Anda di halaman 1dari 21

ASKEP MASA INTRANATAL DENGAN

KOMPLIKASI KETUBAN PECAH DINI

OLEH :
KELOMPOK II

AISYAH (P1207002)

KRISPINUS DARU (P1207021)

FATRI DARMANSYAH (P1207008)

MARIA CAROLINDA(P1207023)

IRFITRIANI (P1207015)

MARIA IMMACULATA (P1207022)

IRMAWATI .M (P1207017)

NUZULYA RAHMADHANI .(P1207025)

IYAN TOMIA (P1207018)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GRAHA EDUKASI MAKASSAR
2015

KATA PENGANTAR

Kami ucapkan Puji Syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
Rahmat dan Karunia_Nya sehingga ASKEP ini dapat terwujud. Paparan materi yang

kami sajikan dalam ASKEP ini mengacu pada Masa Intranatal dengan komplikasi
Ketuban pecah dini . ASKEP ini kami buat dengan sebaik-baiknya agar dapat
dimengerti oleh seluruh pembacanya. Namun, kami sadar bahwa ASKEP ini masih
banyak kekurangannya, sehingga saran pembaca sangat kami harapkan untuk
pembuatan Makalah selanjutnya.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu
sehingga ASKEP ini dapat terselesaikan pada waktu yang telah ditentukan.Harapan
kami kiranya ASKEP ini dapat bermanfaat serta dapat meningkatkan mutu dan daya
saing pendidikan kesehatan.

Makassar, 11 Maret 2015

Kelompok II

Page 2

DAFTAR ISI
Kata pengantar .......................................................................................................... 2
Daftar isi .................................................................................................................... 3
Bab I. Pendahuluan ................................................................................................... 4
Latar belakang ........................................................................................................... 4
Bab II. Tinjauan Pustaka ............................................................................................ 5
Definisi ....................................................................................................................... 5
Etiologi ....................................................................................................................... 5
Patofisiologi ............................................................................................................... 8
Manifestasi Klinik ....................................................................................................... 9
Pemeriksaan Penunjang ........................................................................................... 9
Penatalaksanaan ..................................................................................................... 10
Komplikasi ............................................................................................................... 11
Pencegahan .............................................................................................................12
Penanganan ............................................................................................................ 12
Penyimpangan KDM ................................................................................................ 13
ASUHAN KEPERAWATAN KPD ............................................................................. 14
Pengkajian ............................................................................................................... 14
Diagnosa .................................................................................................................. 15
Perencanaan ........................................................................................................... 15
Implementasi ........................................................................................................... 19
Evaluasi ................................................................................................................... 19
Bab III. Penutup ....................................................................................................... 20
Kesimpulan .............................................................................................................. 20
Saran ....................................................................................................................... 20
Daftar pustaka ......................................................................................................... 21

Page 2

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Persalinan merupakan proses alamiah/ fisiologi yang akan dialami oleh setiap
wanita/ibu. Persalinan dapat dibagi dalam 3 tingkat yaitu: kala I dimulai dari
kontraksi uterus yang teratur dan berakhir pada pembukaan lengkap serviks, kala
II dimulai dari pembukaan lengkap serviks sampai dengan bayi lahir, dan kala III
dari bayi lahir sampai keluarnya plasenta. Rata-rata lama kala III berkisar 15-30
menit, baik pada primipara maupun multipara.
Persalinan memang hal yang fisiologis tetapi keadaan ini dapat berubah
menjadi patologi apabila terjadi kelalaian dan kurang hati-hati. Jika hal yang
patologik tersebut tidak segera ditangani maka dapat mengakibatkan berbagai
macam komplikasi yang dapat membahayakan nyawa ibu. Untuk mencegah hal
itu sebaiknya selama masa kehamilan ibu selalu memeriksakan diri kepetugas
kesehatan dan jika sudah waktunya melahirkan ibu harus ditolong oleh petugas
kesehatan pula (Dr/bidan).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Ketuban pecah dini
merupakan suatu masalah yang harus mendapatkan penanganan yang sesuai
dengan prosedur agar tidak terjadi komplikasi yang tidak diinginkan. Penanganan
segera pada ketuban pecah dini yaitu dengan pemberian antibiotik dan segera
lakukan induksi persalinan jika umur kehamilan sudah aterm tapi jika belum aterm
(prematur) pertahankan.

Page 2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ketuban pecah dini
Definisi
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37
minggu maka disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur
(Prawirohardjo, 2008).
Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah sebelum terdapat atau
dimulainya tanda inpartu dan setelah ditunggu satu jam belum ada tanda
inpartu (Manuaba, 2010).
Ketuban Pecah dini adalah ketuban yang pecah sebelum awitan persalinan
(Morgan, 2009).
Dari dua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ketuban pecah dini
adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan. Waktu sejak
ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim disebut kejadian ketuban
pecah dini (periode laten). Sebagian dari ketuban pecah dini mempunyai
periode laten melebihi satu minggu.

Etiologi
Penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti.
Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan
KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui (Nugroho,
2011).
Faktor-faktor predisposisi itu antara lain adalah:
Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis).
Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimana korion,
amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis
merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat
berlanjut menjadi sepsis (Prawirohardjo, 2008).
Membrana khorioamnionitik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila
jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis
dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim
kolagenolitik. Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering
menyebabkan amnionitis. Selain itu Bacteroides fragilis, Lactobacilli dan
Staphylococcus epidermidis adalah bakteri-bakteri yang sering ditemukan
pada cairan ketuban pada kehamilan preterm. Bakteri-bakteri tersebut
dapat melepaskan mediator inflamasi yang menyebabkan kontraksi uterus.
Hal ini menyebabkan adanya perubahan dan pembukaan serviks, dan
pecahnya selaput ketuban (Varney, 2007).
Jika terdiagnosis korioamnionitis, perlu segera dimulai upaya untuk
melahirkan janin sebaiknya pervaginam. Sayangnya, satu-satunya indikator

Page 2

yang andal untuk menegakkan diagnosis ini hanyalah demam; suhu tubuh
38C atau lebih, air ketuban yang keruh dan berbau yang menyertai pecah
ketuban yang menandakan infeksi (Anonim, 2007).
Riwayat ketuban pecah dini
Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami
ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini
secara singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam
membrane sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban
pecah dini preterm terutama pada pasien risiko tinggi (Nugroho, 2010).
Wanita yang mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan atau
menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya wanita yang telah
mengalami ketuban pecah dini akan lebih beresiko mengalaminya kembali
antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak mengalami ketuban pecah dini
sebelumnya, karena komposisi membran yang menjadi mudah rapuh dan
kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya
(Anonim, 2007).
Tekanan intra uterin
Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus) misalnya hidramnion dan gemeli. Pada kelahiran kembar sebelum
37 minggu sering terjadi pelahiran preterm, sedangkan bila lebih dari 37
minggu lebih sering mengalami ketuban pecah dini (Nugroho, 2010).
Perubahan pada volume cairan amnion diketahui berhubungan erat
dengan hasil akhir kehamilan yang kurang bagus. Baik karakteristik janin
maupun ibu dikaitkan dengan perubahan pada volume cairan amnion.
Polihidramnion dapat terjadi akibat kelainan kongenital, diabetes mellitus,
janin besar (makrosomia), kehamilan kembar, kelainan pada plasenta dan
tali pusat dan penggunaan obat-obatan (misalnya propiltiourasil). Kelainan
kongenital yang sering menimbulkan polihidramnion adalah defek tabung
neural, obstruksi traktus gastrointestinal bagian atas, dan kelainan
kromosom (trisomi 21, 18, 8, 13) komplikasi yang sering terjadi pada
polihidramnion adalah malpresentasi janin, ketuban pecah dini, prolaps tali
pusat, persalinan pretem dan gangguan pernafasan pada ibu
(Prawirohardjo, 2008).
Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia)
Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia),
didasarkan pada adanya ketidakmampuan serviks uteri untuk
mempertahankan kehamilan. Inkompetensi serviks sering menyebabkan
kehilangan kehamilan pada trimester kedua. Kelainan ini dapat
berhubungan dengan kelainan uterus yang lain seperti septum uterus dan
bikornis. Sebagian besar kasus merupakan akibat dari trauma bedah pada
serviks pada konisasi, produksi eksisi loop elektrosurgical, dilatasi
berlebihan serviks pada terminasi kehamilan atau laserasi obstetrik
(Prawirohardjo, 2008).

Page 2

Diagnosa inkompetensi serviks ditegakkan ketika serviks menipis dan


membuka tanpa disertai nyeri pada trimester kedua atau awal trimester
ketiga kehamilan. Umumnya, wanita datang kepelayanan kesehatan
dengan keluhan perdarahan pervaginam, tekanan pada panggul, atau
ketuban pecah dan ketika diperiksa serviksnya sudah mengalami
pembukaan. Bagi wanita dengan inkompetensi serviks, rangkaian peristiwa
ini akan berulang pada kehamilan berikutnya, berapa pun jarak
kehamilannya. Secara tradisi, diagnosis inkompetensia serviks ditegakkan
berdasarkan peristiwa yang sebelumnya terjadi, yakni minimal dua kali
keguguran pada pertengahan trimester tanpa disertai awitan persalinan
dan pelahiran ( Morgan, 2009).
Faktor resiko inkompetensi serviks meliputi riwayat keguguran pada
usia kehamilan 14 minggu atau lebih, adanya riwayat laserasi serviks
menyusul pelahiran pervaginam atau melalui operasi sesar, adanya
pembukaan serviks berlebihan disertai kala dua yang memanjang pada
kehamilan sebelumnya, ibu berulang kali mengalami abortus elektif pada
trimester pertama atau kedua, atau sebelumnya ibu mengalami eksisi
sejumlah besar jaringan serviks (Morgan, 2009).
Paritas
Paritas adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang
dapat hidup (Saifuddin, 2006).Paritas terbagi menjadi primipara dan
multipara. Primiparitas adalah seorang wanita yang telah melahirkan bayi
hidup atau mati untuk pertama kali. Multiparitas adalah wanita yang telah
melahirkan bayi hidup atau mati beberapa kali (sampai 5 kali atau lebih)
(Varney, 2007).
Kehamilan dengan janin kembar
Pada kehamilan kembar, evaluasi plasenta bukan hanya mencakup
posisinya tetapi juga korionisitas kedua janin. Pada banyak kasus adalah
mungkin saja menentukan apakah janin merupakan kembar monozigot
atau dizigot. Selain itu, dapat juga ditentukan apakah janin terdiri dari satu
atau dua amnion. Upaya membedakan ini diperlukan untuk memperbaiki
resiko kehamilan. Pengawasan pada wanita hamil kembar perlu
ditingkatkan untuk mengevaluasi resiko persalinan preterm. Gejala
persalinan preterm harus ditinjau kembali dengan cermat setiap kali
melakukan kunjungan (Nugroho, 2010).
Wanita dengan kehamilan kembar beresiko tinggi mengalami ketuban
pecah dini juga preeklamsi. Hal ini biasanya disebabkan oleh peningkatan
massa plasenta dan produksi hormon. Oleh karena itu, akan sangat
membantu jika ibu dan keluarga dilibatkan dalam mengamati gejala yang
berhubungan dengan preeklamsi dan tanda-tanda ketuban pecah (Varney,
2007).
Usia ibu yang 20 tahun
Usia ibu yang 20 tahun, termasuk usia yang terlalu muda dengan
keadaan uterus yang kurang matur untuk melahirkan sehingga rentan

Page 2

mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan ibu dengan usia 35 tahun


tergolong usia yang terlalu tua untuk melahirkan khususnya pada ibu primi
(tua) dan beresiko tinggi mengalami ketuban pecah dini (Nugroho, 2010).
Usia dan fisik wanita sangat berpengaruh terhadap proses kehamilan
pertama, pada kesehatan janin dan proses persalinan. World Health
Organisation (WHO) memberikan rekomendasi sebagaimana disampaikan
Seno (2008) seorang ahli kebidanan dan kandungan dari RSUPN Cipto
Mangunkusumo, Sampai sekarang, rekomendasi WHO untuk usia yang
dianggap paling aman menjalani kehamilan dan persalinan adalah 20
hingga 30 tahun. Kehamilan di usia kurang dari 20 tahun dapat
menimbulkan masalah karena kondisi fisik belum 100% siap (Agil, 2007).
Beberapa resiko yang bisa terjadi pada kehamilan di usia kurang dari
20 tahun adalah kecenderungan naiknya tekanan darah dan pertumbuhan
janin terhambat. Bisa jadi secara mental pun wanita belum siap. Ini
menyebabkan kesadaran untuk memeriksakan diri dan kandungannya
menjadi rendah. Di luar urusan kehamilan dan persalinan, risiko kanker
leher rahim pun meningkat akibat hubungan seks dan melahirkan sebelum
usia 20 tahun ini. Berbeda dengan wanita usia 20-30 tahun yang dianggap
ideal untuk menjalani kehamilan dan persalinan. Di rentang usia ini kondisi
fisik wanita dalam keadaan prima. Rahim sudah mampu memberi
perlindungan atau kondisi yang maksimal untuk kehamilan. Umumnya
secara mental pun siap, yang berdampak pada perilaku merawat dan
menjaga kehamilannya secara hati-hati (Agil, 2007).
Pendapat Seno (2008), usia 30-35 tahun sebenarnya merupakan masa
transisi Kehamilan pada usia ini masih bisa diterima asal kondisi tubuh
dan kesehatan wanita yang bersangkutan termasuk gizinya, dalam
keadaan baik. Mau tidak mau, suka atau tidak suka, proses kehamilan dan
persalinan berkaitan dengan kondisi dan fungsi organ-organ wanita.
Artinya, sejalan dengan bertambahnya usia, tidak sedikit fungsi organ yang
menurun.
Semakin bertambah usia, semakin sulit hamil karena sel telur yang
siap dibuahi semakin sedikit. Selain itu, kualitas sel telur juga semakin
menurun. Itu sebabnya, pada kehamilan pertama di usia lanjut, resiko
perkembangan janin tidak normal dan timbulnya penyakit kelainan bawaan
juga tinggi, begitu juga kondisi-kondisi lain yang mungkin mengganggu
proses kehamilan dan persalinan seperti kelahiran preterm ataupun
ketuban pecah dini (Agil, 2007).

Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena
pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput
ketuban inferior rapuh, bukan karena selaput ketuban rapuh. Selaput ketuban
sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester tiga selaput ketuban

Page 2

mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ada hubungannya dengan


pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pecahnya ketuban
pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini pada
kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya
infeksi yang menjalar dari vagina (Prawirohardjo, 2008).
Mekanisme ketuban pecah dini ini terjadi pembukaan prematur serviks
dan membran terkait dengan pembukaan terjadi devolarisasi dan nekrosis
serta dapat diikuti pecah spontan. Jaringan ikat yang menyangga membran
ketuban makin berkurang. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat
dengan infeksi yang mengeluarkan enzim proteolitik, enzim kolagenase.
Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut
fase laten, makin panjang fase laten, semakin tinggi kemungkinan infeksi.
Semakin muda kehamilan, makin sulit pula pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin. Oleh karena itu komplikasi ketuban pecah dini
semakin meningkat (Varney, 2007).

Manifestasi Klinik

Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina

Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin
cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan
bergaris warna darah.

Jika duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah
biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara.

Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin
bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratrium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, baud
an pH. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga
atau secret vagina. Secret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin
tidak berubah warna, tetap kuning:
a. Tes lakmus ( tes nitrazin ), jika kertas lakmus merah berubah
menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban ( alkalis). pH air
ketuban 7-7,5, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes
positif yang palsu.
b. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada
gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan gambaran daun pakis.

Page 2

2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) pemeriksaan ini di maksudkan untuk


melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD .
terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan
pada penderita oliohidromnion. Walaupun pendekatan diagnosis KPD
cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah
bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah dini perlu
mempertimbangkan morbiditas dan mortalitas immaturitas neonatal yang
berhubungan dengan persalinan dan resiko infeksi terhadap ibu dan
janin.Penatalaksanaannya meliputi:
1. Medikasi
Kortikosteroid.
Pemberian kortikosteroid dapat menekan morbiditas dan mortalitas
perinatal pasca ketuban pecah dini preterm. Kortikosteroid juga
menekan risiko terjadinya sindrom distress pernafasan ( 20 35,4% ),
hemoragi intraventrikular ( 7,5 15,9% ), enterokolitis nekrotikans ( 0,8
4,6% ). Rekomendasi sebagian besar menggunakan betamethason
( celestone ) intramuscular 12 mg setiap 24 jam selama 2 hari. National
Institute of Health merekomendasikan pemberian kortikosteroid sebelum
masa gestasi 30 23 minggu, dengan asumsi viabilitas fetus dan tidak
ada infeksi intra amniotik. Pemberian kortikosteroid setelah masa gestasi
34 minggu masih controversial dan tidak direkomendasikan kecuali ada
bukti immaturitas paru melalui pemeriksaan amniosentesis.
Antibiotik
Pemberian antibiotic pada pasien ketuban pecah dini dapat menekan
infeksi neonatal dan memperpanjang periode latensi. Sejumlah antibiotik
yang digunakan meliputi ampisilin 2 gram dengan kombinasi eritromisin
250 mg setiap 6 jam selama 48 jam, diikuti pemberian amoksisilin 250 mg
dan eritromisin 333 mg setiap 8 jam untuk lima hari. Pasien yang
mendapat kombinasi ini dimungkinkan dapat mempertahankna
kandungan selama 3 minggu setelah penghentian pemberian antibiotik
setelah 7 hari.
Agen Tokolitik
Pemberian agent tokolitik diharapkan dapat memperpanjang periode
latensi namun tidak memperbaiki luaran neonatal. TIdak banyak data
yang tersedia mengenai pemakaian agen tokolitik untuk ketuban pecah
dini. Pemberian agen tokolitik jangka panjang tidak diperkenankan dan
hingga kini masih menunggu hasil penelitian lebih jauh.
2. Penatalaksanaan berdasarkan masa gestasi
Masa gestasi dibawah 24 minggu
Sebagian besar pasien akan mengalami persalinan dalam 1 minggu bila
terjadi ketuban pecah dini dengan periode latensi sekitar 6 hari , dan

Page 2

sebagian besar yang lahir biasanya mengalami banyak masalah seperti


penyakit paru kronik, gangguan neurology dan perkembangan,
hidrosefalus dan cerebral palsy. Sekitar 50% janin dengan ketuban pecah
dini pada minggu ke 19 akan mengalami sindrom Potter, 25% pada
mereka yang lahir di minggu ke 22 dan 10% pada mereka yang lahir
setelah maa gestasi 26 mingu. Pasien harus mendapat konseling
mengenai manfaat dan risiko penatalaksanaan akan kemungkinan bayi
tidak dapat bertahan secara normal.
Masa gestasi 24 31 minggu
Persalinan sebelum masa gestasi 32 memicu morbiditas dan mortalitas
neonatal berat. Bila tidak dijumpai infeksi intraamniotik maka kehamilan
diupayakan dipertahankan hingga 34 minggu. Bila ada infeksi
intraamniotik maka pasien akan melahirkan dalam waktu 1 minggu. Klinisi
harus memberikan kortikosteroid dan antibiotik serta melakukan penilaian
menyeluruh mengenai keadaan janin melalui monitoring fetal dan
ultrasonografi. Pemberian kortikosteroid pada masa gestasi 24 -28
minggu tidak banyak bermanfaat.
Masa gestasi 32 33 minggu
Biasanya Mengalami masalah dengan maturitas paru-paru, induksi
persalinan dan penanganan bayi premature harus segera direncanakan.
Upaya mempertahankan kehamilan lebih lama setelah maturitas paru
akan meningkatkan risiko amnionitis maternal, kompresi umbilical cord,
rawat inap yang makin lama dan infeksi neonatal.
Masa gestasi 34 36 minggu
Biasanya klinisi menghindari upaya memperlama kehamilan. Sebuah
studi menunjukan bahwa penatalaksanaan konservatif antara masa
gestasi 34 hingga 36 minggu akan meningkatkan risiko korioamnititis.
Walaupun kortikosteroid tidak diindikasikan untuk kehamilan lewat 34
minggu, pemberian antibiotik tetap dilakukan sebagai profilaksis infeksi
streptococcus group B dan fasilitasi penanganan neonatus perematur
harus disiapkan segera. Ketuban pecah dini preterm atau perterm PROM
bukan merupakan kontraindikasi persalinan pervaginam.

Komplikasi
Komplikasi ketuban pecah dini yang biasa timbul diantaranya yaitu : Infeksi
intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin, persalinan
preterm (jika terjadi pada usia kehamilan preterm), prolaps tali pusat, bisa
sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada
presentasi bokong dan letak lintang), oligohidramnion, bahkan sering partus
kering (dry labor) karena air ketuban habis, perdarahan post partum, dan
atonia uteri
.

Pencegahan

Page 2

Beberapa pencegahan dapat dilakukan manun belum ada yang terbukti


cukup efektif. Mengurangi aktiitas atau istirahat pada ahir triwulan kedua
atau awal triwulan ketiga dianjurkan. Ada 3 macam bentuk solusi
berdasarkan jumlah plasenta yang terlepas. Bila plasenta terlepas
seluruhnya disebut solusi plasenta totalis. Bila sebagian kecil pinggir
plasenta disebut rupture sinus marginalis.
Perdarahan yang terjadi pada sulosi tidak selalu terlihat dari luar. Pada
kasus yang jarang, darah dapat tidak mengalir, tetapi tertahan diantara
plasenta yang lepas dan uterus sehingga terjadi perdarahan sembunyi.
Bahkan, perdarahan dapat menembus selaput ketuban lalu masuk ke
dalam kantong ketuban .

Penanganan
a. Konservatif
1. Rawat di rumah sakit
2. Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, berbau,leukosit >15.000),berikan
antibiotika (ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam, ditambah Gentamisin 5
mg/kgBB I.V.setiap 24 jam)
3. Jika tidak ada infeksi dan umur kehamilan < 37minggu :
a) Berikan antibiotik untuk mengurangi morbiditas ibu (ampisilin 4 x
500 mg selama 7 hari ditambah eritromisin 250 mg peroral 3 kali
perhari selama 7 hari)
b) Berikan betametason 6 mg I.M setiap 12 jam sebanyak 2 kali atau
deksametason 6 mg I.M setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
b. Aktif
1. Jika pada umur kehamilan >37 minggu ketuban telah pecah > 18 jam,
berikan antibiotik untuk mengurangi resiko infeksi (ampisilin 2 g I.V.
setiap 6 jam)
2. Nilai serviks
a) Jika serviks sudah matang,lakukan induksi persalinan dengan
oksitosin
b) Jika belum matang,matangkan serviks dengan prostaglandin atau
misoprostol 50mg intravaginal setiap 6 jam maksimal 4 kali dan
infus oksitosin atau lahirkan dengan seksio sesarea.

Page 2

Penyimpangan KDM
Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis).
Riwayat ketuban pecah dini
Tekanan intra uterin
Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia)
Paritas
Kehamilan dengan janin kembar
Usia ibu yang 20 tahun
Peningkatan aktivitas IL-1 dan prostagalandin
Kolagenase jaringan
Depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion
Selaput tipis, lemah dan mudah pecah
KPD
Air ketuban terlalu
Banyak keluar

pasien tdk mengetahui


penyebab & akibat KPD

Distosia (partus
Kering)

Defisiensi pengetahuan

Laserasi pd jln lahir

mengiritasi nervus
Pudendalis pd perineum

kecemasan ibu trhdp


keselamatan janinx

tidak adanya pelindung


dunia luar dgn daerah
Rahim
mudahx mikroorganisme
Masuk
Resiko Infeksi

merangsang stimulus nyeri (histamin, bradikinin)


Nyeri Akut

kontraksi rahim

Ansietas
Otot menegan pada rahim
Nyeri pda daerah pinggang
Peningkatan perangsangan pada RAS
Lebih lama terjaga
Tidak terpenuhinya kualitas tidur
insomnia

Page 2

ASUHAN KEPERAWATAN KETUBAN PECAH DINI


A. Pengkajian
Lakukan pengkajian pada identitas klien dan isi identitasnya yang meliputi:
nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, dan tanggal
pengkajian
Keluhan utama
Keluar cairan putih , keruh,kuning/ kecoklatan sedikit/ banyak , pada
pemeriksaan dlm selaput ketuban tidak ada , air ketuban sudah kering,
inspeksikula tampak air mengalir/ selaput tidak ada
Riwayat Haid
Umur menarche pertama kali, lama haidnya, jumlah darah yg keluar,
konsistensinya, siklus haid, hari pertama dan terakhir, dan perkiraan
tanggal partus
Riwayat obstetri
Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil LAB : USG, urine, darah dan
keluhan selama kehamilan
Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita di masa lalu, bagaimana cara pengobatan
yg di jalanminya, dimana mendapat pertolongan, apakah penyakit trsbt
diderita sampai saat ini atau kambuh berulang-ulang
Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan secara
genetic seperti panggul sempi, apakah keluarga ada yg menderita penyakit
menular, kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yg pernah di derita
oleh keluarga
Data dasar pengkajian pasien Pengkajian 11 Pola Gordon:
a) Pola persepsi kesehatan
Tidak ada gangguan pola persepsi
b) Pola nutrisi metabolik
Tidak ada gangguan pola nutrisi
c) Pola eliminasi
Tidak ada gangguan eliminasi
d) Pola aktivitas latihan
Klien KPD dianjurkan untuk bedresh total
e) Pola tidur dan istirahat
Nyeri pada daerah pinggang sehingga pola tidur klien terganggu dan sulit
untuk tidur
f) Pola persepsi kognitif
Ada laserasi pada jalan lahir, nyeri, wajah tampak meringis
Pengkajian Nyeri :
P (Provocating/pencetus) : Nyeri akibat laserasi pada jalan lahir

Page 2

g)
h)
i)
j)
k)

Q (Quality/karakteristik) : Nyeri yang tertusuk


R (Region/area) : pada area visceral
S (Severity/keparahan) : Nyeri ringan hingga sedang
T (Time/waktu/durasi) : Nyeri hilang timbul
Pola pesepsi dan konsep diri
Tidak ada gangguan pada persepsi dan konsep diri
Pola hubungan dengan sesama
Tidak ada gangguan hubungan dengan sesama
Pola reproduksi seksualitas
Tidak ada gangguan hubungan dengan sesama
Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Merasa cemas terhadap penyakit yang dialaminya
Pola sistem kepercayaan
Tidak ada gangguan pada sistem kepercayaan

B. Diagnosa
1) Resiko Infeksi (00004) b/d faktor resiko : pecah ketuban serta pertahanan
primer tidak adekuat
2) Nyeri akut (00132) b/d agens cedera d/d perilaku gelisah, meringis, dan
gangguan pola tidur
3) Insomnia (00198) b/d nyeri pada deerah pinggang d/d sulit tertidur
4) Ansietas (00146) b/d proses penyakit d/d gelisah, insomnia
5) Defisiensi pengetahuan (00126) b/d kurangnya informasi
C. Perencanaan
NO
1.

DIAGNOSA
Resiko Infeksi
(00004)
Definisi :
Beresiko terhadap
invasi organisme
patogen
Faktor Resiko :
Pecah ketuban serta
pertahanan primer
tidak adekuat

TUJUAN & KH
INTERVENSI
RASIONAL
Setelah dilakukan 1) Tinjau ulang
1) Untuk
tindakan asuhan
kondisi / faktor
mengetahui
keperawatan
risiko yang ada
penyebab infeksi
selama 3 x 24 jam,
sebelumnya.
diharapkan resiko
Catat waktu
infeksi tidak terjadi
pecah ketuban
2)
Pantau tanda
dengan kriteria
2) Untuk
dan
ejala
infeksi
hasil :
mengetahui
Klien terbebas dari
(peningkatan
adanya infeksi
tanda dan gejala
suhu, sumlah
infeksi
sel darah putih
atau bau serta
warna rabas
vagina)
3) Batasi jumlah
3) Untuk mencegah
pengunjung, bila
terjadinya
diperlukan
kontaminasi

Page 2

2.

Nyeri akut (00126)


Definisi :
Pengalaman sensori
dan emosional yang
tidak menyenangkan
yang muncul akibat
kerusakan jaringan
yang aktual atau
potensial atau
digambarkan dalam
hal sedemikian rupa;
awitan tiba-tiba atau
lambat dari
intensitas ringan
hingga berat dengan
akhir yg dapat
diantisipasi atau
diprediksi dan
berlangsung <6
bulan
Faktor yang
berhubungan :
Agens cedera
Batasan karakteristik
:
perilaku gelisah,
meringis,
gangguan pola
tidur
P(Provocating/
pencetus) : Nyeri

4) Berikan
silang
4) Untuk mencegah
perawatan
agar tidak terjadi
perineal
infeksi
sedikitnya
setiap 4 jam bila
ketuban telah
pecah
5) Berikan terapi
5) Pemberian
antibiotik, bila
antibiotika yang
diperlukan
tepat diperluka
untuk keadaan
infeksi
6)
Setelah dilakukan 1) Lakukan
1) untuk
tindakan asuhan
pengkajian nyeri
mengetahui
keperawatan
yg komperhensif
tingkat nyeri
selama 3 x 24 jam,
meliputi lokasi,
pada klien
diharapkan nyeri
karakteristik,
klien berkurang
awitan serta
dengan KH :
durasi nyeri
2) Minta pasien
Klien
2) Untuk menilai
untuk
menilai
menyatakan
skala nyeri klien
nyeri
atau
nyeri bekurang
ketidaknyamana
dengan
skala
n pada skala 0
ringan (1-3).
Wajah klien
10
3)
Bantu pasien
tampak tenang
3) Memudahkan
mengidentifikasi
Pola tidur klien
saat melakukan
kan
tindakan
kembali normal
tindakan
kenyamanan yg
keperawatan
efektif di masa
lalu seperti
distraksi,atau
relaksasi
4) Berikan
4) Memberikan
informasi
pengetahuan
tentang nyeri,
tambahan pada
seperti
pasien dan
penyebab nyeri,
keluarga tentang
berapa lama
nyeri yg
akan
dialaminya
berlangsung,
dan antisipasi
ketidaknyaman

Page 2

3.

4.

akibat laserasi pada


jalan lahir
Q
(Quality/karakteristik
) : Nyeri yang
tertusuk
R (Region/area) :
pada area visceral
S
(Severity/keparahan)
: Nyeri ringan hingga
sedang
T
(Time/waktu/durasi) :
Nyeri hilang timbul

akibat prosedur
5) Gunakan
tindakan
pengendalian
nyeri sblm nyeri
menjadi lebih
berat

Insomnia (00095)
Definisi :
Gangguan pada
kuantitas dan
kualitas tidur yang
Faktor yang
berhubungan :
Nyeri pada derah
pinggang
Batasan karakteristik
:
Perubahan
pada pola tidur
Sering
terganggu
akibat nyeri

Setelah dilakukan 1) Pantau pola


tindakan askep
tidur klien dan
selama 3 x 24 jam,
catat hubungan
diharapkan
faktor fisik
masalah insomnia 2) Tangani nyeri
pinggang yg
klien teratasi
terjadi
dengan KH :
3)
Bantu pasien
Pola tidur klien
mengidentifikasi
kembali normal
kan faktor yang
mungkin
menyebabkan
kurang tidur
4) Jelaskan
pentingnya tidur
yang adekuat
selama
kehamilan, sakit
5) Berikan obat
tidur, bila
diperlukan
Setelah dilakukan 1) kaji tingkat
tindakan askep
kecemasan
selama 3 x 24 jam,
klien
2) gunakan
diharapkan
pendekatan
ansietas klien
yang tenang
menurun dengan
dan meyakinkan
KH :
3) informasikan

Ansietas (00146)
Definisi :
Perasaan tidak
nyaman atau
kekhawatiran yang
samar disertai
respons autonom;
perasaan

5) Meminimalkan
terjadinya resiko
peningkatan
nyeri pada klien

1) Menilai pola
tidur klien
2) Memberikan
rasa nyaman
saat tidur
3) Mencegah
terjadinya
kurang tidur
pada pasien
4) Memberikan
klien dan
keluarganya
pengetahuan
tambahan
5) Membantu agar
pola tidur klien
terpenuhi
1) untuk menilai
tingkat
kecemasan klien
2) untuk
menurunkan
ansietas yang
terjadi

Page 2

5.

takutdisebabkan
oleh antisipasi
terhadap bahaya
Faktor yang
berhubungan :
Proses penyakit
Batasan karakteristik
:
Rasa cemas

Klien tidak merasa


cemas

tentang gejala
ansietas
4) intruksikan
pasien tentang
penggunaan
teknik relaksasi
5) berikan obat
untuk
menurunkan
ansietas, jika
perlu

Defisiensi
pengetahuan
(00126)
Definisi :
Ketiadaan atau
defisiensi informasi
kognitif yang
berkaitan dengan
topik ttt
Faktor yang
berhubungan :
Kurangnya informasi
Batasan karakteristik
:
Pengungkapan
masalah

Setelah dilakukan 1) tentukan


tindakan asuhan
kebutuhan
keperawatan
belajar pasien
selama 3 x 24 jam,
2) lakukan
diharapkan
penilaian
pengetahuan klien
terhadap tingkat
bertambah
pengetahuan
dengan KH :
saat ini dan
Klien
pemahaman
menunjukkan
terhadap materi
peningkatan
3) berinteraksi
pengetahuannya
dengan pasien
dengan cara
yang tidak
menghakimi
untuk
memfasilitasi
pembelajaran
4) beri penyuluhan
sesuai dengan
tingkat
pemahaman
pasien,ulangi
informasi bila
diperlukan
5) beri informasi
tentang sumber
komunitas yg
dpt menolong
pasien dalam
mempertahabka

3) memberikan
pngetahuan
tambahan pada
klien dan
keluarganya
4) memberikan rasa
nyaman pada
klien
5) untuk
menurunkan
ansietas
1) untuk
mengetahui
kebutuhan
informasi pasien
2) untuk
mengetahui
tingkat
pemahaman
klien terdap
informasi yang
ada
3) agar klien
merasa nyaman
selama
dilakukan
pembelajaran

4) untuk menilai
apa klien sudah
paham dengan
informasi yang
diberikan

5) agar klien
mendapatkan
informasi tentang
masalahnya

Page 2

n program terapi
D. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang ada
E. Evaluasi
1) Resiko infeksi tidak terjadi
Klien terbebas dari tanda dan gejala infeksi
2) Nyeri klien berkurang
Klien menyatakan nyeri bekurang dengan skala ringan (1-3).
Wajah klien tampak tenang
Pola tidur klien kembali normal
3) Insomnia klien teratasi
Pola tidur klien kembali normal
4) Ansietas klien menurun
Klien tidak merasa cemas
5) Pengetahuan klien bertambah
Klien menunjukkan peningkatan pengetahuannya

Page 2

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemeriksaan dalam dengan jari meningkatkan resiko infeksi dan tidak perlu
dilakukan pada wanita dengan pecah ketuban dini, karena ia akan diurus
sesuai kebutuhan persalinan sampai persalinan terjadi atau timbul tanda dan
gejala korioamninitis. Jika timbul tanda dan gejala korioamnionitis,diindikasikan
untuk segera berkonsultasi dengan dokter yang menangani wanita guna
menginduksi persalinan dan kelahiran. Pilihan metode persalinan(melalui
vagina atau SC) bergantung pada usia gestasi, presentasi dan berat
korioamnionitis.
B. Saran
Ketuban Pecah Dini dapat menimbulkan kecemasan pada wanita dan
keluarganya. Bidan harus membantu wanita mengeksplorasi rasa takut yang
menyertai perkiraan kelahiran janin premature serta risiko tambahan
korioamnionitis. Rencana penatalaksanaan yang melibatkan kemungkinan
periode tirah baring dan hospitalisasi yang memanjang harus didiskusikan
dengan wanita dan keluarganya. Pemahaman dan kerja sama keluarga
merupakan hal yang penting untuk kelanjutan kehamilan.

Page 2

DAFTAR PUSTAKA

Prasetyo,indah,2013, makalah ketuban pecah dini, diakses 09 Maret 2015


http://euisagustinindahprasetyo.blogspot.com/2013/05/makalah-ketubanpecah-dini.html
Anoname,2013,ketuban pecah dini, diakses 09 Maret 2015
http://masa-masaqu.blogspot.com/2013/12/ketuban-pecah-dini.html
Anoname,2010,ketuban pecah dini, diakses 09 Maret 2015
https://biomartinda.wordpress.com/2010/06/17/ketuban-pecah-dini/
Anoname,2013,ketuban pecah dini, diakses 09 Maret 2015
http://mysinmyhope.blogspot.com/2013/01/kpd-ketuban-pecah-dini-a_17.html
Anoname,2014,penanganan segera ketuban pecah dini, diakses 09 Maret 2015
http://www.senyumperawat.com/2014/06/penanganan-segera-ketuban-pecahdini.html

Page 2

Anda mungkin juga menyukai