Anda di halaman 1dari 9

Buddha Gautama dilahirkan dengan nama Siddhrtha Gautama (Sanskerta: Siddhattha

Gotama; Pali: "keturunan Gotama yang tujuannya tercapai"), dia kemudian menjadi
sang Buddha (secara harfiah: orang yang telah mencapai Penerangan Sempurna). Dia juga
dikenal sebagai Shakyamuni ('orang bijak dari kaum Sakya') dan sebagai sang Tathagata.
Siddhartha Gautama adalah guru spiritual dari wilayah timur laut India yang juga merupakan
pendiri Agama Buddha Ia secara mendasar dianggap oleh pemeluk Agama Buddha sebagai
Buddha Agung (Sammsambuddha) pada masa sekarang. Waktu kelahiran dan kematiannya
tidaklah pasti: sebagian besar sejarawan dari awal abad ke 20 memperkirakan kehidupannya
antara tahun 563SM sampai 483 SM; baru-baru ini, pada suatu simposium para ahli akan
masalah ini,sebagian besar dari ilmuwan yang menjelaskan pendapat memperkirakan tanggal
berkisar antara 20 tahun antara tahun 400 SM untuk waktu meninggal dunianya, sedangkan yang
lain menyokong perkiraan tanggal yang lebih awal atau waktu setelahnya.
Siddhartha Gautama merupakan figur utama dalam agama Buddha, keterangan akan
kehidupannya, khotbah-khotbah, dan peraturan keagamaan yang dipercayai oleh penganut agama
Buddha dirangkum setelah kematiannya dan dihafalkan oleh para pengikutnya. Berbagai
kumpulan perlengkapan pengajaran akan Siddhartha Gautama diberikan secara lisan, dan bentuk
tulisan pertama kali dilakukan sekitar 400 tahun kemudian. Pelajar-pelajar dari negara Barat
lebih condong untuk menerima biografi Sang Buddha yang dijelaskan dalam naskah Agama
Buddha sebagai catatan sejarah, tetapi belakangan ini "keseganan pelajar negara Barat meningkat
dalam memberikan pernyataan yang tidak sesuai mengenai fakta historis akan kehidupan dan
pengajaran Sang Buddha."
Orang Tua
Ayah dari Pangeran Siddhartha Gautama adalah Sri Baginda Raja Suddhodana dari Suku
Sakya dan ibunya adalah Ratu Mah My Dewi. Ibunda Pangeran Siddharta Gautama
meninggal dunia tujuh hari setelah melahirkan Sang Pangeran. Setelah meninggal, beliau terlahir
di alam/surga Tusita, yaitu alam surga luhur. Sejak meninggalnya Ratu Mah My Dewi,
Pangeran Siddharta dirawat oleh Ratu Mah Pajpati, bibinya yang juga menjadiisteri Raja
Suddhodana.
Riwayat Hidup
Kelahiran
Pangeran Siddharta dilahirkan pada tahun 563 SM di Taman Lumbini, saat Ratu Maha Maya
berdiri memegang dahan pohon sal. Pada saat ia lahir, dua arus kecil jatuh dari langit, yang satu
dingin sedangkan yang lainnya hangat. Arus tersebut membasuh tubuh Siddhartha. Siddhartha
lahir dalam keadaan bersih tanpa noda, berdiri tegak dan langsung dapat melangkah ke arah
utara, dan tempat yang dipijakinya ditumbuhi bunga teratai.
Oleh para pertapa di bawah pimpinan Asita Kaladewala, diramalkan bahwa Sang Pangeran kelak
akan menjadi seorang Chakrawartin (Maharaja Dunia) atau akan menjadi seorangBuddha. Hanya
pertapa Kondaa yang dengan tegas meramalkan bahwa Sang Pangeran kelak akan menjadi
Buddha. Mendengar ramalan tersebut Sri Baginda menjadi cemas, karena apabila Sang Pangeran
menjadi Buddha, tidak ada yang akan mewarisi tahta kerajaannya. Oleh pertanyaan Sang Raja,
para pertapa itu menjelaskan agar Sang Pangeran jangan sampai melihat empat macam peristiwa.
Bila tidak, ia akan menjadi pertapa dan menjadi Buddha. Empat macam peristiwa itu adalah:
1.
2.

Orang tua,
Orang sakit,

3.
4.

Orang mati,
Seorang pertapa.

Masa Kecil
Sejak kecil sudah terlihat bahwa Sang Pangeran adalah seorang anak yang cerdas dan sangat
pandai, selalu dilayani oleh pelayan-pelayan dan dayang-dayang yang masih muda dan cantik
rupawan di istana yang megah dan indah. Pada saat berusia 7 tahun, Pangeran Siddharta
mempunyai 3 kolam bunga teratai, yaitu:

Kolam Bunga Teratai Berwarna Biru (Uppala)


Kolam Bunga Teratai Berwarna Merah (Paduma)
Kolam Bunga Teratai Berwarna Putih (Pundarika)

Dalam Usia 7 tahun Pangeran Siddharta telah mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Pangeran
Siddharta menguasai semua pelajaran dengan baik. Dalam usia 16 tahun Pangeran Siddharta
menikah
dengan
Puteri Yasodhara yang
dipersuntingnya
setelah
memenangkan
berbagai sayembara. Dan saat berumur 16 tahun, Pangeran memiliki tiga Istana, yaitu:

Istana Musim Dingin (Ramma)


Istana Musim Panas (Suramma)
Istana Musim Hujan (Subha)

Masa Dewasa
Kata-kata pertapa Asita membuat Raja Suddhodana tidak tenang siang dan malam, karena
khawatir kalau putra tunggalnya akan meninggalkan istana dan menjadi pertapa, mengembara
tanpa tempat tinggal. Untuk itu Baginda memilih banyak pelayan untuk merawat Pangeran
Siddharta, agar putra tunggalnya menikmati hidup keduniawian. Segala bentuk penderitaan
berusaha disingkirkan dari kehidupan Pangeran Siddharta, seperti sakit, umur tua, dan kematian,
sehingga Pangeran hanya mengetahui kenikmatan duniawi.
Suatu hari Pangeran Siddharta meminta izin untuk berjalan di luar istana, dimana pada
kesempatan yang berbeda dilihatnya "Empat Kondisi" yang sangat berarti, yaitu orang tua, orang
sakit, orang mati dan orang suci. Pangeran Siddhartha bersedih dan menanyakan kepada dirinya
sendiri, "Apa arti kehidupan ini, kalau semuanya akan menderita sakit, umur tua dan kematian.
Lebih-lebih mereka yang minta pertolongan kepada orang yang tidak mengerti, yang sama-sama
tidak tahu dan terikat dengan segala sesuatu yang sifatnya sementara ini!". Pangeran Siddharta
berpikir bahwa hanya kehidupan suci yang akan memberikan semua jawaban tersebut.
Selama 10 tahun lamanya Pangeran Siddharta hidup dalam kesenangan duniawi. Pergolakan
batin Pangeran Siddharta berjalan terus sampai berusia 29 tahun, tepat pada saat putra
tunggalnya Rahula lahir. Pada suatu malam, Pangeran Siddharta memutuskan untuk
meninggalkan istananya dan dengan ditemani oleh kusirnya, Canna. Tekadnya telah bulat untuk
melakukan Pelepasan Agung dengan menjalani hidup sebagai pertapa.
Setelah itu Pangeran Siddhartha meninggalkan istana, keluarga, kemewahan, untuk pergi berguru
mencari ilmu sejati yang dapat membebaskan manusia dari usia tua, sakit danmati. Pertapa
Siddharta berguru kepada Alra Klma dan kemudian kepada Uddaka Ramputra, tetapi tidak
merasa puas karena tidak memperoleh yang diharapkannya. Kemudian beliau bertapa menyiksa
diri dengan ditemani lima orang pertapa. Akhirnya beliau juga meninggalkan cara yang ekstrem
itu dan bermeditasi di bawah pohon Bodhi untuk mendapatkan Penerangan Agung.
Masa Pengembaraan

Didalam pengembaraannya, pertapa Gautama mempelajari latihan pertapaan dari


pertapaBhagava dan kemudian memperdalam cara bertapa dari dua pertapa lainnya, yaitu
pertapaAlara Kalama dan pertapa Udraka Ramputra. Namun setelah mempelajari cara bertapa
dari kedua gurunya tersebut, tetap belum ditemukan jawaban yang diinginkannya. Sehingga
sadarlah pertapa Gautama bahwa dengan cara bertapa seperti itu tidak akan
mencapaiPencerahan Sempurna. Kemudian pertapa Gautama meninggalkan kedua gurunya dan
pergi ke Magadha untuk melaksanakan bertapa menyiksa diri di hutan Uruwela, di tepi
Sungai Nairanjana yang mengalir dekat Hutan Gaya. Walaupun telah melakukan bertapa
menyiksa diri selama enam tahun di Hutan Uruwela, tetap pertapa Gautama belum juga dapat
memahami hakikat dan tujuan dari hasil pertapaan yang dilakukan tersebut.
Pada suatu hari pertapa Gautama dalam pertapaannya mendengar seorang tua sedang menasihati
anaknya di atas perahu yang melintasi sungai Nairanjana dengan mengatakan:

Bila senar kecapi ini dikencangkan, suaranya akan semakin tinggi. Kalau terlalu
dikencangkan, putuslah senar kecapi ini, dan lenyaplah suara kecapi itu. Bila senar kecapi
ini dikendorkan, suaranya akan semakin merendah. Kalau terlalu dikendorkan, maka
lenyaplah suara kecapi itu.

Nasehat tersebut sangat berarti bagi pertapa Gautama yang akhirnya memutuskan untuk
menghentikan tapanya lalu pergi ke sungai untuk mandi. Badannya yang telah tinggal tulang
hampir tidak sanggup untuk menopang tubuh pertapa Gautama. Seorang wanita bernama Sujata
memberi pertapa Gautama semangkuk susu. Badannya dirasakannya sangat lemah dan maut
hampir saja merenggut jiwanya, namun dengan kemauan yang keras membaja, pertapa Gautama
melanjutkan samadhinya di bawah pohon bodhi (Asetta) di Hutan Gaya, sambil ber-prasetya,
"Meskipun darahku mengering, dagingku membusuk, tulang belulang jatuh berserakan, tetapi
aku tidak akan meninggalkan tempat ini sampai aku mencapai Pencerahan Sempurna."
Perasaan bimbang dan ragu melanda diri pertapa Gautama, hampir saja Beliau putus asa
menghadapi godaan Mara, setan penggoda yang dahsyat. Dengan kemauan yang keras membaja
dan dengan iman yang teguh kukuh, akhirnya godaan Mara dapat dilawan dan ditaklukkannya.
Hal ini terjadi ketika bintang pagi memperlihatkan dirinya di ufuk timur.
Pertapa Gautama telah mencapai Pencerahan Sempurna dan menjadi Samyaksam-Buddha
(Sammasam-Buddha), tepat pada saat bulan Purnama Raya di bulan Waisak ketika ia berusia 35
tahun (menurut versi Buddhisme Mahayana, 531 SM pada hari ke-8 bulan ke-12,
menurut kalender lunar. Versi WFB, pada bulan Mei tahun 588 SM). Pada saat mencapai
Pencerahan Sempurna, dari tubuh Sang Siddharta memancar enam sinar Buddha (Buddharasmi)
dengan warna biru yang berarti bhakti; kuning mengandung arti kebijaksanaan dan
pengetahuan; merah yang berarti kasih sayang dan belas kasih; putihmengandung arti
suci; jingga berarti giat; dan campuran kelima sinar tersebut.
Penyebaran Ajaran Buddha
Sang Buddha memberi pelajaran tentang dharma kepada lima pertapa di Taman Rusa

Setelah mencapai Pencerahan Sempurna, pertapa Gautama mendapat gelar kesempurnaan yang
antara lain: Buddha Gautama, Buddha Shakyamuni, Tathagata('Ia Yang Telah Datang', Ia Yang
Telah Pergi'), Sugata ('Yang Maha Tahu'), Bhagava ('Yang Agung') dan sebagainya. Lima pertapa
yang mendampingi Beliau di hutan Uruwela merupakan murid pertama Sang Buddha yang
mendengarkan khotbah pertama Dhammacakka Pavattana, dimana Beliau menjelaskan mengenai

Jalan Tengah yang ditemukan-Nya, yaitu Delapan Ruas Jalan Kemuliaan termasuk awal
khotbahNya yang menjelaskan "Empat Kebenaran Mulia".
Buddha Gautama berkelana menyebarkan Dharmaselama empat puluh lima tahun lamanya
kepada umat manusia dengan penuh cinta kasih dan kasih sayang, hingga akhirnya mencapai
usia 80 tahun, saat ia menyadari bahwa tiga bulan lagi ia akan mencapai Parinibbana.
Sang Buddha dalam keadaan sakit terbaring di antara dua pohon sala di Kusinagara,
memberikan khotbah Dharma terakhir kepada siswa-siswa-Nya, lalu Parinibbana (versi
Buddhisme Mahayana, 486 SM pada hari ke-15 bulan ke-2 kalender Lunar. Versi WFB pada
bulan Mei, 543 SM).
Sifat Agung Sang Buddha
1.
2.
3.
4.

Berusaha menolong semua makhluk.


Menolak semua keinginan nafsu keduniawian.
Mempelajari, menghayati dan mengamalkan Dharma.
Berusaha mencapai Pencerahan Sempurna.

Buddha Gautama pertama melatih diri untuk melaksanakan amal kebajikan kepada semua
makhluk dengan menghindarkan diri dari sepuluh tindakan yang diakibatkan oleh tubuh, ucapan
dan pikiran, yaitu

Tubuh (kaya): pembunuhan, pencurian, perbuatan jinah.


Ucapan (vak): penipuan, pembicaraan fitnah, pengucapan kasar, percakapan tiada manfaat.
Pikiran (citta): kemelekatan, niat buruk dan kepercayaan yang salah.

Cinta kasih dan kasih sayang seorang Buddha adalah cinta kasih untuk kebahagiaan semua
makhluk seperti orang tua mencintai anak-anaknya, dan mengharapkan berkah tertinggi
terlimpah kepada mereka. Akan tetapi terhadap mereka yang menderita sangat berat atau dalam
keadaan batin gelap, Sang Buddha akan memberikan perhatian khusus. Dengan Kasih SayangNya, Sang Buddha menganjurkan supaya mereka berjalan di atas jalan yang benar dan mereka
akan dibimbing dalam melawan kejahatan, hingga tercapai "Pencerahan Sempurna".
Sebagai Buddha yang abadi, Beliau telah mengenal semua orang dan dengan menggunakan
berbagai cara Beliau telah berusaha untuk meringankan penderitaan semua makhluk. Buddha
Gautama mengetahui sepenuhnya hakekat dunia, namun Beliau tidak pernah mau mengatakan
bahwa dunia ini asli atau palsu, baik atau buruk. Ia hanya menunjukkan tentang keadaan dunia
sebagaimana adanya. Buddha Gautama mengajarkan agar setiap orang memelihara akar
kebijaksanaan sesuai dengan watak, perbuatan dan kepercayaan masing-masing. Ia tidak saja
mengajarkan melalui ucapan, akan tetapi juga melalui perbuatan. Meskipun bentuk fisik tubuhNya tidak ada akhirnya, namun dalam mengajar umat manusia yang mendambakan hidup abadi,
Beliau menggunakan jalan pembebasan dari kelahiran dan kematian untuk membangunkan
perhatian mereka.
Pengabdian Buddha Gautama telah membuat diri-Nya mampu mengatasi berbagai masalah di
dalam berbagai kesempatan yang pada hakekatnya adalah Dharma-kaya, yang merupakan
keadaan sebenarnya dari hakekat yang hakiki dari seorang Buddha. Sang Buddha adalah
pelambang dari kesucian, yang tersuci dari semua yang suci. Karena itu, Sang Buddha adalah
Raja Dharma yang agung. Ia dapat berkhotbah kepada semua orang, kapanpun dikehendaki-Nya.
Sang Buddha mengkhotbahkan Dharma, akan tetapi sering terdapat telinga orang yang bodoh
karena keserakahannya dan kebenciannya, tidak mau memperhatikan dan mendengarkan
khotbah-Nya. Bagi mereka yang mendengarkan khotbah-Nya, yang dapat mengerti dan

menghayati serta mengamalkan Sifat Agung Sang Buddha akan terbebas dari penderitaan hidup.
Mereka tidak akan dapat tertolong hanya karena mengandalkan kepintarannya sendiri.
Wujud dan Kehadiran Buddha
Sang Buddha tidak hanya dapat mengetahui dengan hanya melihat wujud dan sifat-Nya sematamata, karena wujud dan sifat luar tersebut bukanlah Buddha yang sejati. Jalan yang benar untuk
mengetahui Buddha adalah dengan jalan membebaskan diri dari hal-hal duniawi/menjalani hidup
dengan cara bertapa. Buddha sejati tidak dapat dilihat oleh mata manusia biasa, sehingga Sifat
Agung seorang Buddha tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Namun Buddha dapat
mewujudkan diri-Nya dalam segala bentuk dengan sifat yang serba luhur. Apabila seseorang
dapat melihat jelas wujud-Nya atau mengerti Sifat Agung Buddha, namun tidak tertarik kepada
wujud-Nya atau sifat-Nya, dialah yang sesungguhnya yang telah mempunyai kebijaksanaan
untuk melihat dan mengetahui Buddha dengan benar.
Zulkifli
Zulkifli (bahasa Arab: , Dh'l-Kifl) (sekitar 1500-1425 SM) adalah salah satu nabidalam
ajaran Islam yang diutus kepada kaum Amoria di Damaskus. Ia diangkat menjadi nabi pada
tahun 1460 SM dan diutus untuk mengajarkan tauhid kepada kaumnya yang menyembah berhala
supaya menyembah Tuhan Yang Maha Esa, taat beribadah, dan membayar zakat. Ia memiliki 2
orang anak dan meninggal ketika berusia 95 tahun diDamaskus Syiria. Namanya disebutkan
sebanyak 2 kali di dalam Al-Quran.
Beberapa umat muslim masih mempertanyakan statusnya sebagai nabi. Tetapi ada juga sejumlah
umat muslim yang percaya bahwa ia adalah orang beriman dan penyabar yang disebutkan
dalam Al-Qur'an namun bukan seorang nabi.
Nama Zulkifli ia dapat ketika pada suatu hari, Raja mengumpulkan rakyatnya dan bertanya,
"Siapakah yang sanggup berlaku sabar, jika siang berpuasa dan jika malam beribadah?"
Tak ada seorang pun yang berani menyatakan kesanggupannya. Menurut Mufassirin, akhirnya
seorang anak muda yang bernama asli Basyar mengacungkan tangan dan berkata ia sanggup
melakukan itu. Sejak saat itulah ia dipanggil dengan julukan Zulkifli yang artinya 'Sanggup'.
Riwayat Hidup
Riwayat Zulkifli sedikit sekali disebutkan dalam Al-Qur'an. Ia adalah putra Nabi Ayubyang lolos
dari reruntuhan rumah Nabi Ayub yang menewaskan semua anak Nabi Ayub. Zulkifli adalah
orang yang taat beribadah. Ia melakukan sembahyang seratus kali dalam sehari.
Menjadi Raja
Suatu ketika, raja di negeri Rom saat itu, Nabi Ilyasa sudah semakin tua. Karena tak memiliki
calon pengganti, raja mengadakan sayembara kepada kaum Rom, bahwa siapapun yang
berpuasa di siang hari, beribadah di malam hari, dan tidak melakukan marah, ia akan diangkat
menjadi raja.
Hal ini terdapat dalam riwayat Ibnu Jarir :

Apabila Al-Yasa AS (Nabi Ilyasa). meningkat tua, dan ingin memberikan tugas untuk
memimpin bangsa Israel kepada yang sesuai. Baginda mengumumkan: Hanya orang
tersebut akan dipertimbangkan untuk menggantikan baginda dan yang berpuasa pada
siang hari, mengingati Allah pada malam hari dan menahan diri daripada sifat marah.
Salah seorang daripada mereka (Basyar) berdiri dan berkata: Aku akan patuh kepada
syarat-syarat tersebut. Baginda mengulangi syarat-syarat itu semula sebanyak tiga
kali dan lelaki yang sama berjanji dengan bersungguh-sungguh akan memenuhi

syarat-syarat tersebut. Maka dia dilantik untuk membawa tugas tersebut.


Dari kutipan riwayat di atas, Basyar menyanggupi semua persyaratan yang diberikan raja
kepadanya. Ia pun dinobatkan menjadi raja. Pada masa pemimpinannya, ia berjanji kepada
rakyatnya untuk menjadi hakim adil dalam menyelesaikan perkara. Karena keadilan beliau, maka
ia disebut sebagai Zulkifli pada masa itu.
Gangguan Setan
Allah SWT mengangkatnya sebagai nabi dan rasul. Setelah beberapa lama menjadi raja, beliau
memenuhi segala janjinya, sehingga Allah memberinya ujian kepadanya dengan setan yang
berkeinginan untuk menggoyahkan imannya.
Suatu ketika, setan menjelma sebagai musafir lelaki tua. Keinginannya adalah membuat marah
Zulkifli. Ia memaksa penjaga untuk dapat masuk istana dan menemui Zulkifli pada larut malam.
Lelaki tua itu diizinkan masuk oleh penjaga istana. Dalam pertemuan tersebut, setan mengadu
kepada Zulkifli tentang kekejaman orang lain terhadap dirinya. Namun Zulkifli menyuruhnya
untuk datang besok malam ketika kedua belah pihak sudah merasa siap untuk bertemu. Namun
musafir tersebut mengingkarinya dan malah datang pagi hari.
Keesokan harinya, musafir tersebut datang dan mengadu seperti pada malam sebelumnya. Maka
Zulkifli menyuruhnya untuk datang pada malam hari saja. Lelaki itu berjanji dengan
bersungguh-sungguh pada Zulkifli untuk datang pada malam hari. Namun ia mengingkarinya.
Pada hari yang ketiga, musafir itu datang lagi. Pada kali ini, tidak ada tanggapan dari Zulkifli.
Maka setan itu tersebut menyelinap menembus pintu dan menunjukkan dirinya kepada Zulkifli.
Zulkifli sangat terkejut melihat jelmaan setan tersebut. Lalu dia pun mengtahui bahwa musafir
itu adalah setan yang mencoba membuatnya marah namun setan itu gagal. Karena keberhasilan
Zulkifli menahan amarah, maka oleh Allah ia diangkat sebagai seorang nabi.
Kaum Rom
Nabi Zulkifli diutus oleh Allah kepada kaum Rom agar selalu mengingat satu Tuhan dan tidak
menyembah berhala.
Suatu ketika terjadi pemberontakan di negerinya oleh orang-orang yang durhaka kepada Allah.
Zulkifli menyeru pada rakyatnya agar berperang, namun mereka semua takut mati sehingga tak
seorang pun yang mau berperang. Mereka pun meminta Zulkifli untuk berdoa kepada Allah SWT
agar mereka semua tidak mati dan menang dalam perang. Zulkifli pun berdoa kepada Allah dan
Allah pun mengabulkan doanya.
Referensi Al-Qur'an
Zulkifli disebutkan dalam ayat Al-Qur'an Surat Al Anbiyaa' dan Surat Shaad :

Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Zulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang
yang sabar. Kami telah memasukkan mereka kedalam rahmat Kami. Sesungguhnya
mereka termasuk orang-orang yang saleh (Surah Al-Anbiya':85-86)

Dan ingatlah akan Ismail, Ilyasa' dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang
paling baik (Surah Sad:48)

Dalam kedua masalah tersebut, Zulkifli yang disebut sebagai nabi dalam Al-Qur'an tersebut
dapat juga merupakan orang lain yang tidak disebut dalam ayat tersebut.
Pendapat dan Kontroversi tentang Zulkifli

Sebagian muslim sependapat dengan pandangan Muhammad bin Jarir al-Tabari, mengangap
Zulkifli adalah orang baik dan sabar yang selalu menolong kaumnya dan membela kebenaran,
namun bukan seorang nabi. Sebagian lainnya percaya bahwa dia seorang nabi.
Menurut Baidawi, Zulkifli seperti dengan nabi Yahudi bernama Yehezkiel yang dibawa ke
Babilonia
setelah
kehancuran Yerussalem.
Baginda
dirantai
dan
dipenjarakan
oleh RajaNebukadnezzar. Baginda menghadapi segala kesusahan dengan sabar dan mencela
perbuatan mungkar Bani Israil.
Menurut versi lain nama aslinya Waidiah bin Adrin. Ia nabi bagi penduduk Suriah dan
sekitarnya. Ia membangun kota Kifl di Irak.
Ada dua tempat yang diyakini sebagai makam Zulkifli. Pertama di Kifl, Irak dekat Najafdan AlHillah dan yang kedua di Nawa, Suriah.
Siddhartha Gautama Bukan Nabi Zulkifli
Beberapa waktu yang lalu saya sempat membaca artikel di beberapa blog yang mengatakan
bahwa Siddhartha Gautama sebenarnya adalah Nabi Zulkifli a.s. dimana artikel tersebut banyak
terinspirasi dari tulisan Abul Kalam Azad. Berikut adalah beberapa sumber dimana artikel
tersebut saya temukan:
Sebagai orang yang pernah belajar tentang agama Buddha saya merasa bahwa tulisan
tersebut sangat banyak cacatnya sehingga layak untuk dikritisi. Hal ini juga saya lakukan
sebagai bentuk penghormatan saya kepada umat Buddha yang mungkin tersinggung ketika
panutannya disamakan dengan junjungan umat agama lain.

Pembuktian Akan Ketidakpahaman Penulis


Penulis dari artikel nampaknya kurang memahami mengenai bagaimana ajaran Buddha
terutama tentang perjalanan hidup dari Siddhartha itu sendiri.
Siddhartha Gautama merupakan putera kepada Raja Suddhodana dan Permaisuri Maha Maya.
Raja Suddhodana dari keturunan suku kaum Sakyas, dari keluarga kesatrian dan memerintah
Sakyas berdekatan negeri Nepal.
Dari tulisan ini bisa diketahui bahwa penulis telah salah memahami dan mengira bahwa
Siddhartha adalah anak seorang raja dan permaisuri. Sebenarnya Siddhartha bukanlah anak
seorang pemimpin kerajaan seperti banyak tulisan di Internet, namun hanyalah anak dari
kepala suku yang terpilih, hanya saja memang gelar dari kepala suku tersebut adalah raja
yang maknanya sangat berbeda dengan istilah raja dalam Bahasa Indonesia.
Beberapa daerah di India pada saat itu adalah kerajaan-kerajaan dan Sakya sendiri berada di
bawah kekuasaan Raja Kosala yang berkuasa sampai ke daerah selatan.
Asita mendapati terdapat 32 tanda utama dan 80 tanda kecil menunjukkan Bodhisatta bakal
menjadi Manusia Agung dan Guru Agung kepada manusia dan dewa-dewa (i.e. Jin dan
Malaikat, kelemahan umat Hindu dan Buddha ialah tidak dapat bedakan antara jin dan malaikat
yang keduanya dipanggil dewa-dewa).
Kalimat ini sedikit bernada frontal, saya pikir lebih baik menghargai konsep agama lain dan
mengatakan bahwa itu benar-benar adalah konsep yang berbeda daripada mengatakan bahwa
konsep agama lain sebenarnya sama namun disalahartikan, karena hal seperti itu kesannya
sangat egois dan memaksakan diri.
Perlu diketahui bahwa konsep dewa sendiri dalam Hindu dan Buddha sedikit berbeda, dimana
dalam Hindu dewa kedudukannya dianggap lebih tinggi dari manusia sedangkan dalam konsep
Buddha menjadi manusia lebih mulia daripada menjadi dewa karena jalan untuk mencapai
kebuddhaan dari manusia lebih mudah daripada dewa.

Bantahan Akan Persamaan Siddhartha dan Zulkifli

1. Nama Yang Berbeda


Sudah jelas bahwa dalam ajaran Islam nabi yang dimaksud bernama Basyar, yang kemudian
dipanggil Zulkifli yang artinya sanggup, karena beliau sanggup menerima persyaratan dari raja
sebelumnya untuk berpuasa di siang hari dan beribadah di malam hari.
Sedangkan dalam literatur Buddha maupun Hindu telah jelas nama dari Sang Buddha adalah
Siddhartha, nama yang sangat jauh berbeda dengan Basyar atau Zulkifli, sehingga
kemungkinan besar bukanlah orang yang sama. Bahkan setahu saya bahasa Sanskerta yang
digunakan oleh Siddhartha tidak mengenal fonem Z

2. Hidup Pada Zaman Yang Berbeda


Berdasarkan berbagai sumber yang ada sebagian besar muslim sepakat bahwa Nabi Zulkifli
hidup pada tahun 1500-1425 SM yang artinya beliau hidup lebih dulu dibandingkan dengan
Siddhartha yang kebanyakan sumber-sumbernya mengatakan bahwa beliau hidup pada sekitar
tahun 623 SM

3. Siddhartha Meninggalkan Pemerintahan, Nabi Zulkifli Menjadi Raja


Seperti yang sudah diketahui bahwa Siddhartha adalah anak kepala suku yang sebelumnya
hidup mewah kemudian memilih untuk meninggalkan pemerintahan itu agar bisa menjadi tahu
bagaimana cara mengakhiri penderitaan, sebaliknya Nabi Zulkifli justru sebelumnya adalah
warga biasa yang kemudian dianggap menjadi Raja. Keduanya jelas mengalami perjalanan
hidup yang berbeda bahkan bisa dibilang bertolak belakang.

4. Makna Buddha Tidak Sama Dengan Nabi


Pada artikel tersebut terdapat tulisan yang mengatakan bahwa nabi memiliki makna yang sama
dengan buddha, berikut adalah kutipannya:
Makna nabi dalam bahasa Arab berasal dari kata naba yang berarti dari tempat yang tinggi;
karena itu orang yang di tempat tinggi dapat melihat tempat yang jauh. Nabi dalam bahasa
Arab sinonim dengan kata Buddha sebagaimana yang dipahami oleh para penganut Buddha.
Sinonimnya pengertian ini dapat diringkaskan sebagai Seorang yang diberi petunjuk oleh
Tuhan sehingga mendapat kebijaksanaan yang tinggi menggunung.
Saya katakan tidak sama. Dalam ajaran Islam, nabi adalah istilah bagi mereka yang
mendapatkan wahyu dari Allah untuk wajib disampaikan pada orang lain, sedangkan kata
buddha lebih bermakna sebagai orang yang tercerahkan.
Perbedaan yang paling jelas antara nabi dan buddha adalah orang yang menjadi nabi dan rasul
adalah atas kehendak Allah yang kodratnya telah ditentukan, sedangkan dalam ajaran Buddha
siapa pun bisa menjadi seorang buddha, tidak terbatas dari kelahiran orang tersebut dan waktu
dia hidup.
Dalam ajaran Buddha seorang penjahat sekalipun ketika dia telah tercerahkan maka dia bisa
menjadi buddha sekalipun ia hidup di zaman modern seperti sekarang. Sedangkan dalam Islam
terdapat 4 sifat yang mustahil dilakukan oleh seorang nabi (khizib, khianat, kitman, dan jahlun)
sehingga seorang yang dulunya penjahat bisa dipastikan tidak mungkin seorang nabi atau
rasul, dan jumlah nabi dalam Islam terbatas oleh waktu dimana Muhammad adalah nabi dan
rasul terakhir sehingga tidak mungkin ada nabi di zaman modern seperti saat ini.

5. Siddhartha Tidak Beribadah Pada Siapapun


Sang Buddha bukanlah orang yang bisa dikatakan sebagai penyembah tuhan. Jangankan
menyembah tuhan, bahkan membicarakan tuhan pun beliau sangat jarang. Fokus utama ajaran
Buddha adalah tentang bagaimana manusia mengakhiri penderitaan dan mencapai pencerahan
melalui jalan Dhamma, dimana ajaran Dhamma ini bisa dibagi menjadi 3 pokok utama, yaitu
perbanyak perbuatan baik, kurangi perbuatan jahat, dan mendamaikan diri sendiri melalui
meditasi.
Pokok ajaran Buddha tidak berbicara tentang siapa tuhan, bagaimana sifat tuhan, apalagi
bagaimana cara menyembahnya. Ajaran Buddha lebih condong ke arah filsafat dan

humanisme. Sangat jauh berbeda dengan ajaran Islam yang mengutamakan tauhid dan
penyembahan kepada Allah.
Ketika Siddhartha jarang berbicara mengenai tuhan, bagaimana mungkin dia melakukan apa
yang dilakukan oleh Nabi Zulkifli yaitu ibadah di malam hari? Seperti apa ibadah yang dilakukan
oleh Siddhartha? Jelas ini nampak sangat tidak masuk akal.

6. Kata Tin Bukan Bermakna Pohon Bodhi


Penulis dari artikel tersebut menggunakan cocoklogi dengan mengaitkan Surah At Thiin ayat 16, pendapat dari Dr. Alexander Berzin, dan imajinasinya sendiri. Untuk itu mari kita lihat terlebih
dahulu isi ayat Quran yang dipakai sebagai acuan:



Wattiini wazzaituun, wathuuri siiniin, wahadzaal baladil amiin, laqad khalaqnaa-insaana fii
ahsani taqwiim, tsumma radadnaahu asfala saafiliin, ilaal-ladziina aamanuu waamiluushshaalihaati falahum ajrun ghairu mamnuun.
Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota (Mekah) ini yang aman,
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian
Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.
Dr. Alexander berpendapat bahwa buah Zaitun melambangkan Jerusalem, Isa a.s. (Jesus,
Kristian), Bukit Sinai melambangkan Musa a.s. dan Yahudi dan Kota Mekah pula menunjukkan
Islam dan Muhammad SAW. Penulis kemudian berimajinasi dengan mengatakan bahwa tin
bermakna Pohon Bodhi. Masuk akal kah?

Kenapa Al-Qasimi dan Prof. Hamidullah bisa beranggapan bahwa pohon tin bisa
disamakan dengan pohon bodhi, dari mana dapat logika seperti itu, sedangkan jelas-jelas kedua
pohon tidak memiliki kemiripan yang berarti. Walaupun kedua tanaman berasal dari genus yang
sama namun nampak jelas bahwa pohon tin (Ficus carica) dan Pohon Bodhi (Ficus religiosa
Linn) memiliki ukuran, buah, dan bentuk daun yang berbeda.
Kenapa ketika Dr. Alexander menyebutkan tentang Musa, Isa, dan Muhammad,
kemudian yang lain membayangkan Nabi Zulkifli? Kenapa tidak Ibrahim yang lebih populer?
Jelas ini menunjukkan bagaimana penulis terlalu memaksakan cocokloginya.
7. Dhul-Kifli Bukan Bermakna Berasal Dari Kapilavastu
Seperti yang saya tulis sebelumnya bahwa Zulkifli bermakna sanggup bukan bermakna
berasal dari Kifli, sekalipun demikian rasanya sangat jauh kata Kifli diartikan sebagai
Kapilavastu, dan sekalipun Kifli memang bermakna Kapilavastu maka belum tentu hal tersebut
merujuk pada Siddhartha.
Perlu dipertanyakan sejak kapan nama Kapilavastu tersebut eksis, apakah memang ada sejak
zaman Siddhartha atau hanyalah sebuah distrik yang baru terbentuk, karena menurut literatur
yang ada Siddhartha lahirnya di Taman Lumbini yang kemudian baru diperkirakan ada di antara
distrik Kapilavastu (Nepal) dan Devadaha (India).

Kesimpulan
Kesimpulannya jelas, bahwa penulis terlalu memaksakan argumen dan menggunakan
cocoklogi yang sangat lemah, dan mengabaikan faktor-faktor ketidakcocokan lain yang sangat
kuat sehingga pendapat bahwa Siddhartha Gautama adalah Nabi Zulkifli tidak dapat
dipercaya.

Anda mungkin juga menyukai