Anda di halaman 1dari 17

KONSEP PENYUSUNAN ASB

Untuk Memenuhi Tugas


Mata kuliah Penganggaran dan Evaluasi Kinerja Sektor Publik
yang dibina oleh Bapak Nurkholis, SE., M.Bus., Ph.D., Ak

Disusun Oleh :
Hafid Alifi W
Siti Fatimah
Rima Ayu Aji Pratiwi

135020301111049
135020301111064
135020307111028

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era reformasi birokrasi, pemerintahan ini telah melakukan perubahan penting dan
mendasar yang dimaksudkan untuk memperbaiki berbagai kelemahan dan kekurangan yang
ada, serta upaya untuk memperbaiki berbagai tuntutan dan aspirasi yang berkembang di
daerah dan masyarakat. Salah satunya adalah menyangkut tentang anggaran, yang mana

anggaran dalam konteks otonomi dan desentralisasi menduduki peranan penting. Saat ini
kualitas perencanaan anggaran yang digunakan masih relatif lemah, diikuti dengan
ketidakmampuan

pemerintah

dalam

meningkatkan

penerimaan

daerah

secara

berkesinambungan, sementara pengeluaran secara dinamis terus meningkat, tetapi tidak


disertai penentuan skala prioritas dan besarnya plafon anggaran.
Sebelum tahun 2003, penentuan besar alokasi dana menggunakan incrementalism dan
line item. Konsekuensi yang harus diterima saat itu adalah terjadinya overfinancing atau
underfinancing pada suatu unit kerja, yang pada akhirnya tidak mencerminkan pada
pelayanan publik yang sesungguhnya dan cenderung terjadi pemborosan. Menyadari
kelemahan tersebut dan agar pengeluaran anggaran daerah memiliki prinsip value for money
(ekonomi efisien dan efektif) maka Pemerintah berusaha menerapkan sistem penganggaran
yang disusun berdasarkan pendekatan anggaran kinerja (performance budget), standar
pelayanan dan berorientasi pada outputoutcome. Untuk menghindarkan terjadinya tumpang
tindih (overlapping) alokasi belanja, maka penyusunan anggaran harus berdasarkan kinerja
yang jelas dan terukur menjadi penting. Untuk mencapai hal tersebut, ada beberapa hal yang
perlu dikembangkan antara lain: 1. Analisa Standar Belanja, 2. Tolok Ukur Kinerja dan 3.
Standar Biaya.
Salah satu yang akan dibahas yaitu mengenai instrument penyusunan anggaran adalah
Analisis Standar Belanja (ASB). Analisis Standar Belanja (ASB) sudah

diperkenalkan

kepada Pemerintah Daerah dalam Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Istilah yang digunakan dalam PP
No. 105 tersebut adalah Standar Analisa Belanja atau SAB yang mempunyai makna penilaian
kewajaran atas beban kerja dan biaya terhadap suatu kegiatan. Berdasarkan PP No. 105/2000
tersebut Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia menerbitkan pedoman operasional
dalam bentuk Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan,
Pertanggungjawaban Dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah Dan
Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah. Namun, Kepmendagri
tersebut belum menunjukkan wujud/bentuk Standar Analisa Belanja.
Pada Tahun 2004 keluarlah Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang merupakan pengganti dari Undang-Undang No. 22 Tahun 1999.
Dalam UU No. 32 tersebut dikenalkan istilah baru yaitu Analisis Standar Belanja (ASB) yang
mempunyai maksud dan istilah yang sama dengan Standar Analisa Belanja (SAB) yaitu
penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu

kegiatan. Selanjutnya, terbitlah PP No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
PP No. 58 tahun 2005 ini kemudian dijabarkan lagi dalam Permendagri No. 13 tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pada Tahun 2007 terbitlah Permendagri No.
59 tahun 2007 sebagai penyempurnaan atas Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Dalam regulasi-regulasi tersebut selalu disebutkan
bahwa ASB merupakan salah satu instrumen pokok dalam penganggaran berbasis kinerja.
Berdasarkan uraian di atas maka makalah ini dengan segala kekurangannya mencoba
menguraikan penjelasan menjelaskan bagaimana tentang konsep penyusunan Analisis
Standar Belanja (ASB)
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami tulis adalah :
1. Apa dasar hukum Penyusunan ASB ?
2. Bagaimana prinsip penyusunan ASB ?
3. Bagaimana konsep penyusunan Analisis Standar Belanja ?
4. Bagaimana Format Penyusunan ASB ?
5. Bagamana Tahap Penyusunan ASB ?
6. Bagaimana penyesuaian Analisis Standar Belanja diterapkan ?
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui dasar hukum, Prinsip penyusunan, konsep penyusunan, format
penyusunan, tahap penyusunan, dan penyesuaian Analisis Standar Belanja

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dasar Hukum Penyusunan ASB
1. UU no 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah pasal 167 ayat 3
Belanja daerah mempertimbangkan beberapa instrument pendukung, diantaranya :
analisis standard belanja
2. Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2005 pasal 39 ayat 2
Penyusunan anggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan berdasarkan capaian
kinerja, indicator kinerja, analisis standard belanja, standard harga satuan, dan
standard pelayanan minimal
3. Permendagri no 13 tahun 2006 pasal 93 ayat 1
4. UU No. 23 Tahun 2014 Pasal 298 ayat 3
Belanja Daerah untuk pendanaan Urusan Pemerintah yang jadi kewenangan Daerah
selain sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berpedoman pada analisis standar belanja
dan standar harga satuan regional sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
5. Permendagri no 13 tahun 2006 Psl 89 (2) Huruf e
Dokumen sebagai lampiran (meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKASKPD, analisis standar belanja, dan standar satuan harga.
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah Pasal 89 ayat 2
Rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup : dokumen sebagai lampiran surat
7.

edaran meliputi KUA, PPAS, analisis standar belanja dan standar satuan harga.
Penjelasan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Pasal
167 ayat 3
Yang dimaksud dengan Analisa Standar Belanja (ASB) adalah penilaian kewajaran

atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan.
8. Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan

dan

Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, Pasal 20 ayat 2


Untuk mengukur kinerja keuangan Pemerintah Daerah, dikembangkan standar
analisa belanja, tolok ukur kinerja dan standar biaya
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah Pasal 100 ayat 2
Pembahasan oleh TAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
Menelaah kesesuaian rencana anggaran dengan standar analisis belanja, standar
satuan harga

10. Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 32 Tahun 2008 Tentang Pedoman
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009,
(Romawi III) Teknis Penyusunan APBD No. 4
Substansi Surat Edaran Kepala Daerah tentang Pedoman Penyusunan RKA-SKPD
kepada seluruh SKPD dan Rencana Kerja dan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan
daerah (RKA-PPKD) kepada Satuan kerja pengelola keuangan daerah (SKPKD) lebih
disederhanakan, hanya memuat prioritas pembangunan daerah dan program/kegiatan
yang terkait, alokasi plafon anggaran sementara untuk setiap program/kegiatan SKPD,
batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD dan dokumen sebagai lampiran
Surat Edaran dimaksud meliputi KUA, PPAS, Analisis Standar Belanja, dan Standar
Satuan Harga
2.2 Prinsip dasar penyusunan Analisis Standar Belanja (ASB)
Dalam penyusunan ASB, ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan pemerintah
daerah yaitu :
1. Penyederhanaan (modeling).
Penyusunan ASB bertujuan membuat model belanja untuk objek-objek
kegiatan yang menghasilkan output yang sama.
2. Mudah diaplikasikan.
Model yang dibuat mudah diaplikasikan, atau tidak membuat susah yang
menggunakan model tersebut.
3. Mudah diup-date.
Model yang dibuat mudah untuk diperbaharui, dalam arti jika ditambahkan datadata baru tidak merubah formula model tersebut secara keseluruhan.
4. Fleksibel
Model yang dibuat menggunakan konsep belanja rata-rata dan memiliki batas
minimum belanja dan batas maksimum belanja.

2.3 Konsep Penyusunan Analisis Standar Belanja (ASB)


Dalam rangka untuk meningkatkan efektifitas standar pelayanan minimal, maka pemerintah
daerah hendaknya mampu menetapkan analisis standar belanja yang akurat. Hal tersebut
dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan kinerja anggaran yang baik. Selama ini sering
terjadi overfinancing dan underfinancing dengan kata lain terjadi ketidakakuratan dan
ketidakwajaran dalam menetapkan biaya dalam anggaran. Sekarang ini, banyak pemerintah
daerah yang mencoba mencari formula untuk menetapkan standar biaya dalam anggaran.
Salah satu pendekatan yang dikembangkan sebagai dasar untuk menetapkan standar biaya

yaitu pendekatan berbasis aktivitas (activity based costing). Activity based costing merupakan
penetapan harga pokok atau biaya anggaran yang didasarkan aktivitas. Artinya aktivitas
menjadi pemicu biaya (cost driver) dalam pendekatan activity based costing (ABC).
Pendekatan Activity Based Costing (ABC) merupakan suatu teknik untuk mengukur secara
kuantitatif biaya dan kinerja suatu kegiatan (the cost and performance of activities) serta
alokasi penggunaan sumber daya dan biaya, baik by operasional maupun by administratif.
Pendekatan Activity Based Costing bertujuan untuk meningkatan akurasi biaya penyediaan
barang dan jasa yang dihasilkan dengan menghitung biaya tetap (fixed cost) dan biaya
variabel (variabel cost). Sehingga dapat dikatakan bahwa :
Total Biaya = Biaya Tetap + Biaya Variabel

Proses evaluasi dan penilaian didasarkan atas biaya-biaya per kegiatan dan bukan didasarkan
atas alokasi bruto (gross allocations) pada suatu organisasi atau unit kerja. Memasukkan
biaya overhead (overhead cost) ke dalam kegiatan yang secara aktual digunakan untuk
menghasilkan output.
Terdapat beberapa alasan kenapa pendekatan activity based costing digunakan dalam
penetapan biaya anggaran yaitu :
1. Tuntutan terhadap kinerja pengelolaan keuangan daerah yang semakin ekonomis.
efisien. efektif. akuntabel. dan transparan.
2. Adanya ketidakadilan dan ketidakwajaran anggaran belanja antar kegiatan sejenis,
antar program dan antar SKPD yg disebabkan oleh:

Tidak jelasnya definisi suatu kegiatan.

Perbedaan output kegiatan.

Perbedaan lama waktu pelaksanaan.

Perbedaan target group.

Perbedaan kebutuhan sumberdaya.

Beragamnya perlakuan objek/rincian objek/item belanja.

Terjadinya pemborosan anggaran.

Analisis Standar Belanja merupakan kewenangan pemerintah daerah masing-masing. Karena


untuk menetapkan standar belanja antara masing-masing pemerintah daerah memiliki dasar
penetapan yang berbeda-beda tergantung pada kondisi ekonomi masing-masing daerah.

Untuk itu dasar legal dari pendekatan activity based costing juga didasarkan pada
kepentingan pemerintah daerah masing-masing.
Berdasarkan ketentuan tersebut yang berkaitan dengan penggunaan pendekatan dalam
penentuan analisis standar belanja, maka pemerintah menciptakan dan menyusun berbagai
macam pendekatan yang lebih efisien dan efektif. Metode-metode yang bisa digunakan dalam
pendekatan ASB yaitu:
a. Metode regresi sederhana / Ordinary Least Square (OLS)
Metode Regresi Sederhana adalah suatu teknik atau analisis yang digunakan untuk
menyusun suatu persamaan belanja yang menghubungkan antara variabel tidak
bebas (Y) dengan variabel bebas (X) sekaligus untuk menentukan nilai ramalan
atau dugaannya. Dalam regresi sederhana ini, variabel tidak bebas merupakan
total biaya dari suatu kegiatan, sedangkan variabel bebas merupakan cost driver
dari kegiatan tersebut. Penggunaan regresi sederhana dalam menyusun ASB
berguna untuk membuat model (persamaan) regresi untuk peramalan belanja dari
suatu kegiatan. Peramalan belanja

dengan model regresi ini dengan cara

menghitung belanja rata-rata, menghitung batas minimum belanja, dan batas


maksimum belanja, serta menghitung prosentase alokasi kepada masing-masing
objek belanja.
Persamaan Regresi Sederhana :
Y = a + bX
Dimana :
Y = Total Belanja
a = Belanja Tetap
b = Belanja variable/unit
X = Target Kinerja kegiatan
b. Analisis Statistik
Kemudian dilakukan analisis statistic untuk mengetahui :
1. Nilai Rata-rata;
2. Nilai batas bawah dan batas atas, dan;
3. Pesentase alokasi jenis belanja masing masing
Analisis statistic dapat dilakukan dengan mudah menggunakan software statistic
seperti SPSS.
c. Metode Diskusi Focussed Group Disscussion (FGD)

Metode diskusi dalam penyusunan ASB digunakan untuk memperoleh masukan


dari

SKPD tentang aktivitas dan output dari suatu kegiatan, dan juga

masukan-masukan tentang cost driver dari suatu kegiatan. Hasil yang


diharapkan dari pendekatan metode diskusi ini adalah kesepahaman tentang
aktivitas, output dan cost driver dari suatu kegiatan antara penyusun dan SKPD
dalam penyusunan ASB.
Ketiga metode di atas tidak dilakukan secara terpisah tetapi menjadi serangkaian metode
dalam penentuan Analisis Standar Belanja (ASB) dengan pendekatan activity based costing
(ABC)
2.4 Format Analisis Standar Belanja (ASB)
Berdasarkan definisi ASB yang terdapat dalam PP No. 58 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah dalam pasal 39 ayat 2B menyebutkan bahwa Penyusunan
anggaran berdasarkan prestasi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga,
dan standar pelayanan minimal, maka format ASB yang dikembangkan adalah sebagai
berikut ini :

Penjelasan atas masing-masing komponen dalam format ASB adalah sebagai berikut :
a. Kode dan Nama Jenis ASB
Kode dan Nama Jenis ASB adalah kode urutan dan nama jenis per ASB yang digunakan
agar memudahkan dalam mencari jenis ASB yang sesuai dengan kegiatan yang akan
disusun anggarannya. Kode urutan serta nama jenis ASB dapat disusun berdasarkan
urutan abjad agar memudahkan dalam penggunaannya.
b. Deskripsi
Deskripsi adalah penjelasan detil operasional peruntukan dari ASB. Deskripsi digunakan
agar memudahkan dalam mengelompokkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dan juga
memberikan kemudahan ketika menggunakan ASB dalam penyusunan anggaran.
Deskripsi ASB merupakan penjelasan detil operasional dari nama ASB. Dengan
demikian, deskripsi akan mempermudah pengguna untuk mengetahui jenis ASB apa
yang seharusnya digunakan untuk suatu jenis program/kegiatan tertentu.
c. Pengendali Belanja (Cost Driver)

Pengendali Belanja adalah faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya belanja dari
suatu kegiatan. Faktor-faktor ini tentunya merupakan beban kerja riil dari kegiatan yang
dimaksud.
d. Satuan Pengendali Belanja Tetap (fixed cost)
Satuan pengendali belanja tetap merupakan belanja yang nilainya tetap untuk
melaksanakan satu kegiatan. Belanja tetap ini tidak dipengaruhi oleh adanya perubahan
volume/target kinerja suatu kegiatan. Besarnya nilai satuan pengendali belanja tetap
merupakan batas maksimal untuk setiap kegiatan dimana penyusun anggaran tidak boleh
melebihi nilai tersebut, namun diperbolehkan apabila menentukan belanja tetap dibawah
nilai yang ditetapkan.
e. Satuan Pengendali Belanja Variabel (variable cost)
Satuan pengendali belanja variabel menunjukkan besarnya perubahan belanja variabel
untuk masing-masing kegiatan yang dipengaruhi oleh perubahan/penambahan volume
kegiatan. Semakin tinggi target yang ditetapkan oleh satuan kerja (semakin optimis)
maka semakin besar belanja variabel yang dibutuhkan. Demikian pula sebaliknya
semakin rendah (pesimis) target kinerja yang ditetapkan maka makin kecil pula belanja
variabel.
f. Rumus Perhitungan Belanja Total
Merupakan rumus dalam menghitung besarnya belanja total dari suatu kegiatan. Formula
ini merupakan penjumlahan antara fixed cost dan variable cost.
g. Alokasi Objek Belanja
Berisikan macam-macam objek belanja, proporsi batas bawah, proporsi rata-rata dan
proporsi batas atas dari total belanja. Objek belanja disini adalah objek belanja yang
hanya diperbolehkan dipergunakan dalam ASB yang bersangkutan. Batas bawah adalah
proporsi terendah dari objek belanja yang bersangkutan. Rata-rata adalah proporsi ratarata dari objek belanja tersebut untuk seluruh SKPD di Pemerintah Daerah tersebut.
Batas atas adalah proporsi tertinggi yang dapat dipergunakan dalam objek belanja.
Maksud akan adanya batas atas dan batas bawah adalah untuk memberikan keleluasaan
kepada pengguna anggaran untuk menentukan besaran dari masing-masing objek
belanja. Hal ini untuk mengakomodasi sistem pengelolaan keuangan daerah yang telah
didesentralisasikan ke SKPD. Dengan demikian ASB tersebut akan mampu
mengendalikan belanja sekaligus memberikan keleluasaan kepada penggunanya.
Format ASB di desain agar dapat mengendalikan belanja sekaligus memberikan
keleluasaan/fleksibilitas kepada penggunanya. Pengendalian belanja terlihat pada formula
total belanja dan jumlah macam belanja yang diperkenankan, sedangkan keleluasaan tampak
pada adanya batas atas dan batas bawah dalam penentuan besaran objek belanja.

2.5 Tahap penyusunan Analisis Standar Belanja (ASB)


Penyusunan ASB mencakup beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Tahap Pengumpulan Data.
Pada Tahap ini, kegiatan dari semua satuan kerja perangkat daerah dikumpulkan untuk
memperoleh gambaran awal atas berbagai jenis kegiatan yang terjadi di Pemerintah
Daerah. Dalam tahap pengumpulan data ini, semua data (populasi) SKPD harus
dilibatkan semuanya sehingga dapat memenuhi asumsi dasar penyusunan ASB yaitu
demokrasi. Sangat disarankan agar tidak menggunakan sampling karena sampling tidak
memenuhi asumsi demokrasi.

b. Tahap Penyetaraan Kegiatan


Penyetaraan kegiatan dilakukan untuk menggolongkan daftar berbagai kegiatan yang
diperoleh dari tahap pengumpulan data ke dalam jenis atau kategori kegiatan yang
memiliki kemiripan pola kegiatan dan bobot kerja yang sepadan. Artinya, kegiatan yang
bobot pekerjaannya sama maka akan dikelompokkan pada golongan/kelompok yang
sama. Tahapan ini dilakukan untuk memenuhi asumsi dasar yang pertama, yaitu
penyusunan ASB harus berdasarkan prinsip anggaran berbasis kinerja.

c. Tahap Pembentukan Model


Model dibentuk untuk memperoleh gambaran nilai belanja dan alokasinya yang terjadi di
Pemerintah Daerah. Tahap ini mencakup tiga langkah utama yaitu:
1. Pencarian Pengendali Belanja (cost driver) dari tiap-tiap jenis kegiatan. Pengendali
Belanja (Cost Driver) adalah faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya
belanja dari suatu kegiatan. Cost Driver ada 2 macam yaitu : cost driver nyata (riil)
dan cost driver semu. Cost Driver semu adalah cost driver yang seolah-olah
mempengaruhi besar kecilnya belanja, namun sesungguhnya tidak mempengaruhi
karena hanya digunakan sebagai dasar pembenar untuk memperbesar anggara.
2. Pencarian Nilai Belanja Tetap (fixed cost) dan Belanja Variabel (variable cost) untuk
setiap jenis kegiatan.

Setiap penambahan kuantitas target kinerja akan dapat

dianalisis peningkatan belanja variabelnya.


3. Menghitung besarnya total belanja untuk kegiatan dengan menggunakan formula
yaitu penjumlahan belanja tetap dan belanja variabel.

4. Setelah diperoleh besarnya total belanja untuk suatu kegiatan,selanjutnya total


belanja dialokasikan menurut proporsi belanja yang telah ditentukan pada masingmasing ASB. Perhitungan alokasi proporsi belanja dapat menggunakan proporsi ratarata atau angka di antara batas bawah dan batas atas.
2.6 Catatan Penting & Pencermatan dalam Perumusan ASB
Perubahan Peraturan Perundang-undangan;
Penggabungan Beberapa Kegiatan Dalam Satu RASK/RKA-SKPD;
Penggunaan item belanja yang tidak sesuai dengan kegiatan;
Kelengkapan Item Standar Harga;
Kepatuhan Penggunaan Standar Harga
Belanja Perjalanan Dinas.
2.7 Penggunaan ASB oleh SKPD dalam Pembuatan Anggaran
1. Mendapatkan kewajaran beban kerja dan belanja aktivitas kegiatan
2. Menuju kinerja pengelolaan keuangan daerah yang semakin ekonomis, efisien,
efektif, akuntabel, dan transparan.
3. Adanya ketidakadilan dan ketidakwajaran anggaran belanja untuk program dan
kegiatan sejenis antar SKPD
4. Mendorong penetapan biaya dan pengalokasian anggaran kepada setiap aktivitas unit
kerja menjadi lebih logis
5. Mendorong dicapainya efisiensi secara terus-menerus karena adanya pembandingan
(benchmarking)
2.8 Kedudukan ASB dalam Penganggaran
1. Menjamin kewajaran dan keadilan anggaran belanja antar SKPD, antar program dan
antar jenis kegiatan
2. Menghindari terjadinya pemborosan anggaran
3. Mendorong terciptanya anggaran daerah yang semakin efisien dan efektif
4. Memudahkan TIM TAPD dalam verifikasi anggaran (RKA-SKPD) untuk setiap
kegiatan
5. Memudahkan SKPD dalam menghitung besarnya anggaran global untuk setiap jenis
kegiatan berdasarkan target output yang ditetapkan

2.9 Batasan ASB terhadap Belanja


1. Belanja tidak langsung
2. Belanja langsung program administrasi perkantoran
3. Belanja Modal (Belanja investasi) yaitu sangat tergantung kepada variabelitas harga
unit barang modal
4. Belanja modal barang investasi sudah terstandarkan secara baku dalam peraturan
kepala daerah berupa satuan standar harga.

2.10 Syarat ASB Efektif


Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sehingga ASB dapat dikatakan efektif :
1) Adanya komitmen stakeholder terhadap prinsip-prinsip pengelolaan anggaran
2) Adanya Standar Kebijakan Anggaran yang jelas
3) Adanya tolok ukur kinerja output yang spesifik dan terukur untuk setiap kegiatan
4) Adanya standar harga terkini
2.11 Penyesuaian Analisis Standar Belanja (ASB)
Terdapat beberapa kondisi di Pemerintah Daerah yang menyebabkan untuk
dilakukannya pemutakhiran (update) ASB yang sudah ada. Kondisi tersebut antara lain
adalah inflasi/deflasi, kebijakan pemerintah atau kebijakan pemerintah daerah, maupun
gabungan antara keduanya.
1. Penyesuaian Inflasi/Deflasi
Inflasi/deflasi menyebabkan perubahan pada harga barang dan jasa yang berlaku di
pasar secara bersama-sama. Inflasi mengakibatkan harga barang dan jasa naik secara
bersama-sama, sedangkan deflasi mengakibatkan harga barang dan jasa turun secara
bersama-sama. Tentunya dengan adanya inflasi/deflasi akan mengakibatkan ASB
yang sudah disusun sebelumnya menjadi tidak relevan lagi.
2. Kebijakan Pimpinan Daerah
Seringkali Kepala Daerah dan atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
menetapkan kebijakan yang mengakibatkan terjadinya penyesuaian tarif belanja.
Misalnya kebijakan menaikkan standar honor, standar perjalanan dinas, dan lain

sebagainya. Kebijakan-kebijakan tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap ASB.


ASB yang lama tentunya perlu untuk disesuaikan. Contoh lain kebijakan Kepala
Daerah adalah ketika Kepala Daerah meyakini bahwa telah terjadi pemborosan pada
tahun-tahun lalu. Akibatnya, ASB perlu untuk disesuaikan.
3. Penyesuaian Gabungan Antara Inflasi/Deflasi dan Kebijakan Pimpinan Daerah
Penyesuaian ASB juga dapat diakibatkan karena gabungan antara kebijakan Kepala
daerah dan inflasi/deflasi . Misalnya inflasi yang terjadi adalah sebesar 15 % dan
kebijakan Kepala Daerah menaikkan standar harga honor dan standar harga
perjalanan dinas sebesar 10 %. Maka, langkah-langkah penyesuaian adalah
melakukan penyesuaian terhadap inflasi, deflasi/pemborosan terlebih dahulu,
kemudian hasilnya disesuaikan dengan perubahan kebijakan;

BAB III
PENUTUP
Dengan adanya ASB maka pemerintah dapat mereformasi untuk masalah anggaran.
Seringkali anggaran disalahgunakan sehingga menyebabkan pengeluaran yang kurang jelas
dan mengakibatkan inefiesiensi anggaran, anggaran yang tumpang tindih (overlapping).
Terkadang juga anggaran yang dibuat tidak sesuai dengan realisasinya, biaya yang
dikeluarkan tidak sebanding dengan keluaran dan kinerja yang jelas. Maka dari itu ASB
sebagai salah satu implementasi yang dapat mereformasi anggaran agar menjadi lebih baik.
Karena dengan ASB pemerintah dapat menentukan kewajaran belanja dan kinerja pemerintah
jelas serta terukur.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sri fadilah, 2009. Activity Based Costing (ABC) Sebagai Pendekatan Baru Untuk
Menghitung Analisis Standar Belanja (ASB) Dalam Penyusunan Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD)Makalah dalam Jurnal

telaah dan riset

akuntansi Vol 2 no 1 Januari 2009 . Universitas Islam Bandung


2. Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik. 2009. Penyusunan Analisis Standar
Belanja. Yogyakarta.
3. Wihana, Kirana Jaya, 2009. Penyusunan analisis belanja. Yogyakarta
4. Yunita & Hendra, 2010. Anggaran Berbasis Kinerja. UPP STIM YKPN, Yogyakarta,
2010

Anda mungkin juga menyukai