Anda di halaman 1dari 4

Kelahiran

Rāhula

Putra dan satu-satunya anak Buddha Gautama adalah

Rāhula. Nama tersebut diberikan oleh kakeknya karena

ucapan pertama yang disebut oleh Pangeran Siddhārtha

ketika mendengar kabar kelahiran putranya adalah rahu,

yang berarti hambatan atau belenggu5 . Maksudnya disini

adalah hambatan atau belenggu dalam upaya pelepasan

keduniawiannya telah lahir. Hal ini karena sebelumnya

beliau telah melihat empat peristiwa6 yang menggugah

nuraninya. Melihat empat peristiwa yang wajar dialami

semua manusia, Pangeran Siddhārtha sadar bahwa semua

makhluk akan mengalami penderitaan yang serupa. Orang

yang sebelumnya muda dan kuat menjadi tua dan renta.

Orang yang sebelumnya sehat menjadi pesakit. Orang

yang sebelumnya hidup pasti akan meninggal juga.

Dan satu-satunya cara untuk mengetahui jawaban atas

penderitaan itu adalah dengan menjadi seorang petapa.

5 Lengkapnya: Rāhu jāto, bandhanaṁ jātaṁ – sebuah Rāhu telah lahir, sebuah belenggu

telah muncul”.

6 Empat macam penglihatan atau peristiwa yaitu melihat orang tua, orang sakit, orang

mati, dan seorang pertapa.

10 Riwayat Hidup Rāhula-Pewaris Dhamma

Tetapi alur kisahnya menjadi menarik manakala Pangeran

dihadapkan pada dua pilihan: memilih tinggal bersama

istri dan anaknya, atau pergi berjuang menjadi Buddha

demi menemukan obat bagi penderitaan tersebut.

Selesai pergi melihat keadaan di luar istana, Pangeran

Siddhārtha pulang. Sambutan meriah dilangsungkan

untuk menyambut kelahiran Rāhula. Raja Śuddhodana

mengadakan perayaan besar atas kelahiran cucu


pertamanya ini. Dikisahkan setelah pesta berakhir, Pangeran

Siddhārtha terbangun dan mendapati pemandangan

menjijikan dari orang-orang mabuk dan lain sebagainya.

Hal ini menyebabkan keinginan untuk tinggal di istana

menjadi padam.

Akhirnya dengan berat hati Pangeran Siddhārtha

memutuskan meninggalkan istri dan anaknya yang baru

lahir. Dengan tujuan mencari obat yang mengakhiri

penderitaan mereka dan demi kesejahteraan para dewa

dan manusia, Pangeran Siddhārtha pergi meninggalkan

istana bersama Channa dan kuda Kanthaka. Beliau

kemudian melakukan pelepasan agung dan menjadi

seorang petapa. Demikianlah bagaimana kelahiran Rāhula

turut memegang peranan penting dalam perjalanan

Pangeran Siddhārtha menjadi seorang Buddha.

Catatan lain menjelaskan bahwa rāhu tidak merujuk pada

“belenggu”. Sebagaimana yang ditemukan dalam Vinaya

Mūlasarvāstivāda, nama Rāhula merujuk pada sebuah

peristiwa gerhana bulan yang dipercaya disebabkan oleh

11Riwayat Hidup Rāhula-Pewaris Dhamma

ular Rahu. Rahu adalah sosok ular raksasa yang dipercaya

mengganggu matahari dan bulan (dengan memakannya)

sehingga menyebabkan gerhana. Hal ini dapat diibaratkan

sebagaimana kelahiran Rāhula dapat mengganggu

pelepasan agung Bodhisatta.

Bagi banyak orang, peristiwa Pangeran Siddhārtha

meninggalkan istri dan anaknya yang baru lahir adalah

tindakan tidak terpuji. Tetapi dalam konteks kehidupan

Pangeran Siddhārtha yang adalah seorang Bodhisatta7 ,

ini merupakan sebuah ujian terakhir dalam rangka

pelepasan keduniawian. Cinta dan kasih sayang seorang


ayah kepada anaknya tentu sangatlah besar, demikian

pula bagi Pangeran Siddhārtha. Oleh karena itu tidak

mudah bagi Pangeran Siddhārtha untuk mengambil

keputusan tersebut. Berkat buah kebajikan yang telah

dikumpulkannya, akhirnya beliau menyadari kepentingan

yang jauh lebih besar daripada kebahagiaannya sendiri.

Tanpa keputusan beliau untuk meninggalkan keduniawian

dan menjadi seorang petapa, kita mungkin tidak akan

dapat mengenal Dhamma. Disini, beliau menyadari bahwa

istri dan anaknya adalah “belenggu halus” yang mengikat

dirinya. Sebagaimana yang terdapatdalam latar cerita

Dhammapada syair 345 dan 346 sebagai berikut.

***

Pada suatu hari, tiga puluh bhikkhu datang ke Sāvatthī

untuk berpindapatta. Mereka melihat beberapa tawanan

sedang dirantai pada tangan dan kaki mereka. Ketika

7 Calon Buddha.

12 Riwayat Hidup Rāhula-Pewaris Dhamma

tiba kembali di vihāra, mereka bertanya kepada Buddha

apakah ada ikatan lain yang lebih kuat daripada itu.

Buddha menjawab bahwa nafsu keinginan akan makanan

dan pakaian, kekayaan serta keluarga adalah jauh lebih

kuat daripada ikatan rantai tersebut. Kemudian Buddha

membabarkan dua syair berikutini:

Dalam diri makhluk-makhluk timbul rasa senang mengejar

obyek-obyek indria, dan mereka menjadi terikat pada

keinginan-keinginan indria.

Karena cenderung pada hal-hal yang menyenangkan dan

terus mengejar kenikmatan indria, maka mereka menjadi

korban kelahiran dan kelapukan.

Makhluk-makhluk yang terikat pada nafsu keinginan,


berlarian kian kemari seperti seekor kelinci yang terjebak.

Karena terikat erat oleh belenggu-belenggu dan ikatan-

ikatan, maka mereka mengalami penderitaan untuk waktu

yang lama.

***

Terlepas dari hal itu, bukan berarti Pangeran Siddhārtha

tidak bertanggung jawab. Rāhula adalah penerus tahta

dan tentu akan dibesarkan dengan segala kecukupan

di istana. Buddha juga tidak pernah menolak mengakui

Rāhula sebagai putranya. Bahkan sejak usia tujuh tahun,

Rāhula telah berada dibawah bimbingan ayahnya, yang

terbukti efektif sehingga dia dapat mencapai pencerahan

di usia muda

Anda mungkin juga menyukai