Anda di halaman 1dari 14

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa

Sawit

(Elaeis

guineennsis

Jack.)

merupakan

komoditas

perkebunan yang memberi kontribusi penting terhadap perekonomian Indonesia.


Produknya tidak hanya untuk menyuplai kebutuhan industri di dalam negeri,
tetapi permintaan pasar ekspor juga semakin meningkat serta memiliki nilai
ekonomis tinggi dan menjaga ketahanan pangan serta ketahanan energi. Kondisi
ini menjadi peluang usaha yang sangat menjanjikan dimasa mendatang. Hal ini
dapat dilihat dari keunggulan kelapa sawit itu sendiri maupun permintaan pasar
yang kian meningkat (Sumardiyono, 2011).
Pada pembibitan kelapa sawit yang banyak digunakan saat ini adalah
sistem pembibitan dua tahap (Double stage). Sistem pembibitan dua tahap ini
terdiri dari pembibitan awal (Pre nursery) selama 3 bulan pada polybag yang
berukuran kecil dan pembibitan utama (Mainnursery) dengan polybag berukuran
lebih besar. Pembibitan utama merupakan tahap kedua dari sistem pembibitan dua
tahap. Pada pembibitan utama bibit dipelihara dari umur 3 bulan sampai 12 bulan.
Keberhasilan rencana penanaman bibit dilapangan dan produksi di kemudian hari
ditentukan oleh pelaksanaan pembibitan utama dan kualitas
Bibit yang dihasilkannya (Utomo, 2008)
.
Dalam pertumbuhan bibit kelapa sawit kadang kala mengalami gangguan,
salah satunya adalah serangan penyakit. Penyakit yang sering ditemukan pada
pembibitan utama kelapa sawit adalah penyakit fisiologis Dan biotik.

Penyakit fisiologis adalah penyakit yang tidak menular yang disebabkan


oleh fisiopat (gangguan pada tumbuhan yang disebabkan oleh lingkungan,
keadaan hara atau keadaan fisik yang tidak sesuai) (Oben et al, 2011)
Penyakit lain yang dapat menyerang bibit kelapa sawit adalah penyakit
biotik. Penyakit biotik merupakan penyakit yang menular yang disebabkan oleh
mikroorganisme, seperti virus, nematoda, bakteri, jamur, dan ganggang. Penyakit
biotik yang banyak ditemukan di pembibitan adalah penyakit bercak daun yang
disebabkan oleh jamur Curvularia sp, Cochliholus carbonus, Drechslera halodes
var. elaercola, Helminthosporium sp, Pestalotia sp, Cercospora sp dan Corticium
solani. Di Indonesia masih sedikit dilakukan,penelitian mengenai macam-macam
penyakit daun pada pembibitan dengan gejala yang mirip satu sama lain, penyakit
ini sukar dibedakan tanpa pemeriksaan dengan mikroskop (Utomo, 2008)
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui cara
pengendalian penyakit bercak daun (Curvularia lunata) pada tanaman kelpa sawit
(Elaeis guenensis Jacq.) di Pre nursery.
Kegunaan Penulisan
Adapun kegunaan dari penulisan paper ini adalah sebagai salah satu syarat
untuk dapat memenuhi komponen penilaian di Laboratorium Teknologi Budidaya
Tanaman Perkebunan Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan. Dan sebagai bahan informasi bagi pihak
yang membutuhkan.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Klasifikasi kelapa sawit adalah sebagai berikut Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae; Kelas : Dicotyledonae; Keluarga : Palmaceae;
Sub keluarga : Cocoideae; Genus : Elaeis; Spesies : Elaeis guineensis Jacq.
(Gapki, 2013).
Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak
mempunyai kambium, dan umumnya tidak bercabang. Batang kelapa sawit
berbentuk silinder dengan diameter 20 75 cm. Tanaman yang masih muda,
batangnya tidak terlihat karena tertutup oleh pelepah daun. Pertambahan tinggi
batang terlihat jelas setelah tanaman berumur 4 tahun. Tinggi batang bertambah
25 45 cm/tahun. Tinggi maksimum yang ditanam di perkebunan antara 15 18
m, sedangkan yang di alam mencapai 30 (Ramadhani, 2013)
Tanaman kelapa
kuat karena tumbuh
primer, sekunder,

sawit

berakar

ke bawah

serabut.

Perakarannya

dan ke samping

sangat

membentuk

akar

tertier, dan kuarter. Akar primer tumbuh ke bawah di

dalam tanah sampai batas permukaan air tanah. Akar sekunder, tertier,
dan kuarter tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah bahkan akar
tertier

dan

kuarter

banyak mengandung
bagian

perakaran

menuju
unsur

ke

hara.

lapisan
Akar

atas

tertier

atau
dan

ke

tempat

kuarter

yang

merupakan

yang paling dekat dengan permukaan tanah dengan

kedalaman 1 m di dalam tanah (Syahfitri, 2007).


Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun
majemuk, bersirip genap, dan bertulang sejajar. Daun muda yang masih kuncup

berwarna kuning pucat. Pada tanah yang subur, daun cepat membuka sehingga
makin efektif melakukan fungsinya sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis
dan sebagai alat respirasi. Jumlah pelepah,
anak daun

tergantung

pada umur

panjang

pelepah, dan jumlah

tanaman. Tanaman yang berumur

tua, jumlah pelepah dan anak daun lebih banyak (Kiswanto, et al 2008).
Buah sawit yang dikenal dengan bermacam jenis, mempunyai pola panen
yang kita kenal sebagai tingkat kematangan. Kematangan buah sangat
menentukan hasil rendemen minyak yang dihasilkan. Berbagai standart baku mutu
buah tentunya akan menjadi tolak ukur dalam perancangan pengolahan Pabrik
Minyak Kelapa Sawit Skala kecil (mikro). Dengan melihat pola panen yang sesuai
akan mendongkrak tingkat mutu buah (Gapki, 2013).
Buah sawit umumnya memiliki panjang 2 hingga 5 cm dan berat 3
hingga

30 gram, berwama ungu hitam pada saat muda, kemudian menjadi

berwama kuning rnerah pada saat tua dan rnatang. Daging buah berwama putih
kuning ketika masih muda dan berwamajingga setelahmatang. Penampang
melintang dan membujur buah (Kiswanto, et al 2008).
Syarat Tumbuh
Iklim
Curah
1.500-4.000

hujan

yang

mm/tahun.

diperlukan

Curah

hujan

tanaman
optimum

kelapa

sawit rata-rata

2.000-3.000

mm/tahun.

Sinar matahari diperlukan untuk memproduksi karbohidrat dan memacu


pembentukan bunga dan buah. Lama penyinaran optimum yang diperlukan
tanaman kelapa sawit antara 5-7 jam/hari. Suhu yang diperlukan tanaman kelapa
sawit optimum 24-28 oC, suhu terendah

18 oC dan suhu tertinggi 32 oC.

Sedangkan kelembaban udara yang diperlukan tanaman kelapa sawit 80% dan
kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan
(Syahfitri, 2007).
Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit antara 5-7
jam/hari. Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan 1.500-4.000 mm,
temperatur optimal 24-280 C. Ketinggian tempat yang ideal untuk sawit antara 1500 m dpl (di atas permukaan laut). Kelembaban yang ideal untuk tanaman
sawit sekitar 80-90% dan kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu proses
penyerbukan (Kiswanto, et al 2008).
Temperatur yang optimal 24 28oC, terendah 18oC dan tertinggi 32oC.
Kelembaban 80% dan penyinaran matahari 5 7 jam/hari. Kecepatan angin
5

km/jam

sangat

baik

untuk

membantu

proses

penyerbukan

(Lingga dan Marsono, 2008).


Kelembaban udara dan angin adalah faktor yang sangat penting untuk
menunjang pertumbuhan kelapa sawit. Kelembaban udara dapat mempengaruhi
penguapan, sedangkan angin akan membantu proses penyerbukan secara alamiah.
Angin yang kencang menyebabkan penguapan lebih besar, mengurangi
kelembaban dan dalam waktu yang lama mengakibatkan tanaman layu.
Kelembaban optimum bagi tanaman kelapa sawit berkisar 80% - 90%
(Pusri, 2008).
Tanah
Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik, Latosol,
Hidromorfik Kelabu, Alluvial atau Regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai
dan muara sungai. Tingkat keasaman (pH) yang optimum untuk sawit adalah 5,0-

5,5. Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase
(beririgasi) baik dan memiliki lapisan solum cukup dalam (80 cm) tanpa lapisan
padas. Kemiringan lahan pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 15
(Steenis, 2002).
Tanah yang baik mengandung banyak lempung, beraerasi baik dan subur.
Berdrainasebaik, permukaan air tanah cukup dalam, solum cukup dalam (80 cm),
pH tanah 46, dan tanahtidak berbatu. Tanah Latosol, Ultisol dan Aluvial, tanah
gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai dapat dijadikan perkebunan kelap
a sawit (Pusri, 2008).
Keadaan topografi pada areal perkebunan kelapa sawit berhubungan
dengan kemudahan perawatan panen. Topografi yang dianggap cukup baik untuk
tanaman

kelapa

sawit

adalah

areal

dengan

kemiringan

0-15

( Yuliani dan Nugraheni, 2009 ).


Dalam menambahkan Tanah harus gembur dan drainase baik, akar dapat
mencapai panjang 1,5-2 m, cepat berlignin. Jadi, hingga ujung akar yang baru
terbentuk akar yang mengadsorpsi air dan hara (Sunarko, 2007 )

PENGENDALIAN PENYAKIT BERCAK DAUN (Curvularia lunata) PADA


TANAMAN KELPA SAWIT (Elaeis guenensis Jacq.) DI PRE NURSERY.
Penyakit Bercak Daun (Curvularia lunata)
Cendawan

Curvularia

yang

dalam

bentuk

teleomorfnya

adalah

Cochliobolus sp. merupakan patogen bagi berbagai tanaman di daerah tropik dan
subtropik. Curvularia yang terdiri atas sembilan spesies mampu menginfeksi
berbagai tanaman (Watanabe 2002). Curvularia mempunyai kisaran inang yang
sangat luas dan dapat ditemukan di berbagai belahan dunia. Cendawan ini juga
berperan sebagai penyebab penyakit pada manusia, yakni penyakit keratitis
(endophthalmitis) pada mata setelah terjadi trauma pada mata (Alex et al. 2013).
Curvularia merupakan salah satu cendawan yang menyerang suku Araceae.
Curvularia biasa ditemukan pada bibit kelapa. Curvularia yang menyerang
asparagus adalah Curvularia lunata (85%), C. pallescens (32%), C. eragrostidis
(18%), dan C. barchyspora (11.5%) (Salleh et al. 1996). Salah satu patogen
terbawa benih kakao hibrida ialah C. geniculata serta C. lunata dapat
menyebabkan penyakit bercak daun pada berbagai kultivar bibit pisang dengan
intensitas penyakit sampai 132%. Di Timur Tengah, Curvularia juga menyerang
buah kurma (Purba, 2009).
Pada tanaman kelapa dan kelapa sawit, cendawan ini merupakan penyebab
penyakit utama yang menyerang pada stadium pembibitan yang sering disebut
dengan penyakit bercak daun. Penyakit bercak daun yang disebabkan oleh
Curvularia sp. di pembibitan kelapa sawit dapat mencapai 38. Penyakit dapat
menyebabkan kematian bibit kelapa sawit apabila penyakit ini tidak dikendalikan.
Curvularia juga ditemukan sebagai penyebab penyakit bercak daun kelapa sawit
di Venezuela, di Thailand, dan di Kamerun (Yulianty, 2005).

Penyebab Penyakit Bercak Daun (Curvularia lunata) Di Pembibitan


Penyakit bercak daun di pembibitan utama, penularannya melalui spora
Jamur yang terbentuk dipermukaan daun sakit. Penyebarannya dapat melalui
Percikan air hujan dan angin. Penyakit ini pada umumnya menyerang bibit pada
pembibitan utama sekitar umur 4 bulan (Alex et al, 2013).
Penyakit bercak daun disebabkan oleh patogen Curvularia lunata patogen
ini berupa cendawan yang memiliki miselium interseluler, tidak bersekat,
memiliki banyak haustorium (alat penetrasi). Konidiofor keluar dari mulut kulit,
berkumpul 1-5, dengan percabangan simpodial (seperti hifa pada umumnya),
memiliki bengkakan-bengkakan yang khas. Konidium berbentuk buah pir, Dengan
ukuran 22-32 x 16-24 mm, berinti banyak, 7-32 (benang) baru, atau secara tidak
langsung dengan membentuk spora kembar, konidium (kotak spora) dapat pula
disebut sebagai sporangium atau zoosporangium. Cendawan dapat membentuk
oospora meskipun agak jarang (Brecht, 2005).
Secara taksonomi cendawan ini dapat dikategorikan sebagai berikut Domain
: Eukatyota; Kingdom

: Chromalveolafa; Kelas : Oomycetes; Family :

Phytiaceae; Genus : Phytophthora Spesies : Phytopthora injestans. Cendawan ini


diketahui memiliki beberapa ras fisiologi, di kebun percobaan Segunung,
Cipanas, Jawa Barat terdapat ras 0, 1, 2, 1.2, 1.3, 1.2.3, dan 5 dan ditempat lain
ditemukan pula ras yang berbeda (Yulianty, 2005).
Gejala Penyakit Bercak Daun (Curvularia lunata)
Jamur Curvularia sp menyerang daun pupus yang belum membuka atau daun
termuda yang sudah membuka Gejalanya yaitu adanya bercak-bercak kecil dan

coklat tua dengan Lingkaran (halo) kuning atau coklat yang tegas, pada kondisi
lanjut keseluruhan daun menguning (Solehuddin, 2012).
Gejala awal dari penyakit ini adalah terdapat bercak-hercak nekrotia (busuk
yang semakin lebar) pada tepi dan ujungnya, pada keadaan cuaca dimana suhu
tidak terlalu rendah dan kelembaban cukup tinggi bercak-bercak tadi akan
menyebar dengan cepar ke seluruh bagian daun, sehingga tanaman yang
terserang akan segera mati. Apabila cuaca seperti ini berlangsung cukup lama
maka seluruh bagian tanaman akan segera mati, apabila keadaannya cukup
kering bercak pada tanaman tersebut akan segera mengering dan tidak meluas.
Pada umumnnya gejala penyakit ini akan terlihat pada tanaman ketika tanaman
berumur lebih dari satu bulan meskipun terkadang gejala terlihat ketika umur
tanaman 21 hari (Alex et al, 2013).
Bercak membesar, bentuknya tetap bulat, wamanya sedikit demi sedikit
berubah menjadi coklat muda, warna bercak menjadi coklat tua dan pada
umumnya dikelilingi oleh halo yang berwarna jingga kekuningan. Pada infeksi
yang berat daun yang paling tua akan mengering, mengeriting, dan menjadi rapuh,
namun pada daun yang mengering bercak daun Curvularia tetap terlihat
jelas sebagai bercak berwarna tua diatas jaringan yang berwarna coklat tua.
Penyakit ini dapat menghambat pertumbuhan bibit, meskipun tidak menimbulkan
kematian bibit (Almaguer, 2013).
Pengendalian Penyakit Bercak Daun ( Curvularia lunata )
Pengendalian penyakit bercak daun sangat berkaitan dengan kesehatan bibit
kelapa sawit. Bibit kelapa sawit yang dalam kondisi lemah akibat kurang pemupukan
dan penyiraman akan menjadi faktor predisposisi penyakit bercak daun. Kelembapan

10

yang tinggi pada bibit kelapa sawit akibat terlambatnya pindah tanam dari pembibitan
prenursery ke main nursery juga akan memperparah penyakit ini (Brecht, 2005).
Praktik pengendalian penyakit bercak daun yang paling sering dilakukan ialah
sanitasi daun terinfeksi dan aplikasi fungisida dengan bahan aktif mancozeb dengan
interval 710 hari. Aplikasi fungisida dengan bahan aktif mancozeb dalam waktu

yang sangat lama akan menyebabkan resistensi Curvularia terhadap fungisida ini.
(Ahmad, 2006)

Cara penanganan penyakit ini adalah dengan mengunakan : Jamur


Trichoderma yang bersifat antagonis, yang dapat menjadi hiperparasit pada
beberapa jenis jamur penyebab penyakit tanaman, pertumbuhannya sangat cepat
dan tidak menjadi penyakit untuk tanaman tingkat tinggi. Mekanisme antagonis
yang dilakukan adalah berupa persaingan hidup, parasitisme, antibiosis dan lisis
(Almaguer, 2013).
Fungisida Alternatif Untuk Penyakit Bercak Daun ( Curvularia lunata )
pemilihan bahan aktif fungisida lain dan cara aplikasinya akan sangat
membantu pengendalian penyakit bercak daun. Pengendalian secara kimiawi ini
diharapkan tetap kompatibel dengan teknik pengendalian yang lain, yaitu menjaga
kesehatan bibit kelapa sawit dengan melaksanakan seluruh pembibitan kelapa
sawit sesuai standar dan sanitasi daun terinfeksi. Identifikasi cendawan juga
dilakukan untuk konfirmasi penyebab penyakit bercak daun pada kelapa sawit
(Yulianty, 2005).
Penyemprotan fungisida sifatnya hanya kuratif yaitu menyehatkan
kembali bibit yang sakit. Pengendalian penyakit daun bibit kelapa sawit adalah
dengan disemprot mengunakan fungisida sistemik berbahan aktif triadianefon

11

dicampur dengan fungisida kontak berbahan aktif tembaga hidroksida seperti


Kocide 54WDG, atau yang berbahan aktif Mankozeb seperti Victory 80WP.
semprot dengan larutan Kocide 77WP konsentrasi 5 - 10 gr per liter pada lubang
tanam

sebanyak

200

ml

per

tanaman

interval

10

14

hari.

Curvularia, dengan spot atau luka coklat dengan batas kuning atau orange.
Gunakan pestisida Captan 50WP 0.4%; Dithane M45 0.2% dan Actidione 4.2 EC
0.025%, rotasi penyemprotan 7 10 hari, jika serangan parah, lakukan segera
pengafkiran dan bakar agar tidak menular (Solehuddin, 2012).
Jamur rhizosfer membantu pertumbuhan tanaman melalui berbagai
mekanisme seperti peningkatan penyerapan nutrisi, sebagai control biologi
terhadap serangan patogen, dan juga menghasilkan hormon pertumbuhan bagi
tanaman (Almaguer, 2013).

12

KESIMPULAN
1. Salah satu penyebab penyakit bercak daun pada pembibitan kelapa sawit
adalah jamur Curvularia lunata.
2. Jamur ini biasa menyerang menyerang daun pupus yang belum membuka
atau daun termuda yang sudah membuka.
3. Penyakit bercak daun di pembibitan utama, penularannya melalui spora
Jamur yang terbentuk dipermukaan daun sakit.
4. Gejalanya yaitu adanya bercak-bercak kecil dan coklat tua dengan
Lingkaran (halo) kuning atau coklat yang tegas, pada kondisi lanjut
keseluruhan daun menguning.
5. Curvularia, dengan spot atau luka coklat dengan batas kuning atau orange.
Gunakan pestisida Captan 50WP 0.4%; Dithane M45 0.2% dan Actidione
4.2 EC 0.025%.

13

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad I, Iram S, Cullum J. 2006. Genetic variability and aggresiveness curvularia
lunata associated rice-wheat cropping areas of Pakistan. Pakistan J Bot.
28(2): 475-485
Alex D, Li D, Calderone R, Peters SM. 2013. Identification of curvularia lunata by
polimerase chain reaction in case of fungal endophthalmitis. Med Mycol
Case Report. 2:137-140. DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.mmcr.2013.07.001
Almaguer M, Rojas TI, Dobal V, Batista A, Aira MJ. 2013. Effect of temperature ang
drowth of conidia in curvularia and bipolaris species isolated from the air.
Aerobiologia. 29(1): 13-20.
Brecht MO. 2005. Ecology ang pathogenicity of bipolaris spp. And curvularia spp.
Associated with decline of ultradwarf bermudagrass golf putting greens in
florida, USA (disertasi). Florida (US): University of Florida.

Gapki. 2013. Indonesia dan Perkebunan Kelapa Sawit Dalam Isu Lingkungan
Kiswanto, Jamhari, H. P., Bambang W., 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor
Lingga P. dan Marsono. 2008. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Oben TT, Etta CA, Oguntade O, Wanobi OO, Mekanya CO. 2011. Bacterial and
fungal pathogens associated with diseased oil palm (Elaeis guineensis)
plants in Pamol Plantations, Cameroon, Central Africa. Phytopathology.
101:S131.
Purba RY, Puspa W, Hutauruk C. 2009. Pedoman teknis hama dan penyakit di
pembibitan kelapa sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. No 1-1.3, Pub
Jan.
Pusri. 2008. Budidaya Kelapa Sawit.Kantor Deputi Menegristek Bidang
Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
MiG corp. Teknologi 3.(Daiakses pada http://migroplus.com pada tgl 6
Oktober 2016).
Ramadhani, R. K. 2013.Blotong (Filter Cake) Sebagai Aktifator
Solehudin D, Suswanto I, Supriyanto. 2012. Status penyakit bercak coklat pada
pembibitan kelapa sawit di kabupaten Sanggau. J Perkebunan Lahan
Tropika. 2(1):16.
Steenis, C . 2002. Flora . Paradnya Paramita , Jakarata.

14

Sumardiyono, C, Joko T, Kristiawati Y, Chinta DY. 2011. Diagnosis dan pengendalian


penyakit antraknosa pada pakis dengan fungisida. J HPT Tropika.
11(2):194200.

Sun G, Oide S, Tanaka E, Shimizu K, Tanaka C, Tsuda M. 2003. Species


separation in Curvularia geniculata group inferred from Brn 1 gene
sequences. Mycoscience. 44:239244. DOI: http://dx.doi.org/10.1007/ S10267003-0104-5.

Sunarko, 2007. Petunjuk Praktis Budi Daya dan Pengolahan Kelapa Sawit.
Agromedia Pustaka, Jakarta
Syahfitri,E.D. 2007 Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di
Pembibitan Utama Akibat Perbedaan Konsentrasi Dan Frekuensi
Pemberian Pupuk Pelengkap Cair. Universitas Bengkulu.Bengkulu
Utomo C. 2008. Penyakit daun pada bibitan kelapa sawit di Sumatera Utara. Bul
Perkebunan. 18(2):8388
Watanabe T. 2002. Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi. Ed ke-2. Londong
(BR): CRC Pr.
Yuliani,F, dan Nugraheni,F. 2009.Pembuatan Pupuk Organik (Kompos) Dari
Arang Ampas Tebu Dan Limbah Ternak
Yulianty. 2005. Keanekaragaman jenis-jenis jamur pada daun suku Araceae yang
terdapat di beberapa daerah di Indonesia. J Sains Tek. 11(2) : 89-92

Anda mungkin juga menyukai