Anda di halaman 1dari 66

HUKUM MORAL

A Pengertian Moral
Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk
jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1989: 592), moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila.
Secara terminologis, terdapat berbagai rumusan pengertian moral, yang dari segi
substantif materiilnya tidak ada perbedaan, akan tetapi bentuk formalnya berbeda.
Widjaja (1985: 154) menyatakan bahwa moral adalah ajaran baik dan buruk tentang
perbuatan dan kelakuan (akhlak). Al-Ghazali (1994: 31) mengemukakan pengertian
akhlak, sebagai padanan kata moral, sebagai perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat
dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya perbuatan tertentu dari dirinya
secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan direncanakan sebelumnya.
Sementara itu Wila Huky, sebagaimana dikutip oleh Bambang Daroeso (1986: 22)
merumuskan pengertian moral secara lebih komprehensip rumusan formalnya sebagai
berikut :
1. Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup, dengan warna dasar
tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam lingkungan tertentu.
2. Moral adalah ajaran tentang tingkah laku hidup yang baik berdasarkan pandangan
hidup atau agama tertentu.
3. Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada kesadaran,
bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik , sesuai dengan nilai dan
norma yang berlaku dalam lingkungannya.
Agar diperoleh pemahaman yang lebih jelas perlu diberikan ulasan bahwa
substansi materiil dari ketiga batasan tersebut tidak berbeda, yaitu tentang tingkah laku.
Akan tetapi bentuk formal ketiga batasan tersebut berbeda. Batasan pertama dan kedua
hampir sama, yaitu seperangkat ide tentang tingkah laku dan ajaran tentang tingkah laku.
Sedangkan batasan ketiga adalah tingkah laku itu sendiri Pada batasan pertama dan
kedua, moral belum berwujud tingkah laku, tapi masih merupakan acuan dari tingkah
laku. Pada batasan pertama, moral dapat dipahami sebagai nilai-nilai moral. Pada batasan
kedua, moral dapat dipahami sebagai nilai-nilai moral atau norma-norma moral.
Sedangkan pada batasan ketiga, moral dapat dipahami sebagai tingkah laku, perbuatan,

atau sikap moral. Namun demikian semua batasan tersebut tidak salah, sebab dalam
pembicaraan sehari-hari, moral sering dimaksudkan masih sebagai seperangkat ide, nilai,
ajaran, prinsip, atau norma. Akan tetapi lebih kongkrit dari itu , moral juga sering
dimaksudkan sudah berupa tingkah laku, perbuatan, sikap atau karakter yang didasarkan
pada ajaran, nilai, prinsip, atau norma.
Kata moral juga sering disinonimkan dengan etika, yang berasal dari kata ethos
dalam bahasa Yunani Kuno, yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap,
atau cara berfikir. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 237) etika diartikan
sebagai (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak), (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak,
dan (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Sementara itu Bertens (1993: 6) mengartikan etika sejalan dengan arti dalam kamus
tersebut. Pertama, etika diartikan sebagai nilai-nilai dan norma-norma moral yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Dengan kata lain, etika di sini diartikan sebagai sistem nilai yang dianut oleh sekelompok
masyarakat dan sangat mempengaruhi tingkah lakunya. Sebagai contoh, Etika Hindu,
Etika Protestan, Etika Masyarakat Badui dan sebagaimya. Kedua, etika diartikan sebagai
kumpulan asas atau nilai moral, atau biasa disebut kode etik. Sebagai contoh Etika
Kedokteran, Kode Etik Jurnalistik, Kode Etik Guru dan sebagainya. Ketiga, etika
diartikan sebagai ilmu tentang tingkah laku yang baik dan buruk. Etika merupakan ilmu
apabila asas-asas atau nilai-nilai etis yang berlaku begitu saja dalam masyarakat dijadikan
bahan refleksi atau kajian secara sistematis dan metodis.
Sementara itu menurut Magnis Suseno, etika harus dibedakan dengan ajaran
moral. Moral dipandang sebagai ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah,
patokan-patokan, entah lisan atau tertulis, tentang bagaimana ia harus bertindak, tentang
bagaimana harus hidup dan bertindak, agar ia menjadi manusia yang baik.
Sumber langsung ajaran moral adalah orang-orang dalam berbagai kedudukan,
seperti orang tua dan guru, para pemuka masyarakat dan agama, dan tulisan-tulisan para
bijak seperti kitab Wulangreh karangan Sri Sunan Paku Buwana IV. Sumber dasar ajaranajaran adalah tradisi dan adat istiadat, ajaran agama-agama atau ideologi-ideologi
tertentu. Sedangkan etika bukan suatu sumber tambahan bagi ajaran moral, melainkan

merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaranajaran dan
pandangan-pandangan moral. Etika adalah sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran. Jadi etika
adalah ajaran-ajaran moral tidakberada pada tingkat yang sama. Yang mengatakan,
bagimana kita harus hidup bukan etika, melainkan ajaran moral. (Magnis Suseno, 1987;
14).
Pendapat Magnis bahwa etika merupakan ilmu tidak berbeda dengan Bertens,
sebagaimana terminologinya yang ketiga tersebut, di samping pada bagian lain juga
menyatakan bahwa etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang
adat kebiasaan (Bertens, 1993: 4). Namun menurut Bertens, pengertian etika selain
sebagai ilmu, juga mencakup moral, baik arti nilai-nilai moral, norma-norma moral,
maupun kode etik. Adapun pendapat Magnis yang menyatakan etika sebagai filsafat juga
sesuai dengan pandangan umum yang menempatkan etika sebagi salah satu dari enam
cabang filsafat, yakni metafisika, epistemologi, metodologi, logika, etika, dan estetika.
Bahkan. oleh filsuf besar Yunani, Aristoteles (384-322 s.M.), etika sudah digunakan
dalam pengertian filsafat moral. Etika sebagai ilmu biasa dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu etika deskriptif, etika normatif, dan meta etika. Etika deskriptif mempelajari tingkah
laku moral dalam arti luas, seperti adat kebiasaan, pandangan tentang baik dan buruk,
perbuatan yang diwajibkan, diperbolehkan, atau dilarang dalam suatu masyarakat,
lingkungan budaya, atau periode sejarah. Sebagai contoh, pengenalan terhadap adat
kawin lari di kalangan masyarakat Bali, yang disebut mrangkat atau ngrorod
(Koetjaraningrat, 1980: 288). Di sini, etika deskriptif tugasnya sebatas menggambarkan
atau memperkenalkan dan sama sekali tidak memberikan penilaian moral. Pada masa
sekarang obyek kajian etika deskpiptif lebih banyak dibicarakan oleh antropologi budaya,
sejarah, atau sosiologi. Karena sifatnya yang empiris, maka etika deskriptif lebih tepat
dimasukkan ke dalam bahasan ilmu pengetahuan dan bukan filsafat.
Etika normatif bertujuan merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat
dipertangung-jawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam perbuatan nyata.
Berbeda dengan etika deskriptif, etika normatif tidak bersifat netral, melainkan
memberikan penilaian terhadap tingkah laku moral berdasar norma-norma tertentu. Etika
normatif tidak sekedar mendeskripsikan atau menggambarkan, melainkan bersifat
preskriptif atau memberi petunjuk mengenai baik atau tidak baik, boleh atau tidak boleh-

nya suatu perbuatan. Untuk itu di dalamnya dikemukakan argumenargumen atau diskusidiskusi yang mendalam, dan etika normatif merupakan bagian penting dari etika.
Adapun meta etika tidak membahas persoalan moral dalam arti baik atau buruknya suatu tingkah laku, melainkan membahas bahasa-bahasa moral. Sebagai contoh, jika
suatu perbuatan dianggap baik, maka pertanyaannya adalah : apakah arti baik dalam
perbuatan itu, apa ukuran-ukuran atau syarat-syaratnya untuk disebut baik, dan
sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan semacam itu dapat juga dikemukakan secara kritis
dan mendalam tentang makna dan ukuran adil, beradab, manusiawi, persatuan,
kerakyatan, kebijaksanaan, keadilan, kesejahteraan dan sebagainya. Meta etika seolaholah bergerak pada taraf yang lebih tinggi dari pada perilaku etis, dengan begerak pada
taraf bahasa etis (meta artinya melebihi atau melampui).
A. Pengertian Hukum
Hukum merupakan aspek penting dalam kehidupan masyarakat Hukum memiliki
pengertian yang bermacam-macam tergantung dari tempat dan waktu dimana hukum
tersebut berlaku. Oleh karena itu pengertian hukum sangat beragam. Beberapa ahli
mengemukakan pendapatnya tentang hukum, sebagai berikut (Sunarso, 2006: 93-94) :
1. Prof. Dr. Muchtar Kusumaatmadja, dan Dr. B. Arief Sidharta, SH.menyatakan bahwa
hukum adalah perangkat kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan
manusia dalam masyarakat.
2. Dr. E. Utrecht, SH,menyatakan bahwa hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan
(perintah dan larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu
harus ditaati oleh masyarakat.
3. Menurut Simorangkir, SH, Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat
memaksa, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap
peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan.
4. Menurut Mudjiono, SH, Hukum adalah keseluruhan aturan tingkah laku manusia
dalam pergaulan hidup berbangsa dan bernegara, baik tertulis dan tidak tertulis yang
berfungsi memberikan rasa tentram dan akan berakibat diberikannya sanksi bagi
yang melanggarnya.

Pengertian hukum dapat pula dikaji dari berbagai pendapat. Sebagaimana yang
dikemukakan Soerjono Soekanto sebagai berikut:
1. Hukum sebagai ilmu, ilmu hukum adalah cabang dari ilmu sosial dan humaniora.
2. Hukum sebagai disiplin, pelanggaran terhadap disiplin akan diberi sanksi.
3. Hukum sebagai kaedah, yaitu pedoman untuk bertindak.
4. Hukum sebagai tata hukum, yaitu kaedah-kaedah yang berlaku pada suatu waktu dan
tempat tertentu serta berbentuk tertulis.
5. Hukum sebagai petugas, menunjuk kepada orang yang diberi tugas menegakkan
hukum.
6. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu tenteng apa yang dianggap baik dan buruk.
Hukum ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan
tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi
yang berwajib, pelanggaran-pelanggaran yang dikenai tindakan-tindakan hukum tertentu.
Plato mengartikan bahwa hukum merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan
tersusun baik yang mengikat masyarakat. Aristoteles menyatakan bahwa hukum hanya
sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.
Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dalam hukum
meliputi: a) peraturan dibuat oleh yang berwenang; b) tujuannya mengatur tata; c) tertib
kehidupan masyarakat; d) mempunyai ciri memerintah dan melarang; e) bersifat
memaksa dan ditaati Dalam kehidupan sosial orang akan mentaati hukum karena dinilai
memberikan kententraman dan ketertiban , serta tidak ingin mendapatkan sanksi ketika
orang tidak lagi mematuhi aturan yang berlaku. Di samping itu, masyarakat
menghendakinya adanya hukum. Dalam hal ini, banyak orang yang tidak menanyakan
apakah sesuatu menjadi hukum/belum. Mereka tidak menghiraukan dan baru merasakan
dan memikirkan apabila telah melanggar hingga merasakan akibat pelanggaran tersebut.
Mereka baru merasakan adanya hukum apabila luas kepentingannya dibatasi oleh
peraturan hukum yang ada. Faktor lainnya, adanya paksaan Karena adanya paksaan
(sanksi) sosial. Orang merasakan malu atau khawatir dituduh sebagai orang yang asosial
apabila orang melanggar suatu kaidah sosial/hukum. Dalam konteks inilah , hukum
menjadi aspek yang sangat penting dalam mengatur kehidupan manusia.

B. Pengertian Hukum Moral


Hukum menurut Thomas Aquinas berkaitan dengan kodrat manusia. Thomas
Aquinas memandang manusia sebagai manusia bebas atau mahluk yang bebas
mengerahkan dirinya sendiri. Akan tetapi, di dalam realitas bermasyarakat manusia
berhadapan dengan peraturan. Manusia hidup dengan bebas tetapi dibatasi norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat.
Menurut Thomas Aquinas tindakan yang mengerakkan manusia kepada tujuan
akhir berkaitan dengan kegiatan manusiawi bukan dengan kegiatan manusia. Perintah
moral yang paling dasar adalah melakukan yang baik, menghindari yang jahat. Hukum
moral memerlukan suatu wahana untuk mewujudkan bentuk kongkrit. Wahana itu

disebut hukum manusia seperti undang-undang, konstitusi atau hukum-hukum positif


lainnya yang dapat membantu manusia dan masyarakat mewujudkan nilai-nilai moral
misalnya bertindak baik, jujur, dan adil. Keseluruhan norma moral adalah hukum moral,
yaitu tuntunan perilaku manusia yang ditaati karena kesadaran yang bersumber pada hati
nurani untuk mencapai kebahagian.
C. Jenis-jenis Hukum Moral :
1. Hukum kodrat
Berasal dari kodrat manusia melalui perkembangan akal dan rasa bukan
menurut naluri yang irrasional. Kodrat manusia bersifat asasi terdiri dari akal, rasa,
dan karsa.
Contoh Hukum Kodrat:
Kebebasan menyatakan pendapat
Mengenal dan menyembah Tuhan
Emansipasi antara pria dan wanita
Perbedaan Hukum Alam dn Hukum Kodrat menurut Theo Huijbers
Hukum Alam dalam arti umum yaitu sebagai daya yang menyebabkan segala
yang ada di alam semesta ini berjalan menurut aturan alam semesta
Hukum Kodrat yaitu sebagai hukum yang mengarahkan perilaku manusia secara
abstrak, penjelmaannya berupa hak-hak dan kewajiban-kewajiban asasi, tidak
dapat diketahui secara jelas tetapi diakui adanya karena kodrat manusia

2. Hukum Wahyu
Berasal dari Tuhan. Hukum wahyu adalah norma moral yang berasal dari
Tuhan,

diwahyukan

kepada

Rosul-Nya

supaya

manusia

menghayati

dan

mengamalkan sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan.Hukum


wahyu memerintahkan supaya taat terhadap hukum kodrat yang penerapannya
dilakukan oleh hukum agama, mis : hukum fiqih, hukum kristen. Contoh hukum
wahyu dalam kitab suci :

Ketaqwaan manusia terhadap Tuhan YME

Mencintai sesama manusia dan berlaku adil

Menyantuni anak yatim dan fakir miskin


Hukum kodrat dan hukum wahyu tidak dapat dipisahkan, karena keduanya

mengarahkan manusia agar berbuat baik dan benar serta bermanfaat untuk mencapai
tujuan yang paling sempurna, yaitu kabahagiaan dunia dan akhirat. Contoh :
Hukum kodrat mengatakan : hak manusia untuk mengembangkan keturunanya
(hak kawin)
Hukum wahyu mengatakan : apabila manusia sudah mampu untuk kawin,
kawinlah
Hukum positif mengatur pelaksanaanya : dibuat hukum undang-undang
perkawinan
3. Hukum Manusia
Berasal dari kekuasaan. Hukum manusia adalah norma buatan manusia karena
kekuasaan, karena kesepakatan untuk merealisasikan hukum kodrat dan hukum
wahyu dalam kehidupan manusia.
Norma buatan manusia ada yang berupa norma moral dan norma hukum.
Norma moral berlaku karena kesadaran manusia, norma hukum berlaku karena
adanya kesadaran dan adanya unsur paksaan / sanksi. Contoh norma hukum yang
dibuat penguasa yaitu undang-undang, yurisprodensi oleh hakim.
Contoh norma hukum yang dibuat berdasarkan kesepakatan :

Kode etik oleh sekelompok profesi

Anggaran dasar oleh organisasi kemasyarakatan

Hukum agama oleh tokoh-tokoh agama atau majelis ulama


Hukum manusia / hukum positif bentuknya tertulis dan tidak tertulis.
Contoh yang tertulis : undang-undang, yurisprodensi, dan anggaran dasar. Contoh
yang tidak tertulis : hukum kebiasaan, adat istiadat
Dilihat dari segi sanksi :
Hukum yang bersanksi tegas, misal : harus membayar denda, hukum mati
Hukum yang sanksinya tidak tegas, misal : kode etik profesi, anggaran dasar,
hukum adat, hukum agama, dsb.

D. Sifat Moral : Perspektif Objektivistik vs Relativistik


Dalam kajian tentang moral terdapat perbedaan pandangan yang menyangkut
pertanyaan, apakah moral itu sifatnya objektivistik atau relativistik ? Pertanyaan yang
hampir sama, apakah moral itu bersifat absolut atau relatif, universal atau kontekstual,
kultural, situasional, dan bahkan individual ? Menurut perspektif Objektivistik, baik dan
buruk itu bersifat pasti atau tidak berubah. Suatu perilaku yang dianggap baik akan tetap
baik, bukan kadang baik dan kadang tidak baik. Senada dengan pandangan Objektivistik
adalah pandangan absolut yang menganggap bahwa baik dan buruk itu bersifat mutlak,
sepenuhnya, dan tanpa syarat. Menurut pandangan ini perbuatan mencuri itu sepenuhnya
tidak baik, sehingga orang tidak boleh mengatakan bahwa dalam keadaan terpaksa,
mencuri itu bukan perbuatan yang jelek. Demikian pula halnya dengan pandangan yang
universal, prinsip-prinsip moral itu berlaku di mana saja dan kapan saja. Prinsip-prinsip
moral itu bebas dari batasan ruang dan waktu. Sebaliknya pandangan yang menyatakan
bahwa persoalan moralitas itu sifatnya relatif, baik dan buruknya suatu perilaku itu
sifatnya tergantung, dalam arti konteksnya, kulturalnya, situasinya, atau bahkan
tergantung pada masing-masing individu. Dari dimensi ruang, apa yang dianggap baik
bagi lingkungan masyarakat tertentu, belum tentu dianggap baik oleh masyarakat yang
lain. Dari dimensi waktu, apa yang dianggap baik pada masa sekarang, belum tentu
dianggap baik pada masa-masa yang lalu.

Salah satu kelemahan literatur tentang moral atau etika, terutama yang
bersumber dari literatur Barat, adalah kurang adanya klasifikasi moral, etika pada
umumnya tidak membedakan secara jelas antara kesusilaan dan kesopanan. Dua
pandangan yang saling dipertentangkan itu sesungguhnya dapat diterima semua, dalam
arti ada prinsip-prinsip etik atau moral yang bersifat Objektivistik-universal dan ada pula
prinsip-prinsip etik atau moral yang bersifat relativistik-kontekstual. Prinsip-prinsip
moral yang bersifat Objektivistik-universal yang dimaksudkan adalah prinsip-prinsip
moral secara obyektif dapat diterima oleh siapapun, di manapun, dan kapanpun juga.
Sebagai contoh adalah sifat atau sikap kejujuran, kemanusiaan, kemerdekaan, tanggung
jawab, keihlasan, ketulusan, persaudaraan, keadilan dan lainlain. Sedangkan prinsipprinsip moral yang bersifat relativistik-kontekstual sifatnya tergantung, sesuai dengan
konteks, misalnya tergantung pada konteks kebudayaan atau kultur, sehingga bersifat
kultural. Demikian seterusnya, sifat relativistik-kontekstual itu pengertiannya bisa berarti
nasional, komunal, tradisional, situasional, kondisional, atau bahkan individual. Sebagai
contoh adalah sikap kebangsaan, adab ketimuran, etika atau sopan santun orang Jawa
atau Minangkabau, serta berbagai etika terapan. Sebagaimana dikenal dalam kajian
tentang macam-macam norma, dikenal adanya empat macam norma, yaitu norma
keagamaan, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum. Norma kesusilaan
itu lebih bersumber pada prinsipprinsip etis dan moral yang bersifat Objektivistikuniversal. Sedangkan norma kesopanan itu bersumber pada prinsip-prinsip etis dan moral
yang bersifat relativistik-kontekstual. Sejalan dengan hal ini, Widjaja (1985: 154)
mengemukakan bahwa persoalan moral dihubungkan dengan etik membicarakan tentang
tata susila dan tata sopan santun. Tata susila mendorong untuk berbuat baik, karena hati
kecilnya mengatakan baik, yang dalam hal ini bersumber dari hati nuraninya, lepas dari
hubungan dan pengaruh orang lain. Tata sopan santun mendorong untuk berbuat baik,
terutama bersifat lahiriah, tidak bersumber dari hati nurani, untuk sekedar menghargai
orang lain dalam pergaulan. Dengan demikian tata sopan santun lebih terkait dengan
konteks lingkungan sosial, budaya, adat istiadat dan sebagainya.
E. Pentingnya Moral dan Hukum
Manusia dan hukum adalah dua identitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan
dalam ilmu hukum, terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: Ubi societas ibi jus

(di

mana

ada

masyarakat

di

situ

ada

hukumnya). Artinya

bahwa

dalam

setiap pembentukan suatu bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka
selalu akan dibutuhkan

bahan

yang

bersifat

sebagai

semen

perekat

atas

berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu, dan yang berfungsi sebagai semen
perekat tersebutadalah hukum. Untuk mewujudkan keteraturan, maka mula-mula
manusia membentuk suatu struktur tatanan (organisasi) di antara dirinya yang dikenal
dengan istilah tatanansosial (social order) yang bernama masyarakat. Guna membangun
dan mempertahankantatanan sosial masyarakat yang teratur ini, maka manusia
membutuhkan pranata pengatur yang terdiri dari dua hal: aturan (hukum) dan si pengatur
(kekuasaan).
Nilai moral dan hukum mempunyai keterkaitan yang sangat erat sekali. Nilai
dianggap penting oleh manusia itu harus jelas, harus semakin diyakini oleh individu dan
harus diaplikasikan dalam perbuatan. Moralitas diidentikan dengan perbuatan baik dan
perbuatan buruk (etika) yang mana cara mengukurannya adalah melalui nilai- nilai yang
terkandung dalam perbuatan tersebut.
Pada dasarnya nilai, moral, dan hukum mempunyai fungsi yaitu untuk melayani
manusia. pertama, berfungsi mengingatkan manusia untuk melakukan kebaikan demi diri
sendiri dan sesama

sebagai bagian

dari

masyarakat. kedua, menarik perhatian

pada permaslahan-permasalahan moral yang kurang ditanggapi manusia. Ketiga,


dapat menjadi penarik perhatian manusia kepada gejala Pembiasaan emosional.
Selain itu fungsi dari nilai, moral dan hukum yaitu dalam rangka
untuk pengendalian dan pengaturan. Pentingnya system hukum ialah sebagai
perlindungan bagi kepentingan-kepentingan yang telah dilindungi agama, kaidah
kesusilaan dan

kaidah kesopanan karena belum cukup kuat untuk melindungi dan

menjamin mengingat terdapat kepentingan-kepentingan yang tidak teratur. Untuk


melindungi lebih lanjut kepentingan yang telah dilindungi kaidah-kaidah tadi maka
diperlukanlah system hukum.
K. Bertens menyatakan ada setidaknya empat perbedaan antara hukum dan
moral, pertama, hukum lebih dikodifikasikan daripada

moralitas

(hukum

lebih

dibukukan daripada moral), kedua, meski hukum dan moral mengatur tingkah laku
manusia, namun hukum membatasi diri pada tingkah laku lahiriah saja, sedangkan moral

menyangkut jugasikap batin seseorang, ketiga, sanksi yang berkaitan dengan hukum
berbeda dengansanksi
didasarkan atas

yang

berkaitan

dengan

moralitas,

keempat,

hukum

kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara sedangkan

moralitas didasarkan padanorma-norma moral yang melebihi para individu dan


masyarakat.
F. Perbedaan Serta Hubungan Hukum dan Moral
Pada umumnya, perbedaan dan hubungan antara hukum dan moral dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Hukum membutuhkan moral. Quid leges sine moribus? (Apa artinya UU tanpa
moralitas?). Kualitas hukum juga diukur dari mutu moralnya. Sebaliknya, moral juga
membutuhkan hukum[21], agar semakin terwujud secara lebih pasti dalam perilaku
konkret. Menghormati hak milik orang lain misalnya, adalah sebuah prinsip moral.
Prinsip ini diperkuat dalam hukum yang melindungi hak milik.
2. Hukum itu lebih dikodifikasikan dan dengan demikian lebih pasti dan objektif
daripada moralitas yang tidak tertulis.
3. Hukum mengatur perbuatan lahiriah (legalitas), sementara moral lebih menyangkut
sikap batin manusia.
4. Moralitas adalah isi minimum dari hukum. Hukum dan moralitas hanya berbeda
dari sisi formal, tetapi tidak ada perbedaan mendasar dari segi substansi. Baik norma
hukum maupun norma moral, kedua sama-sama mengatur perilaku manusia.
5. Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan
moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat dipaksakan, pelanggar akan terkena
hukuman. Tapi norma etis tidak bisa dipaksakan, sebab paksaan hanya menyentuh
bagian luar, sedangkan perbuatan etis justru berasal dari dalam. Satu-satunya sanksi
di bidang moralitas hanya hati yang tidak tenang.
6. Tujuan hukum mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan bernegara, sedangkan
moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia.
7. Immanuel Kant berpendapat bahwa hukum termasuk dalam tatanan normatif lahiriah
manusia, di luar motivasi batin. Moralitas hanya berkaitan dengan suara hati atau
sikap batin manusia. Hukum mengikat secara moral kalau diyakini dalam hati.

Uraian Kant ini dapat dilengkapi dengan uraian A. Reinach (1883-1917) sebagai
berikut:[23]
1. Norma moral mengenai suara hati pribadi manusia, norma yuridis berlaku atas dasar
suatu perjanjian.
2. Hak-hak moral tidak pernah hilang dan tidak dapat pindah kepada orang lain,
sedangkan hak yuridis dapat hilang dan berpindah (sesuai dengan perjanjian).
3. Norma moral mengatur baik batin maupun hidup lahir, sedangkan norma hukum
hanya mengatur kehidupan lahiriah saja (de internis praetor non iudicat).
G. Implementasi Hukum Moral bagi Profesi Guru
Guru merupakan profesi yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat
bukan hanya bagi para peserta didik. Guru adalah seseorang yang mempunyai
kemampuan memberi teladan bahakan arahan kepada orang lain. Guru bukanlah sebuah
profesi yang hanya menuntut kompetensi tapi juga menuntut perilaku yang baik. Oleh
karena itu, setiap aktivitas dan sikap yang ditunjukan seorang guru menunjukan
kepribadian dan kompetensinya serta menunjukan hasil yang dicapainya terutama dalam
mendidik siswanya dan memberi teladan juga kepada masyarakat. Dan untuk mencapai
semuanya itu dibutuhkan guru yang bermoral.
Menjadi guru, moral memang bukan perkara mudah. Moralitas selalu meminta
untuk setiap orang konsisten. Konsistensi yang dimaksud adalah konsistensi antara apa
yang diucapkan dengan sikap yang dilakukan. Ada garis lurus searah antara sikap dan
ucapan. Morality (from the latin, moralitas "manner, character, proper behavior") is the
differentiation of intentions, decisions, and actions between those that are good (or right)
and those that are bad (or wrong). Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku,
tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu
berdasarkan pengalaman,tafsiran,suara hati,serta nasihat, dan lain-lain.
Menjadi Guru dari sebuah obyek bernama moral tentunya sekali lagi bukan
perkara mudah. Kadang ada begitu banyak kelemahan yang tersembunyi dari dalam diri
yang selalu tampak. Indonesia adalah sebuah negara dengan nilai-nilai ke-indonesiaan
yang begitu baik dimata dunia. Pancasila telah menjadi landasan moral bagi 250 juta
pengikutnya. Kalaupun ada yang beringas, kekerasan dimana-mana, korupsi merajalela,
integritas bangsa mulai goyah-mungkin ini adalah gejala 'keletihan' dari segenap bangsa

Indonesia. Mungkin saja para guru moralnya perlu refreshing. perlu kembali menengadah
kepada Pancasila dan nilai-nilai moral yang dianjurkannya.
Jadi, seorang guru yang bermoral adalah pendidik yang mampu menjaga ucapan
dan tindakan agar tidak menimbukkan sesuatu yang merugikan dirinya dan peserta didik
yang dididikya. Pendidik yang bermoral adalah mereka yang senantiasa tetap konsisten
menjaga martabat baik profesinya serta mampu menunjukan prilaku, tindakan, dan apa
yang keluar dari mulutnyv adapatv menimbulkan kebaikan bagi orang banyak

SISTEM NILAI
A Pengertian Nilai
Istilah nilai dalam bahasa inggris adalah value. Aslinya berasal dari bahasa latin velere
atau bahasa perancis kuno valoir. Rohmad Mulyana (2004: 7) memaknai nilai secara
denotative dengan harga. Istilah nilai merupakan sebuah istilah yang tidak mudah untuk
diberikan batasan secara pasti. Ini disebabkan karena nilai merupakan sebuah realitas yang
abstrak (Ambroisje dalam Kaswadi, 1993) . Menurut Rokeach dan Bank (Thoha, 1996) nilai
adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup system kepercayaan di mana
seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai suatu yang pantas atau
tidak pantas dikerjakan. Ini berarti hubungannya denga pemaknaan atau pemberian arti suatu
objek. Nilai adalah segala sesuatu tentang yang baik/yang buruk, yang diinginkan atau tidak
diinginkan, atau tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh.
Nilai juga dapat diartikan sebagai sebuah pikiran (idea) atau konsep mengenai apa yang
dianggap penting bagi seseorang dalam kehdiupannya (Fraenkel dalam Thoha, 1996). Selain
itu, kebenaran sebuah nilai juga tidak menuntut adanya pembuktian empirik, namun lebih
terkait dengan penghayatan dan apa yang dikehendaki atau tidak dikehendaki, disenangi atau
tidak disenangi oleh seseorang. Allport, sebagaimana dikutip oleh Kadarusmadi (1996:55)
menyatakan bahwa nilai adalah: a belief upon which a man acts by preference. It is this a
cognitive, a motor, and above all, a deeply propriate disposition. Artinya nilai itu merupakan
kepercayaan yang dijadikan preferensi manusia dalam tindakannya. Manusia menyeleksi atau
memilih aktivitas berdasarkan nilai yang dipercayainya. Ndraha (1997:27-28) menyatakan
bahwa nilai bersifat abstrak, karena itu nilai pasti termuat dalam sesuatu. Sesuatu yang
memuat nilai (vehicles) ada empat macam, yaitu: raga, perilaku, sikap dan pendirian dasar.
Makna nilai dapat berupa keyakinan,rekigius dan janji-jani deterministic dalam agama yang
di anut seseorang dalam berbagai perilakunya. Misalnya, orang yang beriman, semua tindak
tanduknya diharapkan bernilai ibadah di mata tuhan. Dari ilustrasi dan pengertian tentang
nilai di atas, ada lima hal yang perlu di perhatikan kaitannya dengan makna nilai secara
aksiologis, yaitu:
1. Nilai sebagai panduan hidup manusia

2. Nilai sebagai tujuan hidup manusia


3. Nilai sebagai pilihan normative tindakan manusia
4. Nilai sebagai hakikat semua pengetahuan
5. Nilai sebagai kesadaran tertinggi dari seluruh kesadaran manusia tentang motive-motive
dan bentuk sebuah tindakan yang berakar pada nalar dan tolak ukur yang menjadi
jaminan tercapainya tujuan perilaku.
Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan suatu keyakinan
atau kepercayaan yang menjadi dasar bagi seseorang atau sekelompok orang untuk memilih
tindakannya, atau menilai suatu yang bermakna atau tidak bermakna bagi kehidupannya
Ciri-ciri nilai
1. Nilai berkaitan dengan subyek, kalo tidak ada subyek maka tidak ada nilai juga.
2. Nilai tampil dalam suatu kontek praktis, dimana subyek ingin membuat sesuatu. Dalam
pendekatan yang semata-mata teoritis, tidak akan ada nilai.
3. Nilai-nilai menyangkut sifat-sifat yang di tambah oleh subyek pada sifat-sifat yang
dimiliki oleh obyek. Nilai tidak dimiliki oleh obyek pada dirinya. Rupanya hal itu harus
dikatakan karena obyek yang sama bagi berbagai subyek dapat menimbulkan nilai yang
berbeda-beda.
B. Pengertian Sistem
Nilai
Sistem merupakan istilah dari bahasa yunani system yang artinya adalah himpunan
bagian atau unsur yang saling berhubungan secara teratur untuk mencapai tujuan
bersama.
Pengertian sistem menurut sejumlah para ahli :
MenurutL. James Haverysistem adalah prosedur logis dan rasional untuk merancang
suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan maksud
untuk berfungsi sebagai suatu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah
ditentukan.

Menurut John Mc Manamasistem adalah sebuah struktur konseptual yang tersusun dari
fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang bekerja sebagai suatu kesatuan organik
untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan secara efektif dan efesien.
Nilai adalah segala sesuatu tentang yang baik/yang buruk, yang diinginkan atau tidak
diinginkan, atau tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh. Nilai juga dapat diartikan
sebagai sebuah pikiran (idea) atau konsep mengenai apa yang dianggap penting bagi
seseorang dalam kehdiupannya (Fraenkel dalam Thoha, 1996).
Sedangkan sistem nilai dalam satu masyarakat itu adalah aturan-aturan yang memberikan
petunjuk yang telah disepakati oleh masyarakatnya itu sendiri . Petunjuk-petunjuk
tentang mana yang patut dan mana yang tidak patut , mana yang dianggap baik dan mana
yang tidak baik , mana yang etis dan mana yang tidak etis hingga sampai pada mana yang
benar dan mana yang tidak dibenarkan. Sistem nilai yang kemudian dikenal sebagai etika
C. Aspek Sistem
Nilai
Aspek system nilai terdiri dari:
1. Akhlak
Adalah sebutan tentang perilaku baik dan buruk yang digunakan oleh agama. Dalam ilmu
akhlak, tingkah laku ini dibagi dua yaitu akhlak mahmudah, yakni tingkah laku yang
terpuji dan akhlak madmumah, tingkah laku yang tercela.
Nilai Akhlak menurut KH.Abdullah Gymnastiar
Perbuatan seseorang dapat dipandang sebagai perwujudan dari akhlaknya manakala ia
keluar dari keadaan batinnya. Dalam perspektip ini maka suatu perbuatan dapat
diklassifikasi dengan ukuran-ukuran atau nilai-nilai. Diantara nilai-nilai tersebut adalah :
A. Perbuatan Baik atau Buruk
Perbuatan baik atau buruk yang dilakukan seseorang tanpa ada hubungannya dengan
akhlaknya atau tabiatnya adalah hanya bernilai perbuatan. Suatu ketika seorang yang
akhlaknya buruk tanpa kesadaran akan makna baik buruk melakukan suatu perbuatan
yang bernilai baik. Demikian juga seseorang yang sebenarnya akhlaknya baik, suatu
ketika tanpa menyadari makna keburukan melakukan sesuatu yang bernilai buruk..
Perbuatan baik dan perbuatan buruk dari dua orang itu hanya bernilai sebagai perbuatan,

tetapi tidak bermakna sebagai kebaikan atau kejahatan. Dilihat dari sudut agama, maka
perbuatan itu tidak mendatangkan pahala dan dosa. Seorang pencuri yang sedang mencuri
di rumah seseorang karena kepergok kemudian mebunuh tuan rumah. Tetapi setelah
peristiwa pembunuhan itu terungkap bahwa orang yang dibunuh oleh pencuri itu adalah
tokoh pemberontak yang sangat berbahaya bagi bangsa dan
negara, yang telah sekian lama tidak berhasil ditangkap oleh aparat keamanan.
Senyatanya pencuri itu berjasa bagi negara dan bangsa, tetapi di depan Allah SWT ia
tidak memperoleh apa-apa selain dosa membunuh. Demikian juga seorang peneliti, tanpa
disadari produk penelitiannya itu justeru menyebabkan timbulnya wabah yang menelan
ratusan korban meninggal. Di depan masyarakat, peneliti tersebut bisa disebut sebagai
pmbunuh massal, tetapi di depan Tuhan ia tidak dihukumi sebagai pembunuh.
B. Kriteria atau konsep tentang baik dan buruk
Baik dan buruk merupakan dua istilah yang banyak digunakan untuk menentukan suatu
perbuatan yang dilakukan seseorang. Kita misalnya mengatakan orang itu baik dan orang
itu buruk. Masalahnya apakah yang disebut baik dan buruk ittu? Dan apa ukuran atau
indicator yang dapat digunakan untuk menilai perbuatan itu baik atau buruk? Dan apakah
baik dan buruk itu merupakan suatu yang mutlak atau relative? Dan bagaimana
pandangan islam terhadap baik dan buruk berikut hal-hal yang terkait dengan keduanya.
Ada orang yang memiliki pengertian yang lengkap tentang kebaikan dan keburukan. Ia
bisa menerangkan dengan lancar segi-segi dan kriteria-kriteria yang berhubungan dengan
kebaikan atau keburukan itu. Tetapi pengertiannnya itu tidak mengantarnya pada
perbuatan kongkrit. Pengertiannya tentang kebaikan atau keburukan berhenti pada
konsep, sementara perbuatan yang dilakukan sama sekali tidak diilhami oleh
pengertiannya tentang kebaikan atau keburukan. Model orang seperti ini biasanya
terdapat pada orang intelek yang jahat atau penjahat yang jenius. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut perlu dicari jawabannya sehingga pada saat kita menilai sesuatu itu baik atau
buruk memiliki patokan atau indicator yang pasti. Untuk pembahasan yang lebih
mendalam akan dibahas dalam bahasan selanjutnya.
C. Pengenalan terhadap kebaikan atau keburukan
Kata mengenal mempunyai muatan yang berbeda dengan kata mengetahui. Orang Arab
menggunakan kata ma'rifat untuk menyebut pengenalan dan kata 'ilm untuk menyebut

pengetahuan, Pengetahuan merupakan aspek kognitip sedangkan pengenalan sudah


menyentuh aspek afektip. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu belum tentu
memotivisir tingkahlaku yang mendukung pengetahuannya, tetapi orang yang mengenal
tentang sesuatu, kalau toh tidak melakukan sesuatu yang sejalan dengan pengenalannya,
sekurang-kurangnya ia simpati atau empati terhadapnya.
Orang yang memiliki banyak pengetahuan tentang nilai-nilai kebaikan boleh jadi ia bisa
menjadi dosen ilmu etika atau menulis buku tentang etika, tetapi belum tentu
perbuatannya sesuai dengan pengetahuan yang diajarkan dan ditulisnya. Tetapi orang
yang sudah mengenal nilai-nilai kebaikan, ia bukan hanya mengetahui tetapi merasakan
makna dari suatu perbuatan baik, dan dapat merasakan penderitaan korban dari perbuatan
kejahatan. Orang yang sudah mengenal kebaikan, kalau toh ia belum menjadi orang baik,
sekurang-kurangnya ia sudah bercita-cita untuk menjadi orang baik. Ia mau membantu
orang lain yang sedang berusaha untuk menjadi orang baik, dan kalau toh ia belum bisa
menjadi orang baik, ia selalu menyesali dirinya mengapa ia belum bisa. Ia sudah
mencintai kebaikan yang sudah ia kenali meski ia belum bisa memeluknya erat-erat.
D. Kecenderungan jiwa terhadap kebaikan dan keburukan
Seseorang pada tingkatan ini, pengetahuan dan pengenalannya terhadap kebaikan dan
atau keburukan telah menjadi bagian dari jiwanya, sehingga jika ia orang baik, maka
berbuat baik itu sudah merupakan spontanitas, tanpa memikirkan untung rugi dan
resikonya. Demikian juga jika ia orang jahat maka berbuat jahat sudah merupakan
spontanitas tanpa memikirkan resiko bagi dirinya maupun akibat buruk yang akan
menimpa korban kejahatannya. Orang baik pada tingkatan ini alergi kepada perbuatan
buruk, sebaliknya orang jahat pada tingkatan ini juga alergi terhadap perbuatan baik.
Pada tingkatan inilah seseorang dianggap sudah berakhlak, akhlak baik atau akhlak
buruk, karena nilai-nilai kebaikan atau keburukan telah mewarnai keadaan batinnya,
keadaan jiwanya.
2. Moral
Asalnya mores, yakni tindakan, yakni penilaian baik dan buruk yang digunakan dalam
dunia social politik. Pengertian moral, menurut Suseno (1998) adalah ukuran baikburuknya seseorang, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat, dan warga
negara. Sedangkan pendidikan moral adalah pendidikan untuk menjadaikan anak manusia

bermoral dan manusiawi. Sedangkan menurut Ouska dan Whellan (1997), moral adalah
prinsip baik-buruk yang ada dan melekat dalam diri individu/seseorang. Walaupun moral
itu berada dalam diri individu, tetapi moral berada dalam suatu sistem yang berwujut
aturan. Moral dan moralitas memiliki sedikit perbedaan, karena moral adalah prinsip
baik-buruk sedangkan moralitas merupakan kualitas pertimbangan baik-buruk. Dengan
demikian, hakekat dan makna moralitas bisa dilihat dari cara individu yang memiliki
moral dalam mematuhi maupun menjalankan aturan.
Ada beberapa pakar yang mengembangkan pembelajaran nilai moral, dengan
tujuan membentuk watak atau karakteristik anak. Pakar-pakar tersebut diantaranya adalah
Newman, Simon, Howe, dan Lickona. Dari beberapa pakar tersebut, pendapat Lickona
yang lebih cocok diterapkan untuk membentuk watak/karater anak. Pandangan Lickona
(1992) tersebut dikenal dengan educating for character atau pendidikan karakter/watak
untuk membangun karakter atau watak anak. Dalam hal ini, Lickona mengacu pada
pemikiran filosofi Michael Novak yang berpendapat bahwa watak/ karakter seseorang
dibentuk melalui tiga aspek yaitu, moral knowing, moral feeling, dan moral behavior,
yang satu sama lain saling berhubungan dan terkait. Lickona menggarisbawahi pemikiran
Novak. Ia berpendapat bahwa pembentukan karakter/watak anak dapat dilakukan melalui
tiga kerangka pikir, yaitu konsep moral(moral knowing), sikap moral(moral feeling), dan
prilaku moral(moral behavior). Dengan demikian, hasil pembentukan sikap karekter anak
pun dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu konsep moral, sikap moral, dan perilaku moral.
Pemikiran Lickona ini mengupayakan dapat digunakan untuk membentuk watak
anak, agar dapat memiliki karater demokrasi. Oleh karena itu, materi tersebut harus
menyentuh tiga aspek teori (Lickona), seperti berikut.
Konsep moral (moral knowing) mencakup kesadaran moral (moral awarness),
pengetahuan nilai moral (knowing moral value), pandangan ke depan (perspective
talking), penalaran moral (reasoning), pengambilan keputusan (decision making), dan
pengetahuan diri (self knowledge).
Sikap moral (moral feeling) mencakup kata hati (conscience), rasa percaya diri (self
esteem), empati (emphaty), cinta kebaikan (loving the good), pengendalian diri (self
control), dan kerendahan hati (and huminity).
Perilaku moral (moral behavior) mencakup kemampuan (compalance), kemauan (will)
dan kebiasaan (habbit).

3. Susila
Adalah istilah yang digunakan dalam kaidah baik dan buruk yang merujuk pada ideology
pancasila. Su artinya baik, Sila artinya kesopanan. Kata susila digunkan pula dalam
undang-undang, misalnya tindakan asusila atau melanggar kesusilaan.
Contoh tindakan kesusilaan dalam kehidupan sehari, antara lain sebagai berikut:
1) Bertindak dan Berprilaku Jujur
Bertindak dan berprilaku jujur merupakan salah satu contoh norma kesusilaan.
Contoh bertindak dan berprilaku jujur misalnya; ketika seseorang menemukan barang
atau benda milik orang lain, jika ia berprilaku jujur tentu akan mengembalikan benda
yang ditemukan kepada pemilikny.
2) Meminta Maaf Bila Melakukan Kesalahan
Meminta maaf bila melakukan kesalahan adalah salah satu bentuk norma kesusilaan.
Bersegera meminta maaf bila melakukan kesalahan dan tidak bersikap seperti
pecundang yang lari dari kesalahan atau balik menyalahkan pihak lain. Bersikap
jantan dan kesatria untuk meminta maaf akan membuat seseorang menjadi pribadi
dewasa yang bertanggung jawab dan bisa dipercaya.
3) Berpakaian sesuai dengan situasi
Norma kesusilaan mencakup juga cara berpakaian. Berpakaian hendaknya
disesuaikan dengan bentuk tubuh, warna kulit, warna baju, situasi, waktu, dan tempat
ataupun acara yang dihadiri. Pakaian yang dipakai membentuk keserasian dengan
penampilan. Berpakaian secara sembarangan akan menjadi pusat perhatian atau
keanehan dalam pergaulan.
4) Berbicara hal-hal yang baik
Berbicara merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia.
Berbicara baik akan memberikan dampak yang baik, Sebaliknya, bicara hal-hal
negatif akan memberikan dampak negatif. Jika seseorang berbicara baik tentang
orang lain, maka perkataan yang baik itu akan kembali kepada dirinya. Jika memang

tidak ada hal-hal yang baik untuk dibicarakan, jangan berbicara. Itu akan
menyelamatkan banyak 'jiwa'.
5) Menghormati orang yang lebih tua dan menghargai yang muda
Norma kesusilaan hendaknya dihadirkan dalam tata cara pergaulan. Dalam pergaulan
sopan santun yang muda harus menghormati yang lebih tua umur pada waktu
bertemu, yang muda terlebih dahulu hormat kepada yang tua. Begitupun sebaliknya,
meskipun umur kita lebih tua dari teman sepergaulan, tetapi kita harus
menghargainya. Jika ini dilakukan, maka akan tercipta keharmonisan.
6) Tidak boleh mengambil hak orang lain
Sebagai makhluk sosial, manusia hidup bersama orang lain. Dalam hidup bersama,
tentu seorang manusia tidak dapat bertindak sesukanya. Mengambil hak orang lain
merupakan perbuatan yang sangat merugikan bagi orang yang diambil haknya.
Sanksi Norma Kesusilaan
Setiap orang dianggap mempunyai bisikan hati yang mengarah kepada kebenaran yang
merupakan dasar norma kesusilaan. Oleh karena itu, sanksi terhadap norma kesusilaan
pun bersifat individual. Bentuk pelanggaran kesusilaan merupakan pengingkaran
terhadap hati nurani. Sanksi atas pelanggaran norma ini muncul dalam bentuk pengucilan
secara fisik (dipenjara, diusir) atau batin (penyesalan, rasa malu, dan kegelisahan).

4. Norma
Adalah ukuran baik dan buruk yang digunkan dalam konsep kebiasaan masyarakat.
Meskipun pengguna norma tidak mengetahui istilah tersebut, sosiolog maupun antropolog
menyebut adat sebagai norma social. Pada umumnya norma hanya berlaku dalam suatu
lingkungan masyarakat tertentu atau dalam suatu lingkungan etnis tertentu atau dalam suatu
wilayah negara tertentu. Namun demikian ada pula norma yang bersifat universal, yang
berlaku di semua wilayah dan semua umat manusia, seperti misalnya larangan mencuri,
membunuh, menganiaya, memperkosa, dan lain-lain.
Di dalam masyarakat terdapat bermacam-macam norma. Jenis-jenis norma antara lain:
1) Norma kesopanan,

yaitu ketentuan hidup yang berasal dari pergaulan dalam masyarakat. Dasar dari norma
kesopanan adalah kepantasan, kebiasaan dan kepatutan yang berlaku dalam masyarakat.
Norma kesopanan sering dinamakan norma sopan santun, tata krama atau adat istiadat.
Norma sopan santun yang aktual dan khas berbeda antara masyarakat yang satu dengan
masyarakat yang lain. Contoh-contoh norma kesopanan, antara lain:
a. Yang muda harus menghormati yang lebih tua usianya.
b. Berangkat ke sekolah harus berpamitan dengan orang tua terlebih dahulu.
c. Memakai pakaian yang pantas dan rapi dalam mengikuti pelajaran di sekolah.
d. Janganlah meludah di dalam kelas.
Bagi mereka yang melanggar norma kesopanan, sanksi yang dijatuhkan akan
menimbulkan celaan dari sesamanya, dan celaan itu dapat berwujud kata-kata, sikap
kebencian, pandangan rendah dari orang sekelilingnya, dijauhi dari pergaulan, sehingga
akan menimbulkan rasa malu, rasa hina, rasa dikucilkan yang dirasakan sebagai
penderitaan batin.
2) Norma agama
yaitu ketentuan hidup yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, yang isinya berupa
larangan, perintah-perintah, dan ajaran. Norma agama berasal dari wahyu Tuhan dan
mempunyai nilai yang fundamental yang mewarnai berbagai norma yang lain, seperti
norma susila, norma kesopanan, dan norma hukum.
Contoh-contoh norma agama, antara lain:
a. Tidak boleh membunuh sesama manusia.
b. Tidak boleh merampok harta orang lain.
c. Tidak boleh berbuat cabul.
d. Hormatilah bapak ibumu.

Terhadap pelanggar norma agama akan dikenakan sanksi oleh Tuhan kelak di akhirat
nanti, yang dapat berupa dimasukkan dalam neraka.
3) Norma hukum
yaitu ketentuan yang dibuat oleh pejabat yang berwenang yang mempunyai sifat
memaksa untuk melindungi kepentingan manusia dalam pergaulan hidup di masyarakat
dan mengatur tata tertib kehidupan bermasyarakat. Bagi pelanggar norma hukum dapat
dikenakan sanksi berupa pidana penjara ataupun denda maupun pembatalan atau
pernyataan tidak sahnya suatu kegiatan atau perbuatan, dan sanksi tersebut dapat
dipaksakan oleh penguasa atau lembaga yang berwenang.
5. Etika
Adalah ukuran baik dan buruk menurut akal. Karena etika jarang dihubungkan dengan
akhlak, norma, moral dan kesusilaan , melainkan lebih sering berkaitan dengan profesi,
dan pemahaman filosofis tentang baik dan buruk, berharga atau tidak berharga.
D. Penerapan Sistem
Nilai di dalam
Kantor
1) Penerapan Akhlak di dalam kantor, misalnya :
a. Menjaga hubungan baik dengan sesama rekan kerja dikantor
b. Bersikap profesinal dalam bekerja
c. Dilarang saling membenci sesama rekan kerja
d. Dilarang berprasangka buruk

2) Penerapan Moral di dalam Kantor, misalnya :


a. Berpakaian yang rapi sesuai dengan lingkungan kerja di kantor
b. Berdoa sebelum bekerja
c. Usahakan jangan datang terlambat

d. Bekerja dengan sungguh-sungguh tidak malas-malasan


e. Disiplin dan bertanggung jawab dalam bekerja

3) Penerapan Susila di dalam Kantor, misalnya :


a. Bertindak dan Berprilaku Jujur
b. Berpakaian sesuai dengan situasi

4) Penerapan Norma di dalam Kantor, misalnya :


a. Norma Kesopanan, misalnya: menghormati pimpinan, menggunakan pakaian
yang sopan saat bekerja.

b. Norma Agama, misalnya: beribadah pada waktunya, tidak menjelek-jelekan


agama rekan kerja lain yang berbeda agama.

c. Norma Hukum, misalnya: Tidak melakukan korupsi.


5) Penerapan Etika di dalam Kantor, misalnya :
a. Etika dalam Kantor, misalnya : bertutur sapa antara atasan dengan karyawan
ataupun antara karyawan dengan karyawan lainnya, hindari bergosip.
b. Etika pergaluan didalam kantor, misalnya : bersikap sopan santun dan ramah,
penuh perhatian terhadap orang lain (empaty), mampu menjaga perasaan orang
lain, berusaha untuk saling membantu bila melihat teman kerja membutuhkan
bantuan, mampu mengendalikan emosi.
c. Etika berpakaian didalam kantor, misalnya : Gunakan pakaian dengan ukuran
yang pas tetapi tidak ketat, biasakan berpakaian rapi dan tidak kedodoran, hindari
hal yang bersifat menujukkan kekayaan karena hal tersebut dapat memicu
kecemburuan sosial antara sesama karyawan, gunakan pakaian yang bersih dan
rapi.

ETIKA

A. Pengertian Etika
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah Ethos, yang berarti
watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan
perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu Mos dan dalam bentuk
jamaknya Mores, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan
melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.
Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat
perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan
etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
Menurut para ahli, etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia
dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani Ethos yang berarti
norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang
baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini:
1. Drs. O.P. Simorangkir, Etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku
menurut ukuran dan nilai yang baik
2. Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat, Etika adalah teori tentang tingkah laku
perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh
akal
3. Drs. H. Burhanudin Salam, Etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai
dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika
memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan
sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara
tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil
keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yangpelru kita pahami bersama
bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan
demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi
kehidupan manusianya.
Sedangkan apabila etika digabungkan dengan kata kerja, yang menjadi etika kerja
memiliki arti yaitu nilai-nilai atau kebiasaan yang harus dilakukan ketika berada di

lingkungan kerja. Sehingga dapat disimpulkan etika kerja adalah sistem nilai yang dianut
secara perorangan yang termasuk etika hubungan antar Karyawan dan perusahaan. Etika
kerja mengatur hubungan yang lebih bersifat ke dalam (perusahaan), yakni antara Karyawan
dan perusahaan secara umum.
Etika kerja yang tinggi tentunya rutinitas tidak akan membuat bosan, bahkan mampu
meningkatkan prestasi kerjanya atau kinerja. Hal yang mendasari etika kerja tinggi di
antaranya keinginan untuk menjunjung tinggi mutu pekerjaan, maka individu yang
mempunyai etos kerja tinggi akan turut serta memberikan masukan- masukan ide di tempat
bekerja.
B. Macam-Macam Etika
1. Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku
manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang
bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya,
yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi
dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam
penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi
tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.
2. Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya
dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan
apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang
dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang
buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
3. Etika Teleologi
Suatu tindakan dikatakan baik jika tujuannya baik dan membawa akibat yang baik
dan berguna. Dari sudut pandang apa tujuannya, etika teleologi dibedakan menjadi dua
yaitu:

a. Teleologi Hedonisme (hedone=kenikmatan) yaitu tindakan yang bertujuan untuk


mencari kenikmatan dan kesenangan.
b. Teleologi Eudamonisme (eudamonia=kebahagiaan) yaitu tindakan yang bertujuan
mencari kebahagiaan hakiki.
4. Etika Deontologi
Etika deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik.
Jadi, etika Deontologi yaitu tindakan dikatakan baik bukan karena tindakan itu
mendatangkan akibat baik, melainkan berdasarkan tindakan itu baik untuk dirinya
sendiri.
C. Komponen Etika
a

Kebebasan dan Tanggung Jawab


Pembahasan masalah etika, mengambil objek material perilaku atau perbuatan
manusia yang dilakukan secara sadar. Dengan demikian maka etika harus melihat
manusia sebagai makhluk yang mempunyai kebebasan untuk berbuat dan bertindak
sekaligus bertanggung jawab terhadap perbuatan dan tindakan yang dilakukannya. Etika
merupakan suatu perencanaan menyeluruh yang mengaitkan daya kekuatan alam dan
masyarakat dengan bidang tanggung jawab manusiawi. Sedangkan tanggung jawab dapat
dipertanggungjawabkan atau dapat dituntut apabila ada kebebasan.
Dengan demikian, masalah kebebasan dan tanggung jawab dalam etika
merupakan sebuah keniscayaan. Kebebasan bagi manusia pertama-tama berarti, bahwa ia
dapat menentukan apa yang mau dilakukannya secara fisik. Ia dapat menggerakkan
anggota tubuhnya sesuai dengan kehendaknya, tentu dalam batas-batas kodratnya sebagai
manusia.
Jadi kemampuan untuk menggerakkan tubuhnya memang tidak terbatas.
Kebebasan manusia bukan sesuatu yang abstrak, melainkan konkret, sesuai dengan sifat
kemanusiaannya. Kebebasan dan tanggung jawab merupakan dua sisi mata uang etika
yang harus ada. Jika keduanya tidak ada, maka pembahasan etika juga tidak ada. Manusia
mempunyai

kebebasan

untuk

berbuat

dan

seharusnya

manusia

itu

juga

mempertanggungjawabkan perbuatannya. Terdapat hubungan timbal balik antara


kebebasan dan tanggung jawab, sehingga orang yang mengatakan manusia itu bebas,

maka dia harus menerima konsekwensinya bahwa manusia itu harus bertanggung jawab.
Maka dengan demikian, dalam etika, tidak ada kebebasan tanpa tanggung jawab, begitu
juga sebaliknya, tidak ada tanggung jawab tanpa ada kebebasan.
b

Hak dan Kewajiban


Hak dan kewajiban merupakan hal yang sambung menyambung atau korelatif
antara satu dengan yang lainnya. Setiap ada hak, maka ada kewajiban. Kewajiban
pertama bagi manusia adalah supaya menghormati hak orang lain dan tidak
mengganggunya,

sedangkan

kewajiban

bagi

yang

mempunyai

hak

adalah

mempergunakan haknya untuk kebaikan dirinya dan kebaikan manusia.


Menurut pandangan etika kewajiban adalah pekerjaan yang dirasa oleh hati
sendiri mesti dikerjakan atau mesti ditinggalkan. Yaitu ketetapan pendirian manusia
memandang baik barang yang baik menurut kebenaran dan menghentikan barang yang
jahat menurut kebenaran, meskipun buat menghentikan atau mengerjakan itu dia ditimpa
bahaya atau bahagia, menderita kelezatan atau kesakitan.
Sedangkan yang menyuarakan kewajiban itu didalam batin ialah hati sendiri.
Bukan hati dengan artian segumpal darah tetapi perasaan halus yang pada tiap-tiap
manusia, sebagai pemberian Illahi terhadap dirinya, itulah yang menjadi pelita menerangi
jalan hidup, atau laksana mercusuar untuk menunjukkan haluan kapal yang lalu lintas.
c

Baik dan Buruk


Dalam membahas etika sudah semestinya membahas tentang baik dan buruk. Baik
dan buruk bisa dilihat dari akibat yang ditimbulkan dari perbuatan baik maupun
perbuatan buruk. Apabila akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya itu baik, maka
tindakan yang dilakukan itu benar secara etika, dan sebaliknya apabila tindakannya
berakibat tidak baik, maka secara etika salah.
Nilai baik dan buruk ditentukan oleh akal dan agama. Upaya akal dalam
mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk tersebut dimungkinkan oleh
pengalaman manusia juga. Berdasarkan pengalaman tersebut, disamping ada nilai baik
dan buruk yang temporal dan lokal, akal juga mampu menangkap suatu perbuatan buruk,
karena buruk akibatnya meskipun dalam zat perbuatan itu sendiri tidaklah kelihatan

keburukannya. Demikian sebaliknya, ada perbuatan baik, karena baik akibatnya,


meskipun dalam zat perbuatan itu tidak kelihatan baiknya.
Derajat keburukan tidak perlu sama, mungkin hanya agak buruk, ada yang buruk
benar, ada pula yang terlalu buruk; tetapi semuanya itu buruk karena tidak baik. Ternyata
buruk itu suatu pengertian yang negatif pula. Bahkan adanya tindakan yang dinilai buruk,
karena tiadanya baik yang seharusnya ada. Jadi bukan tindakannya semata-mata yang
memburukkannya. Dari perumusan di atas disimpulkan bahwa tugas etika ialah untuk
mengetahui bagaimana orang seharusnya bertindak.
d

Keutamaan dan Kebahagiaan


Keutamaan etika berkaitan dengan tindakan atau perilaku yang pantas dikagumi
dan disanjung. Tindakan yang mengandung keutamaan pantas dikagumi dan disanjung.
Tindakan seperti itu berada pada tataran yang jauh melampaui tataran tindakan yang
vulgar dan biasa. Karena itu keutamaan bersifat exellence (sesuatu yang unggul dan
mengaumkan) atau suatu kualitas yang luar biasa. Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan keutamaan dalam pembahasan etika adalah hal-hal yang terkait dengan
kebaikan dan keistimewaan budi pekerti.
Kebahagiaan hanya dapat dimiliki oleh makhluk-makhluk yang berakal budi,
sebab hanya mereka yang dapat merenungkan keadaannya, menyadari, serta mengerti
kepuasan yang mereka alami. Selain itu, kebahagiaan adalah keadaan subyektif yang
menyebabkan seseorang merasa dalam dirinya ada kepuasan keinginannya dan menyadari
dirinya mempunyai sesuatu yang baik. Hal demikian ini, hanya akan disadari oleh
makhluk yang mempunyai akal budi. Oleh karena itu, hanya manusialah yang dapat
merasakan kebahagiaan yang sebenarnya.

D. Penerapan Etika Dalam Lingkungan Kerja (Kantor)


1. Memahami Etika Dalam Kantor
Tentu saja ada pembeda antara cara bergaul ataupun beretika antara lingkungan
formal dan tidak formal. Di kantor tentunya senantiasa berhubungan dengan banyak
orang.

Maka dari itu, perlu memperhatikan etika yang berlaku di kantor tertentu.

Mungkin dalam pergaulan biasa (tidak formal) diantara teman-teman hal-hal yang

berkaitan dengan etika tidak begitu ketat. Tetapi dalam lingkungan kantor soal etika harus
sungguh-sungguh diperhatikan. Di lingkungan kantor kita dituntut untuk memperhatikan
hal-hal detail yang berkaitan dengan tanggung jawab profesionalitas. Oleh karena itu kita
harus pandai-pandai dalam memilih tindakan yang dianggap pantas dalam lingkungan
kerja. Adapun hal-hal yang perlu dihindari dalam lingkungan kerja antara lain:
a. Membentuk klik (kumpulan per golongan) yang secara sadar membelakangi rekanrekan baru.
b. Bergegas-gegas pulang pada waktu tutup kantor, sedangkan selalu datang terlambat.
c. Sering memakai fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi.
d. Selalu menunda-nunda pekerjaan.
e. Melakukan hal-hal yang tidak termasuk tugas kantor, seperti mengisi teka-teki silang,
menulis surat pribadi, bertamu ke bagian lain tanpa suatu urusan atau kepentingan
kerja.
f. Menerima tamu terlalu lama dalam jam kerja.
g. Berjualan dalam jam kerja.
Akan tetapi ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan etika
dalam suatu kantor ataupun instansi misalnya saja:
a. Bertutur sapa antara atasan dengan karyawan ataupun antara karyawan dengan
karyawan lainnya. Hal ini dapat menjadi perilaku yang dapat menambah image
sebagai karyawan yang baik dan ramah.
b. Profesionalitas ketika menerima tamu, ketika menerima tamu ataupun menjadi
seorang tamu adapun hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain jangan berbicara
bertele-tele, apabila tamu tersebut adalah tamu pribadi dan hendak membahas hal
yang bersifat pribadi lebih baik dibicarakan lain waktu atau pada jam istirahat kantor.
Jangan sampai tamu pribadi merusak agenda kerja yang telah diagendakan
perusahaan.
c. Berbicara melalui telepon. Hindari berbicara terlalu lama ditelepon karena hal
tersebut akan mengganggu karyawan lain.
d. Jangan membawa urusan pribadi ketempat kerja, karena hal tersebut dapat
menunjukkan ketidakprofesionalan dalam bekerja.
e. Jadilah anggota tim yang baik dalam lingkungan kerja.

f. Bersikaap loyalitas dan menjaga rahasia perusahaan.


g. Berbicaralah seperlunya ketika bekerj
h. Hindari bergosip
2. Etika Masuk Kantor
Mulailah dengan mengucapkan salam, hal ini memang kelihatan sederhana tetapi
dapat menjadi pintu pembuka dalam mengawali interaksi dan komunikasi dengan rekan
sekantor, hal ini lebih mudah membuka komunikasi apabila lawan bicara kita
menunjukan wajah penuh ceria. Hindari mimik wajah yang masam ketika berada dikator
pada pagi hari karena hal tersebut akan mempengaruhi mood kerja anda hingga jam
kantor usai.
Pada saat kegiatan rutin kerja dimulai, masing-masing karyawan sudah sibuk
dengan pekerjaannya sesuai bidangnya, akan tetapi dengan keadaan situasi tersebut,
berilah senyum yang tulus kepada orang yang anda jumpai, baik kepada rekan kerja,
satpam, driver dan atasan. Hal ini akan menciptakan suasana yang nyaman dan manjalin
keakraban antar sesama karyawan.
3. Etika Pergaulan Dalam Lingkungan Kantor
Setiap hari dalam pergaulan di kantor sudah tak terelakan, karena satu sama lain
saling membutuhkan interaksi yang didalamnya mencakup komunikasi. Interaksi dan
komunikasi akan berjalan dengan baik apabila kedua belah pihak saling menghormati dan
mengerti akan hak dan kewajibannya masing-masing, karena etika itu menyangkut
moralitas, susila, sosial, agama dan lain sebagainya. Bagaimana etika pergaulan yang
perlu diterapkan dalam lingkungan kantor diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Bersikap sopan santun dan ramah
b. Penuh perhatian terhadap orang lain (empaty)
c. Mampu menjaga perasaan orang lain
d. Berusaha untuk saling membantu bila melihat teman kerja membutuhkan bantuan.
e. Mampu mengendalikan emosi
Dalam lingkungan kerja, faktor kerja sama merupakan landasan utama agar
pekerjaan bisa berhasil dengan baik dan minimal bisa mencapai sesuai yang

diinginkan.Sering kita tidak menyadari keberhasilan karir kita sebenarnya akibat


dorongan dan peran dari teman kerja, oleh karena itu binalah hubungan dengan
kebersamaan dan ciptakan citra yang baik kepada sesama rekan kerja dan tunjukan diri
kita adalah bagian tak terpisahkan dari mereka. Dengan memperlakukan kawan sebaik
mungkin dengan kesan bahwa dirinya sangat berarti bagi kita akan membawa hasil yang
lebih baik dalam membina kelanjutan hubunga teman sekerja. Kalau kita secara konsisten
bisa membangun saluran komunikasi yang efektif dan efisien yang dapat menjadi wadah
bagi semua karyawan untuk mencurahkan aspirasi dan keluh kesahnya, ini akan
membawa suatu keberhasilan team kerja semakin lebih berkembang dalam hubungan
kerja dan meciptakan iklim kerja yang nyaman dan damai. Berikut ini kiat yang
sederhana agar kita dihormati oleh teman sekerja:
a. Jadikanlah teman sekerja sebagai mitra kerja, tetapi jangan mengangap teman kerja
sebagai pesaing
b. Tumbuhkan rasa saling membantu satu sama lain
c. Ingatkanlah teman sekerja ketika ada sedikit menyimpang
d. Jaga agar tidak terjadi konflik yang berkepanjangan
e. Biasakan untuk berdiskusi yang bermanfaat
f. Jangan menjelekan atau menjatuhkan teman sekerja dihadapan atasan
g. Hargai setiap teman sekerja sebagai manusia yang bermartabat.
4. Etika Berpakaian
Setiap orang selalu menginginkan penampilan yang menarik dan ingin merasa
menarik di lihat orang lain, karena penampilan itu merupakan daya tarik setiap orang.
Penampilan yang baik tercipta dari pakaian yang dipakai sehari-hari, walaupun di dalam
kantor hampir semua karyawan perusahaan memakai seragam masing-masing yang telah
ditentukan, dan sebagai karyawan di kantor tetap harus menjaga citra diri dan wibawa

perusahaan sebagai image terhadap orang lain, apalagi kalau perusahaan bergerak di
bidang jasa tentu pakaian salah satu menjadi hal pokok.
Pakaian yang baik dan pas digunakan memberikan kesan anggun serta lebih
professional. Yang perlu kita laksanakan dalam berpakaian kantor adalah disesuaikan
dengan jadwal yang sudah ditentukan, kalau mungkin warna atau model tidak sesuai
dengan selera, sebagai karyawan meski tetap harus menggunakannya dan tidak menolak.
Penerapan etika berpakaian di kantor yang perlu diperhatikan adalah:
a. Gunakan pakaian dengan ukuran yang pas tetapi tidak ketat.
b. Biasakan berpakaian rapi dan tidak kedodoran
c. Jangan merubah model pakaian.
d. Hindari berpakaian dengan warna yang mencolok.
e. Jangan menggunakan aksesoris yang terlalu berlebihan.
f. Apabila ada seragam, gunakan seragam pada jadwal yang ditentukan.
g. Kontraskan antara pakaian dengan aksesoris ataupun tas yang kita gunakan.
h. Hindari hal yang bersifat menujukkan kekayaan karena hal tersebut dapat memicu
kecemburuan sosial antara sesama karyawan.
i. Gunakan pakaian yang bersih dan rapi.
5. Etika Berbicara
Dalam berbicara gunakan bahasa dengan ucapan yang jelas dan gampang
dimengerti serta tetap mwenjaga batasan-batasan yang mencerminkan etika dan tidak
menimbulkan pembicaraan yang asal saja.Sebagai orang timur sangat menghormati nilai
kesopanan. Ada beberapa hal yang perlu diketahui ketika berbicara dengan orang lain.
a. Pada saat berbicara harus menatap lawan bicara
b. Pada saat berbicara suara harus jelas terdengar
c. Gunakan bahasa yang baik dan benar
d. Hindari menggunakan nada suara yang tinggi
e. Aturlah pembicaraan agar gampang dimengerti

f. Belajar untuk bisa mengimbangi lawan bicara


g. Berusaha untuk menyenangkan lawan bicara
h. Ciptakan selang sekali waktu rasa humor
i. Mampu untuk memuji lawan bicara Selau berusaha untuk menjadi pendengar yang
baik
Sedangkan hal-hal yang harus dihindari ketika berbicara dengan teman kerja
diantaranya yaitu:
a. Jangan membicarakan kejelekan orang lain/teman kerja
b. Pada saat berbicara hindari pembicaraan hal yang sensitif
c. Jangan memotong pembicaraan orang lain
d. Jangan monopoli pembicaraan
e. Hindari untuk membicarakan diri sendiri
ADAB

1. PENGERTIAN ADAB
a. Secara Bahasa
Pengertian Adab menurut bahasa ialah kesopanan, kehalusan dan kebaikan budi
pekerti, akhlak. Adab merupakan norma atau aturan mengenai sopan santun yang
didasarkan atas aturan agama, terutama Agama Islam. Norma tentang adab ini
digunakan dalam pergaulan antarmanusia, antartetangga, dan antarkaum.
b. Adab Menurut Istilah
Menurut istilah adab merupakan pengetahuan yang dapat menjaga diri dari segala
sifat yang salah.
c. Adab Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adab adalah kehalusan dan kebaikan budi
pekerti.
d. Menurut Para Ahli
1) AlJurjani, mendefinisikan adab adalah proses memperoleh ilmu pengetahuan
(marifah) yang dipelajari untuk mencegah pelajar daribentukkesalahan
2) IbrahimAnismengatakanadabialahilmuyangobjeknyamembahasnilainilai
yangberkaitandenganperbuatanmanusia.
3) Hamzah Yaqub mengemukakan pengertian adabsebagaiberikut:

Adabialahilmuyangmenentukanbatasantarabaikdanburuk,antaraterpuji
dantercela,tentangperkataanatauperbuatanmanusialahirdanbatin.

Adabialahilmupengetahuanyangmemberikanpengertiantentangbaikdan
buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia dan menyatakan tujuan
merekayangterakhirdariseluruhusahadanpekerjaanmereka.

4) Menurut Damono menyatakan Adab berarti akhlak atau kesopanan dan kehalusan
budi pekerti,
Menurut Damono sebagaimana dikutip oleh Oman Sukmana, kata adab berasal
dari bahasa Arab yang berarti akhlak atau kesopanan dan kehalusan budi pekerti.
Adab erat hubungannya dengan:
a. Moral yaitu nilai nilai dalam masyarakat yang hubungannya dengan kesusilaan
b. Norma yaitu aturan, ukuran atau pedoman yang dipergunakan dalam
menentukan sesuatu yang baik atau salah.
c. Etika yaitu nilai-nilai dan norma moral tentang apa yang baik dan buruk yang
menjadi pegangan dalam mengatur tingksh laku manusia.
d. Estetika yaitu berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam
keindahan, kesatuan, keselarasan dan kebalikan.

2. PENTINGNYA ADAB BAGI MANUSIA


Kata al-Attas, adab adalah suatu konsep kunci yang pada hakikatnya merupakan
inti dalam proses pendidikan Islam. Adab adalah sebuah metode dalam struktur

konsepnya membimbing beberapa unsur-unsur dalam diri manusia, seperti pengetahuan


(ilm), amal (amal), pengajaran (talim) dan pengasuhan yang baik (tarbiyah).
Menurut al-Attas, terserapnya adab dalam diri akan melahirkan manusia beradab.
Seterusnya akan melahirkan kepemimpinan yang adil dalam menempatkan segala sesuatu
pada tempat yang benar, selanjutnya ia akan senantiasa berusaha memperbaik setiap
aspek dirinya, masyarakatnya, negaranya ke tahap yang lebih baik sesuai dengan
tuntunan dari Allah SWT. Selanjutnya, yang menariknya, dikatakan oleh al-Attas bahwa
terserapnya adab dalam diri bukan sekedar menghasilkan manusia sebagai warga negara
yang baik, namun juga melahirkan manusia yang baik secara individu
Selain itu, pentingnya adab bagi manusia karena adab menuntun manusia kepada
tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku buruk. Serta dapat
mengatur, mengarahkan manusia kepada fitrahnya yaitu menyembah dan taat kepada
pancaran sinar petunjuk Allah SWT, dengan adab yang benar niscaya manusia dapat
menyelamat dirinya dari pikiran-pikiran dan perbuatan-perbuatan yang keliru lagi
menyesatkan. Dari itu pula, pemahaman yang benar terhadap adab ini pula, dapat
mennghaluskan budipekerti seseorang. Sehingga dapat dikatakan semakin tinggi ilmu
seseorang maka semakin tinggi pulalah budi pekertinya.
Pemahaman yang benar terhadap adab juga memiliki keterkaitan terhadap beberapa
pengaruh, di mana pengaruh-pengaruh tersebut juga berperan dalam membentuk kondisi
adab dalam diri manusia. Pengaruh-pengaruh tersebut, antara lain:
a. Pengaruh Ajaran Agama
Agama memiliki hubungan erat dengan terbentuknya adab dalam diri manusia.
Setiap agama mengandung suatu ajaran untuk menciptakan penganutnya memiliki
tingkah laku yang baik. Diketahhui bahwa ajaran-ajaran tersebut tersebut memilki dua
macam aturan, yaitu:
1) Aturan yang bersifat teknis, seperti tatacara makan, tata cara pesta, tata cara
bergaul, tata cara berumah tangga yang dapat diterima secara umum.
2) Aturan bersifat nonteknis yaitu aturan-aturan yang lebih umum, seperti jangan
berdusta, jangan berzina, jangan mencuri, jangan menganiaya dan sejenisnya.
Dalam Islam, untuk melihat kekuatan dan kelemahan iman seseorang, dapat dilihat
dari tingkah lakunya. Dari tingkah laku tersebut merupakan perwujudan dari imannya

yang ada di dalam hati. Jika perbuatannya biak, pertanda ia memiliki iman yang kuat,
dan jika perbuatannya buruk, seseorang dapat dikatakan mempunyai iman yang lemah.
b. PengaruhNafsuManusia
Nafsuialahpendorongyangmewujudkanberbagaikeinginansepertiinginmakan,
minum, berpakaian, bersenangsenang, berumah tangga, hubungan biologis, ingin
pangkat,jabatandankemewahandunia.Selainituadapulaperasaantidaksenangkalau
dihina orang lain, diganggu kehormatan dan harta bendanya. Ini menandakan bahwa
mempertahankandiridankesemuanyaituadalahatasdoronganhawanafsu.Nafsudapat
menimbulkankebaikan,jugapertentangandenganoranglaindantindakanmenyinggung
kehormatanoranglain.Nafsujugadapatmengantarkanpadakesesatan.
Nafsuibaratmesinkendaraan.Kendaraandapatberjalandisebabkanmesinnyahidup,
tetapibukanhanyamesinyangdibutuhkanolehsebuahkendaraan.Adamesintapitidak
mempunyai rem dapat mengakibatkan bahaya kecelakaan dan terjerumus ke jurang.
Demikianpuladengannafsu,tanpakendalipastimenjerumuskanmanusiaitusendiri.
Adapunremuntuknafsuadalahajaranagama,sebabagamamemberipetunjukkepada
kebaiakan yang berguna dan bermanfaat. Selain itu agama juga memberi peringatan
kepadahalhalburukyangmenimbulkankecelakaan.
c. PengaruhAdatIstiadat
Tingkah laku manusia juga dapat dipengaruhi oleh adat istiadat. Adatistiadat
menganggapbaikbilamengikutinyadanmenanamperasaankepadamerekabahwa
adat istiadat itu membawa kebaikan. Apabila seorang dari mereka menyalahi adat
istiadat,sangatdiceladandianggapkeluardarigolongandanbangsanya.Adabeberapa
alasanmengapaadatistiadatdipertahankan:
1) Adanyakepercayaanturuntemurun.Adakeyakinanyangmenyimpangsecaraturun
temurun.Adahikayathikayatdankhufaratkhufaratyangmenganggapbahwasyetan
danjinmembalasdendamkepadaorangorangyangmenyalahiperintahperintahadat
istiadatdanmalaikat memberi pahala bagi yang mengikutinya. Padahal tidak
demikian.
2) Adanya tradisi yang kokoh. Beberapa upacara, keramaian, pertemuan yang
menggerakkanperasaandanmendorongbagiparahadirinuntukmengikutimaksud

dan tujuan upacara itu. Seperti mengikuti upacara adatistiadat kematian, upacara
pernikahan,ziarahkuburdanupacaraadatlainnya.Adayangdisesuaikandengan
ajaranagamadanadajugayangbertentangan.
Padasuatuwaktuorangorangberpendapatbahwabaikituapayangsesuaidengan
adatistiadatdanburukituapayangmenyalahinya.Diluaradatistiadat,orangorang
merdeka melakukan apa yang mereka kehendaki. Bahkan pada masa ini pun banyak
orangorangumumyangberpendapatserupaitu.
Mereka berbuat apa yang mereka perbuat, karena sesuai dengan adatistiadat
golonganmerekadanmerekamenjauhiapayangmerekajauhikarenagolonganmereka
tidakmelakukannya.Makaukuranbaikdanburukmenurutpandanganmerekaadalah
adatistiadat golongannya. Orangorang kampung, bila keluarganya sakit, tidak
mengundangdokteruntukmengobatinya.Bilaseorangdarikeluargamerekameninggal
dunia,terpaksamengeluarkanuangyangtidaksedikituntukmelakukanperingatanritual
adat,karenajikaiatidakmelakukandemikianitu,dicelaolehlingkungannya,sebab
menyalahiadatistiadatmereka.
3. RUANG LINGKUP KONSEP ADAB
Pembahasan ruang lingkup adab sangat luas cakupannya. Tidak terbatas pada
masalahmanusiasemata.Pembahasanruanglingkupadabitudapatdipaparkansebagai
berikut:Pertama,adabmerupakankegiatanyangmengaturhubunganseseorangdengan
Khaliknya (tauhid), kelengkapan uluhiyah dan rububiah seperti keyakinan terhadap
Allah, malaikatmalaikatNya, rasulrasul Allah, kitabkitabNya, hari kiamat dan
ketetapankadarbaikburukdariAllah.Kedua,adabmerupakankegiatanyangmengatur
kedisiplinan seseorang terhadap dirinya, terhadap sesamanya dan mengatur kegiatan
seharihari. Ketetapan ini disusun sendiri secara sistimatis mulai dari bangun tidur,
melakukankegiatanatauaktifitas,istitahat,kerjahinggatidurkembali.Dalambahasa
Islam ketetapan itu disebut alasr (waktuwaktu yang telah ditentukan) yaitu dengan
melakukanshalatlimawaktuseharisemalam.Waktunyatidakbolehdirubahkecualihal
halyangtelahditetapkanuntukmembolehkannya.

Ketiga,adabmerupakankegiatanyangmengaturhubungansesemamanusiayang
menyangkutkehidupannya.Manusiayangberadabsenatiasamemilikipengetahuanyang
baik dalam menempatkan segala kedudukan dan martabat segala ciptaan Allah SWT
dalamhidupini,termasukhubungandenganmanusia,binatang,tumbuhtumbuhandan
seluruhciptaanAllahSWT,yangsemuaitutelahdiaturatauditataolehAllahSWT,yang
kemudiandisampaikanparautusanNyakepadamanusia.
d. PengaruhKebahagiaan
Diketahuibahwakehidupanmanusiadiduniainiadalahuntukmencapaikehidupanyang
bahagia.Bahagiayangdimaksudadalahkelezatandansepidarikepedihan.Bahagiaitu
merupakantujuanakhirdarihidupmanusia,makaperbuatanyangmengandungkelezatan
adalah perbuatan yang baik, dan perbuatan yang mengandung kepedihan adalah
perbuatan yang buruk. Paham ini juga menyatakan, agar manusia mencari sebesar
besarnyakelezatan,bahkanapabiladihadapkankepadapilihanbeberapaperbuatan,yang
palingbesarkelezatannyaitulahyangharusdipilih.

4. MACAM-MACAM ADAB DAN IMPLEMENTASINYA DALAM DUNIA


ADMINISTRASI
1. Pengertian adab dalam berpakaian
Berpakaian adalah mengenakan pakaian untuk menutupi aurat, dan
sekaligus
berpakaian

perhiasan

untuk

memperindah

jasmani

seseorang.

Dengan

, orang akan tanpak simpati dan berwibawa serta anggun

dipandangnya, bukan menggiurkan dibuatnya.


Pakaian yang kita kenakkan harus sesuai dengan lingkungan dan
disesuiakan dengan situasi dan kondisi. Pada saat menghadiri pesta, kita meng
gunakan pakaian yang cocok untuk berpesta, misalnya kemeja, baju batik, pada
saat tidur, kita cukup menggunakan piyama; dan begitu seterusnya. Demikian
saat pergi ke kantro hendaknya memakai pakaian yang rapid an sopan.
Disamping itu, pemilihan model dan warna pakaian juga harus disesuaikan

dengan badan kita, sehingga menjadi serasi dan tidak menjadi bahan tertawaan
orang lain.
2. Contoh adab dalam berpakaian di Kantor
Berpakaian tidak hanya sekedar kain penutup badan, tidak hanya sekedar
mode atau trend yang mengikuti perkembangan zaman. Di Kantor sebaiknya
berpakaian yang sesuai situasi, baik secara moral, indah dipandang dan nyaman
digunakan. Diantara adab berpakaian di kantor yaitu sebagai berikut:
a) Dapat menutupi aurat, terutama wanita
b) Pakailah pakaian yang bersih dan rapi, sehingga tidak terkesan kumal
dan dekil, yang akan berpengaruh terhadap pergaulan dengan sesame
c) Tidak menyerupai pakaian wanita bagi laki-laki, atau pakaian lakilaki bagi wanita
d) Tidak meyerupai pakaian ibadah seperti Pendeta Yahudi atau Nasrani,
dan atau melambangkan pakaian kebesaran agama lain
e) Tidak terlalu ketat dan transparan, sehingga terkesan ingin
memperlihatkan lekuk tubuhnya atau mempertontonkan kelembutan
kulitnya
f) Tidak terlalu berlebihan atau sengaja melebihkan lebar kainnya,
sehingga terkesan berat dan rikuh menggunakannya, disamping bisa
mengurangi nilai kepantasan dan keindahan pemakainya.
ADAB BERHIAS
1. Pengertian adab berhias
Berhias artinya berdandan atau merapikan diri baik fisiknya maupun pakaiannya.
Menghiasi diri agar tmpil menarik dan tidak mengganggu kenyamanan orang lain
yang memandangnya, merupakan suatu keharusan bagi setiap pegawaidi dalam

perusahaan/kantor tidak melarang berhias dengan cara apa pun, sepanjang tidak
melanggar kaidai-kaidah atau melanggar aturan, serta tidak berlebihan dalam
melakukannya. Wanita tidak boleh berhias dengan cara laki-laki, begitu pula
dengan sebaliknya laki-laki tidak boleh berhias seperti layaknya wanita. Sebab
yang demikian itu melanggar norma atau etika. Dengan menghias diri yang benar
membuat penampilan menjadi indah dan menarik.
Contoh adab dalam berhias:
Misalnya, menyisisir atau memotong rambut dan merapikannya, membersihkan
pakaian dan menyetrikanya, dan sebagainya. Dengan tidak berhias kadang justru
penampilannya tanpak kumuh, kumal dan dekil. Namun demikian, ketika kita
berhias atau berdandan hendaknya menggunakan tata cara atau adab, yaitu antara
lain:
a) Memakai perhiasan atau alat-alat untuk berhias yang halal dan tidak
mengandung efek ketergantungan. Misalnya, alat-alat kecantikan tidak
mengandung lemak babi, alcohol tinggi, benda-benda yang mengandung
najis dan sebagainya
b) Menggunkan alat-alat atau barang-barang hias sesuai kebutuhan dan
kepantasan, dan tidak berlebihan.

Misalnya, menggunakan lipstik

melebihi garis bibir, bedak yang terlalu tebal, parfum yang berbau
menyengat, dan sebagainya

ADAB MENERIMA TAMU ATAU BERTAMU


1. Pengertian menerima tamu dan adab bertamu
Bertamu adalah berkunjung ke rumah orang lain atau perusahaan dalam rangka
mempererat silaturahim. Bertamu terkadang bermanfaat dalam menyelesaikan masalah
atau membicarakan hal tertentu. bertemu tentu ada maksud dan tujuannya, antara lain

bernegosiasi atau menanyakan suatu hal. Apapun alasannya, seseorang berkunjung ke


perusahaan orang lain (bertamu) tidaklah menjadi persoalan. Yang jelas bertamu itu pada
hakekatnya mempererat silaturahmi atau tali persaudaraan. Orang suka bersilaturahmi
akan dilampangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya.
Silaturahim tidak saja menghubungkan tali persaudaraan, tetapi juga akan banyak
menambah wawasan, pengalaman karena pada saat berinteraksi terdapat pembicaraanpembicaraan yang berkaitan dengan masalah-masalah perdagangan atau penghasilan,
sehingga satu sama lain akan mendapatkan pandangan baru tentang usaha pendapatan
rezeki dan sebagainya.
Contoh adab bertemu
Dalam bertamu ada beberapa tata cara atau adab yang harus diperhatikan, agar suasana
pertemuan tidak rusak karena adanya hal-hal yang tidak berkenan dihati masing-masing
pihak. Diantara tata cara itu contohnya yaitu sebagai berikut :
a) Sebelum memasuki kantor seseorang, kita harus meminta izin terlebih dahulu
dengan mengucapkan salam, jika tuan rumah mempersilahkan kita masuk, berulah
kita masuk ke ruamahnya dengan sopan.
b) Apabila sudah diterima dengan baik, janganlah berbuat seenaknya di rumah
orang, meskipun udah dikatakan oleh tuan rumah, anggaplah sebagai rumah
sendiri. Itu adalah hak dan kewajiban dia sebagai tuan rumah, sedangkan tamu
mempunyai hak dan kewajiban tersendiri sebagai tamu.
c) Menjadi tamu dirumah teman dekat harus tetap menjaga kesopanan. Jangan
melihat-lihat semua benda yang ada dirumah itu, kecuali benar-benar
dipersilahkan oleh tuan rumah.
d) Jika kita dihidangkan makanan dan minuman maka cicipilah makanan dan
minuman tersebut setelah kita dipersilahkan oleh tuan rumah untuk dicicipi,

seandainya makanan dan minumana itu tidak sesuai dengan selera kita maka
jangan ditampakkan bahwa kita tidak suka, tetapi cicipilah sekedarnya saja
e) Kalau dirasa sudah sudah cukup keperluannya maka dengan sikap yang agak berat
kita berpamitan, untuk pulang. Tidak lupa sampaikan penghargaan yang sebesarbesarnya atas sambutannya dengan harapan kita akan menanti kedatangannya di
rumah kita, dan dapat bertemu kembali dilain waktu
MORALITAS
A. Pengertian Moralitas
Moralitas berasal dari kata Latin "moralis" yang berarti "tata cara", "karakter", atau
"perilaku yang tepat" (Pritchard, 2012, 1). Secara terminologis moralitas sering kali dirujuk
sebagai diferensiasi dari keputusan dan tindakan antara yang baik atau yang tidak baik.
Moralitas mengacu pada nilai baik atau tidak baik yang disepakati dan diadopsi dalam suatu
lingkungan tertentu (Borchert, 2006, 280). Moralitas biasanya didefinisikan melalui otoritas
tertentu. Artinya, moralitas lebih dipahami sebagai suatu keyakinan untuk menjalani hidup
yang baik. Karena itu sistem moralitas seringkali sangat bergantung dengan komunitasnya,
misalnya agama atau budaya tertentu.
Secara umum moralitas dapat dikatakan sebagai kapasitas untuk membedakan yang
benar dan yang salah, bertindak atas perbedaan tersebut, dan mendapatkan penghargaan diri
ketika melakukan yang benar dan merada bersalah atau malu ketika melanggar standar
tersebut.
Secara terminologi moralitas diartikan oleh berbagai tokoh dan aliran-aliran yang memiliki
sudut pandang yang berbeda:
1. Franz Magnis Suseno menguraikan moralitas adalah keseluruhan norma-norma, nilainilai dan sikap seseorang atau sebuah masyarakat. Menurutnya, moralitas adalah sikap
hati yang terungkap dalam perbuatan lahiriah (mengingat bahwa tindakan merupakan
ungkapan sepenuhnya dari hati), moralitas terdapat apabila orang mengambil sikap yang
baik karena Ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan ia mencari
keuntungan. Moralitas sebagai sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih.

2. W. Poespoprodjo, moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang dengan itu
kita berkata bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk atau dengan kata lain
moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia.
3. Immanuel Kant, mengatakan bahwa moralitas itu menyangkut hal baik dan buruk, yang
dalam bahasa Kant, apa yang baik pada diri sendiri, yang baik pada tiap pembatasan sama
sekali. Kebaikan moral adalah yang baik dari segala segi, tanpa pembatasan, jadi yang
baik bukan hanya dari beberapa segi, melainkan baik begitu saja atau baik secara mutlak.
4. Emile Durkheim mengatakan, moralitas adalah suatu sistem kaidah atau norma mengenai
kaidah yang menentukan tingka laku kita. Kaidah-kaidah tersebut menyatakan bagaimana
kita harus bertindak pada situasi tertentu. Dan bertindak secara tepat tidak lain adalah taat
secara tepat terhadap kaidah yang telah ditetapkan.
Dari pengertian tersebut, disimpulkan bahwa moralitas adalah suatu ketentuanketentuan kesusilaan yang mengikat perilaku sosial manusia untuk terwujudnya dinamisasi
kehidupan di dunia, kaidah (norma-norma) itu ditetapkan berdasarkan konsensus kolektif,
yang pada dasarnya moral diterangkan berdasarkan akal sehat yang objektif.
B. Jenis-jenis Moralitas
Menurut Kant, moralitas dibedakan menjadi dua, yaiitu:
a. Moralitas Heterenom
Moralitas heterenom adalah sikap di mana kewajiban ditaati dan dilaksanakan
bukan karena kewajiban itu sendiri, melainkan karena sesuatu yang berasal dari luar
kehendak si pelaku sendiri, misalnya karena mau mencapai tujuan yang diinginkannya
atau pun karena perasaan takut pada penguasa yang memberi kewajiban itu. Sikap macam
ini, menurut Kant, menghancurkan nilai moral. Tidak ada yang lebih mengerikan
daripada tindakan seseorang yang harus takluk kepada kehendak pihak lain, semikianlah
sabda Kant.
b. Moralitas Otonom
Moralitas otonom adalah kesadaran manusia akan kewajibannya yang ia taati
sebagai sesuatu yang dikehendakinya sendiri karena diyakini sebagai baik. Di dalam
moralitas otonom, orang mengikuti dan menerima hukum lahiriah bukan lantaran mau
mencapai tujuan yang diinginkannya ataupun lantaran takut terhadap penguasa pemberi

hukum itu, melainkan karena itu dijadikan kewajiban sendiri berkat nilainnya yang baik.
Bagi Kant, moralitas macam ini yang pada lain kesempatan disebutnya juga sebagai
otonomi kehendak (Autonomie des Willens) yang merupakan prinsip tertinggi moralitas,
sebab ia jelas berkaitan dengan kebebasan, hal yang sangat hakiki dari tindakan makhluk
rasional atau manusia.
C. Etika dan Moralitas dalam Hubungan Kerja
Etika dan moralitas haruslah menjadi sebuah perilaku, pilihan hidup, kepribadian, dan
karakter yang dapat diperlihatkan dalam rutinitas hubungan kerja sehari-hari di kantor.
Implementasi moralitas dan etika di tempat kerja akan memperkuat integritas pribadi, untuk
memahami apa yang baik dan apa yang tidak baik dalam satu persepsi.
Moralitas di tempat kerja berarti mengacu pada standar moral dalam wujud perilaku,
yang biasanya tidak tertulis, tapi merupakan hasil akhir dari pikiran positif terhadap etos
kerja di perusahaan. Sedangkan etika mengacu pada pedoman formal yang dijadikan sebagai
standar untuk berperilaku di tempat kerja. Baik etika maupun moralitas membutuhkan
integritas pribadi yang sangat tinggi untuk dapat menjalankan etika dan moralitas dengan
sempurna.
Etika dan moralitas selalu menjadi landasan yang kuat dalam membangun hubungan
kerja yang harmonis, dan juga menjadi kekuatan untuk membangun keyakinan dalam
menyelesaikan konflik di tempat kerja.
Etika dan moralitas selalu bekerja dengan akal yang paling sehat dan paling jujur,
sehingga setiap persoalan dapat diselesaikan melalui hati nurani yang paling bersih.
Pedoman etika di perusahaan dibuat untuk menggambarkan bagaimana orang harus
berperilaku dan menjaga standar moral yang diinginkan oleh perusahaan. Setiap karyawan
dan pimpinan harus memahami dengan keyakinan total terhadap nilai-nilai, norma-norma,
dan prinsip-prinsip moral yang ada di dalam pedoman etika perusahaan. Jadi, pedoman atau
panduan etika kerja dan etika bisnis di perusahaan harus menjadi dasar terbaik untuk
memperlihatkan moralitas kerja yang berkualitas, dan juga menjadi alat yang ampuh untuk
memperlihatkan perilaku moral yang tepat di tempat kerja.

Fitur penting dari moralitas dan etika adalah dia harus berfungsi sebagai panduan bagi
tindakan karyawan, pimpinan, dan setiap stakeholder di tempat kerja dalam koridor adil,
terbuka, dan penuh tanggung jawab.
Tanpa moralitas dan etika, maka setiap perilaku kerja sangat berpotensi untuk
menjadi tidak jujur dalam kepentingan masing-masing pihak. Bila setiap pihak di tempat
kerja berlomba-lomba untuk memikirkan kepentingannya masing-masing, dan mengabaikan
kepentingan dari visi dan misi perusahaan, maka dalam waktu singkat perusahaan akan
menjadi tidak efektif, dan secara perlahan-lahan kinerja perusahaan akan meredup.

D. Penerapan Moralitas dalam Lingkup Organisasi dan sebagai Guru


1.

Penerapan Moralitas dalam Lingkup Organisasi


Misalnya kebudayaan kerja di sebuah bank yang menerapkan peraturan dimana
setiap pegawai dilarang memiliki atau menjalin hubungan special dengan sesama rekan
kerja. Karena hal itu dinilai akan mengganggu keprofesionalan kerja pegawai. Pegawai
yang dapat melakukan pekerjaannya secara professional dapat dikatakan bahwa pegawai
tersebut memiliki moralitas yang baik karena atas keprofesionalannya tersebut dapat
mempengaruhi kemajuan perusahaan tempat ia bekerja.

2.

Penerapan Moralitas sebagai Guru


Interaksi guru dengan berbagai pihak dalam mendukung kegiatan pembelajaran
tidak bias diabaikan, karena semuanya saling berkaitan dan juga saling melengkapi. Guru
melakukan interaksi dengan memenuhi etika dan moralitas seperti berinteraksi dengan
kepala sekola, pengawas sekolah, guru senior, dan teman sejawatnya, peserta didik,
dengan orang tua siswa, dan masyarakat yang berkepentingan. Interaksi tersebut
mendukung aktifitas pembelajaran di sekolah. Kualitas inetraksi guru dengan berbagai
pihak tampak pada sejauh mana guru memenuhi etika dan moralitas, sehingga
menumbuhkan kepercayaan masyarakat dalam mendidik anaknya, dan meningkatkan
kualitas hasil belajar. Hal ini dapat terjadi karena guru yang memiliki etika ditandai
dengan penguasaan, pengetahuan, sesuai materi pelajaran yang menjadi bidangnya,

keterampilan dan keahlian yang cukup memadahi dalam memberikan layanan belajar
kepada anak-anak mereka, objektif dan jujur, konsisten dan komitmen tinggi untuk
memajukan pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya sebagai guru.
ETIKA AGAMA
A. Pengertian Agama
Oxford Student dictionary (dalam Azra, 2000) mendefenisikan bahwa agama adalah
suatu kepercayaan akan keberadaan suatu kekuatan pengatur supranatural yang menciptakan
dan mengendalikan alam semesta. Dalam bahasa Arab agama berasal dari kata Ad-din, kata
ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, dan kebiasaan. Nasution (1986)
menyatakan bahwa agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi
manusia. Ikatan yang dimaksud berasal dari salah satu kekuatan yang lebih tinggi daripada
manusia sebagai kekuatan gaib yang tidak dapat ditangkap dengan panca indera, namun
mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Michel
Meyer (dalam Rousydiy, 1986) berpendapat bahwa agama dalah sekumpulan kepercayaan
dan pengajaran-pengajaran yang mengarahkan kita dalam tingkah laku kita terhadap Allah
SWT, terhadap sesama manusia dan terhadap diri kita sendiri. Menurut Uyun (1998) agama
sangat mendorong pemeluknya untuk berperilaku baik dan bertanggung jawab atas segala
perbuatannya serta giat berusaha untuk memperbaiki diri agar menjadi lebih baik.
Berdasarkan beberapa defenisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa agama adalah segenap
kepercayaan yang disertai dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban untuk
menghubungkan manusia dengan Tuhan yang berguna dalam mengontrol dorongan yang
membawa masalah dan untuk memperbaiki diri agar menjadi lebih baik.
1. Fungsi Agama
Menurut Jalaluddin (2004) agama memiliki beberapa fungsi
dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai berikut:
a. Fungsi Edukatif
Ajaran agama memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi.
Dalam hal ini bersifat menyuruh dan melarang agar pribadi
penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik.
b. Fungsi Penyelamat

Keselamatan yang diberikan oleh agama kepada penganutnya


adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu dunia dan
akhirat.
c. Fungsi Perdamaian
Melalui agama, seseorang yang bersalah atau berdosa dapat
mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama.
d. Fungsi Pengawasan Sosial
Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga
dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan social
secara individu maupun kelompok.
e. Fungsi Pemupuk Solidaritas
Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa
memiliki kesamaan dalam kesatuan; iman dan kepercayaan. Rasa
kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok
maupun perorangan, bahkan kadangkadng dapat membina rasa
persaudaraan yang kokoh.
f. Fungsi Transformatif
Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang
atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran
agama

yang

dianutnya,

kehidupan

baru

yang

diterimanya

berdasarkan ajaran agama yang dipeluk kadangkala mampu


merubah kesetiaannya kepada adapt atau norma kehidupan yang
dianut sebelumnya.
g. Fungsi Kreatif
Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk
bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan diri sendiri, tetapi
juga untuk kepentingan orang lain. Penganut agama bukan saja
disuruh bekerja secara rutin dalam pola hidup yang sama, akan
tetapi juga dituntut untuk melakukan inovasi dan penemuan baru.
h. Fungsi Sublimatif

Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja


yang bersifat agama ukhrawi melainkan juga yang bersifat duniawi.
Segala usaha manusia selama tidak bertentangan dengan normanorma agama bila dilakukan atas niat yang tulus, karena dan untuk
Allah merupakan ibadah.

2. Ciri-Ciri Umum Agama


a. Pada setiap agama mempunyai sasaran atau tujuan penyembahan atau Sesuatu Yang
Ilahi dan disembah. Ia bisa disebut TUHAN, Allah, God, Dewa, El, Ilah, El-ilah,
Lamatuak, Debata, Gusti Pangeran, Deo, Theos atau penyebutan lain sesuai dengan
konteks dan bahasa masyarakat [bahasa-bahasa rakyat] yang menyembah-Nya.
Penyebutan

tersebut

dilakukan

karena

manusia

percaya

bahwa

Ia

yang

disembah adalah Pribadi yang benar-benar ada; kemudian diikuti memberi hormat
dan setia kepada-Nya. Jadi, jika ada ratusan komunitas bangsa, suku, dan sub-suku di
dunia dengan bahasanya masing-masing, maka nama Ilahi yang mereka sembah pun
berbeda satu sama lain. Nama yang berbeda itu pun, biasanya diikuti dengan
pencitraan atau penggambaran Yang Ilahi sesuai sikon berpikir manusia yang
menyembahnya. Dalam keterbatasan berpikirnya, manusia melakukan pencitraan dan
penggambaran Ilahi berupa patung, gambar, bahkan wilayah atau lokasi tertentu yang
dipercayai sebagai tempat tinggalJadi, kaum agama tidak bisa mengklaim bahwa
mereka paling benar menyebut Ilahi yang disembah. Sehingga nama-nama lain di
luarnya adalah bukan Ilahi yang patut disembah dan dipercayai atau diimani.
a. Pada setiap agama ada keterikatan kuat antara yang menyembah [manusia] danyang
disembah atau Ilahi. Ikatan itu menjadikan yang menyembah [manusia, umat]
mempunyai keyakinan tentang keberadaan Ilahi. Keyakinan itu dibuktikan dengan
berbagai tindakan nyata [misalnya, doa, ibadah, amal, perbuatan baik, moral, dan
lain-lain] bahwa ia adalah umat sang Ilahi. Hal itu berlanjut, umat membuktikan
bahwa ia atau mereka beragama dengan cara menjalankan ajaran-ajaran agamanya. Ia
harus melakukan doa-doa; mampu menaikkan puji-pujian kepada TUHAN yang ia

sembah; bersedia melakukan tindakan-tindakan yang menunjukkan perhatian kepada


orang lain dengan cara berbuat baik, sedekah, dan lain sebagainya.
b. Pada umumnya, setiap agama ada sumber ajaran utama [yang tertulis maupun tidak
tidak tertulis]. Ajaran-ajaran tersebut antara lain: siapa Sang Ilahi yang disembah
umat beragama; dunia; manusia; hidup setelah kematian; hubungan antar manusia;
kutuk dan berkat; hidup dan kehidupan moral serta hal-hal [dan peraturan-peraturan]
etis untuk para penganutnya. Melalui ajaran-ajaran tersebut manusia atau umat
beragama mengenal Ilahi sesuai dengan sikonnya sehari-hari; sekaligus mempunyai
hubungan

yang

baik

dengan

sesama

serta

lingkungan

hidup

dan

kehidupannya.Ajaran-ajaran agama dan keagamaan tersebut, pada awalnya hanya


merupakan uraian atau kalimat-kalimat singkat yang ada pada Kitab Suci. Dalam
perkembangan kemudian, para pemimpin agama mengembangkannya menjadi suatu
sistem ajaran, yang bisa saja menjadi suatu kerumitan untuk umatnya; dan bukan
membawa kemudahan agar umat mudah menyembah Ilahi.
c. Secara tradisionil, umumnya, pada setiap agama mempunyai ciri-ciri spesifik ataupun
berbeda dengan yang lain. Misalnya;
1) pada setiap agama ada pendiri utama atau pembawa ajaran; Ia bisa saja disebut
sebagai nabi atau rasul, guru, ataupun juruselamat
2) agama harus mempunyai umat atau pemeluk, yaitu manusia; artinya harus ada
manusia yang menganut, mengembangkan, menyebarkan agama
3) agama juga mempunyai sumber ajaran, terutama yang tertulis, dan sering disebut
Kitab Suci; bahasa Kitab Suci biasanya sesuai bahasa asal sang pendiri atau pembawa
utama agama
4) agama harus mempunyai waktu tertentu agar umatnya melaksanakan ibadah bersama,
ternasuk hari-hari raya keagamaan
5) agama perlu mempunyai lokasi atau tempat yang khusus untuk melakukan ibadah;
lokasi ini bisa di puncak gunung, lembah, gedung, dan seterusnya
B. Hubungan Etika dan Agama
Pengantar Persoalan etika dan agama adalah dua hal yang tidak perlu
dipertentangkan. Bahkan seperti disampaikan oleh Franz Magnis Suseno Etika memang tidak

dapat menggantikan agama, tetapi etika dapat membantu agama dalammemecahkan masalah
yang sulit dijawab oleh agama. Misalnya, bagaimana kita harus mengartikan sabda Allah
yang termuat dalam wahyu, Bagaimana menanggapi persoalan moral yang belum dibicarakan
ketika wahyu diterima, seperti bayi tabung atau pencangkokan ginjal. Pertanyaan-pertanyaan
ini memperlihatkan bahwa bagaimanapun agama membutuhkan etika dalam memecahkan
masalah-masalah tersebut. Etika dalam pandangan Magnis Suseno adalah usaha manusia
untuk memakai akal budi dan daya fikirnya untuk menyelesaikan masalah bagaimana ia
harus hidup jika manusia ingin menjadi baik. Demikianlah sebab utama mengapa justru
kaum agama diharapkan betul-betul memakai rasio dan metode-metode etika. Tetapi
sebaliknya memutlakkan etika tanpa agama adalah berbahaya.
A.Sudiarja SJ berpendapat bahwa etika bisa merendahkan atau cenderung
mengabaikan kepekaan rasa, kehalusan adat kebiasaan, konvensi sosial dan sebagainya.
Bahkan bahaya formalisme bisa terjadi, berpikir baik buruk secara moral tetapi tidak mampu
menjalankannya. Etika bisa menjadi ilmu yang kering dan mandul yang mempunyai
kebenaran tetapi kurang mampu dilaksanakan. Akhirnya kita hanya bisa menjadi pejuang
moral di mana kita sendiri tidak memaknai apa yang sedang kita perjuangkan. Kita kritis
terhadap tindakan moral tetapi kita sendiri sulit untuk melakukan apa yang di kritisi.
Sebaliknya manusia yang hanya mengandalkan agama tanpa etika maka merekapun
cenderung akan menjadi budak absolut kebenaran pada agamanya. Nietzsche menyebutnya
Moral Budak-budak. melihat sesamanya hanyalah wajah yang tidak bermakna, yang
akhirnya hanya bertindak berdasarkan kebenaran agamanya dan inilah yang terjadi dengan
beberapa kelompok massa di Indonesia seperti FPI (Front Pembela Islam) yang menganggap
kebenaran hanyalah milik satu agama. Atau seperti kelompok teroris yang menganggap
doktrin mereka tidak pernah salah dan telah berada di jalan yang benar, sehingga membunuh
orang tidak berdosa pun menjadi halal bagi mereka
Sebelum lebih jauh kita membahas tentang hubungan etika dan agama, atau mencari
titik temu diantara keduanya, maka ada baiknya kita memahami apa etika itu. Memahami
etika pertama-tama perlu untuk membedakannya dengan moral. Etika lebih pada prinsipprinsip dasar baik buruknya perilaku manusia, sedangkan moral untuk menyebut aturan yang
lebih kongkrit. Ibaratnya ajaran moral merupakan petunjuk bagaimana kita harus bertindak
sedangkan etika adalah bagaimana memberi penilaian terhadap tindakan kita. A.Sudiarja SJ

menyebut etika sebagai filsafat moral, karena objek pengamatannya adalah pandangan dan
praksis moral. Sedangkan Sudarminta menyebut objek material etika adalah tingkah laku
atau tindakan manusia; sedangkan objek formalnya adalah segi baik buruknya atau benar
salahnya tindakan tersebut berdasarkan norma moral. Secara sederhana etika dapat dikatakan
sebagai ilmu yang mempelajari secara sistematis tentang moralitas dan memberi penilaian
terhadap tindakan moral. Meskipun demikian etika dalam pandangan Magnis Suseno bahwa
dia tidak mempunyai pretensi untuk secara langsung dapat membuat manusia menjadi lebih
baik. Dengan demikian etika dapat juga dikatakan sebagai sebuah pandangan filosofis dalam
melihat perilaku manusia. Perilaku tersebut tercermin dalam tindakan moralnya. Sehingga
seseorang tidak perlu beretika untuk membuat tindakan moral. Moral merupakan tindakan
yang tidak terikat oleh apapun, termasuk agama. Orang bisa betindak moral tanpa harus
beragama dan sebaliknya orang beragama bisa bertindak amoral.
Dari penjelasan diatan maka dapat muncul pertanyan bahwa masih adakah tindakan
moral yang otonom? Sebuah pertanyaan yang menjadi pergumulan kita sekarang ini,
benarkah ada tindakan moral yang tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang eksternal? Benarkah
masih ada keberanian moral yang berdasarkan suara hati? Pertanyaan ini menjadi pertanyaan
yang sulit dijawab, karena pada kenyataannya situasinya menjadi berbeda, bahwa sebagian
manusia bertindak berdasarkan kebiasaan yang ada disekitarnya. Bertindak berdasarkan adat
istiadat, bertindak berdasarkan agama, bertindak berdasarkan kepentingan politik, dan
bertindak berdasarkan pergumulan sosial dll. Dalam pandangan empirisme, maka dapat
dikatakan tidak ada tindakan moral yang tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang eksternal. Tentu
saya tidak ingin mempertentangkan empirisme dan rasionalisme, serta tidak akan membahas
terlalu jauh tentang tindakan moral, karena saya hanya ingin melihat bagaimana etika dalam
praksis kehidupan manusia, serta bagaimana keterkaitannya dengan agama. Mengapa
manusia beragama? Pertanyaan yang sederhana tetapi sangat mendasar untuk lebih
memahami mengapa penting bicara tentang agama. Salah satu ciri khas manusia adalah dia
mampu berefleksi terhadap kehidupannya. Seperti yang diungkapkan Teilhard de Chardin
yang dikutip oleh Sastrapratedja bahwa hewan mengetahui tetapi hanya manusia
mengetahui bahwa ia mengetahui kesadaran diri adalah ciri manusia, karena itu ia mampu
berefleksi terhadap hidupnya. Ia mampu berefleksi terhadap kehidupan religiositanya, karena
itu tidak salah jika manusia kita sebut sebagai mahluk religius.

Sebagai mahluk religius, maka ia mencari yang transenden dalam dirinya, dan
manusia mendapatkan itu dalam nilai-nilai agama. Jika agama tidak lagi mampu membuat
manusia berefleksi terhadap hidupnya, maka agama pun ditinggalkan oleh manusia dan
manusia mulai mencari keberagamaannya dalam bentuk yang berbeda. Agama memberi
doktrin kebenaran yang tidak mungkin diubah oleh manusia. Agama menganggapnya wahyu
yang absolut, tetapi bisa ditafsirkan. Karena itu ketika agama bersentuhan dengan etika, maka
ajaran agama sebagai yang absolut tidak mungkin diubah, tetapi dalam keabsolutannya etika
mempunyai peran untuk menjaga para penafsir untuk tidak menjadi bias. Dengan racionalitas
etika maka agama dapat dipahami dalam konteksnya.
Bagaimana Hubungan Etika dan Agama Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa
etika dan agama adalah dua hal yang tidak harus dipertentangkan. Antara etika dan agama
adalah dua hal yang saling membutuhkan, atau dalam bahasa Sudiarja agama dan etika
saling melengkapi satu sama lain. Agama membutuhkan etika untuk secara kritis melihat
tindakan moral yang mungkin tidak rasional. Sedangkan etika sendiri membutuhkan agama
agar manusia tidak mengabaikan kepekaan rasa dalam dirinya. Etika menjadi berbahaya
ketika memutlakan rasio, karena racio bisa merelatifkan segala tindakan moral yang
dilihatnya termasuk tindakan moral yang ada pada agama tertentu. Hubungan etika dan
agama akan membuat keseimbangan, di mana agama bisa membantu etika untuk tidak
bertindak hanya berdasarkan rasio dan melupakan kepekaan rasa dalam diri manusia, pun
etika dapat membantu agama untuk melihat secara kritis dan rasional tindakantindakan
moral. Bahwa keberagaman agama adalah salah satu hal yang membuat kita juga menjadi
sadar betapa pentingnya etika dalam kehidupan manusia. Tidak dapat kita bayangkan
bagaimana kehidupan manusia yang berbeda agama tanpa etika di dalamnya. Kebenaran
mungkin justru akan menjadi sangat relatif, karena kebenaran moral hanya akan diukur
dalam pandangan agama kita.
Diluar agama kita maka tidak ada kebenaran. Etika dapat dikatakan telah menjadi
jembatan untuk mencoba menghubungkan dan mendialogkan antara agama-agama. Kita
dapat mengatakan bahwa etika, secara filosofis menjadi hal yang sangat penting dalam
kehidupan agama-agama, khusunya bagi negara-negara yang majemuk seperti Indonesia.
Etika secara rasional membantu kita mampu untuk memahami dan secara kritis melihat
tindakan moral agama tertentu. Kita tidak mungkin menggunakan doktrin agama kita untuk

melihat dan menganalisis agama tertentu. Sebuah pertanyaan menarik akan muncul, jika
sekiranya agama hanya satu apakah dengan demikian etika tidak lagi dibutuhkan. Karena
agama tersebut akan menjadi moral yang mutlak dalam kehidupan manusia. Kalau kita tetap
memahami bahwa etika hadir untuk secara rasional membantu manusia memahami tindakan
moral yang dibuatnya, maka tentu etika tetap menjadi penting dalam kehidupan manusia.
Karena etika tidak akan terikat pada apakah agama ada atau tidak etika akan tetap ada dalam
hidup manusia selama manusia masih menggunakan akal sehatnya dan racionya dalam
kehidupannya. Sekalipun manusia menjadi ateis, etika tetaplah dibutuhkan oleh mereka yang
tidak mengenal agama.
Jika kita mencoba memahami secara filosofis, maka dapat dikatakan bahwa etika
tanpa agama adalah kering, sebaliknya agama tanpa etika hambar. Bahwa manusia tidak
hanya diciptakan sebagai mahluk rasional, tetapi melekat dalam dirinya mahluk religius yang
membuat dia mampu berefleksi terhadap kehidupannya. Karena itu agama akan membantu
manusia untuk bertindak tidak hanya berdasarkan rasionya tetapi juga berdasarkan rasa yang
ada dalam dirinya. Satu kesatuan antara rasio dan rasa yang melekat dalam diri manusia.
Manusia bukanlah mahluk egois yang harus mengandalkan rasionya semata-mata.
Hubungan Agama dan etika dalam konteks etika Global Sebuah pertanyaan menarik
bagaimana etika Global melihat hubungan Agama dan Etika. Jika melihat konsep yang
disampaikan oleh Hans Kung dalam Etic Global. Maka pertamatama harus ada kesadaran
setiap agama, bahwa dalam perbedaan doktrin kita tetap mempunyai persamaan-persamaan
etis yang bisa mempersatukan. Untuk mempersatukan persamaan ini, maka etika mempunyai
peran sangat penting didalamnya. Bahkan bisa dikatakan bahwa ketika agama-agama berbeda
dalam doktrin, maka etika telah menjadi pemersatu. Perbedaan keyakinan bisa terjadi pada
setiap agama, tetapi rasio melalui etika telah menjadi sarana dialog. Tidak dapat disangkal
bahwa etika telah mempunyai peran sangat penting dalam mencoba untuk mendialogkan
agama-agama. Karena itu peran etika global dalam konteks agama-agama, sangatlah
dibutuhkan.
Kita menyadari bahwa etika tidak akan dapat menganti peran dari agama. Etika global
seperti yang disampaikan oleh Hans Kung bahwa dia tidak akan pernah menggantikan
Taurat, Khotbah di Bukit, Alquran, Bhagavadgita, Wacana dari Buddha atau para ungkapan
Konfusius. Etika global hanya mencoba mencari titik temu diantara agama-agama dalam

nilai-nilai tertentu dengan menggunakan pendekatan etika. Dengan demikian keterhubungan


etika dan agama dalam etika global sangat nampak dalam pencarian nilai bersama dengan
menggunakan nilai yang logis dan dapat diterima oleh semua manusia. Kesimpulan dan
Refleksi Dengan penjelasan dari berbagai sudut pandang, maka dapat kita katakan bahwa
hubungan etika dan agama merupakan hubungan timbal balik yang saling membutuhkan.
Etika tidak dapat berjalan sendiri dengan rasionalitasnya, dan agama tidak dapat berjalan
sendiri dengan doktrinnya. Etika tanpa agama menjadi kering dan agama tanpa etika menjadi
hambar. Etika yang baik adalah etika yang memberi ruang terhadap kepekaan rasa dan tidak
hanya mengandalkan rasio dalam bertindak. Karena etika seperti ini hanya akan
mendatangkan sebuah kebenaran subjektif yang tidak bernilai, dan cenderung melupakan
hakekat manusia sebagai mahluk religius. Kepekaan rasa itu terdapat dalam agama.
Sebaliknya agama pun harus mengakui pentingnya etika dalam kehidupan bersama. Bahwa
tanpa etika maka agama-agama akan sulit untuk mencari nilai bersama, karena masingmasing agama mempunyai doktrin sendiri-sendiri. Karena itulah etika mempunyai peran
besar dalam agama-agama. Etika juga menjadi penting untuk memahami dan menilai
tindakan moral secara kritis dari setiap perilaku moral manusia baik itu moral dasar,moral
agama/etnis dan kesukuan, dan moral sosial. Sebagai mahluk religius yang dimampukan
berefleksi terhadap hidupnya, maka dia membutuhkan racio untuk memahami kebenaran.
Sebagai mahluk racional yang membedakannya dari mahluk lain, maka dia membutuhkan
spirit religiositas sehingga dia bertindak berdasarkan rasa sehingga dia ada untuk kebaikan
manusia dan tidak menjadi mahluk yang egois yang melupakan eksistensi sosialnya. Serta
tidak hanya menjadi mahluk yang moralis atau humanis, tetapi benar-benar melekat dalam
dirinya sebagai mahluk religius dan racional.

C. Etika Agama dalam Administrasi Perkantoran


Hubungan antar pekerja di kantor menuntut setiap orang untuk berlaku etis terhadap
sesamanya. Etika adalah ilmu pengetahuan tentang dasar-dasar moral. Sasaran etika adalah
moralitas, yaitu agar individu dapat membedakan mana yang baik dan mana yang kurang
baik. Masyarakat sering memandang bahwa moralitas berkaitan dengan adat istiadat dan
kebiasaan yang telah diterima sebagai sesuatu yang baik.

Etika diperlukan bukan hanya dalam pergaulan namun bisa membuat pemulus dalam
hubungan masyarakat dan melancarkan berbagai urusan. Oleh karena itu hasrat untuk
mempelajari etika antara lain karena didorong untuk meraih keuntungan dalam human
relation. Makin tinggi posisi/kedudukan seseorang maka diperlukan semakin peka terhadap
persoalan etika atau perlu untuk menjunjung etika.

Dengan demikian mereka merasa

diterima dalam pergaulan dalam kantor/bisnis, cepat menyesuaikan diri dalam menjalin
pergaulan bisnis maupun kantor mereka.
Dalam administrasi perkantoran maupun pemerintahan dikenal pula etika yang
didalamnya memuat juga mengenai etika agama. Etika tersebut merupakan bidang
pengetahuan tentang ajaran-ajaran moral dan asas-asas kelakuan yang baik bagi para
administrator. Pengetahuan tersebut meliputi berbagai asas etis, ukuran baku, pedoman
berperilaku serta kebijakan moral yang dapat diterapkan oleh setiap penerapan etika tidak
saja memerlukan pengetahuan empiris, namun bersifat normatif pula.
Eiket yang dibutuhkan dalam dunia Administrasi Perkantoran tidak saja mengenai
bagaimana cara duduk yang sopan, cara bertelepon dan menerima tamu yang baik, etiket
makan (table manner) tetapi sudah meliputi pula bagaimana etika memulai pembicaraan,
bagaimana etiket melobi, bagaimana etiket berkomunikasi. Etiket meliputi pula bagaimana
seseorang bertutur kata, mengekspersikan wajah, volume/nada suara yang ditampilkan serta
bahasa tubuh (body languange). Yang jelas etiket dalam melaksanakan kegiatan Administrasi
Kantor meliputi pengembangan kepribadian serta bisa merespon apa yang sedang dibutuhkan
dalam memenuhi kebutuhan pasar dan didasarkan dengan berlandaskan agama.
Etika agama bertujuan agar orang-orang mengetahui norma-norma, tata nilai atau tata
susila yang berlaku di dalam masyarakat. Etika agama mencegah kekeliruan dan berusaha
mendapatkan kebenaran. Dari pengertian tersebut maka istilah etika dipakai juga dalam
berbagai istilah profesi, misalnya etika dokter, etika guru, etika sekretaris dsb. Etika profesi
dibutuhkan untuk menetapkan ketenangan, ketentraman, keselarasan dan terjalinnya hidup
gotong-royong dalam profesinya masing-masing. Untuk menjamin suasana tersebut perlu
adanya aturan-aturan baik secara tertulis atau tidak, yang digunakan sebagai pedoman dalam
kehidupan kerja atau dalam kehidupan bermasyarakat yang berlandaskan agama.
Beberapa contoh sikap etis yang terkait dengan agama dan berhubungan dengan
pekerjaan di kantor maupun kehidupan di masyarakat antara lain:

1. Membina hubungan baik. Dalam dunia bisnis berkenalan merupakan momen yang
berharga untuk menjalin hubungan kerjasama. Pemikiran jalinan hubungan tidak berhenti
sesaat namun dapat ditindak lanjuti dengan kerjasama yang memungkinkan. Dalam
ajaran agama manapun, hubungan antar manusia juga telah diatur dan bertujuan untuk
saling menjaga tali silaturahmi dan tolong-menolong.
2. Membangun kepercayaan, yakni dengan selalu bersikap baik, santun dan berperilaku
yang baik/simpati sehingga pihak lain akan mempunyai penilaian tersendiri.
3. Bersikap tegas dalam mengambil keputusan. Dibutuhkan sikap yang optimis dan antusias
dalam kesempatan pengambilan keputusan.
4. Menjaga suasana formal, artinya meskipun hubungan pribadi antara sekretaris dengan
para pegawai atau kepada pimpinan sudah sangat dekat, namun dalam aktivitas di kantor
atau kerjasama di kantor harus tetap menjaga suasana formal.
5. Dalam bekerja sekretaris harus dapat menjunjung tinggi profesinya dan menghormati
Kode Etik.

ETIKET
Etika dan etiket, kerap kalo dua istilah ini disampuradukkan begitu saja, padahal
perbedaan diantaranya sangat hakiki. Etika berarti moral dan etiket berarti sopan
santun. Disamping perbedaan, ada juga persamaan. Pertama, etika dan etiket menyangkut
perilaku manusia. Kedua, etika maupun etiket mengatur perilaku manusia seara
normative, artinya memebri norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian
menyatakan apa yang haus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Justru karena sifat
normative ini, kedua istilah tersebut mudak dicampuradukkan.
Etiket berasal dari bahasa Perancis etiquette yang artinya adalah sopan santun.
Terdapat beberapa definisi dari kata etiket, seperti Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), etiket didefinisikan sebagai tata cara (adat, sopan snatun, dan lain
sebagainya dalam rangka memelihara hubungan yang baik diantara sesame manusia
dalam sebuah lingkungan masyarakat.
Etiket juga diartikan sebagai suatu sikap seperti sopan snatun maupun aturan
lainnya yang mengatur tentang hubungan diantara kelompok manusia yang beradab
didalam pergaulan. Etiket merupakan suatu perilaku seseorang yang dianggap cocok,
sopan, pas, serta terhormat yang berkaitan dengan kepribadian orang tersebut, seperti
gaya bicara, gaya makan, gaya berpakaian, gaya tidur, gaya duduk, maupun gaya dalam
berjalan. Akan tetapi karena etiket yang dimiliki seseorang menghubungkannya dengan
orang lain, maka etiket menjadi peraturan sopan santun dalam pergaulan, serta hidup

bermasyarakat. Jadi etiket berkaitan dengan cara suatu perbuatan, adat, kebiasaan, serta
cara-cara tertentu yang menjadi panutan bagi sekelompok masyrakat dalam berbuat
sesuatu.
Istilah etiket lebih menitikberatkan pada cara-cara berbicara yang sopan, cara
berpakaian, cara menerima tamu dirumah maupun di kantor dan sopan santun lainnya.
Jadi, etiket adalah aturan sopan santun dalam pergaulan.
Dalam pergaulan hidup, etiket merupakan tata cara dan tata krama yang baik
dalam menggunakan bahasa maupun dalam tingkah laku. Etiket merupakan sekumpulan
peraturan-peraturan kesopanan yang tidak tertulis, namun sangat penting untuk diketahui
oleh setiap orang yang ingin mencapai sukses dalam perjuangan hidup yang penuh
dengan persaingan. Dalam buku Bahan Diskusi Customer Service Group (CSG) dan
Allround Teller (ART) menjelaskan bahwa: etiket adalah ketentuan tidak tertulis yang
mengatur tindak dan gerak manusia yang berkaitan dengan:
1. Sikap dan perilaku
yaitu bagaimana anda bersikap dan berperilaku dalam menghadapi suatu situasi.
2. Ekspresi wajah
yaitu bagaimana raut muka yang harus anda tampilkan dalam menghadapi suatu
situasi, misalnya dalam melayani tamu.
3. Penampilan
yaitu sopan santun mengenai cara anda menampilkan diri, misalnya: cara duduk, cara
berdiri adalah wajar dan tidak dibuat-buat dan sebagainya.
4. Cara berpakaian
yaitu cara mengatur tentang sopan santun anda dalam mengenakan pakaian, baik
menyangkut gaya pakaian, tata warna, keserasian model yang tidak menyolok dan
lain-lain.
5. Cara berbicara
yaitu tata cara sopan santun anda dalam berbicara caik secara langsung maupun tidak
langsung.
6. Gerak-gerik
yaitu sopan santun dalam gerak-gerik badan dalam berbicara secara langsung
berhadapan dengan tamu.

A. Perbedaan Etika dan Etiket


Ada beberapa perbedaan sangat penting antar etika dan etiket. Disini akan
dipelajari sepintas empat macam perbedaan.
1. Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Diantara beberapa
cara yang mungkin, etiket menunjukkan cara yang tepat, artinya cara yang diharapkan
serta dutentukan dalam suatu kalangan tertentu. Misalnya, jika saya menyerahkan
sesuatu kepada atasan, saya harus menyerahkanya dengan menggunakan tangan
kanan. Dianggap emlanggar etiket, bila orang menyerahkan dengan tangan kiri.

Tetapi etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan; etika memberi
norma tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut masalah apakah sutau
perbuatan boleh dilakukan ya atau tidak.
2. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan saja, artinya etiket hanya berlaku ketika ada
orang lain yang menyaksikan perbuatan yang kita lakukan, dan ketika tidak ada saksi
mata maka etiket tidak berlaku.
Contoh :
a. Mengangkat kaki ke atas meja, bersendawa, mapun berbicara ketika sedang
makanbersama orang lain dianggap perbuatan (cara makan) yang tidak sopan dan
melanggar etiket dan tidak boleh dilakukan. Akan tetapi ketika perbuatan tersebut
dilakukan ketika sedang sendirian (tidak ada saksi mata) maka cara makan yang
demikian itu tidaklah melanggar etiket dan boleh dilakukan.
b. Buang angina ketika sedang bersama orang lain meskipun tidak bersuara dan
tidak berbau merupakan perbuatan yang tidak sopan, akan tetapi jika buang
angina meskipun mengeluarkan suara dan berbau namun pada saat itu tidak
sedang bersama orang lain, maka hal itu tidaklah melanggar etiket.
Sebaliknya, etika selalu berlaku , juga apabila tidak ada saksi mata. Etika tidak
tergantung pada hadir tidaknya orang lain.
3. Etiket bersifat relative, artinya sesutau yang menurut suatu budaya dianggap sebagai
hal yang tidak sopan, akan tetapi belum tentu budaya lain memiliki anggapan yang
sama. Bisa saja hal itu dianggap sebagai hal yang wajar atau hal yang sopan.
Contoh :
a. Seseorang yang memiliki kebiasaan makan tanpa menggunakan sendok maupun
garpu alias makan dengan menggunakan tangan, bagi sebagian kalangan dianggap
sebagai hal yang wajar dan tidak apa-apa dilakukan. Akan tetapi bagi sebagian
kalangan lainnya menganggap hal itu sebagai perbuatan yang tidak sopan.
Lain halnya dengan etika, etika jauh lebih absolut. Jangan mencuri, jangan
berbohong merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bias ditawar atau mudah
diberi dispensasi. Relativitas etiket jauh lebih jelas dan jauh lebih mudah terjadi.
4. Etiket berkaitan dengan tata cara dari suatu perbuatan yang harus dilakukan oleh
manusia.
Contoh :
a. Ketika menyerahkan sesuatu kepada orang lain, hendaknya perbuatan tersebut
dilakukan dengan menggunakan tangan kanan. Dan jika perbuatan tersebut
dilakukan dengan tangan kiri, maka dianggap telah melanggar etika.
Contoh dalam dunia kantor :
ETIKET

ETIKA

1. Cara
Sekretaris
dalam
melayani
tamunya harus bersikap sopan
dan ramah, menunjukkan muka
yang manis. Jika hal ini tidak
dipatuhi,
maka
sekretaris
dianggap telah melanggar etiket.

1. Niat
Sekretaris yang memberikan data
dengan sebenar-benarnya, tetapi
dilaksanakan
dengan
muka
cemberut, maka sekretaris tersebut
tidak melanggar etika, tetapi
melanggar etiket.

2. Formalitas
Sekretaris harus berpakaian rapi
dan
sopan.
Ia
dianggap
melanggar etiket bila melayani
tamu dengan memakai baju
singlet atau memakai sandal.

2. Nurani
Sekretaris
yang
melakukan
perbuatan tidak jujur, walaupun
pakaian rapi namun etika diabaikan.

3. Relatif
Bila anda diundang oleh atasan
anda untuk makan bersama,
maka
harus
menggunakan
sendok. Tetapi bila dilakukan
dengan santai, maka aturan
tersebut tidak berlaku.

3. Mutlak
Ketentuan yang mengatakan jangan
melakukan
manipulasi
dan
mempermainkan data, sifatnya
mutlak dimana saja, kapan saja, dan
bagi siapa saja.

4. Lahiriah
Hanya terlihat wujud nyata dan
penampilan.
Contoh:
cara
berbicara.

4. Bathiniah
Menyangkut sifat batin dan hati
nurani. Contoh: sifat jujur, dll.

B. Etiket Yang Berlaku di Kantor


Dalam pergaulan di kantor, etiket sangat mutlak diperlukan. Etiket yang berlaku
di kantor sangat banyak sekali. Seorang Public Relations harus menguasai dan
memahami tentang etiket kantor tersebut.
Sebagai pedoman dalam pergaulan kantor, seorang Public Relations harus
menghindari hal-hal yang bertentangan dengan etika kantor, antara lain:
1. Membentuk kumpulan atau golongan yang secara sadar menentang rekan-rekan yang
tidak sepaham dengan kumpulan/golongannya.
2. Sering tidak masuk kerja dengan berbagai alas an sehingga mengganggu serta
menghambat aktivitas kerja.
3. Sering terlambat datang dan cepat-cepat pulang sebelum jam kantor.
4. Terlalu sering menggunakan telepon kantor untuk kepentingan pribadi.

5.
6.
7.
8.

Bersifat menjilat ke atas dan menekan ke bawah.


Menunda pekerjaan yang seharusnya dapat diselesaikan.
Menggunakan fasilitas kantor tanpa ijin.
Kurang hemat dalam menggunakan alat-alat.

Selain hal-hal yang telah dijelaskan di atas, seorang Public Relations perlu juga
memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan etiket kantor, seperti:
1. Etiket Berkenalan
Seorang Public Relations tidak lepas dari pergaulan sosial. Semua hubungan
yang harmonis terjadi melalui proses perkenalan. Pertemuan pertama akan
melahirkan kesan/image tertentu pada masing-masing individu. Hal yang wajib
dilakukan saat berkenalan:
a. Ucapkan nama dengan jelas
b. Lakukan kontak mata
Sorot mata yang ramah akan menunjukkan niat baik. Biasanya kontak mata terjadi
sekitar tida detik. Menunduk atau mengalihkan pandangan menimbulkan kesan
buruk
c. Jabat tangan dengan erat
Eratnya jabat tangan menandakan hangatnya pribadi seseorang dan menunjukkan
rasa percaya diri.
2. Etiket Berpakaian
Untuk seorang Public Relations, cara berpakaian itu sangat penting. Karena
cara berpakaian seseorang itu mencerminkan dirinya sendiri. Hal-hal yang harus
diperhatikan seorang Public Relations dalam berpakaian adalah :
a. Hendaklah rapi, bersih dan sederhana.
b. Ketika memakai pakaian, hendaklah disesuaikan dengan tempatnya.
c. Pakaian yang kita pakai adalah pakaian yang sopan, tidak terlalu sempit dan
tidakmenunjukkan aurat kita.
3. Etiket Bertelepon
Kegunaan telepon di sebuah kantor sangat begitu penting. Dengan telepon,
kita dapat memperoleh informasi penting dari luar dan juga sebaliknya. Kita dapat
memberikan informasi ke luar secara lisan tanpa perlu bertatap muka. Untuk seorang
Public Relations, kegunaan telepon sangat dibutuhkan sekali. Oleh karena itu,
seorang Public Relations harus mengetahui beberapa hal mengenai etiket bertelepon.
Etiket bertelepon tersebut antara lain:
a. Saat Menerima Telepon
1) Angkatlah segera ketika telepon berdering. Jangan biarkan pesawat telepon
berdering hingga lebih dari tiga kali.
2) Ucapkan salam kepada setiap penelepon dan jangan lupa sebutkan nama
perusahaan dengan jelas. Bila perusahaan mempekerjakan seorang operator
untuk menerima telepon, tetap angkat telepon dengan nada ramah.
3) Tersenyumlah dengan ramah.

4) Ketahui nama atau identitas penelepon dengan segera menanyakannya.


5) Dengarkan dengan baik informasi yang disampaikan penelepon
6) Tentukan waktu yang tepat jika kita akan menghubungi penelepon kembali
(bila diperlukan).
7) Ucapkan terima kasih setiap selesai pembicaraan.
8) Biarkan penelepon menutup teleponnya terlebih dahulu. Sesudah itu, Anda
bisa menutup telepon dengan tenang.
b. Saat Menelepon
1) Tulislah nomor telepon dan poin-poin yang akan kita sampaikan di selembar
kertas.
2) Tunggu nada dering sampai enam-tujuh kali sebelum memutuskan untuk
menutup pesawat telepon.
3) Segera perkenalkan diri pada si penerima telepon. Setelah itu beritahu dengan
jelas orang yang kita tuju.
4) Sebelum mulai membicarakan hal-hal pokok, tanyakanlah dahulu apakah
orang yang kita ajak bicara tidak berkeberatan dan punya waktu untuk
berbicara dengan kita.
5) Lakukan pembicaraan sesingkat dan sejelas mungkin.
c. Menerima Telepon Untuk Orang Lain
1) Segera sambungkan atau berikan kepada yang berkepentingan dan tanyakan
keterangan penelepon, misalnya siapa dan dari mana.
2) Katakan pada penelepon untuk menunggu sebentar dan informasikan
kepadanya bahwa telepon akan dialihkan.
3) Beritahu orang yang dituju bahwa ada telepon untuknya. Jangan lupa beri
keterangan diri si penelepon.
4) Bila yang dituju sedang tak ada di tempat atau sedang bicara, informasikan
pada si penelepon dan tawarkan bantuan atau tanyakan apakah penelepon
memiliki pesan untuk disampaikan pada orang yang ditujunya. Jangan lupa
untuk mengkonfirmasi kebenaran pasan yang kita catat kepadanya.
5) Jangan biarkan penelepon menunggu terlalu lama. Usahakan agar dia
menunggu selama tak lebih dari tiga puluh detik saja.
6) Jangan mentransfer telepon lebih dari dua kali.
4. Etiket Membina Hubungan Dengan Rekan Kerja
Untuk meraih sukses, seorang Public Relations haruslah membina hubungan
yang harmonis dengan rekan kerja. Hal ini dapat dilakukan dengan:
a. Junjunglah tata krama
b. Bertemanlah dengan banyak orang, baik wanita maupun pria
c. Bila kita diminta memberi pandangan atau mengkritik pekerjaan seorang rekan
kerja, lakukanlah secara objektif dan jangan menilai karena hal-hal yang bersifat
pribadi.

d. Bergaulah sesuai dengan kepribadian dan nurani. Jangan ikut-ikutan tidak suka
pada seseorang hanya karena ingin bergabung dengan kelompok tertentu.
e. Tidak perlu bertengkar hanya karena berbeda pendapat
5. Ketika seorang Public Relations menghadapi konflik di tempat kerja, maka seorang
Public Relations harus dapat mengatasi konflik tersebut. Berikut ini adalah cara untuk
menghadapi konflik yang terjadi, yaitu:
a. Jangan terburu-buru dalam mengambil keputusan. Kumpulkan data-data dengan
akurat.
b. Cek permasalahan dan data pendukung yang ada, jangan sampai ada yang
terlewat atau salah.
c. Endapkan dulu konflik itu, Hal ini bukan berarti menunda masalah, tetapi
meredakan emosi yang ada di hati. Kalau hati sudah dingin, kepala pun bisa
berpikir dengan jernih.
d. Berbicaralah empat mata dengan orang yang bersangkutan. Dengarkan baik-baik
segala perkataannya dan pilahlah secara seksama. Dengan demikian, kita bisa
mengetahui permasalahan dari berbagai sudut pandang.
e. Pelajarilah semua data yang telah kita terima dengan baik. Setelah mengetahui inti
persoalan sejelas mungkin, kita bisa mengambil sikap, tindakan, atau keputusan
secara objektif dan mungkin menawarkan berbagai alternatif.
6. Etiket Bertamu dan Menerima Tamu
Seorang Public Relations harus mengetahui dan menguasai etiket bertamu dan
menerima tamu pada jam kerja.
a. Buatlah temu janji
b. Sebelum bertemu dengan klien, buatlah perjanjian terlebih dahulu. Usahakan
untuk tidak membuat perjanjian-perjanjian di jam-jam kerja yang sibuk.
Berkompromilah untuk menetapkan waktu temu yang menyenangkan bagi kedua
belah pihak.
c. Konfirmasi Ulang sebelum bertemu
d. Cek tempat pertemuan
Cek dan pastikan tempat pertemuan. Hindari kemungkinan tersasar dan terlambat
memenuhi janji.
e. Pembicaraan singkat, jelas dan padat
f. Pehatikan penampilan
Ketika kita bertemu dengan setiap orang, kita harus berpenampilan rapi, segar dan
bersih.
g. Jaga sikap
h. Bersikaplah ramah dan tulus agar suasana menyenangkan.
7. Etiket Bersikap di Depan Umum
Seorang Public Relations harus selalu siap untuk tampil di depan umum.
Sikap seorang Public Relations haruslah benar-benar meninggalkan kesan yang baik,

karena sikap seorang Public Relations merupakan citra dari sebuah perusahaan.
Berikut ini adalah beberapa etiket yang berlaku jika kita bersikap di depan umum.
a. Berjalan di Tempat Yang Ramai
1) Berjalanlah di sisi kiri. Bila ingin mendahului orang yang berada di depan,
bergeraklah dari sisi sebelah kanannya.
2) Biasanya pria berjalan di sisi yang melindungi wanita.
3) Jika membawa tas, maka tas dibawa di sebelah kiri
4) Saat menyebrang, pria menjadi pembuka jalan atau pelindung wanita.
b. Naik Turun Tangga
1) Biasanya pria naik terlebih dahulu atau sejajar dengan wanita.
2) Saat turun tangga wanita berjalan terlebih dahulu atau sejajar dengan wanita.
Dengan begitu, pria terlihat seperti melindungi wanita.
c. Keluar Masuk Lift
1) Tunggulah di samping kiri lift, jangan menghalangi orang yang akan keluar
dari lift.
2) Beri kesempatan kepada orang-orang yang akan keluar dari lift terlebih
dahulu.
3) Saat masuk lift, wanita masuk terlebih dahulu dan pria memegangi pintu lift.
4) Segera bergerak merapat ke dinding atau ke belakang saat memasuki lift.
5) Bila dekat dengan tombol untuk menentukan tujuan, tanyakan secara sopan
lantai yang dituju penumpang lain tekankan tombol tujuan.
6) Tas dan ransel diletakkan ke arah bawah ketika kita akan menaiki dan turun
dari lift.
7) Bila sudah mendekati lantai yang Anda tuju, mendekatlah ke pintu.
8) Saat keluar dari lift, wanita keluar terlebih dahulu dan pria memegangi pintu
lift.
d. Berkendaraan di Jalan Raya
1) Sisi kiri jalan untuk kendaraan yang lambat, dan sisi kanan jalan untuk
mendahului.
2) Selalu memberi aba-aba.
3) Taati peraturan lalu lintas.
4) Jangan buang sampah sembarangan.
e. Etiket Berbicara di Depan Umum
Ketika seorang Public Relations berbicara di depan umum, maka hal-hal
yang harus diperhatikan adalah :
1) Kuasai topik dengan baik.
2) Perhatikan siapa pendengar yang datang. Dengan demikian kita dapat
membuat pembicaraan yang tepat sasaran.
3) Sesuaikan volume suara saat berbicara dan perhatikan juga nada suara. Nada
yang monoton tentu akan membuat bosan pendengar.
4) Sesuaikan kecepatan dan gaya bicara.
5) Tataplah semua yang hadir dengan senyum seperlunya. Jangan hanya menatap
satu orang atau satu titik saja.

6) Lakukan persiapan mental dan latihan, karena hal ini akan mengurangi
demam panggung.
7) Perhatikan penampilan fisik. Penampilan yang rapi dan bersih akan memberik
kesan yang baik.
f. Etiket Tampil di Depan Media
Biasanya seorang Public Relations sering mewakili perusahaan untuk
diwawancara oleh sebuah media, baik itu media cetak maupun media elektronik.
Hal-hal yang harus diperhatikan seorang Public Relations saat tampil di media
adalah:
1) Ketahui garis besar topik yang akan dijadikan bahan wawancara. Pelajari
pertanyaan-pertanyaan yang hendak dilakukan oleh pewawancara. Dengan
begitu, kita bisa memberikan jawaban yang cermat dan akurat.
2) Ketahui latar belakang media yang akan mewawancarai kita. Misalnya akan
diwawancarai oleh sebuah majalah, setidaknya kita harus tahu majalah
tersebut seperti apa dan membahas masalah apa.
3) Tidak perlu cemas dan menaruh rasa curiga yang berlebihan. Semua yang
diawali dengan niat baik akan berakhir dengan baik.
4) Sediakan waktu yang cukup, ketika kita akan diwawancara oleh media.
5) Tentukan tempat yang tenang untuk melakukan wawancara.
6) Bersikaplah yang wajar, jangan terlalu ramah tapi jangan terlalu pendiam.
7) Berpakaian dan berdandan yang sopan, rapi dan netral-netral.
8) Jaga sopan santun dan perhatikan tutur kata. Image seorang Public Relations
dan perusahaan yang kita wakili sangat bergantung pada sikap kita saat
diwawancara.
9) Perhatikan ekspresi. Jangan terlalu banyak mengumbar senyum ketika
berbicara tentang hal-hal yang serius.
g. Etiket Dalam Memanfaatkan Fasilitas Perusahaan
Seorang Public Relations biasanya selalu mendapatkan fasilitas-fasilitas
yang lebih di kantornya dibanding dengan karyawan/staff yang lainnya. Seorang
Public Relations harus menyikapi hal ini dengan cermat dan hal-hal yang harus
dilakukan seorang Public Relations dalam memanfaatkan fasilitas perusahaan
tersebut adalah:
1) Ketahui hak dan kewajiban Kita dengan jelas. Jangan sampai
menyalahgunakan karena ketidaktahuan.
2) Gunakan Fasilitas perusahaan untuk keperluan perusahaan. Misalnya, tidak
etis menggunakan kendaraan perusahaan untuk bertamasya dengan keluarga
dengan tanggungan bensin dari perusahaan. Kalau memang sekali-sekali kita
memerlukannya, mintalah izin perusahaan dan ikuti prosedur yang berlaku.
3) Rawat Fasilitas kantor secara baik-baik.
4) Jangan meremehkan fasilitas kantor seperti toilet, ruang duduk, dan hal-hal
sejenis.

h. Etiket Bisnis
Etiket bisnis merupakan tata cara berbisnis yang sopan dan santun
sehingga kehidupan bisnis akan berjalan dengan menyenangkan dan efisien
karena terciptanya suasana saling menghargai. Seorang Public Relations harus
mengetahui, menguasai dan menerapkan etiket bisnis ini dalam kegiatan
humasnya. Yang perlu diperhatikan oleh seorang public relations untuk berbisnis
sesuai dengan etika adalah:
1) Kendalikan diri. Jangan menghalalkan segala cara seperti berbuat
kecurangan,korupsi, mengambil hak orang lain, mencari jalan pintas yang
tidak pantas, atau menyuap untuk memperlancar bisnis.
2) Sadarlah akan tanggung jawab sosial kita. Pedulikanlah kepentignan
masyarakat dan sumber daya alam.
3) Ciptakan persaingan yang sehat. Jalinlah kerja sama yang erat antara pelaku
bisnis yang kuat dengan golongan menengah ke bawah.
4) Bersikap transparan. Dengan demikian prasangka buruk dapat dihindari.
5) Konsisten dan konsekuen dengan hukum yang berlaku dan aturan main yang
telah disepakati bersama.
6) Bersikap peka dan bertoleransilah dengan orang lain. Jangan mengorbankan
kepentingan dan perasaan orang lain demi meraih keuntungan sebesarbesarnya.
7) Bila memiliki mitra bisnis jangan bohongi mitra kita dengan berbagai dalih
untuk mengenyakannya dari sisi kita.
8) Jangan menusuk teman dari belakang. Sikap yang seperti ini akan
menghancurkan bisnis kita.

Anda mungkin juga menyukai