
Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa diharapkan dapat mengetahui lebih
jelas mengenai sejarah perkembangan agama Buddha di Indonesia. Selain itu
diharapkan dapat lebih meningkatkan kecintaan mahasiswa terhadap agama Buddha
beserta peninggalan kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang serta berupaya
untuk melestarikannya.
1B.2 Kegiatan Belajar
1B.2.1 Materi Ajar
1B.2.1.1 Jaman Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya berada di pulau Sumatera, berdiri sekitar pada abad ke 7
sampai tahun 1377.1 Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan bahari, juga sebagai pusat
penyebaran agama Buddha dan pengajaran bahasa Sansekerta.1,2 Pusat pengajaran
agama Buddha yang terbesar pada masa itu adalah Nalanda, selain itu terdapat juga
perguruan tinggi agama Buddha. Sehingga Sriwijaya banyak dikunjungi oleh para
bhikkhu dari mancanegara.2 Bhikkhu yang terkenal, seperti Dharmapala dan
Sakyakirti pernah mengajar di perguruan tinggi di Sriwijaya. 1 Bhikkhu lainnya yang
pernah datang dan menetap di Sriwijaya, antara lain : I-Tsing (dari Tiongkok),
bhikkhu Atisa (dari Tibet).2
1B.2.1.2 Jaman Kerajaan Mataran Kuno
Kerajaan ini berdiri sekitar tahun 775 sampai tahun 850 di daerah Bagelan dan
Yogyakarta, dipimpin oleh raja-raja dari wangsa Sailendra yang memeluk agama
Buddha. Pada masa ini, wilayah yang dipimpin aman dan makmur, dan ilmu
pengetahuan tentang agama Buddha sangat maju, disertai kesenian terutama seni
pahat yang mencapai taraf sangat tinggi. Karya seni yang dihasilkan sangat
mengagumkan berupa candi-candi seperti candi Borobudur, Pawon, Mendut, Kalasan,
Sewu dan masih banyak candi lain yang didirikan atas perintah raja-raja wangsa
Sailendra. Setelah raja Samaratungga meninggal dunia, kerajaan Mataram diperintah
oleh raja-raja dari wangsa Sanjaya yang beragama Hindu. Namun pemeluk agama

14

Buddha dan Hindu dapat berkembang dan hidup berdampingan dengan rukun dan
damai.1
1B.2.1.3 Jaman Kerajaan Majapahit
Kerajaan ini berdiri pada tahun 1292 sampai tahun 1478, dengan raja-raja yang
beragama Hindu. Namun agama Buddha juga dapat berkembang dengan baik, karena
terdapat toleransi beragama sehingga tidak pernah terjadi pertentangan agama. Pada
pemerintahan raja Hayam Wuruk, terdapat seorang pujangga terkenal bernama Mpu
Tantular. Beliau menulis buku Sutasoma, di mana terdapat kalimat Siwa Buddha
Bhinneka Tunggal Ika Tanhang Dharma Mandrawa. Kata-kata Bhinneka Tunggal
Ika ini menjadi lambang negara Republik Indonesia yang melambangkan toleransi
dan persatuan. Setalah kerajaan Majapahit runtuh, maka berangsur-angsur agama
Buddha dan Hindu tergeser kedudukannya oleh agama Islam. 1
1B.2.1.4 Jaman Kemerdekaan
Kebangkitan agama Buddha di pulau Jawa bermula dengan datangnya bhikkhu
Narada Thera dari Sri Langka (Ceylon) pada bulan Maret tahun 1934. Beliau banyak
melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung perkembangan agama Buddha di
Indonesia, antara lain : memberikan khotbah dan pelajaran Buddha Dhamma di
beberapa kota, membantu pendirian Java Buddhist Association (perhimpunan agama
Buddha yang pertama) di Bogor dan Jakarta, melantik upasaka dan upasika, dan
lainnya. Pada tahun 1953, The Boan An dari Bogor ditahbiskan menjadi bhikkhu
Theravada di Birma oleh Ven. Mahasi Sayadaw, dan diberi nama Ashin Jinarakkhita.
Beliau merupakan bhikkhu pertama Indonesia sejak runtuhnya kerajaan Majapahit.
Bhikkhu Ashin Jinarakkhita inilah yang memimpin kebangkitan kembali agama
Buddha hingga menyebar ke seluruh wilayah Indonesia. Selanjutnya semakin banyak
bhikkhu-bhikkhu Indonesia yang ditahbiskan, dan banyak berdiri pula organisasiorganisasi Buddhis sampai sekarang.1
1B.2.2 Latihan
Ceritakanlah nilai-nilai apakah yang dapat Anda ambil berdasarkan sejarah
perkembangan agama Buddha di Indonesia sejak dulu sampai sekarang. Bagaimana
peranan Anda sebagai kaum intelektual masa kini dalam menunjang perkembangan
agama Buddha masa kini dan masa depan.
15

1B.2.3 Tugas
Uraikan jawaban dari pertanyaan dibawah ini :
1.

Sebutkan dan jelaskan bukti-bukti peninggalan bersejarah yang berkaitan


dengan kejayaan agama Buddha di Indonesia.

2.

Candi Borobudur adalah candi agama Buddha yang terbesar dan termegah di
Indonesia. Ceritakan dengan singkat, apa yang dapat Anda pelajari dari candi
tersebut (dilihat dari aspek agama Buddha) ?

1B.2.4 Evaluasi
Evaluasi modul ini dilakukan berdasarkan diskusi kelompok pada minggu ke 7,
sebagai persiapan menghadapi Ujian Tengah Semester. Evaluasi berdasarkan
penilaian perilaku yang juga mencerminkan pengetahuan mahasiswa dalam materi
yang diberikan, serta keaktifan dalam berkomunikasi dalam diskusi. Evaluasi
berikutnya adalah berupa Ujian Tengah Semester pada minggu ke 8, meliputi
pengetahuan mahasiswa terhadap materi yang diberikan.
1B.3 Kompetensi yang Diharapkan
Mahasiswa diharapkan dapat menguasai materi mengenai sejarah perkembangan
agama Buddha di Indonesia. Berdasarkan sejarah ini diharapkan dapat meningkatkan
rasa bangga beragama Buddha dalam diri mahasiswa.
Selain itu mahasiswa diharapkan makin yakin dengan agama yang dianut dan
meningkatkan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Belajar dari keteladanan Beliau,
mahasiswa diharapkan akan semakin bermoral, beretika dan memiliki kepribadian
yang baik, serta mendukung perdamaian dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.
1B.4 Rangkuman
Agama Buddha di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat maju pada
jaman kerajaan dahulu. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya peninggalan bersejarah
yang sangat mengagumkan, yang mungkin sulit dilakukan pada jaman sekarang. Hal
ini membuktikan bahwa agama Buddha saat itu dapat tumbuh dengan baik, dan hidup
berdampingan dengan pemeluk agama lain, tanpa adanya kekerasan. Seperti
pembabaran Dhamma oleh Buddha, bahwa segala sesuatu itu tidak kekal, maka
perkembangan pesat agama Buddha juga disertai kemunduran, namun mengalami
kebangkitan kembali.
16

1B.5 Umpan Balik untuk Mahasiswa


Apakah Saya sudah mengenal dengan baik seluruh karya seni sebagai
perwujudan penghormatan dan keberadaan agama Buddha di Indonesia ? Apa yang
dapat Saya lakukan saat ini dan ke depannya supaya kebudayaan tersebut dapat
diwariskan dengan baik untuk generasi-generasi seterusnya ?
1B.6 Daftar Pustaka
1. Sumedha Widyadharma (Maha Pandita Sasanacariya). Agama Buddha dan
Perkembangannya di Indonesia. Tangerang : P.C. Mapanbudhi. 1995.
2. Utomo, B. B. Buddha di Nusantara. Jakarta : Buddhist Education Centre.
2010.

17

MODUL : 2
KETUHANAN YANG MAHA ESA, NIBBANA, BRAHMA VIHARA, CATUR
MARA
2.1 Tujuan yang Diinginkan
Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan
mengenal lebih mendalam tentang keTuhanan Yang Maha Esa dan Nibbana melalui
sifat-sifat luhur (keTuhanan) Brahma Vihara. Selain itu mahasiswa juga diharapkan
mengetahui sifat-sifat jahat (Catur Mara) yang merupakan lawan dari Brahma Vihara.
Sehingga dapat memiliki keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap, perilaku,
dan berkarya sesuai dengan moral kebenaran untuk seluruh makhluk, lingkungan dan
negara.
2.2 Kegiatan Belajar
2.2.1 Materi Ajar
2.2.1.1 KeTuhanan Yang Maha Esa dan Nibbana
Tuhan Yang Maha Esa (Sanghyang Adi Buddha) dalam agama Buddha sangat
jarang sekali disinggung atau dibahas, karena :
1. merupakan kebijaksanaan atau kebenaran tunggal
2. bukan suatu makhluk
3. diluar jangkauan pemikiran manusia biasa/suci.
Meskipun demikian dalam kitab Udana (Khudaka Nikaya) dijelaskan tentang yang
tidak bisa dipersonifikasikan ini. Lebih jauh kita bisa merasakan Nya melalui sifatsifat keTuhanan/luhur Nya.
Dalam kaitan ini, analoginya bisa dilihat dari perbandingan 31 alam kehidupan
dan Nibbana. Nibbana tidak termasuk dalam 31 alam kehidupan, sehingga tidak bisa
dilukisan dengan pikiran makhluk yang serba terbatas, yang memenuhi :
1. Suatu yang dicapai melalui pembebasan dari dukkha
2. Tiada awal dan tiada akhir
3. Tidak bisa digambarkan melalui kata-kata dan pikiran yang terbatas
4. Terhentinya karma, 12 nidana, dukkha.
5. Ketika Brahma Vihara tercapai 100%.

18

2.2.1.2 Brahma Vihara dan Catur Mara


Brahma Vihara merupakan sifat-sifat keTuhanan/luhur yang bisa dipakai untuk
menggambarkan Sanghyang Adi Buddha/Tuhan Yang Maha Esa. Brahma Vihara1,2
terdiri dari :
1. Metta (cinta kasih universal) xdosa(kebencian)
2. Karuna (belas kasihan) x lobha (keserakahan)
3. Mudita (simpati) x irsia (iri hati)
4. Upekkha (keseimbangan batin) x moha (kebodohan batin)
Lawan dari Brahma Vihara adalah Catur Mara. Catur Mara terdiri dari :
1. Dosa (kebencian)
2. Lobha (keserakahan)
3. Irsia (iri hati)
4. Moha (kebodohan).
Brahma Vihara dapat tumbuh dan berkembang dalam bathin seseorang dengan
melemahkan dan mengikis Catur Mara. Dalam Jalan Beruas Delapan disebutkan,
bahwa dengan meditasi samatha melalui objek Brahma Vihara, seseorang bisa
melemahkan dan menghancurkan Catur Mara.
2.2.2 Latihan
Ceritakan pengalaman di masa lampau yang menggambarkan Brahma Vihara dan
/atau Catur Mara. Simpulkan nilai-nilai apa yang dapat Anda pelajari dan manfaat
yang dapat Anda praktekkan dalam kehidupan sehari-hari agar Brahma Vihara
tumbuh dan berkembang.
2.2.3 Evaluasi
Evaluasi modul ini dilakukan berdasarkan penilaian perilaku yang juga
mencerminkan pengetahuan mahasiswa dalam materi yang diberikan, serta keaktifan
dalam berkomunikasi dalam diskusi, dengan topik pengalaman seorang mahasiswa
yang terlibat tawuran karena iri hati dan keserakahan yang meliputinya dalam
berrganisasi di Kampus. Dari hasil diskusi yang di presentasikan, diharapkan
mahasiswa bisa menyadari dan lebih menambah keyakinan pada Tuhan yang Maha
Esa, melalui penumbuhan dan pengembangan sifat-sifat luhur cinta kasih, welas asih
dan simpati. Evaluasi berikutnya adalah berupa Ujian Tengah Semester pada minggu
ke 8, meliputi pengetahuan mahasiswa terhadap materi yang diberikan.
19

2.3 Kompetensi yang Diharapkan


Mahasiswa diharapkan dapat menguasai materi mengenai keTuhanan Yang Maha
Esa, Nibbana dan bisa mengembangkan sifat-sifat luhur cinta kasih, welas asih dan
simpati melalui diskusi dan perenungan pengalaman masa lampau. Mahasiswa juga
diharapkan dapat mencontoh keteladanan dalam contoh pengalaman masa lampau
untuk diterapkan dalam hidup sehari-hari bermasyarakat dan bernegara.
Selain itu mahasiswa diharapkan makin yakin dengan agama yang dianut dan
meningkatkan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan semakin bermoral,
beretika dan memiliki kepribadian yang baik, serta mendukung perdamaian dalam
hidup bermasyarakat dan bernegara.
2.4 Rangkuman
Ke-Tuhanan Yang Maha Esa merupakan sesuatu yang perlu dipraktekkan melalui
penumbuhan dan pengembangan sifat-sifat luhur Brahma Vihara serta pelemahan dan
penghancuran sifat-sifat jahat Catur Mara.
2.5 Umpan Balik untuk Mahasiswa
Bagaimana sifat-sifat luhur Brahma Vihara ditumbuh kembangkan dalam
kehidupan akademik agar bisa mendukung peranan mahasiswa dalam pembangunan
bangsa dan negara.
2.6 Daftar Pustaka
3. Tipitakadhara Mingun Sayadaw.

Riwayat Agung Para Buddha, buku 1.

Terjemahan : Anggara, I. Jakarta : GiriMangala publications dan ehiPassiko


foundation. 2009.
4. Tipitakadhara Mingun Sayadaw.

Riwayat Agung Para Buddha, buku 2.

Terjemahan : Anggara, I. Jakarta : GiriMangala publications dan ehiPassiko


foundation. 2009.

20

MODUL : 3
TIPITAKA, KESUNYATAAN DAN EHIPASSIKO
3.1 Tujuan yang Diinginkan
Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami Kitab
Suci Tipitaka, melalui bagian Sutta Pitaka yang berisi khotbah-khotbah Buddha
Gotama. Melalui Sutta ini diharapkan mahasiswa bisa memahami pola pikir logis,
kritis dan kreatif yang terkandung di dalamnya.
3.2 Kegiatan Belajar
3.2.1 Materi Ajar
3.2.1.1 Tipitaka
Tipitaka (pali)/ Tripitaka (sanskerta) merupakan Kitab Suci agama Buddha.
Tipitaka terbagi menjadi tiga bagian/ keranjang, yaitu :
1. Vinaya Pitaka
2. Sutta Pitaka
3. Abidhamma Pitaka
Vinaya Pitaka berisi peraturan-peraturan untuk anggota Sangha. Sutta Pitaka berisi
khotbah-khotbah dan ajaran-ajaran Buddha Gautama. Sedangkan Abidhamma Pitaka
berisi filsafat dan metafisika Buddha Dhamma.
Vinaya Pitaka dibagi lagi menjadi :
1. Sutta Vibhanga : Patimokkha sila (227 untuk Bhikkhu dan 311 untuk
Bhikkuni).
2. Khandaka : maha vagga (aturan utama)dan cula vagga (aturan
tambahan)
3. Parivara (ringkasan dan penggolongan aturan-aturan)
Sutta Pitaka dibagi lagi menjadi ;
1. Digha Nikaya (khotbah-khotbah panjang), e.g Sigalovadda Sutta
2. Majjhima Nikaya (khotbah-khotbah sedang)
3. Samyutta Nikaya(khotbah-khotbah yang dikaitkan dengan doktrindoktrin), e.g Nidana Vagga yang berisi paticca samupada; Salayatana
Vagga berisi Enam Landasan Indria; Khandha Vagga berisi Panca
Khandha; Maha Vagga berisi Empat Kesunyataan Mulia
4. Angutara Nikaya
21

5. Khuddaka Nikaya (e.g Dhammapada dan Udana)


Abidhamma Pitaka dibagi lagi menjadi :
1. Dhammasangani
2. Vibhanga
3. Kathavatthu
4. Puggala pannati
5. Dathu katha
6. Yamaka
7. Patthana
3.2.1.2 Kesunyataan dan Ehipassiko
Kesunyataan adalah Kebenaran Mutlak, yang tidak bergantung pada waktu,
tempat dan keadaan. Di dalam Sutta Pitaka, Buddha Gotama menyampaikan
khotbahnya yang berupa kesunyataan, seperti Empat Kesunyataan Mulia, Tilakkhana,
dsb, yang hingga kini masih sesuai dan dipakai sebagai pedoman hidup. Ciri-cirinya
yaitu terbuka, bisa diselami, dan sesuai tidak hanya untuk segelintir orang, tapi bagi
semua makhluk.
Berkaitan dengan itu, Buddha Gotama menyampaikan pemikiran yang berprinsip
pada ehipassiko, yaitu :
1. Terbuka.
2. Bisadiselami.
3. Sesuaidengankebenaran.
4. Bisadibuktikan.
5. Bermanfaat.
3.2.2 Latihan
Agar lebih memahami materi ini, maka mahasiswa akan diberikan tugas rumah,
melalui penelusuran literatur Tipitaka. Topik yang perlu ditelusuri terkaitan
kesunyataan dan cara berpikir ilmiah (logis, kritis dan kreatif) yang disampaikan
melalui khotbah Buddha Gotama kepada para pengikutnya, yang tetuang dalam Sutta
Pitaka.

3.2.3 Tugas
22

Uraikan jawaban dari pertanyaan dibawah ini :


1.

Bagian yang mana dalam Kitab suci agama Buddha yang berisi khotbahkhotbah Buddha Gotama ?

2.

Apakah pola pikir yang terkandung dalam Sutta Pitaka masih sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ?

3.2.4 Evaluasi
Evaluasi modul ini dilakukan berdasarkan penilaian tugas rumah yang
dikumpulkan 1 minggu kemudian. Diharapkan dari topik yang ditelusuri melalui
literatur, mahasiswa mengetahui tentang bagian Kitab Suci Tipitaka yang berisi
khotbah-khotbah Buddha Gotama, dan memahami pola pikir yang terkandung di
dalamnya. Pengetahuan tentang Kitab Suci dan pola pikir yang terkandung juga akan
dinilai dalam UTS di minggu ke-8.
3.3 Kompetensi yang Diharapkan
Mahasiswa diharapkan dapat menguasai materi mengenai cara berpikir logis,
kritis dan kreatif, bagaimana menimbulkan keyakinan darinya, sehingga bisa
meningkatkan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, melalui tindakannya yang
semakin bermoral, beretika dan memiliki kepribadian yang baik, jujur, memiliki
komunikasi yang baik terhadap sesama serta mendukung perdamaian dalam hidup
bermasyarakat dan bernegara.
3.4 Rangkuman
Pengetahuan tentang Kitab Suci Tipitaka, melalui Sutta Pitaka memberikan
wawasan cara berpikir logis, kritis dan kreatif, mendorong munculnya keyakinan pada
Kesunyataan. Pola pikir yang terkandung dalam Sutta Pitaka menunjukkan
keselarasan dengan pola pikir ilmiah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
3.5 Umpan Balik untuk Mahasiswa
Apakah dibutuhkan pemikiran khusus untuk memahami Sutta Pitaka?

3.6 Daftar Pustaka


1. Abhidhamma 45 jam. Panjika, Jakarta : Tri Sattva Buddhist Centre. 2001.
23

2. Tipitakadhara Mingun Sayadaw.

Riwayat Agung Para Buddha, buku 2.

Terjemahan : Anggara, I. Jakarta : GiriMangala publications dan ehiPassiko


foundation. 2009 : 1957 1966.
3. Tipitakadhara Mingun Sayadaw.

Riwayat Agung Para Buddha, buku 3.

Terjemahan : Anggara, I. Jakarta : GiriMangala publications dan ehiPassiko


foundation. 2009 : 2407 2500.

24

MODUL : 4
KALAMA SUTTA, SADDHA, PERLINDUNGAN TRI RATNA, PANCASILA
4.1 Tujuan yang Diinginkan
Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami pola
berpikir logis kritis dan kreatif, menumbuhkan saddha/keyakinan, mengenal lebih
mendalam mengenai komponen Tri Ratna (Tiga Permata), yaitu Buddha, Dhamma,
dan Sangha, dan mengamalkan moralitas melalui pancasila Buddhis.Selain itu
mahasiswa juga diharapkan dapat mengambil manfaat dari penerapannya untuk
peningkatan kehidupan akademiknya.
4.2 Kegiatan Belajar
4.2.1 Materi Ajar
4.2.1.1 Kalama Sutta
Kalama Sutta yang berisi wejangan Buddha Gotama kepada suku Kalama berisi
tentang kebebasan berpikir dan penyelidikan dalam menyikapi sesuatu yang dihadapi
dalam kehidupan. Di dalam Kalama Sutta (Anguttara Nikaya III, 65) diceritakan
bahwa Suku Kalama kebingungan oleh banyaknya ajaran, agama, maupun
kepercayaan yang menyebar dan saling mengatakan bahwa agama, kepercayaan
maupun ajaran mereka masing-masing yang terbaik dan paling benar. Pada saat itu
Buddha Gautama memberikan 10 panduan yang berlaku sepanjang masa, yaitu :
1. Ma anussavena: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu karena
turun-temurun telah diberikan secara lisan, misalnya kepercayaan
terhadap burung gagak dan angka 13 yang membawa sial.
2. Ma paramparaya: Seseorang tidak seharusnya menerima mentahmentah sesuatu karena suatu tradisi dilakukan secara turun-temurun.
3. Ma itikiriya: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu secara
membuta karena tersebar umum, dipercayai banyak orang, disetujui
banyak orang.
4. Ma pitakadampadanena: Seseorang tidak seharusnya menerima
sesuatu secara membuta sebagai kebenaran hanya karena telah
tercantum dalam kitab suci.
5. Ma takkahetu: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu
sebagai kebenaran hanya karena sejalan dengan logika. Keyakinan ini
25

bisa menjadi salah jika bersumber dari sumber yang salah maupun
data-data yang tidak benar.
6. Ma nayahetu: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu sebagai
kebenaran hanya karena hipotesis, perkiraan maupun analisis dalam
pemikiran dan terburu-buru mengambil kesimpulan.
7. Ma akaraparivitakkena: Seseorang tidak seharusnya menerima
sesuatu sebagai kebenaran hanya karena masuk akal seperti yang
terlihat atau yang dirasa.
8. Ma ditthinijhanakkhantiya: Seseorang tidak seharusnya menerima
sesuatu sebagai kebenaran hanya karena sesuai dengan anggapan
sebelumnya.
9. Ma bhabbarupataya: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu
sebagai kebenaran hanya karena kredibilitas, kharisma, kedudukan
maupun pendidikan dari si pembicara.
10. Ma samano no garuti: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu
sebagai kebenaran hanya karena si pembicara adalah gurunya.
Kesepuluh cara ini membuat kita berpikir ulang (berpikir kritis) sebelum
memercayai suatu hal. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah Buddha bukan
mengajarkan untuk menolak mentah-mentah suatu hal. Bukan pula langsung
menerima atau meyakini suatu hal dengan membuta. Justru Sang Buddha
mengharapkan adanya penyelidikan yang mendalam, khususnya penyelidikan
terhadap kebenaran (dhammavicaya). Jika setelah dijalankan memberikan manfaat
tidak hanya bagi satu individu/ segelintir orang saja, tapi bermanfaat bagi orang
banyak/ semua makhluk, maka terima itu sebagai kebenaran dan jalankan sebagai
pegangan hidup.
4.2.1.2 Saddha
Saddha, yaitu keyakinan yang tumbuh dalam diri seseorang akibat pengalaman
batin dari suatu pemikiran tertentu. Pemikiran ini muncul dari suatu praktek
berdasarkan prinsip yang logis.Prinsip yang logis akan diikuti pemikiran kritis dan
kreatif. Sejalan seperti yang disampaikan oleh Sang Buddha dalam Kalama Sutta,
keyakinan akan ajaran kebenaran akan muncul. Sehingga Tri Ratna sebagai sumber
kebenaran bisa menjadi wacana untuk pengembangan keyakinan ini.

26

Terdapat lima keyakinan yang seharusnya

ditumbuhkembangkan,

yaitu

keyakinan pada :
1. Sanghyang Adi Buddha
2. Buddha
3. Hukum Kesunyataan
4. Kitab Suci Tipitaka
5. Nibbana
4.2.1.3 Perlindungan Tri Ratna
4.2.1.3.1 Penyebab Dasar Berlindung
Berlindung tidak sama dengan percaya begitu saja atau karena dorongan rasa
takut belaka. Berlindung secara benar, memerlukan penyebab-penyebab yang dapat
memotivasi secara tepat dalam batin Kita. Penyebab dasar berlindung yang
seharusnya adalah1 :
a. Takut akan kemungkinan Kita mengalami penderitaan samsara secara
umum dan terlahir di alam rendah secara khusus,
b. Yakin bahwa jika Kita menaruh kepercayaan pada Tiga Permata, Mereka
mempunyai kekuatan untuk menunjukkan jalan kepada Kita untuk
mengatasi penyebab penderitaan itu.
4.2.1.3.2 Tiga Permata (Tri Ratna)
Buddha, Dhamma, dan Sangha adalah Tiga Permata (Tri Ratna) atau Tiga Sarana
(perlindungan) karena mereka yang berlindung di dalamnya dapat mengatasi
ketakutan, kegelisahan, penderitaan jasmani dan batin, dan berbagai kesusahan yang
akan mereka alami di alam-alam rendah setelah meninggal dunia.2
4.2.1.3.2.1 Permata Buddha
Buddha memiliki kualitas mulia yang tidak terbatas. Terdapat 9 ciri-ciri
kemuliaan yang patut dicontoh oleh para manusia dan Dewa, yaitu3 :
1.

Mahasuci, sempurna menghancurkan semua kotoran batin kilesa (Araham),

2.

Telah mencapai Pencerahan Sempurna (Sammasambuddho),

3.

Sempurna pengetahuan dan praktek moralitas (Vijjacaranasampanno),

4.

Sempurna menempuh jalan ke Nibbana (Sugato),

5.

Pengenal Segenap Alam (Lokavidu),


27

6.

Pembimbing

makhluk

yang

tiada

bandingnya

(Anuttaropurisadammasarathi),
7.

Guru para dewa dan manusia (Satthadevamanussanam),

8.

Pengenal Empat Kebenaran (Buddha),

9.

Junjungan dengan enam kualitas mulia (Bhagava)

4.2.1.3.2.2 Permata Dhamma


Perenungan Dhamma yang berulang-ulang akan menimbulkan nilai intrinsik
Dhamma yang layak diikuti terus-menerus sehingga menumbuhkan rasa kagum dan
bersyukur terhadap Buddha, sumber dari Dhamma. Ciri-ciri mulia Dhamma yaitu3 :
1.

Sempurna dibabarkan oleh Bhagava (Svakkhato Bhagavata Dhammo),

2.

Terlihat dengan jelas (Sanditthiko),

3.

Berbuah segera, tanpa penundaan (Akaliko),

4.

Mengundang untuk dibuktikan kebenarannya (Ehipassiko),

5.

Layak direnungkan dalam batin (Opaneyyiko),

6.

Dapat diselami para Ariya dalam batin mereka (Pacattam Veditabbo


Vinnuhi).

4.2.1.3.2.3 Permata Sangha


Sangha merupakan komunitas (para Ariya) yang memiliki standar moralitas yang
sama. Perenungan terhadap Sangha akan menyebabkan batin seseorang menjadi
condong dan berkeinginan untuk mencapai ciri-ciri mulia Sangha, yaitu3 :
1.

Menjalani latihan yang baik (Suppatipanna),

2.

Memiliki kejujuran (Ujuppatipanno),

3.

Berusaha mencapai Nibbana (Nayappatipanno),

4.

Menjalani latihan yang benar, malu untuk melakukan kejahatan, selalu penuh
perhatian, dan mengendalikan segala tindakan mereka (Samicippatipanno),

5.

Layak menerima persembahan yang dibawa dari jauh (Ahuneyyo),

6.

Layak menerima persembahan yang khusus dipersiapkan (Pahuneyyo),

7.

Layak menerima persembahan yang diberikan demi Nibbana (Dakkhineyyo),

8.

Layak menerima penghormatan dari tiga alam (Anjalikaraniyo),

9.

Lahan yang teramat subur untuk menanam benih jasa (Anuttaram


Punnakkhettam Lokassa).

28

4.2.1.3.3 Manfaat Berlindung


Ada 8 manfaat atau keuntungan berlindung1 :
1. Kita akan menjadi manusia yang mengamalkan kebenaran dan kebaikan,
2. Kita akan memiliki landasan ke masa depan yang lebih baik,
3. Kita

akan

menghilangkan

penghalang-penghalang

karma

yang

dikumpulkan di masa lalu,


4. Kita akan dengan mudah mengumpulkan kebajikan yang sangat luas,
5. Kita akan terhindar dari bahaya yang disebabkan oleh manusia mau pun
bukan manusia,
6. Kita akan terhindar dari kejatuhan ke alam-alam rendah,
7. Kita akan dengan mudah mencapai semua tujuan-tujuan sementara
maupun tujuan tertinggi,
8. Kita akan dengan cepat mencapai pembebasan dari penderitaan
(Nibbana).
4.2.1.3.4 Cara-cara Berlindung
Secara umum, berlindung terdiri dari 2 bentuk yaitu :
A. Spiritual,
Kondisi ini tercapai ketika seseorang suci (Ariya) telah menembus Empat
Kebenaran Mulia dan mencapai Jalan sehingga mengatasi semua kotoran
batin dan memusatkan pikirannya pada Nibbana, bukan pada Tiga
Permata. Namun pemenuhan tugasnya tersebut melibatkan pengakuan
atas Tiga Permata sebagai perlindungan sesungguhnya.
B. Duniawi,
Kondisi ini muncul dalam diri seorang awam ketika ia merenungkan
kemuliaan Buddha, Dhamma, dan Sangha (Tiga Permata) dalam usaha
memurnikan moral (upakkilesa).
Berlindung yang sesungguhnya adalah kesadaran yang muncul dari keyakinan dan
kebijaksanaan.2
Sebagai umat awam, maka bentuk berlindung yang umumnya dilakukan adalah
yang duniawi. Terdapat 4 jenis berlindung berdasarkan cara-cara berlindung duniawi,
yaitu2 :
1.

Attasanniyyatana Saranagamana,

29

Merupakan berlindung dengan cara menyerahkan diri (mengikuti jalan


kebenaran) pada Tiga Permata.
2.

Tapparayana Saranagamana,
Merupakan

berlindung

dengan

cara

mencari

dukungan

(menjalani

kebenaran) di dalam Tiga Permata.


3.

Sissabhavupa-gamana Saranagamana,
Merupakan berlindung dengan cara menjadi siswa dari Tiga Permata.

4.

Panipata Saranagamana,
Merupakan

berlindung

dengan

cara

memperlihatkan

penghormatan

(menjunjung kebenaran) mendalam terhadap Tiga Permata.


4.2.1.4 Pancasila
Pancasila ini merupakan panduan moralitas bagi umat awam, yang terdiri dari 5
sila, yaitu :
1.

Panatipata Veramani Sikkhapadang Samadiyami (berjanji untuk menghindari


menganiaya/ menyakiti/ membunuh makhluk hidup)

2.

Adinnadana Veramani Sikkhapadang Samadiyami (berjanji menghindari


mengambil sesuatu yang bukan hak/ milik)

3.

Kamesumicchacara

Veramani

Sikkhapadang

Samadiyami

(berjanji

menghindari melakukan perbuatan asusila/ berjinah)


4.

Musavada Veramani Sikkhapadang Samadiyami (berjanji menghindari


berkata yang tidak benar/ berbohong)

5.

Surameraya Majja Pamadatthana Veramani Sikkhapadang Samadiyami


(berjanji menghindari makan/ minum yang menyebabkan hilangnya
kesadaran)

Seorang yang berjanji secara resmi di hadapan Bhikkhu atas kelima sila ini dikatakan
menjalani kehidupan sebagai Upasakha (pria) atau Upasikha (wanita).

4.2.2 Latihan
Agar lebih memahami materi ini, maka mahasiswa akan dibagi dalam beberapa
kelompok kecil berjumlah 5 10 orang dengan didampingi oleh seorang tutor yang
sebelumnya telah diberikan pengarahan oleh dosen agama. Pada masing-masing
kelompok akan diberikan contoh kasus yang dapat dijumpai sehari-hari, misal :
30

Seseorang yang rajin pergi ke Vihara dan membacakan Paritta dengan lancar dan
lantang, dapatkah dibilang sudah berlindung dengan benar ?
Kasus akan diberikan oleh tutor atau dosen (selaku tutor) dalam tiap kelompok.
Selanjutnya para mahasiswa diharapkan aktif untuk membahas kasus tersebut
berdasarkan materi yang telah dibaca dan dipahami. Tutor dan mahasiswa akan
menilai perilaku mahasiswa dalam satu kelompok tersebut dengan indikator yang
telah disediakan. Tugas lain tutor adalah menjaga kelancaran diskusi dan memberikan
kesimpulan pada akhir diskusi kasus.
4.2.3 Tugas
Uraikan jawaban dari pertanyaan dibawah ini :
3.

Mengapa Kita perlu berlindung kepada Tiga Permata ?

4.

Apakah seorang yang mempraktekkan pancasila, bisa dikatakan berlindung


pada TriRatna ?

5.

Apakah seorang yang berpikir logis, kritis dan kreatif pasti memiliki
keyakinan yang kuat pada TriRatna?

6.

Paritta apa yang menggambarkan ciri-ciri mulia Tiga Permata ?

4.2.4 Evaluasi
Evaluasi modul ini dilakukan berdasarkan penilaian perilaku yang juga
mencerminkan pengetahuan mahasiswa dalam materi yang diberikan, serta keaktifan
dalam berkomunikasi dalam diskusi pada studi kasus yang diberikan. Evaluasi
berikutnya adalah berupa Ujian Tengah Semester pada minggu ke 8, meliputi
pengetahuan mahasiswa terhadap materi yang diberikan maupun dari contoh kasus.

4.3 Kompetensi yang Diharapkan


Mahasiswa diharapkan dapat menguasai materi mengenai cara berpikir logis,
kritis dan kreatif, bagaimana menimbulkan keyakinan darinya, sebab, dan makna
berlindung yang sesungguhnya, cara mengambil perlindungan yang benar, dan
praktek moralitas melalui pancasila. Selain itu mahasiswa diharapkan makin yakin
dengan agama yang dianut dan meningkatkan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, melalui Tiga Permata. Dengan melihat sifat-sifat Tiga Permata, mahasiswa
31

diharapkan akan semakin bermoral, beretika dan memiliki kepribadian yang baik,
jujur, memiliki komunikasi yang baik terhadap sesama serta mendukung perdamaian
dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.
4.4 Rangkuman
Berpikir logis, kritis dan kreatif mendorong munculnya keyakinan pada Tri
Ratna. Sehingga berlindung merupakan Gerbang Suci Memasuki Ajaran.1 Setelah
mengetahui ciri-ciri mulia dari Tiga Permata, maka diharapkan dapat lebih
menumbuhkan keyakinan terhadap Tiga Permata.

Sehingga dengan menyatakan

berlindung kepada Tiga Permata, maka Dhamma yang telah dibabarkan oleh Buddha
Gotama akan sangat terasa manfaatnya. Namun penyataan berlindung terhadap Tiga
Permata, sebaiknya dilakukan dengan dasar motivasi yang tepat dan dengan cara yang
tepat pula, yang dilandasi pancasila.
4.5 Umpan Balik untuk Mahasiswa
Sudahkah Saya berlindung sesungguhnya kepada Tiga Permata dengan penuh
keyakinan dan kebijaksanaan? Bila belum, kapankah Saya akan mengambil
perlindungan tersebut? Apakah yang perlu Saya persiapkan dalam menyatakan
perlindungan kepada Tiga Permata?
4.6 Daftar Pustaka
4. Pabongka Rinpoche Jampa Tenzin Trinley Gyatso. Berlindung : Gerbang
Suci untuk Memasuki Ajaran. Terjemahan : Tim Buku Kadam Choe Ling
Bandung. Bandung : Kadam Choeling Bandung. 2005.
5. Tipitakadhara Mingun Sayadaw.

Riwayat Agung Para Buddha, buku 2.

Terjemahan : Anggara, I. Jakarta : GiriMangala publications dan ehiPassiko


foundation. 2009 : 1957 1966.
6. Tipitakadhara Mingun Sayadaw.

Riwayat Agung Para Buddha, buku 3.

Terjemahan : Anggara, I. Jakarta : GiriMangala publications dan ehiPassiko


foundation. 2009 : 2407 2500.

32

MODUL : 5
QUIZ 1
5.1 Tujuan yang Diinginkan
Setelah mengikuti quiz 1, mahasiswa diharapkan memiliki pengetahuan dan
pemahaman tentang materi dari minggu 1 s/d 4 secara verbal tertulis
5.2 Evaluasi
Evaluasi didasarkan pada nilai quiz 1 dengan kriteria seperti pada rencana
pembelajaran.
5.3 Umpan Balik untuk Mahasiswa
Solusi dari quiz 1 dibahas 1 minggu setelah quiz untuk memastikan kesamaan
pengetahuan dan pemahaman dari materi yang diujikan.

33

MODUL : 6
EMPAT KESUNYATAAN MULIA
6.1 Tujuan yang Diinginkan
Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan
memahami Empat Kesunyataan/Kebenaran Mulia (Cattari Ariya Saccani), yang
merupakan ajaran yang pertama kali dibabarkan oleh Sang Buddha kepada 5 orang
pertapa (Kondanna, Vappa, Bhadiya, Mahanama dan Asaji). Empat Kesunyataan
Mulia inilah yang merupakan pencapaian tertinggi dari ajaran Sang Buddha, yang
memberikan panduan lengkap baik sebagai umat awam maupun mereka yang ingin
mencapai Nibbana1.
6.2 Kegiatan Belajar
6.2.1 Materi Ajar
6.2.1.1 Pengertian Empat Kesunyataan Mulia
Empat Kesunyataan Mulia yaitu :
1.

Dukkha Sacca (Kebenaran tentang Dukkha)

2.

Dukkha Samudaya Sacca (Kebenaran tentang sebab-sebabnya Dukkha)

3.

Dukkha Nirodha Sacca (Kebenaran tentang lenyapnya Dukkha)

4.

Dukkha Nirodha Gaminipatipada Sacca (Kebenaran tentang Jalan untuk


Melenyapkan Dukkha)

Inilah kebenaran yang menuntun setiap makhluk dalam mencapai pembebasan dari
dukkha.
6.2.1.2 Dukkha Sacca
Dukkha Sacca terdiri dari :
1.

Dukkha-Dukkha
Penderitaan yang nyata, yang dirasakan Jasmani dan Batin.
Contoh : Sakit Gigi, SakitKepala, Sedih.

2.

Viparinama-Dukkha
Perasaan Senang dan Bahagia yang mengandung Benih-Benih Kekecewaan.
Contoh : keberhasilan mendapat nilai yang baik.

3.

Sankhara-Dukkha
Penderitaan akibat Bentuk-Bentuk Pikiran tentang Panca Khanda.
34

Contoh : pemikiran tentang makanan yang lezat.


6.2.1.3 Dukkha Samudaya Sacca
Sang Buddha menemukan bahwa ada yang menyebabkan dukkha, yaitu :
1.

Tanha (Nafsu Keinginan), yang dibedakan menjadi :


A. KamaTanha (Kehausan akan kesenangan indria ):
- Bentuk-Bentuk Indah
- Suara-Suara Merdu
- Wangi-Wangian
- Rasa-Rasa Nikmat
- Sentuhan-Sentuhan Lembut
- Bentuk-Bentuk Pikiran
B. Bhava Tanha (Kehausan untuk terlahir kembali sebagai manusia
berdasarkan kepercayaan tentang adanya roh yang kekal dan terpisah)
C. VibhavaTanha (Kehausan untuk memusnahkan diri berdasarkan
kepercayaan bahwa setelah mati tamatlah riwayat tiap-tiap manusia)

2.

Avijja (Kegelapan Batin)


Keadaan batin yang tidak bisa membedakan antara kebenaran dan kejahatan,
sehingga kejahatan dianggap sebagai kebenaran.

6.2.1.4 Dukkha Nirodha Sacca


Bahwa setelah mengetahui penyebab dukkha, Sang Buddha dengan kemampuan
mata batin, melihat di kehidupan lampaunya dukkha bisa lenyap (Nibbana). Keadaan
lenyapnya dukkha meliputi :
1.

Sa-Upadisesa

Nibbana

(Nibbana

beserta

sisa,

masih

ada

Pancakhandha)
2.

An-Upadisesa Nibbana (Nibbana tanpa sisa, disebut juga Parinibbana)

6.2.1.5 Dukkha Nirodha Gaminipatipada Sacca


Bahwa Sang Buddha2 dengan menjalani kelahirannya yang terakhir sebelum
mencapai penerangan sempurna, mengalami kehidupan yang mengikuti kedua
ekstrim, yaitu yang menyenangkan/ berlebihan dan yang menyakitkan/ menyiksa diri.
Dengan merenungkan ini, Beliau akhirnya menemukan jalan tengah, yaitu Jalan
Beruas Delapan (Atthangika Magga) :
35

1. Pengertian Benar (Samma Ditthi)


2. Pikiran Benar (Samma Sankappa)
3. Ucapan Benar (Samma Vaca)
4. Perbuatan Benar (Samma Kammanta)
5. Mata Pencaharian Benar (Samma Ajiva)
6. Daya Upaya Benar (Samma Vayama)
7. Perhatian Benar (Samma Sati)
8. Konsentrasi Benar (Samma Samadhi)
Jalan Beruas Delapan ini, bisa dikelompokkan menjadi : Panna, Sila dan
Samadhi. Panna mencakup pengertian dan pikiran benar. Sila mencakup ucapan,
perbuatan dan mata pencaharian benar. Samadhi mencakup daya upaya, perhatian dan
konsentrasi benar. Praktek dari Jalan Beruas Delapan dimulai dengan Sila, diikuti
oleh Samadhi. Akhirnya Panna akan tumbuh dan berkembang.
6.2.2 Latihan
Agar lebih memahami materi ini, maka mahasiswa berdiskusi dalam kelompok
(beranggotakan 5-10 orang) tentang pengalaman hidup yang telah lampau (bagaimana
kesedihan dan kesenangan silih berganti dalam memperoleh nilai mata kuliah yang
baik), yang terkait dengan kebenaran pertama, kedua, dan ketiga. Dari pengalaman ini
diharapkan mahasiswa bisa mengambil nilai dan manfaat yang terkait dengan
penerapan di masa depan dalam konteks Sila dan Samadhi.
Kemudian mahasiswa menyampaikan hasil diskusinya melalui presentasi di
depan kelas, agar bisa dinilai oleh Dosen, Tutor dan rekannya.
6.2.3 Tugas
Mahasiswa bisa mulai mempraktekkan Sila dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga perilakunya diharapkan menjadi lebih baik, dalam kehidupan akademik dan
sosial bermasyarakat.
6.2.4 Evaluasi
Evaluasi pemahaman mahasiswa tentang Empat Kesunyataan Mulia dilihat dalam
diskusi kelompok dimana perilakunya diharapkan sesuai dengan Sila. Sehingga
ucapan, perbuatan dan mata pencaharian (sebagai mahasiswa) menjadi lebih baik.
Selain itu kemampuan berkomunikasi juga menjadi lebih baik melalui presentasi hasil
36

diskusi di kelas. Pemahaman mahasiswa juga dinilai melalui ujian tertulis UTS di
minggu ke 8.
6.3 Kompetensi yang Diharapkan
Mahasiswa diharapkan dapat menguasai dasar-dasar Sila (moralitas) yang baik
melalui ucapan, perbuatan dan peranannya sebagai mahasiwa. Dengan Sila yang lebih
baik diharapkan mahasiswa bisa melakukan aktivitas akademik lebih baik dengan
hasil nilainya yang baik. Dengan demikian mahasiswa bisa meningkatkan
keyakinannya pada Tuhan Yang Maha Esa, melalui berbagai aktivitas yang
bermanfaat bagi dirinya, masayarakat dan lingkungannya.
6.4 Rangkuman
Buddha telah mengajarkan kepada kita dengan sangat sempurna dukkha, asal
mulanya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkan dukkha, melalui Jalan Beruas
Delapan. Suatu ajaran yang luar biasa luhur, yang membantu dan mengarahkan semua
makhluk menjadi lebih baik dalam menjalani kehidupannya hingga mencapai
Nibbana.
6.5 Umpan Balik untuk Mahasiswa
Setelah mempelajari mengenai materi modul ini, mahasiwa dapat memahami dan
bisa mempraktekkan dasar-dasar moralitas/sila bahkan bisa mengembangkan hingga
samadhi dan melihat kebijaksanaan, hingga Nibbana.
6.6 Daftar Pustaka
1. Samyutta Nikaya (Buku 5). Terjemahan : Anggara, I. Jakarta : DhammaCitta
Press. 2010.
2. Tipitakadhara Mingun Sayadaw.

Riwayat Agung Para Buddha, buku 1.

Terjemahan : Anggara, I. Jakarta : GiriMangala publications dan ehiPassiko


foundation. 2009.

37

MODUL : 7
DISKUSI KELOMPOK
7.1 Tujuan yang Diinginkan
Setelah

mengikuti

diskusi

kelompok,

mahasiswa

diharapkan

memiliki

pengetahuan dan pemahaman tentang materi dari minggu 1 s/d 6secara lisan melalui
presentasi dan prilaku selama diskusi dan presentasi berlangsung
7.2 Evaluasi
Evaluasi didasarkan pada nilai kontribusi, kolaborasi dan isi hasil diskusi dengan
kriteria seperti pada rencana pembelajaran.
7.3 Umpan Balik untuk Mahasiswa
Solusi dari masalah yang didiskusikan disampaikan langsung oleh Dosen untuk
memastikan kesamaan pengetahuan dan pemahaman dari materi yang diujikan.

38

MODUL : 8
UTS
8.1 Tujuan yang Diinginkan
Setelah mengikuti UTS, mahasiswa diharapkan memiliki pengetahuan dan
pemahaman tentang materi dari minggu 1 s/d 6 secara verbal tertulis
8.2 Evaluasi
Evaluasi didasarkan pada nilai UTS dengan kriteria seperti pada rencana
pembelajaran.
8.3 Umpan Balik untuk Mahasiswa
Solusi dari UTS dibahas 1 minggu setelah quiz untuk memastikan kesamaan
pengetahuan dan pemahaman dari materi yang diujikan.

39

Anda mungkin juga menyukai