PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa
Sawit
(Elaeis
guineennsis
Jack.)
merupakan
komoditas
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Klasifikasi kelapa sawit adalah sebagai berikut Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae; Kelas : Dicotyledonae; Keluarga : Palmaceae;
Sub keluarga : Cocoideae; Genus : Elaeis; Spesies : Elaeis guineensis Jacq.
(Gapki, 2013).
Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak
mempunyai kambium, dan umumnya tidak bercabang. Batang kelapa sawit
berbentuk silinder dengan diameter 20 75 cm. Tanaman yang masih muda,
batangnya tidak terlihat karena tertutup oleh pelepah daun. Pertambahan tinggi
batang terlihat jelas setelah tanaman berumur 4 tahun. Tinggi batang bertambah
25 45 cm/tahun. Tinggi maksimum yang ditanam di perkebunan antara 15 18
m, sedangkan yang di alam mencapai 30 (Ramadhani, 2013)
Tanaman kelapa
kuat karena tumbuh
primer, sekunder,
sawit
berakar
ke bawah
serabut.
Perakarannya
dan ke samping
sangat
membentuk
akar
dalam tanah sampai batas permukaan air tanah. Akar sekunder, tertier,
dan kuarter tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah bahkan akar
tertier
dan
kuarter
banyak mengandung
bagian
perakaran
menuju
unsur
ke
hara.
lapisan
Akar
atas
tertier
atau
dan
ke
tempat
kuarter
yang
merupakan
berwarna kuning pucat. Pada tanah yang subur, daun cepat membuka sehingga
makin efektif melakukan fungsinya sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis
dan sebagai alat respirasi. Jumlah pelepah,
anak daun
tergantung
pada umur
panjang
tua, jumlah pelepah dan anak daun lebih banyak (Kiswanto, et al 2008).
Buah sawit yang dikenal dengan bermacam jenis, mempunyai pola panen
yang kita kenal sebagai tingkat kematangan. Kematangan buah sangat
menentukan hasil rendemen minyak yang dihasilkan. Berbagai standart baku mutu
buah tentunya akan menjadi tolak ukur dalam perancangan pengolahan Pabrik
Minyak Kelapa Sawit Skala kecil (mikro). Dengan melihat pola panen yang sesuai
akan mendongkrak tingkat mutu buah (Gapki, 2013).
Buah sawit umumnya memiliki panjang 2 hingga 5 cm dan berat 3
hingga
berwama kuning rnerah pada saat tua dan rnatang. Daging buah berwama putih
kuning ketika masih muda dan berwamajingga setelahmatang. Penampang
melintang dan membujur buah (Kiswanto, et al 2008).
Syarat Tumbuh
Iklim
Curah
1.500-4.000
hujan
yang
mm/tahun.
diperlukan
Curah
hujan
tanaman
optimum
kelapa
sawit rata-rata
2.000-3.000
mm/tahun.
Sedangkan kelembaban udara yang diperlukan tanaman kelapa sawit 80% dan
kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan
(Syahfitri, 2007).
Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit antara 5-7
jam/hari. Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan 1.500-4.000 mm,
temperatur optimal 24-280 C. Ketinggian tempat yang ideal untuk sawit antara 1500 m dpl (di atas permukaan laut). Kelembaban yang ideal untuk tanaman
sawit sekitar 80-90% dan kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu proses
penyerbukan (Kiswanto, et al 2008).
Temperatur yang optimal 24 28oC, terendah 18oC dan tertinggi 32oC.
Kelembaban 80% dan penyinaran matahari 5 7 jam/hari. Kecepatan angin
5
km/jam
sangat
baik
untuk
membantu
proses
penyerbukan
5,5. Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase
(beririgasi) baik dan memiliki lapisan solum cukup dalam (80 cm) tanpa lapisan
padas. Kemiringan lahan pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 15
(Steenis, 2002).
Tanah yang baik mengandung banyak lempung, beraerasi baik dan subur.
Berdrainasebaik, permukaan air tanah cukup dalam, solum cukup dalam (80 cm),
pH tanah 46, dan tanahtidak berbatu. Tanah Latosol, Ultisol dan Aluvial, tanah
gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai dapat dijadikan perkebunan kelap
a sawit (Pusri, 2008).
Keadaan topografi pada areal perkebunan kelapa sawit berhubungan
dengan kemudahan perawatan panen. Topografi yang dianggap cukup baik untuk
tanaman
kelapa
sawit
adalah
areal
dengan
kemiringan
0-15
Curvularia
yang
dalam
bentuk
teleomorfnya
adalah
Cochliobolus sp. merupakan patogen bagi berbagai tanaman di daerah tropik dan
subtropik. Curvularia yang terdiri atas sembilan spesies mampu menginfeksi
berbagai tanaman (Watanabe 2002). Curvularia mempunyai kisaran inang yang
sangat luas dan dapat ditemukan di berbagai belahan dunia. Cendawan ini juga
berperan sebagai penyebab penyakit pada manusia, yakni penyakit keratitis
(endophthalmitis) pada mata setelah terjadi trauma pada mata (Alex et al. 2013).
Curvularia merupakan salah satu cendawan yang menyerang suku Araceae.
Curvularia biasa ditemukan pada bibit kelapa. Curvularia yang menyerang
asparagus adalah Curvularia lunata (85%), C. pallescens (32%), C. eragrostidis
(18%), dan C. barchyspora (11.5%) (Salleh et al. 1996). Salah satu patogen
terbawa benih kakao hibrida ialah C. geniculata serta C. lunata dapat
menyebabkan penyakit bercak daun pada berbagai kultivar bibit pisang dengan
intensitas penyakit sampai 132%. Di Timur Tengah, Curvularia juga menyerang
buah kurma (Purba, 2009).
Pada tanaman kelapa dan kelapa sawit, cendawan ini merupakan penyebab
penyakit utama yang menyerang pada stadium pembibitan yang sering disebut
dengan penyakit bercak daun. Penyakit bercak daun yang disebabkan oleh
Curvularia sp. di pembibitan kelapa sawit dapat mencapai 38. Penyakit dapat
menyebabkan kematian bibit kelapa sawit apabila penyakit ini tidak dikendalikan.
Curvularia juga ditemukan sebagai penyebab penyakit bercak daun kelapa sawit
di Venezuela, di Thailand, dan di Kamerun (Yulianty, 2005).
coklat tua dengan Lingkaran (halo) kuning atau coklat yang tegas, pada kondisi
lanjut keseluruhan daun menguning (Solehuddin, 2012).
Gejala awal dari penyakit ini adalah terdapat bercak-hercak nekrotia (busuk
yang semakin lebar) pada tepi dan ujungnya, pada keadaan cuaca dimana suhu
tidak terlalu rendah dan kelembaban cukup tinggi bercak-bercak tadi akan
menyebar dengan cepar ke seluruh bagian daun, sehingga tanaman yang
terserang akan segera mati. Apabila cuaca seperti ini berlangsung cukup lama
maka seluruh bagian tanaman akan segera mati, apabila keadaannya cukup
kering bercak pada tanaman tersebut akan segera mengering dan tidak meluas.
Pada umumnnya gejala penyakit ini akan terlihat pada tanaman ketika tanaman
berumur lebih dari satu bulan meskipun terkadang gejala terlihat ketika umur
tanaman 21 hari (Alex et al, 2013).
Bercak membesar, bentuknya tetap bulat, wamanya sedikit demi sedikit
berubah menjadi coklat muda, warna bercak menjadi coklat tua dan pada
umumnya dikelilingi oleh halo yang berwarna jingga kekuningan. Pada infeksi
yang berat daun yang paling tua akan mengering, mengeriting, dan menjadi rapuh,
namun pada daun yang mengering bercak daun Curvularia tetap terlihat
jelas sebagai bercak berwarna tua diatas jaringan yang berwarna coklat tua.
Penyakit ini dapat menghambat pertumbuhan bibit, meskipun tidak menimbulkan
kematian bibit (Almaguer, 2013).
Pengendalian Penyakit Bercak Daun ( Curvularia lunata )
Pengendalian penyakit bercak daun sangat berkaitan dengan kesehatan bibit
kelapa sawit. Bibit kelapa sawit yang dalam kondisi lemah akibat kurang pemupukan
dan penyiraman akan menjadi faktor predisposisi penyakit bercak daun. Kelembapan
10
yang tinggi pada bibit kelapa sawit akibat terlambatnya pindah tanam dari pembibitan
prenursery ke main nursery juga akan memperparah penyakit ini (Brecht, 2005).
Praktik pengendalian penyakit bercak daun yang paling sering dilakukan ialah
sanitasi daun terinfeksi dan aplikasi fungisida dengan bahan aktif mancozeb dengan
interval 710 hari. Aplikasi fungisida dengan bahan aktif mancozeb dalam waktu
yang sangat lama akan menyebabkan resistensi Curvularia terhadap fungisida ini.
(Ahmad, 2006)
11
sebanyak
200
ml
per
tanaman
interval
10
14
hari.
Curvularia, dengan spot atau luka coklat dengan batas kuning atau orange.
Gunakan pestisida Captan 50WP 0.4%; Dithane M45 0.2% dan Actidione 4.2 EC
0.025%, rotasi penyemprotan 7 10 hari, jika serangan parah, lakukan segera
pengafkiran dan bakar agar tidak menular (Solehuddin, 2012).
Jamur rhizosfer membantu pertumbuhan tanaman melalui berbagai
mekanisme seperti peningkatan penyerapan nutrisi, sebagai control biologi
terhadap serangan patogen, dan juga menghasilkan hormon pertumbuhan bagi
tanaman (Almaguer, 2013).
12
KESIMPULAN
1. Salah satu penyebab penyakit bercak daun pada pembibitan kelapa sawit
adalah jamur Curvularia lunata.
2. Jamur ini biasa menyerang menyerang daun pupus yang belum membuka
atau daun termuda yang sudah membuka.
3. Penyakit bercak daun di pembibitan utama, penularannya melalui spora
Jamur yang terbentuk dipermukaan daun sakit.
4. Gejalanya yaitu adanya bercak-bercak kecil dan coklat tua dengan
Lingkaran (halo) kuning atau coklat yang tegas, pada kondisi lanjut
keseluruhan daun menguning.
5. Curvularia, dengan spot atau luka coklat dengan batas kuning atau orange.
Gunakan pestisida Captan 50WP 0.4%; Dithane M45 0.2% dan Actidione
4.2 EC 0.025%.
13
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad I, Iram S, Cullum J. 2006. Genetic variability and aggresiveness curvularia
lunata associated rice-wheat cropping areas of Pakistan. Pakistan J Bot.
28(2): 475-485
Alex D, Li D, Calderone R, Peters SM. 2013. Identification of curvularia lunata by
polimerase chain reaction in case of fungal endophthalmitis. Med Mycol
Case Report. 2:137-140. DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.mmcr.2013.07.001
Almaguer M, Rojas TI, Dobal V, Batista A, Aira MJ. 2013. Effect of temperature ang
drowth of conidia in curvularia and bipolaris species isolated from the air.
Aerobiologia. 29(1): 13-20.
Brecht MO. 2005. Ecology ang pathogenicity of bipolaris spp. And curvularia spp.
Associated with decline of ultradwarf bermudagrass golf putting greens in
florida, USA (disertasi). Florida (US): University of Florida.
Gapki. 2013. Indonesia dan Perkebunan Kelapa Sawit Dalam Isu Lingkungan
Kiswanto, Jamhari, H. P., Bambang W., 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor
Lingga P. dan Marsono. 2008. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Oben TT, Etta CA, Oguntade O, Wanobi OO, Mekanya CO. 2011. Bacterial and
fungal pathogens associated with diseased oil palm (Elaeis guineensis)
plants in Pamol Plantations, Cameroon, Central Africa. Phytopathology.
101:S131.
Purba RY, Puspa W, Hutauruk C. 2009. Pedoman teknis hama dan penyakit di
pembibitan kelapa sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. No 1-1.3, Pub
Jan.
Pusri. 2008. Budidaya Kelapa Sawit.Kantor Deputi Menegristek Bidang
Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
MiG corp. Teknologi 3.(Daiakses pada http://migroplus.com pada tgl 6
Oktober 2016).
Ramadhani, R. K. 2013.Blotong (Filter Cake) Sebagai Aktifator
Solehudin D, Suswanto I, Supriyanto. 2012. Status penyakit bercak coklat pada
pembibitan kelapa sawit di kabupaten Sanggau. J Perkebunan Lahan
Tropika. 2(1):16.
Steenis, C . 2002. Flora . Paradnya Paramita , Jakarata.
14
Sunarko, 2007. Petunjuk Praktis Budi Daya dan Pengolahan Kelapa Sawit.
Agromedia Pustaka, Jakarta
Syahfitri,E.D. 2007 Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di
Pembibitan Utama Akibat Perbedaan Konsentrasi Dan Frekuensi
Pemberian Pupuk Pelengkap Cair. Universitas Bengkulu.Bengkulu
Utomo C. 2008. Penyakit daun pada bibitan kelapa sawit di Sumatera Utara. Bul
Perkebunan. 18(2):8388
Watanabe T. 2002. Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi. Ed ke-2. Londong
(BR): CRC Pr.
Yuliani,F, dan Nugraheni,F. 2009.Pembuatan Pupuk Organik (Kompos) Dari
Arang Ampas Tebu Dan Limbah Ternak
Yulianty. 2005. Keanekaragaman jenis-jenis jamur pada daun suku Araceae yang
terdapat di beberapa daerah di Indonesia. J Sains Tek. 11(2) : 89-92