Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN
ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
Pada Ny. .. dengan MENOMETRORARGIA

Disusun Oleh :
OPPY ARTIKASARI
NIM. 1302460006

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM D-IV STUDI KEBIDANAN KEDIRI
TAHUN 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menometroragia adalah suatu penyakit yang sering ditemukan pada wanita-wanitausia
subur dan menjelang menopause. Menometrorhagia ini bisa disebabkan oleh penyebab organik yaitu
adanya kelainan pada organ reproduksi. Selain itu jugadisebabkan oleh perdarahan disfungsional
mengingat akibat perdarahan ini sangat bisamembahayakan bagi nyawa pasien, maka diperlukan penanganan
dan pengobatan yangcepat dan tepat agar tidak lebih membahayakan bagi pasien. (Irwanto, 2010).
Menometrorrhagia merupakan perdarahan uterus yang berlebihan yang terjadi padadan
diantara siklus haid. Ini disebut juga dengan perdarahan disfungsional.Menometrorrhagia banyak sekali
terjadi pada wanita dalam masa pubertas dan masamenjelang menopause.
Beberapa penyebab pada perdarahan ini antara lain karena kelainan anatomis rahim
(seperti adanya polip rahim, mioma uteri), adanya siklusanovulatoir (ditandai dengan siklus
haid yang memanjang), dan Karena ketidak seimbangan hormon yang mempengaruhi siklus haid. (Safitri,
2009). Penanganan pada menometroragia antara lain dengan memberikan estrogen dalam dosisi
tinggi atau progesteron jika terjadi pada masa pra pubertas.
Sebagai tindakan pada wanita dengan perdarahan disfungsional terus menerus ialah
hisrerektomi. (Dwilda,2011).
Dengan demikian penulis tertarik untuk melakukan asuhan kebidanan pada ibu dengan
menometrorargia untuk meningkatkan kompetensi dalam melakukan asuhan kebidanan yang
komprehensif pada wanita yang memiliki gangguan kesehatan reproduksi.
1.1 1.2 Tujuan
1.1.1

Umum
Mahasiswa mampu meberikan asuhan kebidanan komprehensif pada ibu dengan
menometrorargia

1.1.2

Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami konsep teori asuhan kebidanan pada ibu dengan
menometrorargia
2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian kebidanan pada ibu bersalin dengan
menometrorargia
3. Mahasiswa mampu mendiagnosa masalah yang mungkin terjadi pada ibu bersalin
dengan menometrorargia
4. Mahasiswa mampu membuat rencana dan melaksanakan asuhan kebindanan
komprehensif pada ibu dengan menometrorargia
5. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap tindakan asuhan kebidanan yang
telah diberikan kepada ibu bersalin dengan menometrorargia
6. Mahasiswa mampu meningkatkan skill dalam melakukan asuhan kebidanan pada
ibu bersalin dengan menometrorargia

1.2 Metode Pengumpulan data


Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan, wawancara dan
observasi
1.3 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
-

Latar belakang

Tujuan

Metode pengumpulan data

Sistematika penulisan

BAB II TINJAUAN TEORI


-

Definisi

Diagnosis

Etiologi

Fisiologis

Penatalaksanaan

Konsep managemen asuhan kebidanan

BAB III
Soap dokumentasi :
-

Data subjektif

Data objektif

Analisis

Penatalaksanaan

BAB IV
-

Pembahasan

BAB V
-

Kesimpulan

Saran

Daftar pustaka

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Teori Menometrorargia
2.1.1 Pengertian
Menometroragia adalah perdarahan yang banyak, di luar siklus haid danbiasanya terjadi
dalam masa antara 2 haid, perdarahan itu tampak terpisah dan dapat dibedakan dari haid atau 2 jenis
perdarahan inimenjadi 1 yang pertama dinamakan metroragia yang keduamenometroragia
(Widjarnako, 2009).
Menometroragia adalah perdarahan rahim yang berlebihan dalam jumlah dan lamanya
perdarahan, dapat terjadi dalam periode menstruasimaupun di antara periode menstruasi (Rika,
2009).
Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi antara masa 2 haidyang dapat disebabkan oleh
kelainan organik pada alat genital atau olehkelainan fungsional (Prawirohrdjo, 2007).
Menometroragia adalah perdarahan saat menstruasi yang berlangsungterus / panjang dan
dengan jumlah darah yang lebih banyak (Manuaba,2010).Dari beberapa pengertian tersebut di atas
maka penulismenyimpulkan bahwa menometroragia adalah suatu keadaan dimanaterjadi perdarahan
diluar haid yang berlangsung lama serta dengan jumlah darah yang lebih banyak.
2.1.2 Etiologi
Prawirohardjo (2007), etiologi dari menometroragia antara lain:
1. Sebab- Sebab Organik Perdarahan dari uterus,tuba dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada :
a. Servik uteri :
Karsinoma partiom, perlukaan serviks, polip servik , erosi pada portio, ulkus portio uteri
b. Vagina :
Varices pecah, metostase kario, karsinoma keganasanvagina, karsinoma vagina.
c. Rahim :
Polip endometrium, karsinoma korpus uteri, sub mukosa mioma uteri.
d. Ovarium :
Radang ovarium, tumor ovarium, kista ovariume.
e. Tuba fallopii, seperti kehamilan ektopik terganggu, radang tuba,tumor tuba.
2. Sebab-sebab disfungsional
Perdarahan uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik.Perdarahan disfungsional terbagi
menjadi 3 bentuk :
a. Perdarahan disfungsional dengan ovulasi (ovulatoir disfunction bleeding)
Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometriumtanpa ada sebab - sebab
organik, maka harus diperhatikan sebagai etiologi.
Korpus lutheum persistens dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan dengan
ovarium yang membesar korpus lutheum ini menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur
(irreguler shedding) sehingga menimbulkan perdarahan. Insufisiensi korpus lutheum
menyebabkan premenstrual spotting, menorrhagia dan polimenorrea, dasarnya adalah kurangnya
produksi progesterone disebabkan oleh gangguan LH releasing factor. Apapleksia uteri pada

wanita dengan hipertensi dapatterjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus. Kelainan
darahseperti anemia, gangguan pembekuan darah purpuran trombosit openik.
b. Perdarahan disfungsional tanpa ovulasi (anovulatoir disfunctiond bleeding)
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometriumdengan menurunnya
kadar estrogen dibawah tingkat tertentu.Timbul perdarahan yang kadang-kadang bersifat
siklis, kadang-kadang tidak teratur sama sekali.
c. Stres psikologis dan komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi
2.1.3 Patologi
Menurut Schroder , setelah penelitian histopatologik pada uterus dan ovario pada waktu
yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang dinamakan metropatia hemorragica
terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah sehinggatidak terjadi ovulasi dan pembentukan
corpus luteum.
Akibatnya terjadilah hiperplasia endometrium karena stimulasiestrogen yang berlebihan dan terus
menerus. Penelitian menunjukan pulabahwa perdarahan disfungsional dapat ditemukan bersamaan
denganberbagai jenis endometrium yaitu endometrium atropik, hiperplastik,ploriferatif, dan
sekretoris, dengan endometrium jenis non sekresimerupakan bagian terbesar. Endometrium jenis
nonsekresi dan jenis sekresipenting artinya karena dengan demikian dapat dibedakan perdarahan
Anovulatori dari perdarahan ovulatoar .
Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua jenisperdarahan disfungsional ini
mempunyai dasar etiologi yang berlainan danmemerlukan penanganan yang berbeda. Pada perdarahan
disfungsionalyang ovulatoir gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor neuromuskular,
vasomotorik , atau hematologik , yang mekanismenya belumseberapa dimengerti, sedang perdarahan
anovulatoir biasanya dianggapbersumber pada gangguan endokrin (Prawirohardjo, 2007)
2.1.4 Gambaran klinik
a. Perdarahan ovulatoar

Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahandisfungsional dengan siklus
pendek (polimenorea) atau panjang(oligomenorea). Untuk mendiagnosis perdarahan ovulatoar perlu
dilakukankerokan pada masa mendekati haid jika sudah di pastikan bahwa perdarahan berasal dari
endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebaborganik, maka harus dipikirkan sebagai etiologinya:
a. Korpus luteum persistens
dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan dengan ovarium membesar.
Sindrom ini harusdibedakan dari kehamilan ektopik karena riwayat penyakit dan
hasilpemeriksaan panggul sering menunjukan banyak persamaan antarakeduanya. Korpus
luteum persisten dapat pula menyebabkan pelepasanendometrium tidak teratur ( irregular
shedding). Diagnosis irregular shedding dibuat dengan kerokan yang tepat pada waktunya, yakni

menurut Prawirohardjo (2007) pada hari ke-4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai
b.

adanya endometrium dalam tipe sekresi di samping tipe non sekresi


Insufusiensi korpus luteum
dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau polimenorea. Dasarnya adalah
kurang produksiprogesteron disebabkan oleh gangguan LH (Luteiniozing hormon) releasing
factor. Diagnosis dibuat apabila hasil biopsi endometrialdalam fase luteal tidak cocok dengan

gambaran endometrium yangseharusnya didapat dari hari siklus yang bersangkutan


c. Appoleksia uteri : pada wanita dengan hipertensi dapat terjadipecahnya pembuluh darah
dalam uterus
d. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam mekanisme
pembekuan darah
2. Perdarahan anavulator
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnyaendometrium. Dengan kadar estrogen
dibawah tingkat tertentu, timbulperdarahan yang kadang-kadang tidak teratur sama sekali.
Fluktuasikadar estrogen pada sangkut pautnya dengan jumlah yang pada suatuwaktu fungsional aktif. Folikelfolikel ini mengeluarkan estrogensebelum mengalami atresia, dan kemudian diganti dengan folikelfolikelbaru. Endometrium dibawah pengaruh estrogen tumbuh terus, dan dariendometrium yang
mula-mula proliferatif dapat terjadi endometriumbersifat hyperplasia kistik. Jika gambaran itu
dijumpai pada sedian yangdiperoleh dengan kerokan, dapat diambil kesimpulan bahwa
perdarahanbersifat anavulatoar.
Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiapwaktu dalam kehidupan
menstrual seorang wanita, namun hal ini palingsering terdapat pada masa pubertas dan masa
pramenopause. Pada masapubertas sesudah menarche, perdarahan tidak normal disebabkan
olehgangguan atau terlambatnya proses maturasi pada hipotalamus, denganakibat bahwa pembuatan realising
factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita dalam masa pramenopause proses
terhentinyafungsi ovarium tidak selalu berjalan lancar.
Bila masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali adaharapan bahwa lambat laun keadaan
menjadi normal dan siklus haidmenjadi avulatoar, pada seorang wanita dewasa dan terutama dalam
masa pramenopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukankerokan untuk menentukan
ada tidaknya tumor ganas.perdarahandisfungsioanl dapat dijumpai pada penderit-penderita dengan
penyakitmetabolik, penyakit endokrin, penyakit darah penyakit umum yangmenahun, tumor -tumor
ovarium, dan sebagainya.
Akan tetapi disamping itu, terdapat banyak wanita denganperdarahan disfungsional tanpa
adanya penyakit-penyakit tersebutdiatas. Dalam hal ini sters yang dihadapi dalam kehidupan seharihari,baik didalam maupun diluar pekerjaan, kejadian-kejadian yangmengganggu keseimbangan
emosional seperti kecelakaan, kematiandalam keluarga, pemberian obat penenang terlalu lama, dan
lain-laindapat menyebabkan perdrahan anavulatoar (Prawirohardjo, 2007).
2.1.5 Diagnosis.

Pembuatan anamnesis yang cermat penting untuk diagnosis.perluditanyakan bagaimana


mulainya perdarahan, apakah didahului oleh siklusyang pendek atau oleh oligomenorea/amenore,
sifat perdarahan (banyak atausedikit-sedikit, sakit atau tidak), lama perdarahan dan sebagainya.
Padapemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk ke arahkemungkinan
penyakit metabolik, penyakit endokrin,penyakit menahun danlain-lain.kecurigaan terhadap salah
satu penyakit tersebut hendaknyamenjadi dorongan untuk melakukan pemeriksaan dengan teliti ke
arahpenyakit yang bersangkutan.
Pada pemeriksaan ginekologi perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan organik, yang
menyebabkan perdarahan abnormal (seperti:polip,ulkus,tumor). Pada wanita pubertas umumnya
tidak perlu dilakukankerokan guna pembuatan diagnosis. Pada wanita berumur antara 20 dan 40tahun
kemungkinan besar adalah kehamilan terganggu, polip, mioma,submukosum dan sebagainya. Disini
kerokan diadakan setelah dapatdiketahui benar bahwa tindakan tersebut tidak mengganggu
kehamilan yangmasih memberi harapan untuk diselamatkan. Pada wanita dalampramenopause
dorongan untuk dilakukan kerokan adalah untuk memastikanada tidaknya tumor ganas
(Prawirohardjo, 2007).
2.1.6 Penanganan

Penanganan pada kasus menometroragia iniantara lain:


1. Bila perdarahan disfungsional sangat banyak, penderita harus istirahatbaring dan dilakukan
pemeriksaan darah
2. Setelah pemeriksaan ginekologis menunjukkan bahwa perdarahan berasaldari uterus dan
tidak ada abortus incompletus, maka dapat diberikan :
a. Estrogen dosis tinggi supaya kadarnya darah meningkat danperdarahan berhenti,
diberikan secara intra muscular (propionasiestrodiol 25 mg), kerugian therapy ini adalah
bahwa

setelah

suntikandihentikan

maka

perdarahan

akan

timbul

lagi

atau

benzoasekstradiol/valeras ekstradiol 20 mg
b. Progesterone : pemberian progesterone mengimbangi pengaruhestrogen terhadap
endometrium diberikan secara intra muscularhidroksi progesterone 125 mg atau provera
10 mg oral
3. Jika pemberian estrogen saja atau progesterone saja kurangbermanfaat, maka diberikan
kombinasi estrogen dan progesteroneyaitu pil kontrasepsi, pada therapi ini dapat diberikan
progesteroneuntuk 7 hari mulai hari ke 21 siklus haid
4. Dilakukan kuretase endometrium terhadap produk-produk konsepsi yangtertahan
5. Antibiotika untuk infeksi pelvis
Widjanarko (2009)

2.2 Konsep Teori Anemia


2.2.1 Penyebab Umum dari Anemia:
Kehilangan darah atau Perdarahan hebat seperti :
Perdarahan Akut (mendadak), Kecelakaan, Pembedahan, Persalinan, Pecah pembuluh
darah,perdarahan Kronik (menahun), Perdarahan menstruasi yang sangat banyak, serta
hemofilia.
Berkurangnya pembentukan sel darah merah seperti :
Defesiensi zat besi,defesiensi vitamin B12, defesiensi asam folat,dan Penyakit kronik.
Gangguan produksi sel darah merah seperti :
Ketidaksanggupan sumsum tulang belakang membentuk sel- sel darah.
2.2.2 Tanda tanda anemia yakni:
a. Lesu, lemah , letih, lelah, lalai (5L).
b. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang, dan konjungtiva pucat.
c. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat.
d. Nyeri tulang, pada kasus yang lebih parah, anemia menyebabkan tachikardi, dan pingsan.
2.2.3 Etiologi/ Penyebab
Penyebab umum dari anemia:
1. Perdarahan Hebat, Akut (mendadak)

Kecelakaan
Pembedahan
Persalinan
Pecah pembuluh darah

Kronik (menahun)

Perdarahan hidung
Wasir (hemoroid)
Ulkus peptikum
Kanker atau polip di saluran pencernaan
Tumor ginjal atau kandung kemih
Perdarahan menstruasi yang sangat banyak

2. Berkurangnya pembentukan sel darah merah


Kekurangan zat besi
Kekurangan vitamin B12
Kekurangan asam folat
Kekurangan vitamin C
Penyakit kronik
3. Meningkatnya penghancuran sel darah merah
Pembesaran limpa
Kerusakan mekanik pada sel darah merah
Reaksi autoimun terhadap sel darah merah
Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
Sferositosis herediter
Elliptositosis herediter
Kekurangan G6PD
Penyakit sel sabit
2.2.4 Patofiologi

Ada beberapa mekanisme yang mendasari terjadinya anemia pada usila, yaitu:
a. Penurunan kinerja sumsum tulang: sumsum tulang, meskipun sepanjang hidup selalu
dinamis dalam memproduksi sel darah merah dan mereplikasi diri (self-replication) untuk
menunjang fungsinya, sumsum tulang tetap saja melalui periode penurunan fungsi secara
fisiologis ke tahap yang drastis. Dimana periode ini disebut tahap inovulasi sumsum tulang.
Pada tahap ini yang mencolok ialah penurunan daya replikasi sumsum tulang sehingga baik
stroma sumsum tulang yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel-sel induk
(pluripoten) maupun kecepatan diferensiasi sel-sel progenitor untuk mencapai maturitas,
akan menurun. Dampak globalnya ialah terjadi penurunan sintesis sel darah merah. Hal
inilah yang mendasari betapa mudahnya seorang usila terkena onset anemia.
b. Penyakit kronis yang mendasari: adanya penyakit kronis pada seorang usila, mempercepat
dimulainya anemia. Di samping itu, dalam beberapa penelitian dikatakan bahwa faktorfaktor pembekuan menurun seiring usia, juga sistem imunitas tubuh yang kian menurun,
sehingga mempersulit terjadinya suatu tahap penyembuhan. Penyakit kronis, yang
notabenenya adalah onset perdarahan, akan sulit disembuhkan pada kondisi usila dengan
gangguan faktor pembekuan dan imunitas. Perdarahan yang terjadi semakin lama, semakin
kronis. Anemia yang terjadi biasanya ialah anemia defisiensi besi akibat perdarahan kronis.
c. Penurunan sintesis eritropoietin: kemampuan ginjal dalam berbagai fungsinya akan terus
menurun seiring proses penuaan, termasuk kemampuannya dalam mensintesis eritropoietin.
Kompensasi tubuh hanya mampu menghasilkan 10 % eritropoietin apabila ginjal tidak
memproduksinya. Kekurangan eritropoietin yang merupakan faktor pertumbuhan sel darah
merah, mengakibatkan progenitor eritroid tidak berdiferensiasi menjadi sel darah merah.
Kekurangan sel darah merah mengakibatkan kekurangan hemoglobin, sehingga terjadi
anemia.
d. Proses autoimun: kadang kala ada proses autoimun yang mendasari terjadinya anemia. Selsel parietal lambung yang akibat proses autoimun mengalami atrofi, mengakibatkan
lambung menjadi tipis dengan infiltrasi sel plasma dan limfosit, sehingga berdampak pada
penurunan cadangan faktor intrinsik di parietal lambung. Dimana faktor intrinsik yang
menurun di parietal lambung ini mengakibatkan ileum sedikit menyerap vitamin B 12.
Dampaknya terjadi anemia megaloblastik (anemia pernisiosa).
e. Kurang intake: pada usila, penurunan nafsu makan secara fisiologis akan terjadi. Apabila
sampai ke periode tersebut, meskipun sedikit berpengaruh terhadap kurangnya intake atau
asupan, faktor ini masih dipertimbangkan karena faktor diet yang buruk tidak jarang
mengakibatkan anemia, terutama anemia defisiensi besi. Anemia yang disebabkan akibat
kurang nafsu makan sehingga kurang asupan, akan memperburuk percepatan tingginya
nafsu makan lagi karena anemia sendiri tidak hanya sebagai akibat dari kurang nafsu makan,
tetapi juga sebagai penyebab kurangnya nafsu makan. Hasilnya, keadaan ini menjadi suatu
lingkaran setan.
2.2.5 Kasifikasi Anemia Menurut WHO

Klasifikasi anemia menurut WHO yang dikutip daam buku Handayani, W dan Hariwibowo A.S
(2008) :
1. Ringan sekali Hb 10,00 gr% - 13,00 gr%
2. Ringan Hb 8,00 gr% - 9,90 gr%
3. Sedang Hb 6,00 gr% - 7,90 gr%
4. Berat Hb < 6,00 gr%
2.2.6 Pengobatan anemia
Pengobatan tergantung pada penyebabnya:
1. Anemia kekurangan zat besi. Bentuk anemia ini diobati dengan suplemen zat besi, yang
mungkin Anda harus minum selama beberapa bulan atau lebih. Jika penyebab kekurangan
zat besi kehilangan darah - selain dari haid - sumber perdarahan harus diketahui dan
dihentikan. Hal ini mungkin melibatkan operasi.
2. Anemia kekurangan vitamin. Anemia pernisiosa diobati dengan suntikan - yang seringkali
suntikan seumur hidup - vitamin B-12. Anemia karena kekurangan asam folat diobati
dengan suplemen asam folat.
3. Anemia penyakit kronis. Tidak ada pengobatan khusus untuk anemia jenis ini. Suplemen zat
besi dan vitamin umumnya tidak membantu jenis anemia ini . Namun, jika gejala menjadi
parah, transfusi darah atau suntikan eritropoietin sintetis, hormon yang biasanya dihasilkan
oleh ginjal, dapat membantu merangsang produksi sel darah merah dan mengurangi
kelelahan.
4. Aplastic anemia. Pengobatan untuk anemia ini dapat mencakup transfusi darah untuk
meningkatkan kadar sel darah merah. Anda mungkin memerlukan transplantasi sumsum
tulang jika sumsum tulang Anda berpenyakit dan tidak dapat membuat sel-sel darah sehat.
Anda mungkin perlu obat penekan kekebalan tubuh untuk mengurangi sistem kekebalan
tubuh Anda dan memberikan kesempatan sumsum tulang ditransplantasikan berespon untuk
mulai berfungsi lagi.
5. Anemia terkait dengan penyakit sumsum tulang. Pengobatan berbagai penyakit dapat
berkisar dari obat yang sederhana hingga kemoterapi untuk transplantasi sumsum tulang.
6. Anemias hemolitik. Mengelola anemia hemolitik termasuk menghindari obat-obatan
tertentu, mengobati infeksi terkait dan menggunakan obat-obatan yang menekan sistem
kekebalan Anda, yang dapat menyerang sel-sel darah merah. Pengobatan singkat dengan
steroid, obat penekan kekebalan atau gamma globulin dapat membantu menekan sistem
kekebalan tubuh menyerang sel-sel darah merah.
7. Sickle cell anemia. Pengobatan untuk anemia ini dapat mencakup pemberian oksigen, obat
menghilangkan rasa sakit, baik oral dan cairan infus untuk mengurangi rasa sakit dan

mencegah komplikasi. Dokter juga biasanya menggunakan transfusi darah, suplemen asam
folat dan antibiotik. Sebuah obat kanker yang disebut hidroksiurea (Droxia, Hydrea) juga
digunakan untuk mengobati anemia sel sabit pada orang dewasa.

Anda mungkin juga menyukai