PENDAHULUAN
Latar belakang
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus, dan menyerang anak atau remaja dan dewasa
Penyakit demam berdarah merupakan satu diantara penyakit lainya yang sudah tidak asing
lagi bergiang ditelinga kita. Di negara kita, setiap tahun berita kejengkitan demam berdarah
selalu menghebat seiring dengan meningkatnya jumlah penderita. Bukan hanya di Jakarta,
hampir semua wilayah Indonesia melaporkan adanya peningkatan wabah penyakit.
Berdasarkan kasus skenario PBL yang telah dibagikan dan dibahas bersama tentu kita tahu
bahwa DBD dapat menyerang kita kapan saja dan dimana saja, maka tentu sangat berbahaya
jika tidak di tindaklanjuti penyakit ini,melalui makalah ini akan di kupas segala sesuatu
tentang demam berdarah,baik itu dari penyebabnya sampai pada pencegahan dan pengobatan
Tujuan
Memberi penjelasan dan informasi tentang apa itu penyakit DBD, penyebab , gejala
klinis,pemeriksaan, serta pencegahan dan pengobatan.
PEMBAHASAN
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus, dan menyerang anak atau remaja dan dewasa.1
I.
Anamnesis
Merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien / keluarganya / orang
yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien dengan memperhatikan petunjukpetunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien, meliputi :
Tujuan dari anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang
bersangkutan. Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial,
dan lingkungan pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina
hubungan dokter pasien yuang profesional dan optimal
Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting:
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama
Demam tinggi sejak 3 hari yang lalu. Demam timbul tiba-tiba, dirasa cukup tinggi
tapi tidak teratur. Demam turun sebentar setelah minum obat penurun panas lalu
naik lagi. Pasian merasa pegal-pegal otot, pusing dan mual.
4. Riwayat penyakit dahulu
: (-)
: (-)
II.
Pemeriksaan
A. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang biasanya dilakukan atau ditemukan pada tersangka demam
berdarah adalah sebagai berikut :
Pada pasien Demam Dengue hampir tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan
nadi, nadi pasien mula-mula cepat kemudian menjadi normal dan melambat. 1
Bradikardi (pelambatan denyut jantung, seperti ditunjukan dengan melambatnya nadi
<60) dapat menetap selama beberapa hari selama masa penyembuhan. Pada mata
dapat ditemukan pembengkakan, injeksi konjungtiva, lakrimasi dan fotofobia.
Eksantem dapat muncul di awal demam yang terlihat jelas dimuka dan dada,
berlangsung beberapa jam lalu akan mucul kembali pada hari ke 3-6 berupa bercak
ptekie di lengan dan kaki lalu seluruh tubuh.2
Pada Demam Berdarah Dengue dapat terjadi gejala perdarahan berupa ptekiae,
pupura, ekimosis, hematemesis, melena dan epitaksis.2 Hati umumnya membesar dan
terdapat nyeri tekan yang tak sesuai dengan berat penyakit.
Pada Dengue Syok Sindrome, gejala renjatan ditandai dengan kulit yang terasa
lembab dan dingin, sianosis perifer yang terutama tampak pada ujung hidung, jari-jari
tangan dan kaki, serta penurunan tekanan darah.2
Pada kasus didapatkan Suhu = 39C, Tekanan Darah = 120/80mmHg, Pernapasan
= 18x/menit, Nadi = 98x/menit. Torniquet test didapatkan 12 petechie, nyeri tekan
epigastrium (+).
B. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah
pemeriksaan darah atau sering diistilahkan pemeriksaan darah lengkap. Di
antaranya :
Kadar Hb
Kadar Hb normal 12-14 pada penderita DBD terjadi peningkatan Hb
Kadar hematokrit( hemokonsentrasi)
hemokonsentrasi disebabkan oleh kebocoran plasma sebagai akibat
permeabilitas vaskuler yang meningkat.normal Ht pria 40-48% dan
wanita 37-43%
Kadar hematokrit pada DBD juga akan meningkat > 20%
Trombosit
Penyebab trombositopenia pada DBD antara lain diduga trombopoesis
yang menurun dan destruksi trombosit dalam darah meningkat serta
gangguan fungsi trombosit. Ditemukannya kompleks imun pada
permukaan trombosit diduga sebagai penyebab agregasi trombosit
yang kemudian akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotelial
khususnya dalam limpa dan hati. Kadar trombosit normal ( 150.000-
Pemeriksaan Serologi
laboratorium
yang
sering
dilakukan
adalah
pemeriksaan
serologi
dalam rongga pleura, peritoneum dan perikard pada otopsi. Cairan yang
terdapat di dalam rongga pleura berkisar antara 25 ml sampai 900 ml ,Adanya
efusi pleura (EP) dapat dibuktikan melalui pemeriksaan radiologik toraks
posisi anteroposterior (AP) tegak dan berbaring.
Pada kasus ini hasil pemeriksaan penunjang pasien didapatkan hasil, Hb= 16 g/Dl, Ht
= 50 %, Leukosit= 4000/ul, Trombosit=100.000/ul. Hb normal, hematokrit
meningkat, leukosit menurun dan trombosit menurun. Dari hasil ini dapat dikatakan
bahwah pasien ini menderita atau terinfeksi virus dengue(penyebab demam
berdarah).
III.
Diagnosis
Pedoman yang dipakai dalam menegakkan diagnosis DBD ialah kriteria yang disusun oleh
WHO (1999) . Kriteria tersebut terdiri atas kriteria klinis dan laboratories.
Kriteria klinis terdiri atas:
1. Demam Penyakit DBD didahului oleh demam tinggi yang mendadak terus-menerus
berlangsung 2 - 7 hari, kenudian turun secara cepat. Demam secara mendadak disertai
gejala klinis yang tidak spesifik seperti: anorexia lemas, nyeri pada tulang, sendi,
punggung dan kepala.
Gambar 1. Kurva Suhu Demam Dengue
2. Manipestasi Pendarahan.
Perdarahan terjadi pada semua organ umumnya timbul pada hari 2-3 setelah demam.
Sebab perdarahan adalah trombositopenia. Bentuk perdarahan dapat berupa :
- Ptechiae
- Purpura
- Echymosis
- Perdarahan cunjunctiva
- Perdarahan dari hidung (mimisan atau epestaxis)
- Perdarahan gusi
- Muntah darah (Hematenesis)
- Buang air besar berdarah (melena)
- Kencing berdarah (Hematuri)
Gejala ini tidak semua harus muncul pada setiap penderita, untuk itu diperlukan toreniquet
test dan biasanya positif pada sebagian besar penderita Demam Berdarah Dengue. Pada
kasus toreniquet test 12 ptechiae menunjukan positif.
3. Pembesaran hati (Hepotonegali).
Pembesaran hati dapat diraba pada penularan demam. Derajat pembesaran hati tidak
sejajar dengan berapa penyakit Pembesan hati mungkin berkaitan dengan strain serotype
virus dengue.
4. Renjatan (Shock).
Renjatan dapat terjadi pada saat demam tinggi yaitu antara hari 3-7 mulai sakit. Renjatan
terjadi karena perdarahan atau kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapilar
yang rusak. Adapun tanda-tanda perdarahan:
- Kulit teraba dingin pada ujung hidung, jari dan kaki.
- Penderita menjadi gelisah.
- Nadi cepat, lemah, kecil sampai tas teraba.
- Tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmhg atau kurang)
- Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmhg atau kurang).
Renjatan yang terjadi pada saat demam, biasanya mempunyai kemungkinan yang lebih
buruk.
5. Gejala Klinis Lain.
Gejala lainnya yang dapat menyertai ialah : anoreksia, mual, muntah, lemah, sakit
perut, diare atau konstipasi dan kejang.
Kriteria laboratoris terdiri atas:
1. Trombositopenia ( jumlah trombosit < 100.000/ul )
2. Hemokonsentrasi ( peningkatan hematokrit > 20%).
Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokkan menjadi 4 tingkatan:
a. Derajat I: demam tinggi disertai gejala tidak khas. Satu-satunya tanda perdarahan adalah
tes torniquet positif atau mudah memar.
b. Derajat II: gejala derajat 1 ditambah dengan perdarahan spontan di kulit atau di tempat
lain
c..Derajat III: Ditemukan tanda-tanda kegagalan sirkulasi ( nadi cepat, lemah, hipotensi,
kaki/tangan dingin, lembab, sianosis, anak menjadi gelisah)
d. Derajat IV: terjadi syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah yang
tidak dapat diperiksa.1
Pada kasus hanya diterangkan dimana hasil torniquet positif tidak terjadi perdarahan
spontan, dan gejala yang terdapat tidak khas. Jadi sesuai pada kasus bahwa pasien
digolongkan pada DBD derajat 1.
Demam tifoid
Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi
kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Penularan tifoid biasanya
melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi feses. Masa inkubasi tifoid
sangat berbeda, berkisar dari 3-60 hari. Gejala awal penyakit adalah demam lebih
dari 7 hari (peningkatan suhu hingga 40C) terutama sore atau malam hari,
kedinginan, malaise, sakit kepala, sakit tenggorokan, batuk, dan kadang-kadang
sakit perut dan biasanya mengenai saluran cerna konstipasi atau diare dan
gangguan kesadaran. Sebagai perkembangan penyakit, umumnya didapatkan
kelemahan, distensi abdomen, hepatosplenomegali, anoreksia, dan kehilangan
berat badan. . Tanda penting yang ditemui antara lain agak tuli, lidah tifoid
(tremor, tengah kotor, tepi hiperemis, nyeri tekan/spontan pada perut di daerah Mc
Burney (kanan bawah). Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan leukopenia,
limfositosis relatif. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan3
Etiologi demam tifoid adalah Salmonella typhi. Sedangkan demam paratifoid
disebabkan oleh organisme yang termasuk dalam spesies Salmonella enteritidis,
yaitu S. enteritidis bioserotipe paratyphi A, S. enteritidis bioserotipe paratyphi B,
S. enteritidis bioserotipe paratyphi C. kuman-kuman ini lebih dikenal dengan
nama S.paratyphi A, S. schottmuelleri, dan S.hirschfeldii. 3
Gejala kliniknya yaitu demam, kesadaran menurun, mulut bau, bibir kering dan
pecah-pecah (rhagaden), lidah kotor (coated tongue) dengan ujung dan tepi
kemerahan dan tremor, perut kembung, pembesaran hati dan limpa yang nyeri
pada perabaan. Tanda komplikasi di dalam saluran cerna perdarahan usus tinja
berdarah (melena).Perforasi usus pekak hati hilang dengan atau tanpa tanda-tanda
peritonitis, bising usus hilang. Peritonitis :nyeri perut hebat, dinding perut tegang
dan nyeri tekan, bising usus melemah/hilang.
Tanda komplikasi di luar saluran cerna meningitis, kolesistitis, hepatitis,
ensefalopati, bronkhopneumonia, dehidrasi dan asidosis.5
IV.
Etiologi
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B,yaitu arthropodborne virus atau virus yang di sebarkan oleh arthhopoda. Virus ini termasuk genus
Flavivirus dari family Flaviviridae. Virus ini termasuk kelompok Arthropoda Borne
Viruses (Arbovirosis), yang berukuran kecil sekali, yaitu 35-45 nm. Sampai saat ini
dikenal ada 4 serotype virus yaitu ;
1. Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun1944.
2. Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
3. Dengue 3 diisolasi oleh Sather
4. Dengue 4 diisolasi oleh Sather.
Keempat type virus tersebut telah ditemukan diberbagai daerah di Indonesia dan yang
terbanyak adalah type 2 dan type 3. Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue type 3
merupakan serotype virus yang dominan menyebabkan kasus yang berat.
Virus ini hidup (survive) di alam lewat dua mekanisme yaitu :
1. Melalui transmisi vertikal dalam tubuh nyamuk. Dimana virus dapat ditularkan
oleh
nyamuk betina dan telurnya yang nantinya akan menjadi nyamuk. Virus
juga dapat ditularkan dari nyamuk jantan kepada nyamuk betina melalui kontak
seksual.
2. Melalui transmisi virus yang berasal dari nyamuk masuk ke dalam tubuh
vertebrata seperti manusia dan kelompok kera tertentu atau sebaliknya.
Nyamuk mendapatkan virus pada saat menggigit manusia yang terinfeksi virus
dengue. Virus yang berada di lambung nyamuk akan mengalami replikasi,
kemudian akan bermigrasi dan akhirnya sampai ke kelenjar ludah dan berkembang
dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari. Virus masuk tubuh manusia lewat gigitan
nyamuk yang menembus kulit, kemudian masuk sirkulasi darah dengan cepat dan
berkembang dalam tubuh manusia selama 4-6 hari dan orang tersebut akan
mengalami sakit demam berdarah.
Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk aedes aegypti ( di daerah perkotaan ) dan Aedes
albopictus ( di daerah pedesaaan)
Adapun cirri-ciri Aedes aegypti adalah :
1. Sayap dan badannya berbelang- belang atau bergaris- garis putih.
2. Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi,
wc,tempayan, drum, dan barang yang menampung air seperti kaleng, ban bekas, pot
tanaman air, tempat minum burung, dll.
3. Jarak terbang 100
4. Nyamuk betina bersifat multiple biters ( menggigit beberapa orang karna sebelum
nyamuk kenyang sudaj berpindah tempat )
5. Tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi
Telur - larva= 2-3 hr, larva - pupa 4-5 hr, pupa - nyamuk dewasa 1-2
hr
Ada pada dinding kontainer tepat diatas
permukaan air.
Pupa
jentik tersebut.
Dibawah permukaan air.
Nyamuk
Aktif: Pagi jam 07.00 - 12.00 WIB dan Sore jam 15.00 - 17.00 WIB
Dewasa
Hinggap pada benda benda yang menggantung.2
V. Epidemologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran diseluruh wilayah tanah air.
Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989-1995) dan
pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada
tahun 1998. Sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada
tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A.
Aegypti dan A. Albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang
berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainya). Beberapa
vaktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu: pertama,
dengan vektor, kebiasaan menggigit kepadatan vektor dilingkungan, dan transportasi
vektor dari satu tempat ke tempat lain. Kedua, pejamu, yaitu terdapatnya penderita
dilingkungan/ keluarga, mobilisasi dan peperan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.
Ketiga, lingkungan, curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk. 1
VI.
Patofisiologi
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.1
Respons imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :
a. Respons humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi
antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus
dalam monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement
(ADE).1
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun
seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memproduksi
interferon gamma, IL-2 danlimfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL6
dan IL-10.1
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.
Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi
sitokin oleh makrofag.1
d. Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a
dan C5a.
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang
menyatakan bahaw DBB terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe
yang berbeda. Reinfeksi menyebabkan reaksi amnestik antibodi sehingga mengakibatkan
konsentrasi kompleks imun yang tinggi.1
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pandapat Halstead dan peneliti lain,
menyatakan
bahwa
infeksi
virus
dengue
menyebabkan
aktivasi
makrofag
yang
2.
trombopoiesis
trombosipenia.1
sebagai
mekanisme
kompensasi
terhadap
keadaan
VII. Pengobatan
Dibagi menjadi dua :
Terapi farmakologis ( medica ) :
1. Simtomatis: pengobatan terhadap gejala klinis misalnya pemberian antipiretik seperti
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi suportif.
Dengan terapi suportif yang kuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%.
Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam
penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika
asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan
melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.1
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan Divisi
Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada
pasien dewasa berdasarkan kriteria :
1. Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas
indikasi.1
2. Praktis dalam pelaksanaannya.1
3. Mempertimbangkan cost effectiveness.1
Pada kasus didapatkan pasien berada pada tingkat/ protokol satu.
Bagan 1. Protokol 1 Penanganan Tersangka (probable) DBD dewasa tanpa syok
Keluhan DBD
(Kriteria WHO 1997)
Hb, Ht
Hb, Ht
Hb, Ht normal
Hb, Ht meningkat
Trombo<100.000
Trombo normal/turun
Observasi
Observasi
Rawat
Rawat
Rawat jalan
Rawat jalan
Periksa Hb, Ht
Periksa Hb, Ht
Leuko,trom/24j
Leuko, tromb/24jam
VIII. Komplikasi
Penyakit DBD dapat menimbulkan komplikasi pada mata, otak dan buah zakar juga. Pada
mata dapat terjadi kelumpuhan syaraf bola mata, sehingga mungkin nantinya akan terjadi
kejulingan atau bisa juga terjadi peradangan pada tirai mata (iris) kalau bukan pada bening
bolamata (cornea) sehingga berakhir dengna gangguan penglihatan. Berpengaruh juga
pada kardiovaskuler, pernapasan, darah dan organ lain.4
Peradangan pada otak bisa menyisahkan kelumpuhan atau gangguan saraf lainnya.
Namun, semua itu jika sampai terjadi, sifatnya hanya sementara waktu saja dan dalam
beberapa hari akan normal kembali.
IX.
Prognosis
Infeksi dengue pada umumnya mempunyai prognosis yang baik, DB dan DBD tidak ada
yang mati. Kematian dijumpai pada waktu ada pendarahan yang berat, shock yang tidak
teratasi, efusi pelura dan asites yang berat dan kejang. 5 Kematian dapat juga disebabkan
oleh sepsis karena tindakan dan lingkungan basal rumah sakit yang kurang bersih.
Kematian terjadi pada kasus berat yaitu pada waktu muncul komplikasi pada sistem
syaraf,kardiovaskuler, pernapasan, darah, dan organ lain2
Kematian disebabkan oleh banyak faktor, antara lain :
-
keterlambatan diagnosis
kelebihan cairan
pendarahan masif
ensefalopati
sepsis
Demam berdarah dengue dapat menjadi fatal bila kebocoran plasma tidak dideteksi lebih
dini. Namun, dengan manajemen medis yang baik yaitu monitoring trombosit dan
hematokrit maka mortalitasnya dapat diturunkan. Jika trombosit <100.000/ul dan
hematokrit meningkat waspadai Dengue Shock Syndrome (DSS).
X.
Pencegahan
Belum ada vaksin yang dapat menyembuhkan DBD secara langsung meskipun saat
ini sedang dikembangkan pernelitian untuk menemukan vaksin tersebut. Oleh karena itu,
pencegahan terhadap virus dengue lebih diutamakan dengan membasmi vektor pembawa
virus yaitu Aedes aegypty.5 Pencegahan berkembangnya nyamuk aedes aegypti bisa
dilakukan dengna tidak menyediakan tempat yang lembab dan berair yang berpotensi
menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk dan memberantas sarang-sarangnya.
Karena tempat berkembangbiaknya ada di rumah-rumah dan tempat-tempat umum,
setiap keluarga harus melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN-DBD) secara
Tata cara dan tata urut penanganan kasus DBD dan Petunjuk Upaya Perawatan Pasien DBD
di Indonesia meliputi beberapa hal sebagai berikut :
1.
2.
3.
KESIMPULAN
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus, dan menyerang anak atau remaja dan dewasa. Yang disertai gejala klinis
seperti sakit kepala, nyeri otot, sendi dan tulang. Penurunan jumlah sel darah putih,
penurunan leukosit, hematokrit meningkat dan ruam-ruam bahkan syok, tejadi pendarahan.
Seperti ditemukan pada kasus ini. Jika terlambat ditangani dapat menyebabkan kematian.
Cara yang paling efektif menghindari penyakit ini adalah melakukan pencegahan sedini
mungkin dengan memberantas keberadaan nyamuk Aedes aegpty.
Daftar pustaka
1. Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 4. Jakarta Pusat:
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2006. p.1774-1778.
2. Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:
Erlangga. 2003.
3. De Jong, Wim. Buku ajar ilmu bedah. Ed. 2. Jakarta : EGC ; 2004. Hal. 225.
4. Brook, Geo F., Janet S. B., Stephen A. M. Mikrobiologi kedokteran Jawetz,
Menilck & Adelberg. Ed. 23. Jakarta : EGC; 2007. hal. 536 37.
5. Longmore M, Wilkinson I, Turmezei T, Cheung CK. Oxford Handbook of Clinical
Medicine. 7th ed. United States: Oxford University Press; 2008. p.412
6. Rani, A. Aziz et al. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta Pusat: FK UI. 2006. p.139-141.