Anda di halaman 1dari 9

Agama Buddha

KELOMPOK :
 ELBERT (163304010399)
 QANLADYSTIO DANANTHO (163304010385)
 DAVID KLISMEN (163304010388)

FAKULTAS : EKONOMI
SEMESTER : 2
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
MEDAN
2016-2017
A. Pendahuluan
Telah kita ketahui bahwasanya di dunia ini terdapat bermacam-macam agama. Mulai dari
agama samawi sampai agama ardhi. Ada tiga amgama besar di dunia yakni Islam, Kristen dan
Buddha. Agama Islam dibawah oleh Nabi Muhammad, sedangkan agama Kristen dibawah oleh
Yesus Kristus dan agama Buddha dibawah oleh Siddharta Gauttama.
Dalam makalah ini kami akan mencoba membahas secara singkat tentang agama Buddha, baik
dalam segi awal mula adanya agama Buddha, Biografi Siddharta Gautama, ajaran agama Buddha
dan Sang Buddha dalam pandangan Islam.
B. Sejarah agama Buddha
Mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari lahirnya sang Buddha Siddharta Gautama. Dengan ini, ini
adalah salah satu agama tertua yang masih dianut di dunia. Selama masa ini, agama ini sementara
berkembang, unsur kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur kebudayaan Helenistik (Yunani),
Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara. Dalam proses perkembangannya ini, agama ini praktis telah
menyentuh hampir seluruh benua Asia. Sejarah agama Buddha juga ditandai dengan perkembangan
banyak aliran dan mazhab, serta perpecahan-perpecahan. Yang utama di antaranya adalah aliran tradisi
Theravada , Mahayana, dan Vajrayana (Bajrayana), yang sejarahnya ditandai dengan masa pasang dan
surut.
Menurut tradisi Buddha, tokoh historis Buddha Siddharta Gautama dilahirkan dari suku Sakya pada awal
masa Magadha (546–324 SM), di sebuah kota, selatan pegunungan Himalaya yang bernama Lumbini.
Sekarang kota ini terletak di Nepal sebelah selatan. Ia juga dikenal dengan nama Sakyamuni (harafiah:
orang bijak dari kaum Sakya").
Setelah kehidupan awalnya yang penuh kemewahan di bawah perlindungan ayahnya, raja Kapilavastu
(kemudian hari digabungkan pada kerajaan Magadha), Siddharta melihat kenyataan kehidupan sehari-
hari dan menarik kesimpulan bahwa kehidupan nyata, pada hakekatnya adalah kesengsaraan yang tak
dapat dihindari. Siddharta kemudian meninggalkan kehidupan mewahnya yang tak ada artinya lalu
menjadi seorang pertapa. Kemudian ia berpendapat bahwa bertapa juga tak ada artinya, dan lalu
mencari jalan tengah (majhima patipada ). Jalan tengah ini merupakan sebuah kompromis antara
kehidupan berfoya-foya yang terlalu memuaskan hawa nafsu dan kehidupan bertapa yang terlalu
menyiksa diri.
Di bawah sebuah pohon bodhi, ia berkaul tidak akan pernah meninggalkan posisinya sampai ia
menemukan Kebenaran. Pada usia 35 tahun, ia mencapai Pencerahan. Pada saat itu ia dikenal sebagai
Gautama Buddha, atau hanya "Buddha" saja, sebuah kata Sansekerta yang berarti "ia yang sadar" (dari
kata budhta).
Untuk 45 tahun selanjutnya, ia menelusuri dataran Gangga di tengah India (daerah mengalirnya sungai
Gangga dan anak-anak sungainya), sembari menyebarkan ajarannya kepada sejumlah orang yang
berbeda-beda.
Keengganan Buddha untuk mengangkat seorang penerus atau meresmikan ajarannya mengakibatkan
munculnya banyak aliran dalam waktu 400 tahun selanjutnya: pertama-tama aliran-aliran mazhab
Buddha Nikaya, yang sekarang hanya masih tersisa Theravada, dan kemudian terbentuknya mazhab
Mahayana, sebuah gerakan pan-Buddha yang didasarkan pada penerimaan kitab-kitab baru.
C. Biografi Siddharta Gautama
Terdapat 7 kisah tentang peristiwa kelahiran Buddha. Kisah 1: Mimpi buruk raja Kapilavastu. Ialah ayah
Buddha yaitu Siddharta Gautama. Walaupun raja sudah lama menikah dengan Ratu Maha Maya tetapi
belum mendapatkan keturunan. Selama Ratu Maha Maya berumur 40, pada suatu malam, ratu mimpi
buruk. Dalam mimpi itu ratu melihat sebuah seorang pemuda sedang menunggang seekor gajah
putihyang besar di atas langit yang semakin mendekatinya. Pemuda dengan gajah putih itu masuk ke
dalam perut ratu melalui bagian awah lengan kiri sang Ratu. Ratu terbangun karena terkejut dan sadar
bahwa semua itu hanya mimpi. Tidak lama seelah kejadian mimpi buruk tersebut, ratu pun
mengandung.
Kisah 2: Masa kehamilan 10 bulan itu terasa sangat cepat. Pada suatu hari ratu meminta berjalan-jalan
di taman Lumbini. Setelah itu ratu pulang ke rumah ibunya untuk melahirkan anaknya. Di tengah
perjalanan ke rumah ibunya ratu telah melahirkan putranya, Siddharta Gautama (623 M). Pada saat
melahirkan posisi ratu sedang berdiri dan bertumpu pada dahan pohon sal. Selama proses melahirkan
ratu tidak merasakan sakit sama sekali. Pada saat itu terjadilah keajaiban yakni bayi yang baru lahir
tersebut dapat berjalan sebanyak 7 langkah, dan disetiap langkahnya tumbuh sekuntum bunga teratai.
Dan bayi itu berkata: “Ini merupakan kelahiranku yang terakhir di dunia ini. Aku dilahirkan untuk
menjadi Buddha. Akulah orang yang paling mulia dan akan membawa ilmu dan ajaran untuk
menyelamatkan semua insan di dunia ini”.
Kisah 3: Pada usia 20 tahun Siddharta meninggakan kehidupan istana serta anak istrinya dan bertekad
untuk menjadi seorang zahid. Sedah bertahun-tahun Siddharta berusaha untuk mencari jawaban atas
persoalan-persoalan dalam hatinya. Siddharta membiasakan dirinya makan biji-bijian tetapi semua
usaha itu membuahkan hasil. Siddharta semakin kurus dan tidak berdaya.
Pada suatu hari, Siddharta mendengar perkataan pemain musik, emudian ia tersadar akan tujuannya.
Setelah itu Siddharta menerima susu dari seorang gadis baik hati. Kemudian ia berjalan sampai di bawah
pohon Bodhi dan dia bersumpah jika tidak dapat menemui kebenaran dan jawaban tas persoalan-
persalannya dia tidak akan meningalkan tempat itu.
Kisah 4: Raja setan menghalangi Sidharta untuk mencari kebenaran. Ia uga berusaha memuai Siddharta
dengan binatang buas. Dan ia juga memerintahkan ke-3 anak perempuannya untuk menggoda Siddharta
agar menggagalkan usahanya dalam menemukan kebenaran. Namun Siddharta tetap tenang seperti air
dan tidak memerdulikannya.
Kisah 5: Setelah berhasil mengusir raja setan pada usia 35 tahun, Siddharta telah mencapai makrifat.
Pada saat itu, Siddharta Gautama telah menukar gelarnya sebagai Gautama Buddha.
Kisah 6: Penyebaran ajaran Buddha adalah perjalanannya menjelajahi beberapa tempat untuk
menyebarkan ilmu dan kebenaran itu. Tak memperdulikan lapisan masyarakat, Buddha mengajar
dengan penuh kesabaran dan menjawab segala persoalan dengan bersunguh-sungguh. Hingga pengikut-
pengikutnya kia bertambah.
Pada suatu hari ketika ia sedang betapa, tiba-tiba ia mendapat petunjuk bahwasanya ayahnya sakit
parah. Seorang utusan raja telah menyampaikan pesan kepada Buddha bahwasanya ayahnya ingin
melihat anaknya untuk terakhir kali. Buddha tidak menolak dan ia pun pergi ke istana untuk menjenguk
ayahnya. Setibanya di sana, Buddha mendekati Maha raja yang sudah berumur 93 tahun yang sedang
berbaring itu dan mengulurkan tangannya.
Setelah Buddha memegang tangan ayahnya, maha raja berkata bahwa dia tidak menyesali kepergian
putranya, karena putranya telah menjadi seorang Buddha yang dihormati. Selepas kata-kata itu, raja
telah meninggal dunia. Semua orang disana menangis terisak-isak kecuali Buddha yang melihat ayahnya
dengan tenang. Setelah itu banyak kaum kerabat yang menjadi pengikutnya.
Kisah 7: ada masa Buddha menginjak usia 80 tahun, Buddha telah meramalkan kematiannya. Hingga
akhir hayatnya, Buddha masih mengajar pengikut-pengikutnya. Pada bulan ke-2 hari ke-15 di tengah
malam bulan prnama, Buddha menutup mata selama-lama. Pada masa kini agama Budha telah menjadi
salah satu dari tiga agama utama di dunia ini.

Cirri-ciri agama Budha:


1. Agama Budha tidak mengabaikan atau mengutuk agama lain sebagai agama jahat.
2. Agama Budha mengakui semua jenis agama di dunia ini dan membedakan agama berdasarkan
pahamnya bukan citranya baik atau buruk.
3. Budhisme adalah demokrasi dan kebebasan.
4. Dalam ajaran agama Budha, kenyataan dan ilmu yang diajarkan bukan perintah yang harus dituruti.
5. Perayaan hari Waisak merupakan perayaan yang paling penting karena mengingatkan umat Budha
pada tiga pristiwa penting mengenai Kelahiran Buddha, Penjedian Buddha dan wafatnya Buddha.
Lima larangan yang diajarkan agama Budha:
1. Tidak membunuh dan tidak mengancam nyawa orang lain.
2. Tidak mencuri dan tidak mengancam harta benda orang lain.
3. Tidak berzina dan tidak mengancam kesucan orang lain.
4. Tidak berohong dan tidak mengancam reputasi orang lain.
5. Tidak meminum arak dan tidak mengancam rasional sendiri dan keselamatan orang lain.
D. Ajaran Agama Budha
Konsep Ketuhanan
Perlu ditekankan bahwa bahwa Buddha bukan Tuhan. Konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda
dengan konsep ketuhanan dalam agama samawi. Dimana alam semesta dicipakan oleh Tuhan dan
tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke surga ciptaan Tuhan yang kekal.
“Ketahuilah para bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak
Tercipta, Yang Mutlak. Wahai para bikkhu apabila tidak Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma,
Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran,
penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para bikkhu, karena ada Yang Tidak
Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk
bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu”.
Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII: 3, yang
merupakan konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dalam agama Budha. Ketuhanan Yang Maha Esa dalam
bahasa Pali adalah Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang yang artinya “Suatu Yang Tidak
Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak”. Dalam hal ini Kethanan Yang Maha
Esa adalah suatu yang tanpa aku (anatta), yang tidak data dipersonifikasikan dan yang tidak dapat
digambarkan dalam bentu apapun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi
(asamkhatang) maka manusia yang berkondisi (samkhatang) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran
kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi .
Bila kita mempelajari ajaran agama Budha seperti yang terdapat dalam Kitab Suci Tripitaka, maka bukan
hanya konsep ketuhanan yang berbeda dengan konsep ketuhanan dalam agama lain, tetapi banyak
konsep lain yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang berlainan dengan konsep-konsep
dari agama lain antara lain adalah konsep tentang alam semesta, terbentuknya bumi dan manusia,
kehidupan manusia di alam semesta, kiamat dan keselamatan atau kebebasan.
Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebudhaan (anutara samyak
sambodhi) atau pencerahan sejati di mana roh manusia tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal
lahir. Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa-
dewa yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebudahan dapat dicapai. Budha hanya
merupakan contoh, juru pandu, dan guru bagi mahluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai
pencerahan rohani, dan melihat kebenaran dan realitas sebenar-benarnya.
Sebagaimana agama Islam dan Kristen agama Budha juga menjunjung tingi nilai-nilai kemoralan. Nilai-
nilai kemoralan yang diharuskan untuk umat awam umat Budha biasanya di kenal dengan pancasila.
Kelima nilai kemoralan untuk umat awam adalah:
Panatiata Veramani Sikkhapadam Samadiyami
Adinnadana Veramani Sikkhapadam Samadiyami
Kamesu Micchacara Veramani Sikkhapadam
Musafada Veramani Sikkhapadam Samadiyami
Surameraya Majjapamadatthana Veramani Sikkhapadam Samadiyami
Yang artinya:
Aku bertekad akan melatih diri menghinari pembunuhan mahluk hidup
Aku bertekad akan melatih diri menghinari pencurian atau engambil barang yang tidak diberikan.
Aku bertekad akan melatih diri menghinari melakukan perbuatan asusila.
Aku bertekad akan melatih diri menghinari melakukan perkataan dusta.
Aku bertekad akan melatih diri menghinari makanan atau minumam yang dapat mengakibatkan
lemahnya kesadaran.

Selain nilai-nilai moral di atas, agama Budha juga amat menjunjung tinggi karma sebagai sesuatu yang
berpegang pada prinsip sebab akibat. Kamma (bahasa Pali) atau karma (bahasa Sansekerta) berarti
perbuatan atau aksi. Jadi ada aksi atau karma baik dan adapula aksi atau karma buruk. Saat ini, istilah
Karma sudah terasa umum digunakan, namun cenderung di artikan secara keliru sebagai hukuman
turunan atau hukuman berat dan lain sebagainya. Guru Budha dalam Nibbedhika Sutta, Anguttara
NikayaVI: 63 menjelaskan secara jelas arti dari kamma: “Para bikkhu, cetana (kehendak)lah yang
kunyatakan sebagai kamma. Setelah berkehendak, orang melakukan suatu tindakan lewat tubuh,
ucapan atau pikiran”.
Jadi kamma berarti semua jenis kehendak (cetana), perbuatan yang baik maupun buruk yang dilakukan
oleh jasmani (kaya), perkataan (vaci), dan pikiran (mano), yang baik (kusala) maupun yang jahat
(akusala).
Kama atau sering disebut sebagai hukum kamma merupakan salah satu hukum alam yang bekerja
berdasarkan prinsip sebab akibat. Selama suatu mahluk berkehendak, melakukan kamma (perbuatan)
sebagai sebab maka akan menimbulkan akibat atau hasil. Akibat atau hasil yang ditimbulkan dari kamma
disebut sebagai kamma Vipaka.
E. Sang Budha Dalam Al-Qur’an
Tidak ada kata-kata “Buddha” dalam Al Quran, namun para sejarawan dan peneliti mengaitkan
beberapa ayat Al-Quran dengan Sang Buddha.
“Demi (buah) Tin (fig) dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota (Mekah) ini yang aman,
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami
kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. Maka apakah yang
menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu?
Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?” (Quran Surat at-Tin (95): 1)
Buah Zaitun melambangkan Yerusalem, Yesus dan Kristianitas. Bukit Sinai melambangkan Musa dan
Yudaisme. Kota Mekah menyimbolkan Islam dan Muhammad. Lantas pohon Tin (fig) melambangkan
apa?
Tin = fig = Pohon Bodhi.
Pohon Bodhi adalah tempat Sang Buddha mencapai Penerangan Sempurna.
Ada penafsir-penafsir zaman sekarang sebagaimana disebutkan oleh al-Qasimi di dalam tafsirnya
berpendapat bahwa sumpah Allah dengan buah tin yang dimaksud ialah pohon Bodhi. Prof. Hamidullah
juga mengatakan bahwa perumpamaan pohon (buah) tin (fig) di dalam Quran ini merepresentasikan
Sang Buddha, sehingga menunjukkan bahwa Sang Buddha diakui sebagai nabi di dalam agama Islam.
Hamid Abdul Qadir, sejarawan abad 20 mengatakan dalam bukunya :
“Buddha Yang Agung: Riwayat dan Ajarannya” (Arabic: Budha al-Akbar Hayatoh wa Falsaftoh), bahwa
Sang Buddha adalah nabi Dhul Kifl, yang berarti “ia yang berasal dari Kifl”. Nabi Dhul Kifl disebutkan 2
kali dalam Quran:
“Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli (Dhul Kifl). Semua mereka termasuk orang-orang yang
sabar”. QS. al-Anbiya (21) : 85
“Dan ingatlah akan Ismail, Ilyasa, dan Dzulkifli (Dhul Kifl). Semuanya termasuk orang-orang yang paling
baik”. QS. Shad (38): 48
“Kifl” adalah terjemahan Arab dari Kapilavastu, tempat kelahiran Sang Bodhisattva.
Mawlana Abul Azad, teolog Muslim abad 20 juga menekankan bahwa Dhul Kifl dalam Al Quran bisa saja
adalah Buddha.
F. Kesimpulan
Dalam makalah ini teah dijelaskan bahwasanya Buddha bukan sosok Tuhan. Dalam konsep ketuhanan
dalam agama Budha berbeda dengan konsep ketuhanan dalam agama samawi. Dimana alam semesta
diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembai ke surga ciptaan Tuhan yang
kekal.
Dalam al-Qur’an tidak dijelaskan dan tidak terdapat kata “Buddha” namun para sejarawan dan para
peneliti mengaitkan beberapa ayat al-Qur’an dengan sang Budha.
Sebagaimana surat at-Tin yang mana menerangkan bahwasanya Buah Zaitun melambangkan Yerusalem,
Yesus dan Kristianitas. Bukit Sinai melambangkan Musa dan Yudaisme. Kota Mekah menyimbolkan Islam
dan Muhammad. Dan pohon Tin (fig) melambangkan Pohon Bodhi dan Buddha.

Anda mungkin juga menyukai