Anda di halaman 1dari 57

Analisis Matriks

Ahmad Muchlis
January 22, 2014

2
Notasi
Pada umumnya matriks yang kita bicarakan dalam naskah ini adalah matriks kompleks. Himpunan semua matriks kompleks [real] berukuran m n
dinyatakan dengan Cmn [Rmn ]. Huruf kapital cetak tebal digunakan untuk menyatakan sebuah matriks. Padanan huruf kecil cetak normal dari sebuah nama matriks digunakan untuk menyatakan komponen matriks tersebut. Persisnya, jika A menyatakan sebuah matriks, maka komponen pada
baris ke-i kolom ke-j matriks A kita nyatakan dengan aij . Dalam hal tersebut kita tuliskan juga A = [aij ]. Satu-satunya kekecualian adalah penggunaan simbol nol, 0, untuk menyatakan matriks yang semua komponennya
adalah bilangan 0. Matriks identitas dinyatakan dengan I. Bilamana diperlukan, ukuran matriks diberikan sebagai subskrip. Sebagai contoh, 0m,n
menyatakan matriks nol berukuran m n, sedangkan Ik menyatakan matriks identitas k k.
Huruf kecil cetak tebal digunakan untuk menyatakan vektor. Seringkali,
ketika mengatakan vektor, yang kita maksud adalah matriks kolom, yaitu
matriks m 1, untuk m yang relevan. Unsur ke-i basis baku kita nyatakan
dengan ei . Jadi, ei adalah vektor kolom yang semua komponennya adalah
0, kecuali komponen ke-i yang bernilai 1.
Transpos matriks A dituliskan sebagai At . Sedangkan transpos konyugat
matriks A, yaitu matriks yang diperoleh dengan mengganti setiap komponen
t
At dengan konyugat kompleksnya, dituliskan sebagai A atau dengan lebih
singkat sebagai A .
Himpunan semua nilai eigen matriks persegi A kita tuliskan sebagai sp(A).
Sedangkan radius spektral, yaitu modulus terbesar nilai-nilai eigen, matriks
A kita tuliskan sebagai (A).
Himpunan semua kombinasi linier vektor-vektor u1 , u2 , . . . , uk dinyatakan
dengan notasi hu1 , u2 , . . . , uk i.

Matriks Normal
Teorema Spektral telah memberikan kaitan antara matriks Hermite dengan
diagonalisasi oleh matriks uniter yang menghasilkan matriks diagonal real.
Matriks seperti apa yang terkait dengan diagonalisasi oleh matriks uniter
secara umum? Pertanyaan ini menjadi fokus perhatian kita dalam bab pertama ini.

1.1

Matriks Permutasi

Bab ini kita awali dengan mempelajari sebuah kelas matriks sederhana.
Definisi 1.1.1. Misalkan P matriks berukuran n n. Kita katakan P
matriks permutasi jika setiap baris dan setiap kolom P memuat tepat satu
komponen taknol dan komponen taknol tersebut adalah 1.
Dari definisi di atas, jelas bahwa matriks identitas adalah sebuah matriks permutasi. Selanjutnya, perhatikan bahwa semua baris setiap matriks
permutasi adalah baris-baris matriks identitas. Dua baris berbeda pada sebuah matriks permutasi adalah dua baris berbeda pada matriks identitas.
Demikian pula, semua kolom setiap matriks permutasi adalah kolom-kolom
matriks identitas. Dua kolom berbeda pada sebuah matriks permutasi adalah dua kolom berbeda pada matriks identitas.
Misalkan P matriks permutasi berukuran n n. Untuk i = 1, 2, . . . , n,
misalkan komponen 1 baris ke-i matriks P terletak di posisi (kolom) ti .
Ini berarti bahwa baris tersebut adalah baris ke-ti pada matriks identitas.
Dengan kata lain, baris ke-i matriks P adalah etti . Pengaitan i 7 ti memberikan pemetaan : {1, 2, . . . , n} {1, 2, . . . , n}: (i) = ti . Karena dua
3

1. MATRIKS NORMAL

baris berbeda P adalah dua baris berbeda pada matriks identitas, maka
pemetaan ini bersifat satu-satu, dan akibatnya juga bersifat pada. Jadi
adalah permutasi pada {1, 2, . . . , n}. Sebaliknya, dari setiap permutasi
pada {1, 2, . . . , n} kita memperoleh secara tunggal matriks permutasi
P = [pij ], yaitu denganmengambil pij = j(i) , dimana menyatakan
1, jika l = k
. Hal ini menunjukkan korespondelta Kronecker: kl =
0, jika l 6= k.
densi satu-satu antara himpunan semua permutasi pada {1, 2, . . . , n} dengan
himpunan semua matriks permutasi berorde n.
Untuk selanjutnya, matriks permutasi yang berkaitan dengan permutasi
kita tuliskan sebagai P . Ini berarti, komponen 1 baris ke-i matriks P
terletak pada kolom ke-(i), i = 1, 2, . . . , n.
Kita akan lihat berikut ini aksi perkalian matriks permutasi terhadap
matriks.

u1
u(1)

u2
u(2)
n

Misalkan u = . C . Maka P u = .
. Sebagai kon ..
..
un
u(n)
sekuensinya, mengalikan matriks P di sebelah kiri matriks A Cnm
berarti melakukan permutasi terhadap baris-baris A.
Bekerja menurut kolom, untuk j = 1, 2, . . . , n, komponen 1 pada kolom
ke-j matriks P terletak di posisi (baris) 1 (j); dengan kata lain, kolom
ke-j matriks P adalah e1 (j) .
h
i
n
t
Misalkan v C dan v = v1 v2 vn . Maka

h
vt P = v1 (1) v1 (2)

i
v1 (n) .

Dengan demikian, mengalikan matriks P di sebelah kanan matriks B


Cmn berarti melakukan permutasi 1 terhadap kolom-kolom B.

et(1)
t
e

(2)
Misalkan dan dua permutasi pada {1, 2, . . . , n}. Maka P = .
..

et(n)

1.1. MATRIKS PERMUTASI

et (1)

t
e

(2)
dan P = . . Selanjutnya, untuk i = 1, 2, . . . , n, baris ke-i matriks
..

et (n)
P P adalah baris ke-(i) matriks P , yaitu baris et ((i)) . Jadi, P P =

et( )(1)
t

( )(2)

, yaitu matriks permutasi P .


.
..

t
e( )(n)
Fakta-fakta di atas dapat kita pahami sebagai berikut. Aksi perkalian
matriks permutasi memberikan pemetaan dari himpunan baris-baris matriks
ke himpunan yang sama. Kemudian, fakta bahwa P P = P menegaskan
bahwa perkalian dua matriks permutasi merepresentasikan komposisi dua
permutasi.
Dari baris-baris dan kolom-kolom P kita peroleh

et1 (1)

h
i et 1
(2)
Pt = e(1) e(2) e(n) = . .
..

et1 (n)
Fakta-fakta di atas cukup bagi kita untuk menyimpulkan tiga sifat berikut.
Sifat 1.1.2. Untuk setiap permutasi berlaku Pt = P1 .
Akibat 1.1.3. Untuk setiap permutasi berlaku Pt = P1
.
Akibat 1.1.4. Jika A Cnn , maka P APt diperoleh dari A dengan
melakukan permutasi sekaligus kepada baris-baris dan kolom-kolom A.
Akibat 1.1.3 mengatakan bahwa setiap matriks permutasi adalah matriks ortogonal. Karena matriks permutasi adalah matriks real, maka setiap
matriks permutasi juga adalah matriks uniter.
Permutasi k pada {1, 2, . . . , k} dengan k (i) = i + 1, i = 1, 2, . . . , k 1,
dan k (k) = 1 adalah sebuah siklus dengan panjang k. Matriks permutasi
k k yang berkaitan dengan siklus memiliki arti penting.
Pertama, setiap permutasi adalah komposisi sejumlah permutasi siklis
yang saling lepas. Misalkan permutasi pada {1, 2, . . . , n}. Perhatikan

1. MATRIKS NORMAL

bahwa terdapat bilangan asli terkecil k yang memenuhi k (1) = 1. Kita dapat mengubah urutan 1, 2, . . . , n untuk meletakkan 1, (1), 2 (1), . . . , k1
di muka. Kemudian lakukan perubahan urutan dengan cara serupa kepada
bilangan-bilangan lainnya, sampai semua bilangan 1, 2, . . . , n selesai diurutkan.
!
1 2 3 4 5 6 7
Contoh. Pada permutasi =
berlaku 3 (1) =
2 6 5 7 3 1 4
1, 2 (3) = 3 dan 2 (4) = 4. Maka kita dapat mengambil urutan baru
1, 2, 6, 3, 5, 4, 7 yang berasal dari urutan 1, (1), 2 (1), 3, (3), 4, (4).
Selanjutnya, kita memperoleh matriks baru dengan melakukan penyusunan ulang baris-baris dan kolom-kolom matriks permutasi yang diberikan
sesuai dengan urutan baru bilangan-bilangan 1, 2, . . . , n. Tindakan ini tidak
lain dari melakukan permutasi yang sama kepada baris-baris dan kolomkolom matriks permutasi yang diberikan. Dalam bahasa matriks, tindakan
ini adalah perkalian dengan sebuah matriks permutasi di sebelah kiri dan dengan transpos matriks permutasi terakhir tersebut di sebelah kanan. Karena
matriks permutasi adalah matriks ortogonal, matriks permutasi semula serupa dengan matriks baru yang kita peroleh.
Perhatikan bahwa matriks baru yang kita peroleh adalah matriks permutasi juga. Bentuk matriks baru ini adalah matriks blok diagonal dengan
komponen-komponen diagonal utama berupa matriks permutasi siklus.
Dengan demikian, setiap matriks permutasi dapat dituliskan sebagai
perkalian P1 diag(S1 , S2 , . . . , S` )P, untuk suatu matriks permutasi P dan
matriks-matriks permutasi siklus S1 , S2 , . . . , S` . Akibatnya, nilai-nilai dan
vektor-vektor eigen matriks permutasi dapat diperoleh melalui nilai-nilai
dan vektor-vektor eigen matriks siklus.
!
1 2 3 4 5 6 7
Contoh. Matriks permutasi untuk =
di atas
2 6 5 7 3 1 4
serupa dengan matriks diag(S1 , S2 , S3 ), dengan

"
#
0 1 0
0 1

S1 = 0 0 1 dan S2 = S3 =
.
1 0
1 0 0
h Nilai penting kedua iadalah bahwa matriks permutasi siklus C = Pn =
en e1 e2 en1 membangun kelas matriks sirkulan, yaitu matriks
yang merupakan kombinasi linier dari {I, C, C2 , . . . , Cn1 }. Oleh karena
itu, matriks C dikenal juga dengan nama matriks sirkulan fundamental.
Berikut ini, kita tentukan nilai-nilai dan vektor-vektor eigen C.

1.2. MATRIKS NORMAL

Sifat 1.1.5. Polinom karakteristik C adalah c(t) = tn 1.


Bukti: Dengan ekspansi pada kolom pertama, kita dapatkan

t 1 0 0 0

0
t 1 0 0

.
..
..
..
..
..
det(tI C) = det ..
. .
.
.
.

0
0
0 t 1

1 0
0 0 t
= t tn1 + (1)n+1 (1)(1)n1
= tn 1.
Dengan demikian, nilai-nilai eigen C adalah semua akar-pangkat-n dari
1. Dalam bentuk polar, akar-akar-pangkat-n dari 1 adalah 1, , 2 , . . . ,
n1 , dimana = e2i/n .
Teorema berikut dapat kita buktikan dengan menghitung langsung.
Teorema 1.1.6. Untuk i = 0, 1, . . ., n 1,
i adalah nilai eigen C dengan
1

vektor eigen berupa kelipatan wi = 2i .


.
..

(n1)i

2
n1 ) F1 , dimana F =
h Sebagai akibatnya,
i C = F diag(1, , , . . . ,
w0 w1 wn1 . Perhatikan bahwa F F = nIn . Dengan demikian,
C adalah matriks dengan nilai-nilai eigen tak semuanya real yang dapat
didiagonalkan oleh matriks uniter.
Fakta di atas bersama-sama dengan dua fakta bahwa (i) setiap matriks
permutasi adalah matriks uniter, dan (ii) setiap matriks permutasi serupa,
oleh matriks permutasi, dengan matriks blok diagonal yang komponenkomponen diagonalnya adalah matriks permutasi siklus atau [1], membawa
kita kepada kesimpulan bahwa setiap matriks permutasi adalah matriks dengan nilai-nilai eigen tak harus semuanya real yang dapat didiagonalkan
oleh matriks uniter.

1.2

Matriks Normal

Sebagai konsekuensi Teorema Spektral, kita ketahui bahwa setiap matriks


Hermite dapat didiagonalkan oleh matriks uniter dan bahwa semua nilai

1. MATRIKS NORMAL

karakteristik matriks Hermite adalah real. Dengan kata lain, setiap matriks
Hermite A dapat dituliskan sebagai A = UDU , dimana U adalah matriks
uniter dan D adalah matriks diagonal real.
Kita juga dapat dengan mudah menunjukkan keberlakuan pernyataan
sebaliknya: setiap matriks berbentuk UDU , dengan U suatu matriks
uniter dan D suatu matriks diagonal real, adalah matriks Hermite. Dengan
demikian, pendiagonalan oleh matriks uniter menjadi matriks diagonal real
adalah karakteristik matriks Hermite.
Pada subbab terdahulu, telah kita lihat bahwa matriks permutasi dapat
didiagonalkan oleh matriks uniter, tetapi ia tidak mesti matriks Hermite.
Pertanyaan yang dapat diajukan disini adalah kelas matriks mana yang
memiliki karakteristik dapat didiagonalkan oleh matriks uniter?
Pertama-tama, perhatikan bahwa jika A Cnn dapat didiagonalkan
oleh matriks uniter, yaitu A = UDU , untuk suatu matriks uniter U dan
matriks diagonal D, maka
AA = (UDU )(UDU ) = (UDU )(UDU )
= UDDU = UDDU
= (UDU )(UDU ) = (UDU ) (UDU )
= A A.
Definisi 1.2.1. Misalkan A Cnn . Kita katakan A matriks normal jika
AA = A A.
Perhatikan bahwa matriks Hermite, matriks permutasi dan matriks uniter adalah matriks-matriks normal.
Berdasarkan diskusi sebelum Definisi 1.2.1, sifat normal adalah syarat
perlu agar sebuah matriks dapat didiagonalkan oleh matriks uniter. Lebih
lanjut, sifat normal juga ternyata merupakan syarat cukup untuk itu. Dengan demikian, kita memperoleh karakterisasi berikut.
Teorema 1.2.2. Misalkan A Cnn . Maka A dapat didiagonalkan oleh
matriks uniter jika dan hanya jika A matriks normal.
Bukti: Kita cukup membuktikan bahwa jika A matriks normal, maka A
dapat didiagonalkan oleh matriks uniter. Pertama-tama, implikasi ini benar
untuk kasus A = 0. Selanjutnya, asumsikan A 6= 0 dan kita gunakan induksi
pada n untuk membuktikan implikasi.

1.2. MATRIKS NORMAL

Misalkan A C22 matriks normal. Misalkan C nilai eigen A dengan


2
vektor eigen u C2 yang memenuhi u u = 1. Pilih "v C
# sehingga

U = [u v] C22 uniter. Perhatikan bahwa A = U
U , untuk
0
suatu , C. Dari kenormalan A kita peroleh
"
#"
#
"
# !
"
# !
0
0

U
U =
U
U
U
U
0
0

= AA"= A#A !
"
# !
0

U
U
U
=
U

0
#"
#
"
0
U .
= U
0
Dengan mencoret U dan U di kedua ruas, kita peroleh
"
# "
#
+

=
.

+
Dengan menyamakan komponen pada
" baris
# pertama kolom pertama, kita
0
peroleh = 0, sehingga A = U
U . Jadi A didiagonalkan oleh
0
matriks uniter.
Misalkan n > 2 dan pernyataan teorema benar untuk semua matriks berorde
n 1.
Misalkan A Cnn matriks normal. Misalkan C nilai eigen A dengan
vektor eigen u h C2 yang memenuhii u u = 1. Pilih v2 , v3 , . . . , vn Cn
sehingga X = u v2 v3 vn Cnn uniter. Perhatikan bahwa
"
#
y
A = X
X , untuk suatu y Cn1 dan B C(n1)(n1) . Kita
0 B
peroleh y = 0 dan BB = B B (rincian
pembuktian
diberikan sebagai
"
#

0
Soal Latihan 9). Akibatnya, A = X
X dan B matriks normal.
0 B
Dari hipotesis induksi, B = U1 D1 U1 , untuk suatu matriks
uniter
U1 dan
"
#

1
0
matriks diagonal D1 di C(n1)(n1) . Pilih U = X
dan D =
0 U1
diag (, D1 ) di Cnn . Maka U matriks uniter, D matriks diagonal dan
A = UDU (tuliskan rincian penjelasan untuk kesimpulan-kesimpulan ini).
Jadi A didiagonalkan oleh matriks uniter.

10

1. MATRIKS NORMAL

Dari pembuktian di atas, kita dapat mengkonstruksi matriks diagonal


D sedemikian rupa, sehingga nilai-nilai eigen A muncul secara berkelompok di diagonal utama D. Ini berarti bahwa kita dapat memilih D =
diag(1 In1 , 2 In2 , . . . , s Ins ), dimana 1 , 2 , . . . , s adalah nilai-nilai eigen
A yang berbeda, dan n1 + n2 + + ns = n.
Secara struktur, Teorema 1.2.2 memberikan dekomposisi ruang vektor
atas subruang-subruang yang saling ortogonal, dimana setiap subruang
itu tidak lain daripada ruang eigen matriks A. Dengan demikian, setiap
vektor di masing-masing subruang dipetakan oleh A ke kelipatan dirinya
sendiri. Secara persis, kita dapat menuliskan Cn sebagai hasil tambah langsung Cn = E1 E2 Es , dimana Ei adalah ruang eigen A untuk nilai
X
eigen i , i = 1, 2 . . . , s, yang memenuhi Ei
Ej .
Cn

j6=i

1.3

Matriks Definit Taknegatif

Misalkan A Cmn sembarang. Maka AA adalah matriks Hermite. Lebih


jauh, setiap nilai eigen AA tidak negatif: jika C adalah nilai eigen AA
x AA x
kA xk2
dengan vektor eigen x, maka =
=
0. Kita memiliki
x x
kxk2
nama khusus untuk matriks dengan nilai eigen seperti itu.
Definisi 1.3.1. Matriks Hermite A Cnn adalah matriks definit taknegatif [definit positif ] jika semua nilai eigen A tidak negatif [positif].
Dengan mengingat hubungan antara nilai eigen dan singularitas sebuah
matriks persegi, kita mempunyai sifat berikut.
Sifat 1.3.2. Misalkan A matriks definit tak-negatif. Maka:
(a) A definit positif jika dan hanya jika A tak-singular,
(b) jika A definit positif, maka A1 juga definit positif.
Matriks definit tak-negatif memiliki sejumlah karakterisasi. Karakterisasi pertama berkaitan dengan variasi.
Teorema 1.3.3. Misalkan A Cnn matriks Hermite. Maka:
(a) A definit tak-negatif jika dan hanya jika x Ax 0, untuk setiap x
Cn , dan

1.3. MATRIKS DEFINIT TAKNEGATIF

11

(b) A definit positif jika dan hanya jika x Ax > 0, untuk setiap x Cn ,
x 6= 0.
Bukti: Kita berikan di sini bukti untuk (a). Bukti untuk (b) diberikan
sebagai latihan.
Misalkan A definit tak-negatif dan x Cn . Karena A Hermite, terdapat basis ortonormal {u1 , u2 , . . . , un } bagi Cn dengan Aui = i ui , untuk
suatu i R, i = 1, 2, . . . , n. Karena A definit tak-negatif, maka semua
n
X
1 , 2 , . . . , n tak-negatif. Tulis x =
i ui , dengan 1 , 2 , . . . , n C.
i=1

Maka

! n
n
n
X
X
X
x Ax =
j uj A
i ui =
j uj
j=1

n
X
=
j uj
j=1

n
X

i=1
n
X

j=1

!
i i ui

i=1

n X
n
X

n
X

!
i Aui

i=1

j i i uj ui

j=1 i=1

j |j |2 kuj k2 0.

j=1

Untuk arah sebaliknya, misalkan x Ax 0, untuk setiap x Cn . Misalkan


R nilai eigen A dengan vektor eigen u, u u = 1. Maka 0 u Au =
u u = u u = .
Ingat kembali bahwa submatriks dari matriks A adalah matriks yang
diperoleh dengan memilih baris-baris dan kolom-kolom dari A tanpa mengubah urutan. Sebagai alternatif, submatriks dari A adalah A sendiri atau
matriks yang diperoleh dengan menghapus sebagian baris atau kolom A.
Definisi 1.3.4. Submatriks utama berorde k dari matriks A adalah submatriks yang diperoleh dengan membuang n k baris dan n k kolom
bernomor sama dari matriks A. Submatriks utama pemuka berorde k dari
matriks A adalah submatriks yang diperoleh dengan membuang n k baris
dan n k kolom terakhir dari matriks A.
Sifat 1.3.5. Misalkan A Cnn matriks Hermite dan matriks B adalah
submatriks utama dari A. Jika A definit tak-negatif, maka B juga definit
tak-negatif. Jika A definit positif, maka B juga definit positif.
Bukti: Pertama-tama, asumsikan B adalah
submatriks
utama pemuka dari
"
#
B F
A yang berukuran kk, sehingga A =
, untuk suatu F Ck(nk)
F C

12

1. MATRIKS NORMAL

dan C C(nk)(nk) . Karena A matriks


" #Hermite, haruslah B juga matriks
y
Hermite. Misalkan y Ck . Tulis x =
Cn . Maka
0
"
#" #
" #
h
i B F y
h
i y
x Ax = y 0
= y B y F
= y By.
F C 0
0
Dengan demikian, jika A definit tak-negatif, maka y By 0, untuk setiap
y Ck , yaitu B definit tak-negatif. Jika A definit positif, maka y By > 0,
untuk setiap y Ck , y 6= 0, yang berarti B definit positif.
Jika B bukan submatriks utama pemuka dari A, kita mempunyai matriks
permutasi P Cnn , sehingga B adalah submatriks utama pemuka dari
PAPt . Perhatikan bahwa A dan PAPt = PAP1 memiliki spektrum (himpunan nilai eigen) yang sama. Jika A definit tak-negatif, maka PAPt juga
definit tak-negatif dan berdasarkan pembuktian yang telah kita lakukan B
definit tak-negatif.
Argumentasi serupa kita gunakan untuk menyimpulkan bahwa jika A
definit positif, maka B definit positif.
Akibat 1.3.6. Semua komponen diagonal utama matriks definit tak-negatif
senantiasa tak-negatif. Semua komponen diagonal utama matriks definit
positif senantiasa positif.
"
#
1 2
Sebagai contoh, matriks
pasti tidak definit tak-negatif. Demi2 1
"
#
0 2
kian pula, matriks
pasti tidak definit positif.
2 1
Akibat 1.3.6 memberikan syarat perlu untuk definit tak-negatif dan definit positif. Syarat tersebut tidak cukup. Matriks kedua pada contoh di atas
tidak definit tak-negatif sekali pun memenuhi syarat yang diberikan.
Teorema berikut memberikan karakterisasi bagi matriks definit tak-negatif dan definit positif berdasarkan minor (determinan submatriks utama)
matriks.
Teorema 1.3.7. Misalkan A Cnn matriks Hermite. Maka:
(a) A definit positif jika dan hanya jika determinan setiap submatriks
utama pemuka A positif, dan
(b) A definit tak-negatif jika dan hanya jika determinan setiap submatriks
utama A tak-negatif.

1.3. MATRIKS DEFINIT TAKNEGATIF

13

Untuk kasus definit tak-negatif, persyaratan pada determinan "submat#


0 0
riks utama pemuka saja tidak cukup. Ini ditunjukkan oleh matriks
0 1
yang determinan kedua submatriks utama pemukanya tak-negatif, tetapi
matriksnya sendiri tidak definit tak-negatif.
Untuk membuktikan Teorema 1.3.7 kita lihat terlebih dahulu hubungan
antara nilai-nilai eigen sebuah matriks Hermite dan nilai-nilai eigen submatriks utamanya.
Teorema 1.3.8. Misalkan A Cnn matriks Hermite dengan nilai-nilai
eigen 1 2 n . Untuk i = 1, 2, . . . , n, misalkan ui vektor eigen
A untuk i . Jika 1 k < l n, maka
k x Ax l ,
untuk semua x huk , uk+1 , . . . , ul i, x x = 1.
Bukti: Cukup kita buktikan untuk kasus {u1 , u2 , . . . , un } bebas linier.
Karena A matriks Hermite, maka ruang-ruang eigen A saling ortogonal
dan kita dapat memilih {u1 , u2 , . . . un } himpunan ortonormal.
Misalkan 1 k < l n dan x huk , uk+1 , . . . , ul i, x x = 1. Maka x =
l
X
k uk +k+1 uk+1 + +l ul , dengan k , k+1 , . . . , l C dan
|i |2 = 1.
i=k

Perhatikan bahwa i = ui x, i = k, . . . , l.
Karena A matriks Hermite, haruslah x Ax R dan kita peroleh

x Ax = x A

l
X

i ui = x

l
X

i Aui = x

i=k

i=k

l
X

i i x ui =

l
X

l
X

i i ui

i=k

i i i =

i=k

i=k

l
X

i |i |2 .

i=k

Karena k i l , i = k + 1, . . . , l 1, maka
k = k

l
X
i=k

|i |2

l
X
i=k

i |i |2 l

l
X

|i |2 = l .

i=k

Jadi k x Ax l .
Perhatikan bahwa, pada bukti di atas, uk Auk = k dan ul Aul = l .
Dengan demikian, k = min{x Ax | x huk , uk+1 , . . . , ul i, x x = 1} dan
l = maks{x Ax | x huk , uk+1 , . . . , ul i, x x = 1}. Ketika k = 1 dan l = n
kita memperoleh akibat berikut.

14

1. MATRIKS NORMAL

Akibat 1.3.9. Misalkan A Cnn matriks Hermite dengan nilai-nilai


eigen 1 2 n . Maka
1 = min
x Ax dan n = maks
x Ax.

x x=1

x x=1

Vektor x pada Teorema 1.3.8 dan Akibat 1.3.9 di atas dibatasi pada
vektor dengan panjang 1. Kita dapat mengganti vektor tersebut dengan
sembarang vektor x yang taknol, tetapi ekspresi x Ax juga diganti dengan
x Ax
. Ekspresi ratio ini dikenal sebagai kuosien Rayleigh, sedangkan Akix x
bat 1.3.9 dikenal dengan nama Teorema Rayleigh-Ritz.
Teorema berikut dikenal dengan nama Teorema Sela (interlacing theorem).
Teorema 1.3.10. Misalkan A Cnn matriks Hermite dan B Ckk
submatriks utama dari A. Misalkan pula nilai-nilai eigen A adalah 1
2 n dan nilai-nilai eigen B adalah 1 2 k . Maka
i i n+ik , untuk i = 1, 2, . . . , k.
Bukti: Tanpa mengurangi keumuman, misalkan B adalah submatriks utama pemuka dari A. Misalkan uj Cn adalah vektor eigen A untuk nilai
eigen j , j = 1, 2, . . . , n, dan yi Ck adalah vektor eigen B untuk nilai
eigen i , i = 1, 2, . . . , k, sehingga
" {u
#1 , u2 , . . . , un } dan {y1 , y2 , . . . , yk } kedyi
Cn adalah vektor eigen matriks blok
uanya bebas linier. Maka vi =
0
diagonal diag(B, 0) Cnn untuk nilai eigen i , i = 1, 2, . . . , k.
Misalkan i = 1, 2, . . . , k. Definisikan dua subruang K = hv1 , v2 , . . . , vi i dan
L = hui , ui+1 . . . , un i dari Cn . Maka dim(K) = i dan dim(L) = n i + 1,
sehingga K L bukan ruang nol.
" #
y
Misalkan x KL, x x = 1. Maka x =
, untuk suatu y hy1 , y2 , . . . , yi i.
0
Dengan Teorema 1.3.8 kita peroleh i x Ax = y By i .
Dengan hasil di atas yang dikenakan pada matriks A kita memperoleh
i n+ik .
"
#
1 2
Sebagai ilustrasi penggunaan Teorema Sela ini, matriks
memi2 1
liki dua nilai eigen berbeda. Sesungguhnya, nilai eigen terkecil matriks ini
tidak lebih dari 1, sedangkan nilai eigen terbesarnya tidak kurang dari 1.

1.3. MATRIKS DEFINIT TAKNEGATIF

15

Akibat 1.3.11. Misalkan A Cnn matriks Hermite dan B C(n1)(n1)


submatriks utama dari A. Misalkan pula nilai-nilai karakteristik A adalah
1 2 n dan nilai-nilai karakteristik B adalah 1 2
n1 . Maka
1 1 2 2 n1 n1 n .
Sekarang kita siap untuk membuktikan Teorema 1.3.7. Ingat kembali
bahwa determinan matriks Hermite adalah hasilkali semua nilai eigennya.
Bukti Teorema 1.3.7:
Misalkan A = [aij ] dan 1 2 n adalah nilai-nilai eigen A.
Untuk bagian (a):
(=) Untuk n = 2: Dari Akibat 1.3.6, a11 > 0. Lalu, det(A) = 1 2 > 0.
Misalkan sekarang n 3 sembarang dan implikasi (=) pada Teorema 1.3.7
(a) benar untuk semua matriks berukuran n 1. Misalkan Ak adalah submatriks utama pemuka dari A yang berorde k, 1 k n 1. Maka Ak
adalah submatriks utama pemuka dari matriks B yang diperoleh dengan
membuang baris dan kolom terakhir dari A. Dari Sifat 1.3.5, B definit
positif, sehingga semua submatriks utama pemuka dari B memiliki determinan positif. Ini berarti determinan semua submatriks utama pemuka dari
A yang berukuran kurang dari n positif. Submatriks utama pemuka dari A
yang berukuran n adalah A sendiri. Akan tetapi, det(A) = 1 2 n > 0,
dan bukti selesai.
(=) Untuk n = 2: Diketahui a11 > 0 dan det(A) > 0. Dari Akibat 1.3.10,
kita beroleh 0 < a11 2 . Karena det(A) = 1 2 > 0, haruslah 1 > 0.
Jadi, 1 , 2 keduanya positif, berarti A definit positif.
Misalkan sekarang n 3 sembarang dan implikasi (=) pada Teorema
1.3.7 "(a) berlaku
untuk semua matriks berukuran n 1. Partisi A menjadi
#
B u
, dimana B berorde n 1. Semua submatriks utama pemuka
A=
u
dari B adalah submatriks utama pemuka dari A yang berukuran kurang
dari n. Dengan hipotesis induksi, B definit positif.
Misalkan nilai-nilai eigen A terurut sebagai 1 2 n , dan nilainilai eigen B adalah 1 2 n1 . Teorema Sela memberikan
urutan i i i+1 , i = 1, 2, . . . , n 1. Karena B definit positif, maka
det(A)
> 0.
1 > 0, sehingga 2 , . . . , n semuanya positif. Akhirnya, 1 =
2 n
Untuk bagian (b):
(=) Bukti yang serupa dengan bukti untuk bagian (a) kita gunakan untuk

16

1. MATRIKS NORMAL

menunjukkan determinan setiap submatriks utama pemuka A tak-negatif.


Untuk menuntaskan pembuktian, perhatikan bahwa setiap submatriks utama
A adalah submatriks utama pemuka sebuah matriks yang serupa dengan A.
n
X
(=) Polinom karakteristik untuk A dapat ditulis cA (t) = tn + (1)i si tni ,
i=1

dimana si adalah jumlah determinan semua submatriks utama dari A yang


berukuran ii, i = 1, 2, . . . , n. Karena determinan semua submatriks utama
dari A tak negatif, maka s1 , s2 , . . . , sn semuanya tidak negatif.
Misalkan sembarang nilai eigen A. Maka cA () = 0. Andaikan < 0.
Jika n genap, maka n positif dan (1)i ni 0, i = 1, 2, . . . , n, sehingga
cA () > 0. Sebaliknya, jika n ganjil, maka n negatif dan (1)i ni 0,
i = 1, 2, . . . , n, sehingga cA () < 0. Kedua kasus n ini berakhir dengan
kontradiksi. Jadi haruslah 0.
Di awal subbab ini telah kita lihat bahwa matriks AA definit taknegatif, untuk setiap matriks A sembarang. Kebalikannya juga berlaku.
Teorema 1.3.12. Misalkan A Cnn matriks Hermite. Maka:
(a) A definit tak-negatif jika dan hanya jika terdapat matriks B Cnn
yang memenuhi A = BB , dan
(b) A definit positif jika dan hanya jika terdapat matriks tak-singular B
Cnn yang memenuhi A = BB .
Bukti: Kita cukup membuktikan bagian hanya jika pada kedua pernyataan dalam teorema. Karena A matriks Hermite, terdapat matriks
uniter U Cnn dan matriks diagonal D = diag (1 , 2 , . . . , n ) yang
memenuhi A = UDU . Sifat definit tak-negatif pada A berarti 1 , 2 , . . . , n
semuanya tak-negatif. Pilih bilangan-bilangan kompleks 1 , 2 , . . . , n , dengan |i |2 = i , i = 1, 2, . . . , n. Definisikan B = U diag (1 , 2 , . . . , n ) U .
Maka
BB = (U diag (1 , 2 , . . . , n ) U ) (U diag (1 , 2 , . . . , n ) U )

= U diag |1 |2 , |2 |2 , . . . , |n |2 U
= U diag (1 , 2 , . . . , n ) U = A.
Dalam hal A definit positif, semua 1 , 2 , . . . , n taknol, sehingga B taksingular.
Pada bukti di atas tampak bahwa B adalah matriks normal. Lebih jauh,
dari pemilihan bilangan-bilangan 1 , 2 , . . . , n dalam pembuktian di atas,

1.4. SOAL LATIHAN

17

kita lihat bahwa matriks normal B pada Teorema 1.3.12 tidaklah tunggal.
Akan tetapi, kita mempunyai teorema berikut.
Teorema 1.3.13. Misalkan A Cnn matriks Hermite. Maka A definit
positif jika dan hanya jika terdapat matriks segitiga bawah tak-singular L
Cnn yang memenuhi A = LL . Hanya ada satu matriks L yang semua
komponen diagonal utamanya real positif.
Bukti: Seperti pada Teorema 1.3.12, kita cukup membuktikan bagian hanya jika saja. Ini kita lakukan
#
# induksi pada n.
"
" dengan
l11 0
a11 a21
, di, pilih matriks L =
Untuk n = 2, jika A =
l21 l22
a21 a22
det A
mana l11 memenuhi |l11 |2 = a11 , l22 memenuhi |l22 |2 =
, sedangkan
a11
a21 l11

. Hanya satu l11 dan l22 positif yang memenuhi, yaitu l11 = a11
l21 =
a11r
det A
dan l22 =
.
a11
Misalkan n 3 dan asumsikan teorema
#berlaku untuk semua matriks berorde
"
B u
, dengan B berorde n 1, u Cn1
n 1. Partisi A menjadi A =
u
dan C. Dengan Sifat 1.3.5, B definit positif dan real positif. Dari
hipotesis induksi kita peroleh B = L1 L1 , untuk suatu matriks segitiga
bawah L1 berorde n 1. Matriks L1 "mestilah tak-singular.
Perhatikan
#
B
u
bahwa karena A ekivalen baris dengan
, maka det A =

0 u B1 u
"
#

L1 0

1
u B u det B. Pilih matriks L =
, dimana v = L1
1 u dan

v
det A
C yang memenuhi ||2 =
. Ketunggalan L diperoleh dari ketungdet B
r
det A
.
galan L1 dan pemilihan =
det
B
Penulisan A = LL pada teorema ini dikenal sebagai faktorisasi Cholesky.

1.4

Soal Latihan

1. Misalkan Sn adalah himpunan semua permutasi pada {1, 2, . . . , n} dan


Permn adalah himpunan semua matriks permutasi n n. Tunjukkan
bahwa terdapat pemetaan bijektif : Sn Permn yang memenuhi
( ) = ( )(), untuk semua , Sn .

18

1. MATRIKS NORMAL
2. Misalkan A Cmn dengan rank(A) = r. Tunjukkan bahwa terdapat matriks permutasi P, matriks-matriks B berukuran m r dan
C berukuran r n, yang memenuhi rank(B) = rank(C) = r dan
AP = BC.
3. Misalkan P1 , P2 , . . . , Pk matriks-matriks permutasi berorde n. Misalkan i R, 0 i 1, i = 1, 2, . . . , k. Tunjukkan bahwa jumlah
k
X
semua komponen pada setiap baris matriks A =
i Pi konstan,
i=1

demikian pula dengan jumlah semua komponen setiap kolomnya.


!
1 2 3 4 5 6 7
4. Misalkan =
.
2 6 5 7 3 1 4
(a) Tentukan matriks permutasi P C77 yaang memenuhi P =
Pdiag (S1 , S2 , S3 ) P1 , dimana

"
#
0 1 0
0
1

S1 = 0 0 1 dan S2 = S3 =
.
1 0
1 0 0
(b) Tentukan nilai-nilai dan vektor-vektor eigen P .

0 1 0

5. Misalkan A = 1 0 1. Apakah terdapat matriks tak singular S


0 1 0
sehingga S1 AS tidak simetris?
6. Misalkan A Cnn . Tunjukkan bahwa A dapat didiagonalkan oleh
matriks uniter menjadi matriks diagonal yang semua komponen utamanya imajiner murni jika dan hanya jika A = A.
[Matriks A Cnn yang memenuhi A = A dikatakan Hermite
miring.]
7. Buktikan bahwa
A R22
"
# adalah matriks
" ortogonal jika
# dan hanya
cos sin
cos sin
jika A =
atau A =
untuk suatu
sin cos
sin cos
R.
8. Misalkan A matriks normal. Buktikan bahwa ruang kolom A ortogonal terhadap ruang nol A.

1.4. SOAL LATIHAN

19

9. Misalkan A matriks normal berorde n dan Au = u, untuk suatu


skalar dan u Cn yang memenuhi u u = 1. Misalkan
"
#X =
h
i

y
, diu v2 v3 vn Cnn uniter. Jika X AX =
0 B
mana y Cn1 dan B berorde n 1, tunjukkan bahwa y = 0 dan
BB = B B.
10. Misalkan L matriks segitiga bawah. Buktikan bahwa L matriks normal
jika dan hanya jika L matriks diagonal.
11. Misalkan A matriks normal berorde n dan x Cn . Buktikan bahwa
x vektor eigen A jika dan hanya jika x vektor eigen A .
12. Misalkan A Cnn . Tunjukkan bahwa terdapat matriks-matriks
H, M Cnn yang memenuhi H = H, M = M dan A = H + M,
sehingga setiap matriks dapat dituliskan sebagai jumlah dua matriks
nomal.
13. Misalkan A, B Cnn definit tak-negatif dan , bilangan-bilangan
real tak-negatif. Tunjukkan bahwa A + B definit tak-negatif.
14. Misalkan x1 , x2 , . . . , xn Cn . Misalkan komponen baris ke-i kolom
ke-j matriks A Cnn adalah xj xi , i, j = 1, 2, . . . , n. Tunjukkan
bahwa A definit tak-negatif.
15. Misalkan A Cnn matriks Hermite. Tunjukkan bahwa A definit
tak-negatif jika dan hanya jika A = B2 , untuk suatu matriks definit
tak-negatif B Cnn . Tunjukkan bahwa dalam hal ini B tunggal.
16. Misalkan A matriks definit tak-negatif. Buktikan bahwa Ak definit
tak-negatif, untuk semua bilangan asli k.

1 2 3

17. Tunjukkan bahwa matriks A = 2 8 12 definit positif. Kemu3 12 27


dian, dapatkan faktorisasi Cholesky untuk A.

20

1. MATRIKS NORMAL

Faktorisasi Matriks
Diagonalisasi sebuah matriks persegi adalah contoh dekomposisi matriks.
Melalui dekomposisi, kita memberikan representasi matriks dalam bentuk
atau struktur yang lebih sederhana. Representasi ini pada dasarnya terkait
dengan perubahan basis ruang vektor. Dalam bahasa matriks, dekomposisi matriks adalah penulisan matriks tersebut sebagai perkalian beberapa
matriks yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Secara umum, penulisan
sebuah matriks sebagai perkalian dua atau lebih matriks dikatakan sebagai faktorisasi matriks. Sebagaimana dekomposisi, kita menginginkan faktorisasi matriks ke dalam faktor-faktor dengan bentuk atau struktur yang
lebih sederhana.

2.1

Dekomposisi Nilai Singular

Dalam Subbab 1.2 kita membicarakan diagonalisasi matriks normal oleh


matriks uniter. Diagonalisasi ini dapat kita pandang sebagai perubahan
matriks representasi sebuah operator linier (pemetaan linier dengan domain
dan kodomain yang sama). Secara persis, terdapat sebuah basis ortonormal
yang memberikan matriks representasi baru berupa matriks diagonal. Eksistensi basis ortonormal demikian terbatas hanya untuk operator linier yang
memiliki matriks representasi berupa matriks normal. Bagaimana dengan
matriks lainnya?
Matriks yang tidak normal tidak mungkin serupa uniter dengan matriks
diagonal. Pada subbab ini, kita masih ingin mempertahankan representasi
diagonal terhadap basis ortonormal. Untuk itu kita harus mengorbankan
sifat keserupaan.
21

22

2. FAKTORISASI MATRIKS

Misalkan A Cmn . Dalam Subbab 1.3 telah kita lihat bahwa matriks AA Cmm adalah matriks definit tak-negatif. Sesungguhnyalah,
menurut Teorema 1.3.12, setiap matriks definit tak-negatif dapat dituliskan
sebagai perkalian sebuah matriks dengan transpos konyugatnya. Ini berarti semua nilai eigen AA tak-negatif. Kita buktikan terlebih dahulu sifat
berikut.
Sifat 2.1.1. Misalkan A Cmn . Maka Inti(A ) = Inti(AA ), yaitu untuk
setiap x Cm berlaku A x = 0 jika dan hanya jika AA x = 0.
Bukti: Bagian hanya jika jelas berlaku. Misalkan sekarang AA x = 0.
Maka kA xk2 = x AA x = x 0 = 0. Jadi A x = 0.
Teorema 2.1.2. Misalkan A Cmn , A 6= 0. Maka terdapat bilangan asli
r min{m, n}, matriks diagonal D Rrr yang semua komponen diagmm , V Cnn ,
onal utamanya positif
dan
"
# matriks-matriks uniter U C
D 0
sehingga A = U
V .
0 0
Bukti: Tulis AA = UU , dimana = diag(1 , 2 , . . . , m ), i real
tak-negatif, dan U Cmm uniter. Dengan melakukan permutasi serentak
pada baris-baris dan kolom-kolom bila perlu, kita dapat mengasumsikan
1 , 2 , . . . , r semuanya positif, sedangkan r+1 = r+2 = = m = 0,


untuk suatu r m. Pilih D = diag( 1 , 2 , . . . , "r ). Partisi
# U menjadi
h
i
2
D 0
U = U1 U2 , dimana U1 Cmr . Maka =
, U1 U1 = Ir ,
0 0
U1 U2 = 0 dan AA = U1 D2 U1 . Dengan demikian, AA U2 = 0, dan
akibatnya A U2 = 0.
Definisikan V1 = AhU1 D1 i Cnr . Maka V1 V1 = Ir . Perluas V1 menjadi
matriks uniter V = V1 V2 Cnn . Kita peroleh
"
#
"
#" #
h
i D 0 V
D 0
1
U
V = U1 U2
0 0
0 0 V2
" #
h
i V
1
= U1 D 0
V2
= U1 DV1
= U1 D A U1 D1

= U1 DD1 U1 A = U1 U1 A.

2.1. DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR

23

Karena U uniter, maka Im = UU = U1 U1 + U2 U2 , sehingga U1 U1 =


Im U2 U2 . Dengan demikian,
"

#
D 0
U
V = U1 U1 A
0 0
= A U2 U2 A
= A (A U2 U2 )
= A.
Baris terakhir kita peroleh dari A U2 = 0.
Definisi 2.1.3. Misalkan A Cmn . Misalkan pula 1 , 2 , . . . , r nilainilai eigen positif AA , u1 , u2 , . . . , ur dan v1 , v2 , . . . , vr seperti pada bukti

Teorema 2.1.2. Kita katakan adalah nilai singular dari A, dan untuk
i = 1, 2, . . . , r, vektor ui [vi ] dinamakan vektor singular kiri [kanan] matriks
A.
"
#
D 0
Definisi 2.1.4. Dekomposisi A = U
V yang diberikan pada Teo0 0
rema 2.1.2 dinamakan dekomposisi nilai singular matriks A.
Dari Teorema 2.1.2 dan buktinya kita memperoleh fakta-fakta berikut:
h
i
1. Perhatikan bahwa AV = U1 D 0 , sehingga kolom-kolom U1 menyusun sebuah basis bagi Peta(A). Kemudian, perhatikan juga bahwa
AV2 = 0. Dengan memperhatikan dimensi Inti(A), kita dapat menyimpulkan bahwa kolom-kolom V2 menyusun sebuah basis bagi Inti(A).
Akibatnya, bilangan r pada Teorema 2.1.2 adalah rank A. Jadi, setiap
matriks A Cmn memiliki nilai singular sebanyak ranknya.
2. Dekomposisi nilai singular menyatakan bahwa Cn terdekomposisi atas
subruang-subruang saling ortogonal yang dipetakan konstan oleh A
ke subruang-subruang dari Cm yang juga saling ortogonal.
3. Untuk i = 1, 2, . . . , r, Avi =

i ui dan A ui = i vi .

4. Sekali pun dekomposisi nilai singular tidak tunggal, biasanya diambil

urutan 1 2 r sebagai
" bentuk
# kanonik dekomposisi
D 0
nilai singular. Dalam hal ini, matriks
tunggal.
0 0

24

2. FAKTORISASI MATRIKS
5. Kalau kita kalikan ruas kanan pada dekomposisi nilai singular, kita
lihat bahwa submatriks-submatriks U2 dan V2 tidak berperan untuk
menghasilkan A di ruas kiri. Oleh karena itu, kita mempunyai bentuk
ringkas dekomposisi nilai singular:

Teorema 2.1.5. Misalkan A Cmn , A 6= 0. Maka terdapat bilangan asli


r min{m, n}, matriks diagonal D Rrr yang semua komponen diagonal
utamanya positif dan matriks-matriks U Cmr , V Cnr yang memenuhi
U U = Ir = V V, sehingga A = UDV .
Dalam hal ini kita mempunyai V = A UD1 .
h
i
5. Pada Teorema 2.1.5, misalkan D = diag (1 , 2 , . . . , r ), U = u1 u2 . . . ur ,
r
h
i
X
i ui vi . Ruas
dan V = v1 v2 . . . vr . Maka kita peroleh A =
i=1

kanan hubungan terakhir ini dikenal dengan nama ekspansi hasilkali


luar matriks A. Dengan demikian, setiap matriks dapat dituliskan
sebagai hasil penjumlahan sejumlah hingga matriks dengan rank satu.
Dekomposisi nilai singular memberikan kepada kita sebuah faktorisasi,
yaitu faktorisasi kutub.
Teorema 2.1.6. Misalkan A Cmn dengan m n. Maka terdapat
matriks definit tak-negatif P Cmm dan U Cmn yang memenuhi
UU = Im sehingga PU = A dan rank(P) = rank(A). Dalam hal ini,
matriks P tunggal.
Bukti: Tulis dekomposisi nilai singular untuk A: A = W1 D1 V1 , dengan
D1 Rrr matriks diagonal yang semua komponen diagonal utamanya
positif, W1 Cmr , V1 Cnr memenuhi W1 W1 = Ir = V1 V1 . Perluas D1 , W1 dan V1 menjadi D = diag(D, 0) Cmm , W = [W1 W2 ]
Cmm , V = [V1 V2 ] Cnm sehingga W uniter dan V V = Im . Maka
WDV = A.
Pilih P = WDW Cmm dan U = WV Cmn . Perhatikan bahwa P
definit tak-negatif, UU = WV VW = WW = Im , dan PU = A.
Selanjutnya, kita berikan di sini garis besar bukti ketunggalan P, rincian
diserahkan kepada pembaca.
Misalkan PU dan P1 U1 dua faktorisasi kutub untuk A. Dengan meninjau
AA serta mengingat sifat Hermite P dan P1 , kita peroleh P2 = P21 . Diagonalisasi matriks Hermite memberikan konsekuensi bahwa vektor-vektor

2.2. FAKTORISASI SEGITIGA

25

eigen P dan P2 persis sama. Akibatnya, vektor-vektor eigen P dan P1 juga


persis sama. Dengan dasar yang sama, jika nilai eigen P2 , maka = 2 ,
untuk suatu nilai eigen bagi P. Karena P definit tak-negatif, ada
lah nilai eigen P2 jika dan hanya jika adalah nilai eigen P. Pernyataan
serupa juga berlaku untuk P1 . Ini membawa kita kepada kesimpulan bahwa
P1 = P.
Faktorisasi kutub pada matriks dapat dibandingkan dengan representasi kutub bilangan kompleks. Setiap bilangan kompleks z dapat dituliskan
sebagai perkalian sebuah bilangan real tak-negatif dengan sebuah bilangan
kompleks dengan modulus 1, yaitu dalam bentuk z = rei , untuk r, R,
r 0.

2.2

Faktorisasi segitiga

Dengan dekomposisi nilai singular, setiap matriks persegi ekivalen uniter


dengan suatu matriks diagonal. [Dua matriks persegi A dan B dikatakan
ekivalen jika terdapat matriks-matriks tak singular S dan T yang memenuhi
B = SAT. Kedua matriks A dan B ekivalen uniter jika S dan T adalah
matriks-matriks uniter.] Pengertian ekivalen ini lebih umum daripada keserupaan. Keserupaan tidak lain dari ekivalensi dimana kita meminta syarat
tambahan T = S1 .
Telah kita lihat bahwa hanya matriks normal yang serupa uniter dengan matriks diagonal. Mempertahankan kediagonalan memaksa kita melonggarkan keserupaan menjadi ekivalensi. Sebaliknya, mempertahankan
keserupaan memaksa kita melepaskan kediagonalan. Secara umum, matriks
persegi hanya serupa uniter dengan matriks segitiga.
Teorema 2.2.1 (Dekomposisi Schur). Misalkan A Cnn . Maka terdapat matriks uniter U Cnn dan matriks segitiga atas R Cnn yang
memenuhi A = URU .
Teorema Schur ini dapat dibuktikan menggunakan induksi terhadap n
dengan cara yang serupa dengan pembuktian Teorema 1.2.2.
Belakangan nanti akan kita lihat bahwa dengan melepaskan syarat uniter
kita dapat memperoleh matriks segitiga dengan struktur yang lebih baik.
Bila komponen-komponen di luar diagonal utama matriks segitiga pada
dekomposisi Schur tidak teridentifikasi, dekomposisi yang akan kita tinjau
nanti memberikan informasi tentang komponen-komponen tersebut.

26

2. FAKTORISASI MATRIKS

Bila pada dekomposisi kita berbicara tentang mencari representasi lain


bagi matriks sebagai pemetaan linier, dalam pembicaraan selanjutnya kita
ingin memecah matriks sebagai hasil perkalian dua matriks lain. Dalam
bahasa pemetaan, yang akan kita tinjau tidak lain dari menuliskan pemetaan
linier sebagai komposisi dua pemetaan linier.
Pada Bab 1 kita telah mengenal faktorisasi yang melibatkan matriks
segitiga, yaitu faktorisasi Cholesky (lihat Teorema 1.3.13). Faktorisasi ini
berlaku untuk matriks definit positif. Secara umum kita mempunyai faktorisasi berikut.
Teorema 2.2.2. Misalkan A Cnn dengan rank(A) = r. Jika determinan submatriks utama pemuka berorde k dari A taknol, k = 1, 2, . . . , r,
maka A = LR, untuk suatu matriks segitiga bawah L Cnn dan matriks
segitiga atas R Cnn .
Bukti: Pertama-tama, kita gunakan induksi pada n untuk membuktikan
kasus A tak singular.
Misalkan n = 2 dan A = [aij ]. Maka
"

#
"
#
1
0
a11
a12
L=
,R =
a21 /a11 1
0 a22 a12 a21 /a11
memenuhi LR = A.
Asumsikan A Cnn dan teorema berlaku untuk semua matriks tak
" singu#
B w
lar berukuran (n 1) (n 1). Partisi matriks A menjadi A =
,
z
dengan B C(n1)(n1) . Dengan hipotesis teorema, B tak singular dan
memenuhi hipotesis induksi, sehingga B = L1 R1 , dimana L1 matriks segitiga bawah dan R1 matriks segitiga atas. "Karena B tak
# singular, L1 dan R1
L1
0
keduanya juga tak singular. Maka L = 1
adalah matriks segitz R1
1
"
#
R1
L1
1 w
iga bawah, R =
adalah matriks segitiga atas dan
1
0 z R1
1 L1 w
LR = A.
Sekarang misalkan A singular dengan rank r. Maka A memiliki submatriks
utama pemuka B berukuran r r yang tak singular dan memenuhi hipotesis
teorema, sehingga B = L1 R1 , untuk suatu matriks segitiga bawah L1 dan
matriks segitiga atas R1 . Karena rank(A) = r terdapat matriks-matriks

2.2. FAKTORISASI SEGITIGA

27

C Cr(nr) , E C(nr)r , sehingga A memiliki bentuk blok


"
#
B
BC
A =
EB EBC
"
#
L1 R1
L1 R1 C
=
.
EL1 R1 EL1 R1 C
"

#
"
#
L1 0
R1 R1 C
Pilih L =
dan R =
. Maka L matriks segitiga
EL1 0
0
0
bawah, R matriks segitiga atas dan LR = A.
Faktorisasi pada Teorema 2.2.2 ini lazim dikenal sebagai faktorisasi LU
karena diperkenalkan dengan menggunakan notasi U untuk matriks segitiga atas. Pada dasarnya, faktorisasi ini adalah notasi matriks untuk hasil
eliminasi Gauss, tanpa pertukaran baris, pada matriks A.
Faktorisasi LU , bila ada, tidak mesti tunggal. Kita dapat memperoleh
ketunggalan dengan menambahkan syarat bahwa L tak singular dan semua
komponen diagonal utama L adalah 1. Dari sisi eliminasi Gauss, ketunggalan ini kita peroleh jika kita membatasi diri hanya pada satu tipe operasi
baris elementer saja, yaitu menjumlahkan satu baris dengan kelipatan baris
lainnya.
Proses ortonormalisasi Gram-Schmidt kita gunakan untuk memperoleh
basis ortonormal dari sebuah basis sembarang. Dalam bahasa matriks,
proses Gram-Schmidt mengubah matriks tak-singular A Cnn menjadi
matriks uniter Q Cnn . Dengan memperhatikan bagaimana proses ortonormalisasi ini bekerja, kita lihat bahwa kedua matriks tersebut memenuhi
hubungan A = QR, untuk suatu matriks segitiga atas R Cnn .
Proses Gram-Schmidt dapat juga kita kenakan pada himpunan bebas
linier selain basis. Teorema berikut merupakan konsekuensi proses GramSchmidt.
Teorema 2.2.3. Misalkan A Cmn dengan m n. Jika rank(A) = n,
maka A = QR, untuk suatu Q Cmn yang memenuhi Q Q = In dan
matriks segitiga atas R Cnn . Dengan menambahkan persyaratan bahwa
semua komponen diagonal utama R real positif, faktorisasi ini tunggal.
Faktorisasi yang diperkenalkan dalam teorema ini dikenal sebagai faktorisasi QR. Berbagai teknik dalam komputasi matriks bersandar pada
faktorisasi QR ini.

28

2. FAKTORISASI MATRIKS

Secara teoritis, proses Gram-Schmidt memberikan bukti konstruktif untuk faktorisasi QR. Akan tetapi, dalam prakteknya kita menggunakan
teknik lain dalam melakukan faktorisasi ini. Dua teknik, refleksi Householder dan rotasi Givens, telah digunakan secara luas.
2vv
adalah
v v

refleksi terhadap subruang v = {y C | y v = 0}, yaitu Hx = y v,


untuk setiap x = y + v Cn , dengan y v , C.

Teorema 2.2.4. Misalkan v Cn , v 6= 0. Maka H = In

Bukti: Dengan menghitung langsung:




2vv
Hx =
In
(y + v)
v v
2v y
= y + v 2v
v v
= y v.
Kesamaan terakhir diperoleh karena y v .
Matriks H pada Teorema 2.2.4 disebut refleksi Householder.
Teorema 2.2.5. Refleksi Householder H adalah matriks Hermite, memenuhi
H2 = In , dan, dengan demikian, H uniter.
Bukti: Dengan menghitung langsung. Bukti lengkap diserahkan pada pembaca.
Gagasan menggunakan refleksi Householder untuk memperoleh faktorisasi
QR untuk matriks A adalah mencari vektor v sehingga H memetakan kolom
pertama A ke kelipatan e1 (vektor ei adalah unsur basis baku bagi Cn dengan komponen 1 pada posisi ke-i). Sifat uniter H mengharuskan vektor
hasil peta tersebut memiliki norma Euklid yang sama dengan norma kolom
pertama A.
Refleksi Householder kita gunakan untuk memperoleh vektor dengan
komponen nol dalam jumlah banyak. Untuk matriks real, ketika kita ingin
mendapatkan komponen nol secara lebih selektif, kita menggunakan rotasi
Givens.
Definisi 2.2.6. Matriks G Rnn dinamakan rotasi Givens jika

cos sin
0

G = P sin cos
0 Pt ,
0
0
In2
untuk suatu matriks permutasi P dan skalar R.

2.2. FAKTORISASI SEGITIGA

29

Ini berarti, komponen-komponen matriks G = [gij ] selain gkk , gkl , glk


dan gll sama dengan komponen-komponen matriks identitas, untuk suatu
1 k, l n, k 6= l. Dengan menghitung langsung, kita memperoleh sifat
berikut.
Sifat 2.2.7. Matriks G adalah matriks ortogonal.
Secara geometri, G adalah matriks rotasi pada bidang-kl sebesar (berlawanan dengan arah jarum jam).
Selain matriks segitiga, bentuk lain yang juga banyak digunakan dalam
komputasi matriks adalah bentuk Hessenberg. Matriks A = [aij ] Cnn
dikatakan matriks Hessenberg jika aij = 0, untuk semua 1 j + 1 < i n.
Kita dapat memanfaatkan refleksi Householder untuk memperoleh faktorisasi A = US, dimana U, S Cnn , U matriks uniter, dan S matriks
Hessenberg. Lebih jauh, dengan menggunakan rangkaian refleksi Householder yang sama di sebelah kanan, bentuk Hessenberg yang telah diperoleh
pada faktorisasi A = US di atas akan tetap dalam bentuk Hessenberg. Ini
memberi kita teorema berikut.
Teorema 2.2.8. Misalkan A Cnn . Maka terdapat matriks uniter U
Cnn dan matriks Hessenberg S Cnn yang memenuhi A = USU .
Keperluan akan bentuk Hessenberg akan tampak ketika kita bekerja di
lapangan real. Dekomposisi Schur tidak berlaku kalau C kita ganti dengan
R. Kegagalan terjadi manakala matriks real yang didekomposisi memiliki
nilai eigen bukan real. Dalam hal ini, hasil paling mendekati yang dapat
diperoleh adalah bentuk Hessenberg sebagai pengganti matriks segitiga.
Teorema 2.2.9. Misalkan A
Q Rnn sehingga berlaku

Qt AQ = 0
.
..

Rnn . Maka terdapat matriks ortogonal


N12 N13
2 N23
0
3
..
..
.
.
0
0

..
.

N1k

N2k

N3k
,
..
.

dimana 1 , 2 , . . . , k adalah matriks-matriks berukuran 1 1 atau 2 2,


dan i berukuran 2 2 hanya jika nilai-nilai eigennya tak real.
"
#

Matriks i berukuran 2 2 pada teorema di atas berbentuk

jika = + i adalah nilai eigen A, dengan 6= 0.

30

2. FAKTORISASI MATRIKS

2.3

Soal Latihan

1. Misalkan R, > 0. Tunjukkan bahwa nilai karakteristik AA


jika dan hanya jika nilai karakteristik A A.
2. Misalkan A Cnn memenuhi A = A.
(a) Apa yang bisa dikatakan tentang nilai-nilai karakteristik A?
(b) Tentukan dekomposisi nilai singular untuk A.
3. Berikan bukti alternatif untuk Teorema 2.1.2 dengan pertama-tama
mendiagonalisasi A A.
4. Misalkan maks (A) menyatakan nilai singular terbesar A. Buktikan
bahwa
maks (A) = maks{|x Ay| | x U2m , y U2n }
dimana U2k = {x Ck | kxk2 = 1}.
5. Misalkan A Cmn , rank(A) = r, dan B diperoleh dengan membuang kolom terakhir A sehingga rank(B) = r 1. Misalkan nilainilai singular A adalah 1 2 r dan nilai-nilai singular
B adalah 1 2 r1 . Tunjukkan bahwa i i i+1 ,
i = 1, 2, . . . , r 1.
6. Misalkan A, B Cmn . Buktikan bahwa
maks (A + B) maks (A) + maks (B),
dimana maks (X) menyatakan nilai singular terbesar matriks X.
7. Misalkan A Cnn tak-singular. Jika PU = A adalah dekomposisi
kutub untuk A, tunjukkan bahwa A normal jika dan hanya jika PU =
UP.

2 0

8. Tentukan semua C yang membuat matriks A = 1 1 tidak


0

memiliki faktorisasi LU .
9. Misalkan A Cnn tak singular dan A = QR = Q1 R1 adalah dua
faktorisasi QR untuk matriks A. Tunjukkan bahwa terdapat matriks
diagonal D = diag(d1 , d2 , . . . , dn ), dengan |d1 | = |d2 | = = |dn | = 1,
sehingga berlaku Q = Q1 D.

2.3. SOAL LATIHAN

31

1 19 34

10. Diberikan matriks real A = 2 5


20, gunakan refleksi House2
8
37
holder untuk memperoleh faktorisasi QR bagi A. Kemudian, gunakan
rotasi Givens untuk tujuan yang sama. [Gunakan kalkulator, lakukan
pembulatan sampai 4 angka di belakang koma.]
h
i
11. Misalkan A = a1 a2 an Cnn . Tentukan v Cn sehingga
2vv
H = In memenuhi Ha1 = ka1 ke1 .
v v
12. Buktikan Teorema 2.2.5.
13. Misalkan A = [aij ] Rnn . Tentukan R sehingga

cos sin
0

0 A
sin cos
0
0
In2
memiliki komponen nol pada baris kedua kolom pertama.
14. Jika A Cnn matriks tridiagonal, haruskah matriks R hasil faktorisasi QR matriks A adalah matriks diagonal? Mengapa?
[A = [aij ] matriks tridiagonal jika aij = 0, untuk semua i, j yang
memenuhi |i j| > 1.]
15. Buktikan Teorema 2.2.8.

Norma Matriks
Konsep ruang vektor merupakan rampatan sifat-sifat aljabar vektor di bidang dan di ruang. Selain sifat aljabar, vektor di bidang dan ruang juga
memiliki sifat-sifat geometris yang bertumpu pada konsep sudut dan jarak.
Dengan memperkenalkan konsep hasilkali dalam di ruang vektor, kita memunculkan kembali sejumlah sifat geometris vektor.
Sekali pun adanya konsep sudut membuat tinjauan geometris pada ruang
vektor lebih lengkap, konsep jarak sudah memadai untuk berbagai keperluan. Secara aljabar, ini kita lakukan melalui konsep norma.
Sudah kita ketahui bahwa ruang matriks m n isomorfik dengan ruang
vektor berdimensi mn. Melalui isomorfisma ini, kita dapat menggunakan
sembarang norma ruang vektor berdimensi mn untuk ruang matriks m n.
Ketika perkalian matriks juga kita perhitungkan, norma tersebut memerlukan syarat yang lebih keras.
Dalam bab ini kita akan membicarakan norma matriks, khususnya untuk
matriks persegi. Sebelum itu, kita akan membicarakan beberapa hal yang
berkaitan dengan norma vektor.

3.1

Norma Vektor

Pertama-tama, hkita berikan sejumlah


norma yang lazim digunakan di Cn .
it
Misalkan x = x1 x2 . . . xn Cn . Norma yang lazimnya diperke!1/2
n
X
2
nalkan pertama kali adalah norma Euklid: kxk2 =
|xi |
. Norma
i=1

ini berasal dari hasilkali titik.


33

34

3. NORMA MATRIKS

Perampatan hasilkali titik menjadi hasilkali dalam memberi kita lebih


banyak norma. Untuk setiap hasilkali dalam h, i : Cn Cn C, kita
1
memperoleh norma kxk = hx, xi 2 . Secara khusus, jika A Cnn definit
positif, maka hx, yi = x Ay, x, y Cn , memberikan hasilkali dalam di Cn .
Dengan demikian, dari matriks definit positif A Cnn kita peroleh norma

kxkA = x Ax.
Tidak setiap norma berasal dari hasilkali dalam. Agar norma k k di Cn
berasal dari hasilkali dalam, identitas jajargenjang berikut harus berlaku:

kx + yk2 + kx yk2 = 2 kxk2 + kyk2 , untuk setiap x, y Cn .
Dengan demikian, kedua norma berikut ini tidak berasal dari hasilkali
dalam:
n
X
kxk1 =
|xi | dan kxk = maks |xi |.
i

i=1

Indeks subskrip pada ketiga norma tersebut memiliki makna. Secara


umum kita mempunyai, untuk p R, p 1, norma-p:
kxkp =

n
X

!1/p
p

|xi |

i=1

Ketaksamaan segitiga untuk norma-p dikenal sebagai ketaksamaan Minkowski. Untuk membuktikan ketaksamaan ini, kita akan menggunakan sebuah rampatan dari ketaksamaan Cauchy-Bunyakowski-Schwarz, yaitu ketaksamaan H
older.
Sifat 3.1.1 (Ketaksamaan Holder). Misalkan p, q R positif dan memenuhi
1 1
+ = 1. Maka |y x| kxkp kykq , untuk setiap x, y Cn .
p q
Bukti: Tidak ada yang perlu dibuktikan ketika n = 1. Asumsikan n 2.
Kita buktikan terlebih dahulu kasus xi dan yi real positif, i = 1, 2, . . . , n,
dan kxkp = kykq = 1. Dalam hal ini, xi < 1 dan yi < 1, i = 1, 2, . . . , n.
Misalkan i = 1, 2, . . . , n. Definisikan ai = p ln xi dan bi = q ln yi . Sifat
cekung ke atas fungsi eksponensial memberikan
1
1
xi yi = eai /p+bi /q eai + ebi
p
q
1 p 1 q
=
x + yi .
p i
q

3.1. NORMA VEKTOR

35

Dengan menjumlahkan terhadap i = 1, 2, . . . , n, kita peroleh


y x

1 1
+ = kxkp kykq .
p q

= x/kxkp dan y
= y/kykq .
Dalam hal norma x atau y bukan 1, ambil x

x
k
Maka k
xkp = k
ykq = 1 dan y
xkp k
ykq = 1. Perkalian kedua ruas

dengan kxkp kykq memberikan y x kxkp kykq .


Dalam hal komponen-komponen x dan y real tak-negatif, kita perpendek
x dan y menjadi berturut-turut w dan z dengan membuang semua posisi di
mana komponen x atau y adalah 0. Maka semua komponen w dan z real
positif. Selanjutnya kita peroleh:
|y x| = y x = z w
kzkp kwkq
kykp kxkq .
Akhirnya, misalkan x, y Cn sembarang. Misalkan w, z Cn dengan
wi = |xi |, zi = |yi |, i = 1, 2, . . . , n. Maka kxkp = kwkp dan kykp = kzkp .
Ketaksamaan segitiga bilangan kompleks memberikan

n

X

yi xi
|y x| =


i=1

n
X

|yi | |xi | = z w

i=1

kzkp kwkq = kxkp kxkq .


Teorema 3.1.2 (Ketaksamaan Minkowsi). Misalkan p R, p 1. Maka
untuk setiap x, y Cn berlaku
n
X

!1/p
p

|xi + yi |

i=1

n
X

!1/p
p

|xi |

i=1

n
X

!1/p
p

|yi |

i=1

Bukti: Ketaksamaan jelas berlaku ketika kx + ykp = 0. Karena itu asumsikan sebaliknya. Pertama-tama, kita peroleh
kx + ykpp =

n
X
i=1
n
X
i=1

|xi + yi |p =

n
X

|xi + yi ||xi + yi |p1

i=1

|xi ||xi + yi |p1 +

n
X
i=1

|yi ||xi + yi |p1 .

36

3. NORMA MATRIKS

Dengan ketaksamaan H
older, kita peroleh
n
X

p1

|xi ||xi + yi |

kxkp

i=1

n
X

!1/q
|xi + yi |

q(p1)

i=1

dimana 1/p + 1/q = 1. Syarat 1/p + 1/q = 1 berakibat q(p 1) = p dan


1/q = (p 1)/p. Dengan demikian,
n
X

!1/q
|xi + yi |q(p1)

i=1

sehingga

n
X

!(p1)/p
|xi + yi |p

= kx + ykp1
p ,

i=1

n
X

|xi ||xi + yi |p1 kxkp kx + ykpp1 .

i=1

Dengan cara serupa,


n
X

|yi ||xi + yi |p1 kykp kx + ykpp1 .

i=1

Jadi,
kx + ykpp kxkp kx + ykpp1 + kykp kx + ykp1
p
= (kxkp + kykp ) kx + ykp1
p ,
dan ketaksamaan Minkowski segera kita dapatkan.
Indeks tak hingga pada norma maksimum modulus memperoleh pembenaran dari sifat berikut.
Sifat 3.1.3. Untuk setiap x Cn berlaku
kxk = lim kxkp .
p

Bukti: Untuk x = 0, pernyataan jelas benar. Misalkan x 6= 0 dan |xm |


adalah maksimum modulus komponen-komponen x. Maka:
!1/p
n
X
kxkp =
|xi |p
i=1

 !1/p
n 
X
|xi | p
= |xm |
|xm |
i=1

X xi p 1/p


= |xm | k +
,
xm

3.1. NORMA VEKTOR

37

dimana k 1 menyatakan banyaknya komponen x yang modulusnya sama


dengan |xm | dan penjumlahan pada ekspresi terakhir diambil untuk semua komponen x yang modulusnya lebih kecil dari |xm |. Dengan kalkulus,

X xi p 1/p


k+
1 jika p , dan Sifat 3.1.3 terbukti.
xm
Norma vektor pada Cn membawa sebuah metrik di ruang tersebut, sehingga memungkinkan kita berbicara tentang sifat-sifat analitis pada Cn .
Sifat 3.1.4. Diberikan sembarang norma kk pada Cn , definisikan d(x, y) =
kx yk, x, y Cn . Maka berlaku:
1. d(x, y) 0, x, y Cn , dan d(x, y) = 0 jika dan hanya jika x = y;
2. d(x, y) = d(y, x), x, y Cn ;
3. d(x, y) d(x, z) + d(z, y), x, y, z Cn .
Dengan demikian, Cn adalah sebuah ruang metrik dengan metrik d. Perhatikan bahwa ketiga sifat pada Sifat 3.1.4 adalah sifat-sifat jarak antara dua
vektor di garis, ruang dan bidang. Ini berarti bahwa metrik tidak lain dari
rampatan pengertian jarak.
Tujuan pembahasan kita selanjutnya adalah menunjukkan bahwa sifatsifat analitis ruang vektor bernorma yang berdimensi hingga tidak bergantung pada norma yang digunakan. Sebagai contoh, sebuah barisan di Cn
yang konvergen menurut satu norma juga konvergen menurut norma yang
satu lagi. Hal ini terjadi karena semua norma pada ruang demikian ekivalen.
Perhatikan bahwa, sesuai namanya, ekivalensi norma adalah sebuah relasi
ekivalen.
Definisi 3.1.5. Dua norma k k0 dan k k00 di Cn dikatakan ekivalen jika
terdapat konstanta-konstanta real positif m dan M yang memenuhi
mkxk0 kxk00 M kxk0 , x Cn .
Pertama-tama, subhimpunan tak hampa S dari sebuah ruang metrik
dikatakan tertutup jika setiap barisan di S yang konvergen mestilah konvergen ke suatu unsur S. Barisan {xk } kita katakan konvergen ke a jika
d(xk , a) 0 ketika k .
Sifat 3.1.6. Misalkan k k sembarang norma di Cn . Himpunan U = {x
Cn | kxk = 1} bersifat tertutup dan terbatas dengan metrik yang diturunkan
dari norma k k.

38

3. NORMA MATRIKS

Bukti: Sifat terbatas U jelas terpenuhi.


Sekarang misalkan {uk } barisan di U yang konvergen ke a. Akan ditunjukkan bahwa a U , yaitu bahwa kak = 1. Perhatikan bahwa 0
|1 kak| = |kuk k kak| kuk ak. Karena uk konvergen ke a, maka
kuk ak konvergen ke 0. Akibatnya, |1 kak| = 0, sehingga kak = 1.
Secara khusus, Sifat 3.1.6 berlaku untuk norma k k1 . Kita akan tunjukkan bahwa semua norma di Cn ekivalen dengan norma k k1 .
Sifat 3.1.7. Dengan metrik yang diturunkan dari norma k k1 , sembarang
fungsi norma k k : Cn R kontinu di U1 = {x Cn | kxk1 = 1}.
Bukti: Pertama-tama, kita buktikan bahwa terdapat konstanta real positif c yang memenuhi kxk ckxk1 , untuk semua x Cn . Misalkan x =
n
n
X
X
[1 2 n ]t Cn , maka x =
i ei . Kita peroleh kxk
|i |kei k
n
X
i=1

|i | maks kej k = c
j

n
X

i=1

i=1

|i | = ckxk1 , dimana c = maksj kej k.

i=1

Selanjutnya, misalkan {uk } barisan di U1 yang konvergen (menurut metrik


yang diturunkan dari k k1 ) ke a U1 . Maka 0 |kuk k kak| kuk ak
ckuk ak1 . Karena kuk ak1 konvergen ke 0, maka |kuk k kak| juga
konvergen ke 0, sehingga kuk k konvergen ke kak, bukti selesai.
Dengan menggunakan Teorema Weierstrass (setiap fungsi real yang kontinu pada himpunan yang tertutup dan terbatas mencapai maksimum dan
minimum di himpunan tersebut), Sifat 3.1.7 membawa konsekuensi berikut:
Teorema 3.1.8. Setiap norma sembarang k k mencapai maksimum dan
minimum di U1 = {x Cn | kxk1 = 1}.
Misalkan norma k k mencapai maksimum dan minimum berturut-turut
M dan m di U1 . Perhatikan bahwa M dan m keduanya positif. Misalkan
pula x sembarang vektor taknol di Cn . Maka


x
M.

m
kxk1
Dengan menggunakan sifat norma kita peroleh
mkxk1 kxk M kxk1 .
Ini berarti bahwa setiap norma di Cn ekivalen dengan norma k k1 .
Dengan menggunakan fakta bahwa ekivalensi norma adalah sebuah relasi
ekivalen kita mempunyai teorema berikut.

3.2. NORMA MATRIKS

39

Teorema 3.1.9. Setiap dua norma k k0 dan k k00 di Cn ekivalen.


Teorema 3.1.9 berlaku untuk ruang berdimensi hingga. Contoh penyangkal dapat kita temukan pada ruang vektor ` = {(a1 , a2 , . . . ) | ai C, hampir
semuanya 0}, dengan operasi komponen demi komponen. Maka k k1 dan
k k keduanya norma di `, tetapi keduanya tidak ekivalen (lihat Soal Latihan 4).

3.2

Norma Matriks

Telah kita ketahui bahwa himpunan matriks Cmn membentuk ruang vektor atas C yang isomorfik dengan Cmn . Sebagai akibatnya, ruang matriks
ini dapat kita perlengkapi dengan norma, yaitu dengan mengambil norma
vektor di Cmn .
Dalam hal m = n, kita juga mempunyai operasi perkalian di Cnn .
Dalam kasus ini, kita menginginkan adanya kaitan antara norma matriks
dengan operasi perkalian.
Definisi 3.2.1. Pemetaan : Cnn R adalah norma matriks jika
berlaku:
1. (A) 0, A Cnn , dan (A) = 0 A = 0;
2. (A + B) (A) + (B), A, B Cnn ;
3. (A) = || (A), C, A Cnn ; dan
4. (AB) (A)(B), A, B Cnn .
Sifat 1 kita namakan kepositifan, Sifat 2 ketaksamaan segitiga, dan Sifat
4 submultiplikatif.
Sebagaimana norma vektor, kita lazim menggunakan notasi kAk untuk
menyatakan norma matriks A.
Berikut ini beberapa norma matriks A = [aij ] Cnn yang banyak
digunakan.
1. kAk1 = maks
j

n
X

|aij |

2. kAk2 = maks i (A)


i

(jumlah modulus kolom terbesar);

i=1

(nilai singular terbesar);

40

3. NORMA MATRIKS

3. kAk = maks
i

n
X

|aij |

(jumlah modulus baris terbesar);

j=1

v
uX
n
u n X
4. kAkF = t
|aij |2

(norma Frobenius).

i=1 j=1

Ekivalensi norma yang kita bicarakan di atas juga berlaku untuk norma
matriks. Ini kita peroleh karena ekivalensi norma tidak memerlukan sifat
submultiplikatif.
Norma matriks yang kita perkenalkan di atas memuat subskrip. Penggunaan subskrip pada Contoh 1-3 di atas memiliki makna tertentu.
Teorema 3.2.2. Misalkan A Cnn . Untuk sembarang norma k k di Cn ,
kAxk
= maks kAxk mendefinisikan sebuah norma matriks di
kAk := maks
x6=0 kxk
kxk=1
Cnn .
Bukti: Pertama-tama, kita tunjukkan bahwa maksimum pada definisi memang ada. Mengingat Sifat 3.1.6, kita cukup menunjukkan bahwa fungsi
x 7 kAx|| kontinu di U = {x Cn | kxk = 1}. Karena norma vektor di
Cn ekivalen, kita dapat menggunakan norma k k1 .
Misalkan barisan {uk } di U konvergen ke w U . Ini berarti bahwa
kuk wk1 konvergen ke 0. Akan ditunjukkan bahwa |kAuk k kAwk| konvergen ke 0. Untuk i = 1, 2, . . . , n, modulus komponen ke-i pada A (uk w)
memenuhi


n


X
|(A (uk w))i | =
aij (uk )j wj
j=1

n


X

|aij | (uk )j wj
j=1

n
X

|aij |

j=1

n
X
j=1

n

X


(uk )j wj
j=1

|aij | kuk wk1 .

3.2. NORMA MATRIKS

41

Dengan menjumlahkan kedua ruas, kita peroleh


0 kAuk Awk1
= kA(uk w)k1
n
X
=
|(A(uk w))i |
i=1

n
X

n
X

|aij | kuk wk1

i=1

j=1

= kuk wk1

n X
n
X

|aij | .

i=1 j=1

Karena kuk wk1 konvergen ke 0, maka kAuk Awk1 konvergen ke 0.


Dengan ekivalensi norma di Cn , kAuk Awk juga konvergen ke 0. Karena
0 |kAuk k kAwk|
kAuk Awk,
kita peroleh |kAuk k kAwk| konvergen ke 0, sehingga kAuk k konvergen
ke kAwk. Ini berarti bahwa fungsi x 7 kAx|| kontinu di U . Dengan
Teorema Weierstrass, fungsi tersebut mencapai maksimum di U . Jadi kAk
terdefinisi.
Selanjutnya, di sini hanya akan diberikan bukti sifat submultiplikatif.
Bukti ketiga sifat norma matriks lainnya diserahkan kepada pembaca.
Sifat kABk kAkkBk jelas berlaku ketika AB = 0. Sekarang misalkan
kABxk
tercapai ketika Bx 6= 0.
AB 6= 0. Maka kABk > 0 dan maksimum
kxk
Akibatnya,
kABxk
kABxk
= maks
x6=0
x6=06=Bx
kxk
kxk


kABxk kBxk
maks
x6=06=Bx
kBxk kxk
kABxk
kBxk
maks
maks
Bx6=0 kBxk x6=0 kxk
kAyk
kBxk
maks
maks
y6=0 kyk x6=0 kxk
kAkkBk.

kABk = maks
=

Norma matriks yang diperoleh menurut Teorema 3.2.2 disebut norma


hasil induksi. Norma matriks yang merupakan hasil induksi dari norma
vektor k k0 kita tulis dengan notasi yang sama k k0 .

42

3. NORMA MATRIKS

Kita tunjukkan berikut ini bahwa norma matriks jumlah modulus kolom
terbesar adalah benar hasil induksi dari norma vektor k k1 .
n
X
Misalkan x Cn memenuhi kxk1 =
|xi | = 1. Maka
i=1

kAxk1




n X
n X
n
X
X
n



=
aij xj
|aij xj |


i=1 j=1
i=1 j=1
=

n X
n
X

|aij | |xj | =

j=1 i=1

maks
k

|xj |

n
X

j=1
n
X

!
|aik |

i=1

Akibatnya maks kAxk1 maks


kxk1 =1

n
X

n
X

|aij |

i=1

|xj | = maks
j

j=1
n
X

n
X

|aij |.

i=1

|aij |. Selanjutnya, misalkan maksimum

i=1

jumlah kolom modulus A tercapai pada kolom m. Maka


maks kAxk kAem k1 =

kxk1 =1

n
X

|aim |

i=1

= maks
j

n
X
i=1

|aij | maks kAxk.


kxk1 =1

Norma matriks hasil induksi memenuhi dua sifat berikut. Bukti keduanya tidak terlalu sukar, sehingga pembaca diharapkan dapat dengan mudah
memperolehnya.
Sifat 3.2.3. Misalkan k k0 norma vektor di Cn . Maka norma matriks
hasil induksinya di Cnn memenuhi kAxk0 kAk0 kxk0 , untuk setiap A
Cnn , x Cn .
Sifat 3.2.4. Jika k k adalah norma matriks di Cnn hasil induksi, maka
kIn k = 1.
Sebagai konsekuensi Sifat 3.2.4, norma matriks k kF pada contoh di
atas bukan norma hasil induksi. Sifat 3.2.3, dengan demikian tidak dapat
dikenakan kepada norma k kF . Sekali pun demikian, untuk norma matriks
bukan hasil induksi kita mempunyai sifat berikut.
Sifat 3.2.5. Untuk setiap norma matriks k k di Cnn , terdapat norma
vektor k k0 di Cn yang memenuhi kAxk0 kAk kxk0 , untuk setiap A
Cnn , x Cn .

3.2. NORMA MATRIKS

43

Bukti: Kita hanya perlu memberikan bukti untuk kasus dimana k k bukan
norma hasil induksi.
Untuk setiap x Cn , definisikan kxk0 = kxe1 k, dimana e1 adalah vektor
basis baku pertama di Cn . Akan kita tunjukkan terlebih dahulu bahwa k k0
adalah norma vektor di Cn .
Pertama-tama, kxk0 = kxe1 k 0. Kemudian, kxk0 = 0 = kxe1 k = 0 =
xe1 = 0 = x = 0.
Kemudian, untuk C berlaku kxk0 = k(x)e1 k = k(xe1 )k = ||kxe1 k =
||kxk0 .
Akhirnya, kx + yk0 = k(x + y)e1 k = kxe1 + ye1 k kxe1 k + kye1 k =
kxk0 + kyk0 .
Sekarang kita buktikan bahwa k k0 memenuhi kAxk0 kAkkxk0 . Karena
perkalian matriks bersifat asosiatif, kita dapatkan
kAxk0 = k(Ax)e1 k = kA(xe1 )k kAkkxe1 k kAkkxk0 .
Jelas bahwa, pada Sifat 3.2.5, norma hasil induksi dari norma vektor kk0
didominasi oleh norma matriks yang diberikan, yaitu kAk0 kAk, untuk
setiap A Cnn . Teorema berikut menyatakan bahwa norma hasil induksi
tidak mungkin mendominasi norma hasil induksi lain.
Teorema 3.2.6. Misalkan kk dan kk0 norma-norma hasil induksi di Cnn .
Jika kAk kAk0 , untuk semua A Cnn , maka kAk = kAk0 , untuk semua
A Cnn .
Bukti: Dari Soal Latihan 16, terdapat c R, c > 0, yang memenuhi kvk =
ckvk0 , untuk setiap v Cn . Akibatnya, untuk semua v Cn , v 6= 0, berlaku
kAvk
kAvk0
=
. Kesimpulan yang diinginkan segera kita dapatkan.
kvk
kvk0
Ingat kembali bahwa radius spektral matriks A, ditulis (A), adalah
maksimum modulus nilai karakteristik A. Perhatikan bahwa radius spektral
bukan norma matriks, kecuali ketika n = 1. Sekali pun demikian, kita
mempunyai dua teorema berikut yang menunjukkan hubungan antara norma
matriks dengan radius spektralnya.
Teorema 3.2.7. Jika k k adalah norma matriks di Cnn , maka (A)
kAk, untuk setiap A Cnn .
Bukti: Kita gunakan norma vektor k k0 yang diberikan pada bukti Sifat
3.2.5. Misalkan A Cnn dan sembarang nilai eigen A dengan vektor

44

3. NORMA MATRIKS

eigen x yang memenuhi kxk0 = 1. Maka


|| = ||kxk0 = kxk0 = kAxk0 kAkkxk0 = kAk.
Karena (A) adalah maksimum modulus nilai eigen A, maka (A) kAk.
Lebih jauh, spektral radius sebuah matriks adalah infimum dari normanorma matriks tersebut.
Teorema 3.2.8. Misalkan A Cnn . Untuk setiap  > 0, terdapat norma
matriks k k0 di Cnn yang memenuhi kAk0 < (A) + .
Bukti: Dengan Teorema 2.2.1, terdapat matriks uniter U Cnn sehingga
matriks R = U AU matriks segitiga atas. Komponen-komponen diagonal
utama R memberikan semua nilai eigen A. Tuliskan

1 r12 r13 r1n

2 r23 r2n

3 r3n
R=
.

..
..

.
0
.

n
Untuk R, > 0, definisikan matriks D = diag(1, , 2 , . . . , n1 ) berukuran n n. Perhatikan matriks

1 r12 2 r13 n1 r1n

2
r23 n2 r2n

3
n3 r3n
D1 RD =
.

..
..

.
0
.

n
Misalkan  > 0. Pilih sehingga

n
X

j1 |rij | < , i = 1, 2, . . . , n 1,

j=i+1

misalnya = min{ 21 , / n2 maks |rij | }. Maka

kD1 U AUDk = kD1 RDk = maks |i | +


i

maks |i | + maks
i

< (A) + .

n
X
j=i+1

n
X
j=i+1

j1 |rij |

j1 |rij |

3.2. NORMA MATRIKS

45

Untuk D dan U yang tak singular, kAk0 = kD1 U AUDk memberikan


sebuah norma matriks, lihat Soal Latihan 15. Ini membuktikan Teorema
3.2.8.
Dalam Soal Latihan 15, kita lihat bahwa kita dapat membuat sebuah
norma matriks baru melalui relasi keserupaan. Norma baru ini tidak mesti
sama dengan norma semula. Berikut ini kita lihat hubungan kedua norma
ketika kita menggunakan matriks uniter untuk keserupaan.
Definisi 3.2.9. Norma matriks k k di Cnn dikatakan invarian uniter jika
berlaku kUAVk = kAk, untuk semua A Cnn dan semua matriks uniter
U, V di Cnn .
Norma k k2 dan k kF keduanya invarian uniter. Secara umum, sifat
invarian uniter norma matriks dapat dilihat melalui hubungan antara norma
dengan nilai singular.
Teorema 3.2.10. Misalkan k k norma matriks yang invarian uniter di
Cnn . Maka kAk2 kAk, untuk setiap A Cnn .
Bukti: Dari bukti Sifat 3.2.5, kita definisikan norma vektor k k0 di Cn
melalui kxk0 = kxe1 k, untuk setiap x Cn . Norma vektor tersebut memenuhi
hubungan kAxk0 kAkkxk0 , untuk setiap A Cnn , x Cn , dan akibatnya, norma hasil induksi dari norma vektor itu memenuhi kAk0 kAk,
untuk semua A Cnn .
Misalkan x Cn . Maka terdapat matriks refleksi Householder H sehingga
Hx = kxk2 e1 . Karena matriks Householder uniter, maka kxk2 ke1 k0 =
kkxk2 e1 k0 = kHxk0 = k(Hx)e1 k = kH(xe1 )k = kxe1 k = kxk0 . Jadi
kxk0 = ke1 k0 kxk2 , untuk semua x Cn .
Akibatnya, untuk sembarang A Cnn berlaku
kAxk0 /ke1 k0
kAxk2
= maks
x6=0 kxk0 /ke1 k0
x6=0 kxk2
kAxk0
= maks
= kAk0 .
x6=0 kxk0

kAk2 = maks

Jadi kAk2 = kAk0 kAk, untuk setiap A Cnn .


Teorema-teorema 3.2.6 dan 3.2.10 membawa kita kepada fakta berikut.
Teorema 3.2.11. Norma k k2 adalah satu-satunya norma matriks hasil
induksi di Cnn yang invarian uniter.

46

3. NORMA MATRIKS

Sebagai catatan penutup, adalah mungkin untuk berbicara norma matriks pada kelas semua matriks {A Cmn | m, n N}. Dalam hal ini kita
tidak bekerja dengan satu norma saja. Persyaratan submultiplikatif kita
kenakan hanya ketika perkalian matriks dapat kita lakukan.
Sebagai contoh, kita bisa mendefinisikan untuk A Cmn ,
kAk2 = maks
x6=0

kAxk2
,
kxk2

dimana norma vektor pada pembilang adalah norma-2 di Cm , sedangkan


norma vektor pada penyebut adalah norma-2 di Cn . Dalam hal ini, sifat submultiplikatif berlaku: kABk2 kAk2 kBk2 , untuk setiap A Cmk , B
Ckn . Perhatikan bahwa norma yang digunakan untuk AB adalah norma-2
di Cmn , sedangkan untuk A dan B berturut-turut adalah norma-2 di Cmk
dan Ckn .

3.3

Bilangan Kondisi

Dalam komputasi, hampir tidak mungkin bagi kita untuk menghindari galat,
baik karena pembulatan maupun pemotongan. Selain itu, data masukan
mungkin merupakan hasil eksperimen atau pengamatan dengan akurasi rendah. Berapa besar pengaruh galat terhadap hasil komputasi? Berikut ini
kita perkenalkan perangkat analisis untuk masalah sistem persamaan linier.
Misalkan A Cnn tak singular dan b Cn , b 6= 0. Maka persamaan
Ax = b memiliki solusi. Jika b kita ganggu menjadi b + b, solusi persamaan pun terganggu menjadi x + x. Kita peroleh Ax = b, sehingga
x = A1 b. Pilih norma matriks k k di Cnn sembarang dan norma
vektor di Cn yang memenuhi ketaksamaan pada Sifat 3.2.5.
1
1
kAk
. Dengan demikian
Maka kxk kA1 k kbk dan
kxk
kbk
kxk
kbk
kAk kA1 k
.
kxk
kbk
Ketaksamaan di atas memberikan sebuah batas bagi deviasi relatif solusi persamaan Ax = b dalam hubungan dengan deviasi relatif b. Hubungan tersebut ditentukan oleh kAk kA1 k. Karena kita menginginkan deviasi relatif solusi tidak jauh lebih besar daripada deviasi relatif b, kita
menginginkan kAk kA1 k kecil.

3.4. SOAL LATIHAN

47

Definisi 3.3.1. Besaran kAk kA1 k kita namakan bilangan kondisi matriks
A, ditulis (A).
Ketaksamaan di atas dan ketaksamaan pada Soal Latihan 17 memberikan (A) 1.

3.4

Soal Latihan

1. Misalkan k k norma di Cn .
(a) Buktikan bahwa |kuk kvk| ku vk, untuk setiap u, v Cn .
(b) Apakah selalu berlaku ku vk ku + vk?
2. Misalkan (A) adalah maksimum modulus komponen A Cnn .
Tunjukkan, untuk setiap n > 1, bahwa terdapat A, B Cnn yang
memenuhi (AB) > (A)(B).
3. Misalkan (A) adalah jumlah modulus semua komponen A Cnn .
Periksa apakah memenuhi sifat submultiplikatif.
4. Diberikan ruang vektor ` = {(a1 , a2 , . . . ) | ai C, hampir semuanya 0}
(dengan operasi komponen demi komponen). Maka k k1 dan k k
keduanya norma di `. Tunjukkan bahwa kedua norma tersebut tidak
ekivalen.
kAxk2
konstan untuk semua
kxk2
n
x 6= 0 di C jika dan hanya jika semua nilai singular A sama besar.

5. Misalkan A Cnn . Buktikan bahwa

6. Tunjukkan bahwa k k memenuhi sifat submultiplikatif.


7. Misalkan x Cn dan A = xx .Tentukan kAk1 , kAk2 , kAk dan
kAkF dengan menggunakan norma-norma vektor x yang tepat.
8. Misalkan A 6= 0. Tunjukkan bahwa jika nilai-nilai singular A ada!1/2
r
X
2
lah 1 , 2 , . . . , r , maka kAkF =
i
= (tr(A A))1/2 =
i=1

(tr(AA ))1/2 .
9. Tentukan m, M real positif yang memenuhi sekaligus (i) mkAk1
kAk2 M kAk1 , untuk setiap A Cnn , dan (ii) mkA1 k1 = kA1 k2 ,
kA2 k2 = M kA2 k1 , untuk suatu A1 , A2 Cnn .

48

3. NORMA MATRIKS

10. Tentukan norma vektor di Cn yang memenuhi pernyataan Sifat 3.2.5


untuk norma matriks k kF .
11. Tunjukkan bahwa norma matriks kk2 adalah norma hasil induksi dari
norma Euklid di Cn .
12. (a) Misalkan D Cnn matriks diagonal. Tentukan kDk2 .
(b) Misalkan A Cnn . Buktikan bahwa jika A normal, maka
(A) = kAk2 .
13. Tunjukkan bahwa norma matriks k k adalah norma hasil induksi
dari norma maksimum modulus komponen k k .
14. Jika kk adalah norma matriks di Cnn hasil induksi, tunjukkan bahwa
kIn k = 1.
15. Misalkan k k suatu norma vektor di Cn dan S Cnn tak singular.
(a) Tunjukkan bahwa kxk0 := kSxk mendefinikan sebuah norma vektor di Cn .
(b) Tunjukkan bahwa norma matriks hasil induksi kedua norma vektor tersebut memenuhi kAk0 = kSAS1 k, untuk setiap A
Cnn .
16. Misalkan kk, kk0 dua norma di Cn . Misalkan pula norma-norma hasil
induksi keduanya memenuhi kAk kAk0 , untuk semua A Cnn
dengan rank 1. Buktikan bahwa terdapat konstanta real positif c yang
memenuhi kvk = ckvk0 , untuk setiap v Cn .
17. Misalkan A Cnn tak singular dan b Cn , b 6= 0. Misalkan b
deviasi pada b dan x deviasi pada solusi yang diakibatkan b. Tunjukkan bahwa
kxk
kbk
(A)
.
kbk
kxk

Masalah Nilai Eigen


Masalah nilai eigen adalah satu dari dua masalah dasar dalam aljabar linier
dan teori matriks. Pada masalah nilai eigen kita mencari nilai-nilai eigen
suatu matriks atau pemetaan linier beserta vektor-vektor eigen yang terkait.
Dari sudut komputasi, masalah ini adalah masalah yang sukar. Tidak ada
satu metode tertentu yang dapat digunakan untuk memperoleh secara eksak
nilai eigen semua matriks.

4.1

Lokalisasi Nilai Eigen

Ketika menyelesaikan masalah nilai eigen, seringkali kita harus cukup puas
dengan metode iteratif. Penentuan lokasi nilai eigen merupakan hal krusial
dalam metode-metode iteratif.
Dari Teorema 3.2.7, norma matriks dapat digunakan untuk menentukan
lokasi nilai-nilai eigen. Semua nilai eigen matriks A Cnn berada di dalam
lingkaran dengan pusat titik asal dan jari-jari kAk, untuk sembarang norma
di Cnn .
Penggunaan norma untuk menentukan lokasi nilai eigen masih terlalu
kasar. Teorema berikut memberikan lokalisasi yang lebih baik. Bukti teorema memerlukan fakta bahwa nilai-nilai eigen sebuah matriks bergantung
secara kontinu pada komponen-komponen matriks tersebut. Sebelum menyatakan teorema, untuk A= [aij ] Cnn kita definisikan
terlebih dahulu

X

|aij | , i = 1, 2, . . . , n.
cakram Gershgorin Di = z C |z aii |


j6=i

49

50

4. MASALAH NILAI EIGEN

Teorema 4.1.1 (Gershgorin). Setiap nilai eigen matriks A Cnn berada


dalam salah satu cakram Di . Lebih jauh, jika gabungan m buah cakram
D = Di1 Di2 Dim tidak beririsan dengan n m cakram lainnya,
maka D memuat tepat m nilai eigen A.
Bukti: Untuk membuktikan bagian pertama, misalkan C nilai eigen
A dengan vektor eigen x Cn , kxk = 1. Maka terdapat k sehingga
1 = kxk = |xk | |xi |, i = 1, 2, . . . , n. Dari hubungan Ax = x, komponen
n
X
X
ke-k pada Ax adalah
akj xj = xk , sehingga ( akk ) xk =
akj xj .
j=1

j6=k

Dengan mengambil modulus, kita peroleh


X
X
X
| akk |
|akj | |xj |
|akj | |xk | =
|akj |.
j6=k

j6=k

j6=k

Untuk bukti bagian kedua, misalkan D = diag(a11 , a22 , . . . , ann ) dan


N = A D. Maka A = D + N. Untuk t [0, 1], definisikan A(t) = D + tN.
Misalkan k tetap, 1 k n. Perhatikan bahwa cakram Gershgorin
Dk (t) untuk A(t) memiliki titik pusat akk , yang tidak bergantung pada t,
dan jari-jari yang bergantung secara linier pada t. Ketika t bergerak dari
t = 0 ke t = 1, cakram Gershgorin Dk (t) membesar dan nilai eigen ke-k bagi
A(t) bergerak mengikuti lintasan terhubung k dari akk ke suatu nilai eigen
bagi A. Jika berada di cakram Gershgorin Dj , maka keterhubungan
lintasan k membuat Dj Dk (1) = Dj Dk 6= . Ini berakibat m lintasan nilai eigen A(t) yang berawal di titik-titik ai1 i1 , ai2 i2 , . . . , aim im akan
berada sepenuhnya di D. Hal serupa juga berlaku bagi n m lintasan nilai
eigen A(t) lainnya yang akan berada sepenuhnya di komplemen D. Jadi, D
memuat tepat m nilai eigen.
Teorema berikut memberikan sebuah aplikasi Teorema Gershgorin.
Teorema 4.1.2 (Bauer-Fike). Misalkan A Cnn dapat didiagonalkan
dan A = SDS1 , dimana S Cnn tak singular dan D Cnn diagonal.
Misalkan E Cnn sembarang. Maka untuk setiap nilai eigen bagi A + E
terdapat nilai eigen bagi A yang memenuhi | | (S)kEk .
Bukti: Misalkan D = diag(1 , 2 , . . . , n ) dan F = S1 ES. Maka nilainilai eigen A + E adalah nilai-nilai eigen D + F. Dengan mengenakan Teorema 4.1.1 pada matriks D + F kita memperoleh hasil yang diinginkan.
Perhatikan bahwa Teorema Bauer-Fike juga menetapkan lokasi nilai eigen
di dalam sebuah cakram. Jika kita mengetahui nilai-nilai eigen matriks A,

4.1. LOKALISASI NILAI EIGEN

51

maka nilai-nilai eigen tersebut akan menjadi pusat cakram untuk lokasi nilainilai eigen matriks A + E. Berbeda dengan Teorema Gershgorin, jari-jari
cakram yang diberikan Teorema Bauer-Fike konstan.
Karena norma-norma matriks ekivalen, kita boleh mengharapkan ada
versi lain Teorema Bauer-Fike yang menggunakan norma selain norma-.
Teorema 4.1.3 (Bauer-Fike). Misalkan A Cnn dapat didiagonalkan
dan A = SDS1 , dimana S Cnn tak singular dan D Cnn diagonal.
Misalkan E Cnn sembarang. Maka untuk setiap p R, 1 p < , dan
untuk setiap nilai eigen bagi A + E terdapat nilai eigen bagi A yang
memenuhi | | p (S)kEkp .
Bukti: Misalkan v vektor eigen A + E untuk nilai eigen . Misalkan
w = S1 v 6= 0 dan F = S1 ES. Maka (D + F)w = (D + F)S1 v =
S1 (A + E)v = S1 v = w dan kFkp kS1 kp kEkp kSkp = p (S)kEkp .
Jika I D singular, maka sama dengan salah satu komponen diagonal
utama D, yang beerarti = , salah satu nilai eigen A.
Misalkan sekarang ID tak singular. Maka w = (ID)1 Fw. Kita peroleh juga kwkp k(I D)1 kp kFkp kwkp , sehingga k(I D)1 kp kFkp
1. Menurut Soal Latihan 2, k(I D)1 kp = 1/ min | dj |, dimana
1jn

D = diag(d1 , d2 , . . . , dn ). Akibatnya, k(I D)1 kp = 1/| |, untuk


suatu nilai eigen bagi A. Jadi, terdapat nilai eigen bagi A sehingga
| | kFkp p (S)kEkp .

1 1 0

Sebagai contoh, misalkan matriks A + E = 21 1 1 12 . Kita dapat


1
1
2 0

1 1 0
0 0 0

mengambil A matriks sirkulan 0 1 1, sehingga E = 12 0 21 . De-

1 0 1
12 0 0

ngan = 12 + 12 i 3, nilai-nilai eigen A adalah 2, 1 + , 1 + 2 , dan S =

1 1
1
1

1 2 . Kita peroleh 1 (S) = (S) = 3 dan kEk1 = kEk = 1,


3
1 2
sehingga jari-jari cakram Bauer-Fike adalah 3. Di lain pihak, 2 (S) = 1 dan

kEk2 = 41 (1 + 5), yang memberikan jari-jari 14 (1 + 5) 0, 809.


Lokalisasi nilai eigen juga dapat diberikan untuk matriks dengan struktur tertentu. Di Bab 1 kita telah mengenal kuosien Rayleigh untuk matriks
Hermite. Teorema 1.3.8 memberikan nilai-nilai eigen matriks sebagai batas

52

4. MASALAH NILAI EIGEN

bagi nilai kuosien Rayleigh dalam subruang tertentu. Lebih jauh, nilai-nilai
eigen batas tersebut adalah kuosien Rayleigh untuk vektor tertentu, yaitu
vektor eigen bagi masing-masing nilai eigen.
Hal sebaliknya juga berlaku. Diberikan kuosien Rayleigh untuk sembarang vektor, kita dapat memberikan lokalisasi bagi vektor eigen berdasarkan vektor dan kuosien Rayleigh tersebut.
Teorema 4.1.4. Misalkan A Cnn matriks Hermite dan u Cn dengan
u u = 1. Misalkan = u Au R. Maka selang
{x R | |x | kAu uk2 }
memuat suatu nilai eigen A.
Bukti teorema ini diserahkan kepada pembaca.

4.2

Metode QR

Secara teoritis, semua nilai eigen matriks A dapat kita peroleh kalau kita
berhasil melakukan dekomposisi Schur pada A, lihat Teorema 2.2.1. Bukti
Teorema 2.2.1 bersifat konstruktif, tetapi memerlukan nilai eigen A. Akibatnya, kita tidak dapat menggunakan konstruksi tersebut untuk memperoleh
nilai-nilai eigen A.
Teknik yang lazim digunakan untuk memperoleh dekomposisi Schur tanpa memerlukan nilai eigen adalah dengan memanfaatkan faktorisasi QR.
Berikut ini kita deskripsikan metode QR untuk memperoleh nilai eigen
matriks A. Pertama-tama kita konstruksi barisan matriks {Ak } sebagai
berikut:
Inisialisasi: A0 = A;
Iterasi: untuk k = 0, 1, . . . :
Ak = Qk Rk (faktorisasi QR);
Ak+1 = Rk Qk .
Perhatikan bahwa Rk = Qk Ak , sehingga Ak+1 = Qk Ak Qk , yaitu Ak+1
serupa uniter dengan Ak . Kita akan perlihatkan bahwa, dengan kondisi
tertentu, barisan {Ak } konvergen ke sebuah matriks segitiga atas. Kekonvergenan barisan {Ak } seperti ini ekivalen dengan barisan {Qk } konvergen
ke suatu matriks diagonal diag(ei1 , ei2 , . . . , ein ).

4.2. METODE QR

53

Sebelum itu, kita perkenalkan dahulu notasi-notasi berikut: Q(k) =


Q0 Q1 Qk dan R(k) = Rk Rk1 R0 . Maka untuk k = 0, 1, . . . , matriks Q(k) adalah matriks uniter, sedangkan matriks R(k) matriks segitiga
atas. Kita mempunyai sifat-sifat berikut.
Sifat 4.2.1. Untuk k = 0, 1, . . . berlaku:

1. Ak+1 = Q(k) AQ(k) ,
2. AQ(k) = Q(k+1) Rk+1 ,
3. Ak+1 = Q(k) R(k) adalah faktorisasi QR untuk pangkat ke-k dari A.
Bukti: Kita akan membuktikan pernyataan pertama dengan melakukan
nduksi pada k. Bukti untuk dua pernyataan lainnya diserahkan kepada
pembaca sebagai latihan.

Untuk k = 0: A1 = Q0 A0 Q0 = Q(0) AQ(0) .

Asumsikan k 0 dan Ak+1 = Q(k) AQ(k) . Maka
Ak+2 = Qk+1 Ak+1 Qk+1


= Qk+1 Q(k) AQ(k) Qk+1


=
Q(k) Qk+1 AQ(k) Qk+1


=
Q(k+1) AQ(k+1) .
Teorema berikut memberikan syarat cukup bagi kekonvergenan barisan
{Ak } ke sebuah matriks segitiga atas. Kita tuliskan Ak = [ak,ij ].
Sebelum itu, kita berikan sejumlah fakta yang berkaitan dengan kekonvergenan barisan matriks, yang kita perlukan dalam pembuktian teorema.
Bukti fakta-fakta tersebut diberikan sebagai latihan.
1. Misalkan {Ak } dan {Bk } dua barisan di Cnn yang konvergen berturutturut ke A dan B di Cnn . Maka barisan {Ak Bk } konvergen ke
AB Cnn .
2. Misalkan {Ak = [ak,ij ]} barisan di Cnn dan A = [aij ] di Cnn . Maka
{Ak } konvergen ke A jika dan hanya jika barisan {ak,ij } konvergen ke
aij , i, j = 1, 2, . . . , n.
3. Jika sebuah barisan matriks segitiga atas {Rk } konvergen ke A, maka
A matriks segitiga atas.

54

4. MASALAH NILAI EIGEN


4. Misalkan {Uk } barisan matriks uniter di Cnn yang konvergen ke U
Cnn . Maka U juga uniter dan, dengan demikian, himpunan semua
matriks uniter di Cnn tertutup.

Teorema 4.2.2. Misalkan A Cnn dapat didiagonalkan, sehingga A =


PDP1 , dengan D = diag(1 , 2 , . . . , n ), |1 | > |2 | > > |n | > 0.
Misalkan pula P1 = LR, untuk suatu matriks segitiga bawah L dan matriks
segitiga atas R. Maka untuk i = 1, 2, . . . , n, ak,ii konvergen ke i , sedangkan
untuk 1 j < i n, ak,ij konvergen ke 0.
Bukti: Pertama-tama, asumsikan bahwa semua komponen diagonal utama
L adalah 1, lihat diskusi sesudah Teorema 2.2.2.
Misalkan P = UT adalah faktorisasi QR pada matriks P (jadi U matriks
uniter dan T matriks segitiga atas). Maka
Ak = PDk P1
= UTDk LR


= UT Dk LDk Dk R.
Perhatikan bahwa matriks Lk = Dk LDk = [lk,ij ] adalah matriks segitiga
bawah dengan komponen-komponen:

0
jika i < j,

jika i = j,
lk,ij = 1

 k

i lij jika i > j.


j
Karena asumsi pada modulus nilai-nilai eigen A, maka Lk konvergen ke I.

Misalkan Lk = I+Fk . Maka Fk konvergen ke 0, dan TLk = I + TFk T1 T.
Kekonvergenan Fk ke 0 menyebabkan I + TFk T1 tak singular untuk semua k > K, dimana K suatu bilangan asli. Untuk k > K, menurut Teorema 2.2.3, terdapat secara tunggal matriks-matriks uniter Uk dan matriksmatriks segitiga atas Tk = [tk,ij ], sehingga I+TFk T1 = Uk Tk dan tk,ii > 0
untuk 1 i n.
Barisan matriks uniter {Uk } adalah barisan terbatas. Akibatnya, terdapat
b Dari Soal Latihan 6, U
b
subbarisan {Uk0 } yang konvergen ke matriks U.

haruslah uniter. Karena Tk = Uk I + TFk T1 , maka subbarisan {Tk0 }
b Perhatikan bahwa T
b adalah matriks segitjuga konvergen ke matriks T.
iga atas yang semua komponen diagonal utamanya tak-negatif. Dengan

4.2. METODE QR

55

b T.
b Akimengambil limit subbarisan {I + TFk0 T1 }, kita peroleh I = U
b positif. Dengan menggunakan
batnya, semua komponen diagonal utama T
b =T
b = I.
Teorema 2.2.3 sekali lagi, haruslah U
Argumentasi di atas kita gunakan untuk menunjukkan bahwa jika terdapat
subbarisan konvergen lainnya dari {Uk } dan {Tk }, maka kedua subbarisan
tersebut haruslah konvergen ke matriks identitas. Ini berarti bahwa keseluruhan barisan {Uk } dan {Tk } keduanya konvergen ke I.
Dari I + TFk T1 = Uk Tk , kita peroleh TLk = Uk Tk T dan, akibatnya,

Q(k1) R(k1) = Ak = UUk Tk TDk R = (UUk ) Tk TDk R . Karena UUk

matriks uniter dan Tk TDk R matriks segitiga atas, maka (UUk ) Tk TDk R
adalah juga faktorisasi QR untuk matriks Ak . Untuk setiap k, terdapat matriks k = diag (dk,1 , dk,2 , . . . , dk,n ), dengan |dk,1 | = |dk,2 | = = |dk,n | = 1,
sehingga Q(k1) = UUk k .

Karena P = UT, maka A = UTDT1 U1 . Dari Ak+1 = Q(k) AQ(k) ,
kita peroleh


Ak+1 =
Q(k) UTDT1 U1 Q(k)
= (UUk+1 k+1 ) UTDT1 U1 UUk+1 k+1
= k+1 Uk+1 TDT1 Uk+1 k+1 .
Misalkan Bk = Uk TDT1 Uk = [bk,ij ]. Karena {Uk } konvergen ke matriks
identitas, maka {Bk } konvergen ke TDT1 yang merupakan matriks segitiga atas yang diagonal utamanya sama dengan diagonal utama D, yaitu
bk,ii konvergen ke i , untuk i = 1, 2, . . . , n, dan bk,ij konvergen ke 0 untuk
1 j < i n.
Kita juga memperoleh Ak = k Bk k . Dengan demikian, untuk i 6= j,
ak,ij = dk,i dk,j bk,ij , sedangkan ak,ii = bk,ii . Jadi, untuk i = 1, 2, . . . , n, ak,ii
konvergen ke i , dan untuk 1 j < i n, ak,ij konvergen ke 0. Kekonvergenan terakhir ini kita peroleh karena |dk,i | = 1, untuk i = 1, 2, . . . , n.
Perhatikan bahwa kita menggunakan tanda kutip untuk menyatakan
kekonvergenan barisan matriks {Ak }. Sesungguhnyalah, yang kita peroleh
adalah kekonvergenan komponen-komponen matriks Ak yang terletak pada
diagonal utama dan di bawahnya. Hanya komponen-komponen tersebut
yang relevan untuk pembicaraan kita tentang nilai-nilai eigen matriks A.
Sedangkan untuk komponen-komponen di atas diagonal utama matriks Ak ,
kita tidak mengetahui, dan tidak memerlukan, kekonvergenan mereka.

56

4. MASALAH NILAI EIGEN

Dalam implementasinya, kita dapat mempercepat kekonvergenan metode QR dengan terlebih dahulu mengubah matriks A ke bentuk Hessenberg. Ini kita lakukan dengan memanfaatkan Teorema 2.2.8. Dengan perubahan ini, metode QR tinggal membuat diagonal tepat di bawah diagonal
utama berisikan komponen-komponen 0.

4.3

Metode Lanczos

Kita tidak selalu memerlukan semua nilai eigen sebuah matriks. Dalam
banyak masalah, kita lebih memerlukan beberapa nilai eigen, biasanya nilai
eigen yang ekstrim. Pada subbab ini kita akan membicarakan masalah memperoleh nilai eigen ekstrim matriks real simetris. Metode yang digunakan
dikenal dengan nama metode Lanczos.
Sepanjang subbab ini, matriks A adalah matriks real yang simetris. Akibatnya, A memiliki n nilai eigen real yang tidak harus berbeda. Misalkan
1 2 n adalah nilai-nilai eigen A. Dengan Teorema Rayleighxt Ax
Ritz (Akibat 1.3.9), kita peroleh 1 = min xt Ax = min t , sedangkan
x6=0 x x
xt x=1
t Ax
x
n = maks xt Ax = maks t . Dengan kata lain, nilai-nilai eigen ekstrim
x6=0 x x
xt x=1
A adalah nilai-nilai ekstrim kuosien Rayleigh.
Gagasan yang digunakan adalah menggunakan nilai-nilai ekstrim kuosien
Rayleigh pada subruang dari Rn sebagai hampiran nilai-nilai eigen ekstrim
matriks A. Kita memperhalus hampiran yang diperoleh secara iteratif. Perhatikan bahwa kuosien Rayleigh pada dasarnya adalah sebuah fungsi dari
xt Ax
Rn \ {0} ke R dengan aturan rA (x) = t .
xx
Misalkan {u1 , u2 , . . . , un } adalah basis ortonormal bagi Rn . Maka U =
[u1 u2 un ] Rnn matriks ortogonal. Untuk k = 1, 2, . . . , n, tuliskan
matriks Uk = [u1 u2 uk ] Rnk . Setiap unsur subruang Sk =
hu1 , u2 , . . . , uk i dapat dituliskan sebagai Uk y, untuk suatu y Rk .
Untuk k = 1, 2, . . . , n, definisikan Mk = maks{rA (x) | x Sk , x 6= 0}
dan mk = min{rA (x) | x Sk , x 6= 0}. Akibatnya, 1 mk Mk n .
Perhatikan bahwa Mk = k (Utk AUk ), nilai eigen terbesar matriks Utk AUk
dan mk = 1 (Utk AUk ), nilai eigen terkecil matriks Utk AUk .
Dari uraian di atas, kita dapat menggunakan Mk sebagai hampiran (dari
bawah) untuk n dan mk sebagai hampiran (dari atas) untuk 1 . Dengan
metode Lanczos, kita mulai dengan k = 1 untuk memperoleh hampiran

4.4. SOAL LATIHAN

57

berupa nilai ekstrim kuosien Rayleigh pada sebuah subruang berdimensi


satu. Pada iterasi selanjutnya kita memperbesar dimensi subruang dan,
sudah tentu, kita menginginkan hasil iterasi ini memberikan hampiran yang
lebih baik. Masalahnya adalah bagaimana kita memperoleh matriks U yang
akan memenuhi keinginan kita itu.
Misalkan kita sudah melakukan k iterasi. Ini berarti kita sudah memiliki
hampiran Mk = rA (wk ), dimana wk = Uk yk , untuk suatu yk Rk . Untuk iterasi berikutnya, kita mencari vektor wk+1 yang memenuhi Mk+1 =
rA (wk+1 ) > rA (wk ). Vektor wk+1 ini haruslah berada di subruang Sk+1 .
Karena masalah kita adalah menentukan matriks U, dalam hal ini yang kita
perlu tentukan adalah vektor uk+1 . Secara spesifik, kita ingin memperoleh
vektor uk+1 yang akan memberikan wk+1 seperti di atas.
Dari kalkulus, kita mengetahui bahwa peningkatan nilai rA terbesar kita
dapatkan dalam arah vektor gradien rA . Kita dapat menurunkan bahwa
2
rA (x) = t (Ax rA (x)x). Dengan asumsi bahwa rA (wk ) 6= 0, nilai
xx
rA akan meningkat bila kita memilih uk+1 sehingga rA (wk ) Sk+1 .
Pada sisi lain, misalkan mk = rA (zk ). Karena penurunan nilai rA terbesar kita dapatkan dalam arah berlawanan dengan gradien rA , kita juga
menginginkan uk+1 sehingga rA (zk ) Sk+1 .
Perhatikan bahwa rA (wk ) berada di hwk , Awk i. Karena wk Sk ,
maka Awk A(Sk ). Dengan demikian, haruslah Sk+1 memuat subruang A(Sk ). Tuntutan ini dapat dipenuhi dengan memilih Sk+1 = Sk +
hAwk i. Secara iteratif, {u1 , u2 , . . . , uk } adalah basis ortonormal bagi subruang hu1 , Au1 , A2 u1 , . . . , Ak1 u1 i. Iterasi dapat kita lakukan sepanjang
Awk 6 Sk .
Subruang hx, Ax, A2 x, . . . , Ak1 xi dinamakan subruang Krylov dan dinotasikan dengan K(A, x, k). Secara umum, dim(K(A, x, k)) k.

4.4

Soal Latihan

1. Misalkan A Cnn memenuhi |aii | >

n
X

|aij |, untuk semua i =

j=1

1, 2, . . . , n. Buktikan bahwa A tak singular.


2. Misalkan D = diag(d1 , d2 , . . . , dn ) dan C. Jika ID tak-singular,
1
.
tunjukkan bahwa k(I D)1 kp =
mini | di |
3. Buktikan Teorema 4.1.4.

58

4. MASALAH NILAI EIGEN


4. Buktikan pernyataan-pernyataan 2 dan 3 pada Teorema 4.2.1.
5. (a) Misalkan {Ak } barisan konvergen di Cnn .
kAk k, berarti juga {Ak }, terbatas.

Buktikan bahwa

(b) Misalkan {Ak } dan {Bk } dua barisan di Cnn yang konvergen
berturut-turut ke A dan B di Cnn . Buktikan bahwa barisan
{Ak Bk } konvergen ke AB Cnn .
6. Misalkan {Uk } barisan matriks uniter di Cnn yang konvergen ke
U Cnn . Tunjukkan bahwa U juga uniter dan, dengan demikian,
himpunan semua matriks uniter di Cnn tertutup.
7. Berikan argumentasi untuk pernyataan bahwa kedua barisan {Uk }
dan {Tk } pada bukti Teorema 4.2.2 konvergen ke I.
8. Misalkan A Rnn dan x Rn . Tunjukkan bahwa (xt Ax) =


1 
A + At x 2rA (x)x .
(A+At )x. Simpulkan bahwa rA (x) = t
xx

Buku\AnalisisMatriks.tex

Anda mungkin juga menyukai