Ahmad Muchlis
January 22, 2014
2
Notasi
Pada umumnya matriks yang kita bicarakan dalam naskah ini adalah matriks kompleks. Himpunan semua matriks kompleks [real] berukuran m n
dinyatakan dengan Cmn [Rmn ]. Huruf kapital cetak tebal digunakan untuk menyatakan sebuah matriks. Padanan huruf kecil cetak normal dari sebuah nama matriks digunakan untuk menyatakan komponen matriks tersebut. Persisnya, jika A menyatakan sebuah matriks, maka komponen pada
baris ke-i kolom ke-j matriks A kita nyatakan dengan aij . Dalam hal tersebut kita tuliskan juga A = [aij ]. Satu-satunya kekecualian adalah penggunaan simbol nol, 0, untuk menyatakan matriks yang semua komponennya
adalah bilangan 0. Matriks identitas dinyatakan dengan I. Bilamana diperlukan, ukuran matriks diberikan sebagai subskrip. Sebagai contoh, 0m,n
menyatakan matriks nol berukuran m n, sedangkan Ik menyatakan matriks identitas k k.
Huruf kecil cetak tebal digunakan untuk menyatakan vektor. Seringkali,
ketika mengatakan vektor, yang kita maksud adalah matriks kolom, yaitu
matriks m 1, untuk m yang relevan. Unsur ke-i basis baku kita nyatakan
dengan ei . Jadi, ei adalah vektor kolom yang semua komponennya adalah
0, kecuali komponen ke-i yang bernilai 1.
Transpos matriks A dituliskan sebagai At . Sedangkan transpos konyugat
matriks A, yaitu matriks yang diperoleh dengan mengganti setiap komponen
t
At dengan konyugat kompleksnya, dituliskan sebagai A atau dengan lebih
singkat sebagai A .
Himpunan semua nilai eigen matriks persegi A kita tuliskan sebagai sp(A).
Sedangkan radius spektral, yaitu modulus terbesar nilai-nilai eigen, matriks
A kita tuliskan sebagai (A).
Himpunan semua kombinasi linier vektor-vektor u1 , u2 , . . . , uk dinyatakan
dengan notasi hu1 , u2 , . . . , uk i.
Matriks Normal
Teorema Spektral telah memberikan kaitan antara matriks Hermite dengan
diagonalisasi oleh matriks uniter yang menghasilkan matriks diagonal real.
Matriks seperti apa yang terkait dengan diagonalisasi oleh matriks uniter
secara umum? Pertanyaan ini menjadi fokus perhatian kita dalam bab pertama ini.
1.1
Matriks Permutasi
Bab ini kita awali dengan mempelajari sebuah kelas matriks sederhana.
Definisi 1.1.1. Misalkan P matriks berukuran n n. Kita katakan P
matriks permutasi jika setiap baris dan setiap kolom P memuat tepat satu
komponen taknol dan komponen taknol tersebut adalah 1.
Dari definisi di atas, jelas bahwa matriks identitas adalah sebuah matriks permutasi. Selanjutnya, perhatikan bahwa semua baris setiap matriks
permutasi adalah baris-baris matriks identitas. Dua baris berbeda pada sebuah matriks permutasi adalah dua baris berbeda pada matriks identitas.
Demikian pula, semua kolom setiap matriks permutasi adalah kolom-kolom
matriks identitas. Dua kolom berbeda pada sebuah matriks permutasi adalah dua kolom berbeda pada matriks identitas.
Misalkan P matriks permutasi berukuran n n. Untuk i = 1, 2, . . . , n,
misalkan komponen 1 baris ke-i matriks P terletak di posisi (kolom) ti .
Ini berarti bahwa baris tersebut adalah baris ke-ti pada matriks identitas.
Dengan kata lain, baris ke-i matriks P adalah etti . Pengaitan i 7 ti memberikan pemetaan : {1, 2, . . . , n} {1, 2, . . . , n}: (i) = ti . Karena dua
3
1. MATRIKS NORMAL
baris berbeda P adalah dua baris berbeda pada matriks identitas, maka
pemetaan ini bersifat satu-satu, dan akibatnya juga bersifat pada. Jadi
adalah permutasi pada {1, 2, . . . , n}. Sebaliknya, dari setiap permutasi
pada {1, 2, . . . , n} kita memperoleh secara tunggal matriks permutasi
P = [pij ], yaitu denganmengambil pij = j(i) , dimana menyatakan
1, jika l = k
. Hal ini menunjukkan korespondelta Kronecker: kl =
0, jika l 6= k.
densi satu-satu antara himpunan semua permutasi pada {1, 2, . . . , n} dengan
himpunan semua matriks permutasi berorde n.
Untuk selanjutnya, matriks permutasi yang berkaitan dengan permutasi
kita tuliskan sebagai P . Ini berarti, komponen 1 baris ke-i matriks P
terletak pada kolom ke-(i), i = 1, 2, . . . , n.
Kita akan lihat berikut ini aksi perkalian matriks permutasi terhadap
matriks.
u1
u(1)
u2
u(2)
n
Misalkan u = . C . Maka P u = .
. Sebagai kon ..
..
un
u(n)
sekuensinya, mengalikan matriks P di sebelah kiri matriks A Cnm
berarti melakukan permutasi terhadap baris-baris A.
Bekerja menurut kolom, untuk j = 1, 2, . . . , n, komponen 1 pada kolom
ke-j matriks P terletak di posisi (baris) 1 (j); dengan kata lain, kolom
ke-j matriks P adalah e1 (j) .
h
i
n
t
Misalkan v C dan v = v1 v2 vn . Maka
h
vt P = v1 (1) v1 (2)
i
v1 (n) .
et(1)
t
e
(2)
Misalkan dan dua permutasi pada {1, 2, . . . , n}. Maka P = .
..
et(n)
et (1)
t
e
(2)
dan P = . . Selanjutnya, untuk i = 1, 2, . . . , n, baris ke-i matriks
..
et (n)
P P adalah baris ke-(i) matriks P , yaitu baris et ((i)) . Jadi, P P =
et( )(1)
t
( )(2)
t
e( )(n)
Fakta-fakta di atas dapat kita pahami sebagai berikut. Aksi perkalian
matriks permutasi memberikan pemetaan dari himpunan baris-baris matriks
ke himpunan yang sama. Kemudian, fakta bahwa P P = P menegaskan
bahwa perkalian dua matriks permutasi merepresentasikan komposisi dua
permutasi.
Dari baris-baris dan kolom-kolom P kita peroleh
et1 (1)
h
i et 1
(2)
Pt = e(1) e(2) e(n) = . .
..
et1 (n)
Fakta-fakta di atas cukup bagi kita untuk menyimpulkan tiga sifat berikut.
Sifat 1.1.2. Untuk setiap permutasi berlaku Pt = P1 .
Akibat 1.1.3. Untuk setiap permutasi berlaku Pt = P1
.
Akibat 1.1.4. Jika A Cnn , maka P APt diperoleh dari A dengan
melakukan permutasi sekaligus kepada baris-baris dan kolom-kolom A.
Akibat 1.1.3 mengatakan bahwa setiap matriks permutasi adalah matriks ortogonal. Karena matriks permutasi adalah matriks real, maka setiap
matriks permutasi juga adalah matriks uniter.
Permutasi k pada {1, 2, . . . , k} dengan k (i) = i + 1, i = 1, 2, . . . , k 1,
dan k (k) = 1 adalah sebuah siklus dengan panjang k. Matriks permutasi
k k yang berkaitan dengan siklus memiliki arti penting.
Pertama, setiap permutasi adalah komposisi sejumlah permutasi siklis
yang saling lepas. Misalkan permutasi pada {1, 2, . . . , n}. Perhatikan
1. MATRIKS NORMAL
bahwa terdapat bilangan asli terkecil k yang memenuhi k (1) = 1. Kita dapat mengubah urutan 1, 2, . . . , n untuk meletakkan 1, (1), 2 (1), . . . , k1
di muka. Kemudian lakukan perubahan urutan dengan cara serupa kepada
bilangan-bilangan lainnya, sampai semua bilangan 1, 2, . . . , n selesai diurutkan.
!
1 2 3 4 5 6 7
Contoh. Pada permutasi =
berlaku 3 (1) =
2 6 5 7 3 1 4
1, 2 (3) = 3 dan 2 (4) = 4. Maka kita dapat mengambil urutan baru
1, 2, 6, 3, 5, 4, 7 yang berasal dari urutan 1, (1), 2 (1), 3, (3), 4, (4).
Selanjutnya, kita memperoleh matriks baru dengan melakukan penyusunan ulang baris-baris dan kolom-kolom matriks permutasi yang diberikan
sesuai dengan urutan baru bilangan-bilangan 1, 2, . . . , n. Tindakan ini tidak
lain dari melakukan permutasi yang sama kepada baris-baris dan kolomkolom matriks permutasi yang diberikan. Dalam bahasa matriks, tindakan
ini adalah perkalian dengan sebuah matriks permutasi di sebelah kiri dan dengan transpos matriks permutasi terakhir tersebut di sebelah kanan. Karena
matriks permutasi adalah matriks ortogonal, matriks permutasi semula serupa dengan matriks baru yang kita peroleh.
Perhatikan bahwa matriks baru yang kita peroleh adalah matriks permutasi juga. Bentuk matriks baru ini adalah matriks blok diagonal dengan
komponen-komponen diagonal utama berupa matriks permutasi siklus.
Dengan demikian, setiap matriks permutasi dapat dituliskan sebagai
perkalian P1 diag(S1 , S2 , . . . , S` )P, untuk suatu matriks permutasi P dan
matriks-matriks permutasi siklus S1 , S2 , . . . , S` . Akibatnya, nilai-nilai dan
vektor-vektor eigen matriks permutasi dapat diperoleh melalui nilai-nilai
dan vektor-vektor eigen matriks siklus.
!
1 2 3 4 5 6 7
Contoh. Matriks permutasi untuk =
di atas
2 6 5 7 3 1 4
serupa dengan matriks diag(S1 , S2 , S3 ), dengan
"
#
0 1 0
0 1
S1 = 0 0 1 dan S2 = S3 =
.
1 0
1 0 0
h Nilai penting kedua iadalah bahwa matriks permutasi siklus C = Pn =
en e1 e2 en1 membangun kelas matriks sirkulan, yaitu matriks
yang merupakan kombinasi linier dari {I, C, C2 , . . . , Cn1 }. Oleh karena
itu, matriks C dikenal juga dengan nama matriks sirkulan fundamental.
Berikut ini, kita tentukan nilai-nilai dan vektor-vektor eigen C.
t 1 0 0 0
0
t 1 0 0
.
..
..
..
..
..
det(tI C) = det ..
. .
.
.
.
0
0
0 t 1
1 0
0 0 t
= t tn1 + (1)n+1 (1)(1)n1
= tn 1.
Dengan demikian, nilai-nilai eigen C adalah semua akar-pangkat-n dari
1. Dalam bentuk polar, akar-akar-pangkat-n dari 1 adalah 1, , 2 , . . . ,
n1 , dimana = e2i/n .
Teorema berikut dapat kita buktikan dengan menghitung langsung.
Teorema 1.1.6. Untuk i = 0, 1, . . ., n 1,
i adalah nilai eigen C dengan
1
(n1)i
2
n1 ) F1 , dimana F =
h Sebagai akibatnya,
i C = F diag(1, , , . . . ,
w0 w1 wn1 . Perhatikan bahwa F F = nIn . Dengan demikian,
C adalah matriks dengan nilai-nilai eigen tak semuanya real yang dapat
didiagonalkan oleh matriks uniter.
Fakta di atas bersama-sama dengan dua fakta bahwa (i) setiap matriks
permutasi adalah matriks uniter, dan (ii) setiap matriks permutasi serupa,
oleh matriks permutasi, dengan matriks blok diagonal yang komponenkomponen diagonalnya adalah matriks permutasi siklus atau [1], membawa
kita kepada kesimpulan bahwa setiap matriks permutasi adalah matriks dengan nilai-nilai eigen tak harus semuanya real yang dapat didiagonalkan
oleh matriks uniter.
1.2
Matriks Normal
1. MATRIKS NORMAL
karakteristik matriks Hermite adalah real. Dengan kata lain, setiap matriks
Hermite A dapat dituliskan sebagai A = UDU , dimana U adalah matriks
uniter dan D adalah matriks diagonal real.
Kita juga dapat dengan mudah menunjukkan keberlakuan pernyataan
sebaliknya: setiap matriks berbentuk UDU , dengan U suatu matriks
uniter dan D suatu matriks diagonal real, adalah matriks Hermite. Dengan
demikian, pendiagonalan oleh matriks uniter menjadi matriks diagonal real
adalah karakteristik matriks Hermite.
Pada subbab terdahulu, telah kita lihat bahwa matriks permutasi dapat
didiagonalkan oleh matriks uniter, tetapi ia tidak mesti matriks Hermite.
Pertanyaan yang dapat diajukan disini adalah kelas matriks mana yang
memiliki karakteristik dapat didiagonalkan oleh matriks uniter?
Pertama-tama, perhatikan bahwa jika A Cnn dapat didiagonalkan
oleh matriks uniter, yaitu A = UDU , untuk suatu matriks uniter U dan
matriks diagonal D, maka
AA = (UDU )(UDU ) = (UDU )(UDU )
= UDDU = UDDU
= (UDU )(UDU ) = (UDU ) (UDU )
= A A.
Definisi 1.2.1. Misalkan A Cnn . Kita katakan A matriks normal jika
AA = A A.
Perhatikan bahwa matriks Hermite, matriks permutasi dan matriks uniter adalah matriks-matriks normal.
Berdasarkan diskusi sebelum Definisi 1.2.1, sifat normal adalah syarat
perlu agar sebuah matriks dapat didiagonalkan oleh matriks uniter. Lebih
lanjut, sifat normal juga ternyata merupakan syarat cukup untuk itu. Dengan demikian, kita memperoleh karakterisasi berikut.
Teorema 1.2.2. Misalkan A Cnn . Maka A dapat didiagonalkan oleh
matriks uniter jika dan hanya jika A matriks normal.
Bukti: Kita cukup membuktikan bahwa jika A matriks normal, maka A
dapat didiagonalkan oleh matriks uniter. Pertama-tama, implikasi ini benar
untuk kasus A = 0. Selanjutnya, asumsikan A 6= 0 dan kita gunakan induksi
pada n untuk membuktikan implikasi.
U
U =
U
U
U
U
0
0
= AA"= A#A !
"
# !
0
U
U
U
=
U
0
#"
#
"
0
U .
= U
0
Dengan mencoret U dan U di kedua ruas, kita peroleh
"
# "
#
+
=
.
+
Dengan menyamakan komponen pada
" baris
# pertama kolom pertama, kita
0
peroleh = 0, sehingga A = U
U . Jadi A didiagonalkan oleh
0
matriks uniter.
Misalkan n > 2 dan pernyataan teorema benar untuk semua matriks berorde
n 1.
Misalkan A Cnn matriks normal. Misalkan C nilai eigen A dengan
vektor eigen u h C2 yang memenuhii u u = 1. Pilih v2 , v3 , . . . , vn Cn
sehingga X = u v2 v3 vn Cnn uniter. Perhatikan bahwa
"
#
y
A = X
X , untuk suatu y Cn1 dan B C(n1)(n1) . Kita
0 B
peroleh y = 0 dan BB = B B (rincian
pembuktian
diberikan sebagai
"
#
0
Soal Latihan 9). Akibatnya, A = X
X dan B matriks normal.
0 B
Dari hipotesis induksi, B = U1 D1 U1 , untuk suatu matriks
uniter
U1 dan
"
#
1
0
matriks diagonal D1 di C(n1)(n1) . Pilih U = X
dan D =
0 U1
diag (, D1 ) di Cnn . Maka U matriks uniter, D matriks diagonal dan
A = UDU (tuliskan rincian penjelasan untuk kesimpulan-kesimpulan ini).
Jadi A didiagonalkan oleh matriks uniter.
10
1. MATRIKS NORMAL
j6=i
1.3
11
(b) A definit positif jika dan hanya jika x Ax > 0, untuk setiap x Cn ,
x 6= 0.
Bukti: Kita berikan di sini bukti untuk (a). Bukti untuk (b) diberikan
sebagai latihan.
Misalkan A definit tak-negatif dan x Cn . Karena A Hermite, terdapat basis ortonormal {u1 , u2 , . . . , un } bagi Cn dengan Aui = i ui , untuk
suatu i R, i = 1, 2, . . . , n. Karena A definit tak-negatif, maka semua
n
X
1 , 2 , . . . , n tak-negatif. Tulis x =
i ui , dengan 1 , 2 , . . . , n C.
i=1
Maka
! n
n
n
X
X
X
x Ax =
j uj A
i ui =
j uj
j=1
n
X
=
j uj
j=1
n
X
i=1
n
X
j=1
!
i i ui
i=1
n X
n
X
n
X
!
i Aui
i=1
j i i uj ui
j=1 i=1
j |j |2 kuj k2 0.
j=1
12
1. MATRIKS NORMAL
13
Perhatikan bahwa i = ui x, i = k, . . . , l.
Karena A matriks Hermite, haruslah x Ax R dan kita peroleh
x Ax = x A
l
X
i ui = x
l
X
i Aui = x
i=k
i=k
l
X
i i x ui =
l
X
l
X
i i ui
i=k
i i i =
i=k
i=k
l
X
i |i |2 .
i=k
Karena k i l , i = k + 1, . . . , l 1, maka
k = k
l
X
i=k
|i |2
l
X
i=k
i |i |2 l
l
X
|i |2 = l .
i=k
Jadi k x Ax l .
Perhatikan bahwa, pada bukti di atas, uk Auk = k dan ul Aul = l .
Dengan demikian, k = min{x Ax | x huk , uk+1 , . . . , ul i, x x = 1} dan
l = maks{x Ax | x huk , uk+1 , . . . , ul i, x x = 1}. Ketika k = 1 dan l = n
kita memperoleh akibat berikut.
14
1. MATRIKS NORMAL
x x=1
x x=1
Vektor x pada Teorema 1.3.8 dan Akibat 1.3.9 di atas dibatasi pada
vektor dengan panjang 1. Kita dapat mengganti vektor tersebut dengan
sembarang vektor x yang taknol, tetapi ekspresi x Ax juga diganti dengan
x Ax
. Ekspresi ratio ini dikenal sebagai kuosien Rayleigh, sedangkan Akix x
bat 1.3.9 dikenal dengan nama Teorema Rayleigh-Ritz.
Teorema berikut dikenal dengan nama Teorema Sela (interlacing theorem).
Teorema 1.3.10. Misalkan A Cnn matriks Hermite dan B Ckk
submatriks utama dari A. Misalkan pula nilai-nilai eigen A adalah 1
2 n dan nilai-nilai eigen B adalah 1 2 k . Maka
i i n+ik , untuk i = 1, 2, . . . , k.
Bukti: Tanpa mengurangi keumuman, misalkan B adalah submatriks utama pemuka dari A. Misalkan uj Cn adalah vektor eigen A untuk nilai
eigen j , j = 1, 2, . . . , n, dan yi Ck adalah vektor eigen B untuk nilai
eigen i , i = 1, 2, . . . , k, sehingga
" {u
#1 , u2 , . . . , un } dan {y1 , y2 , . . . , yk } kedyi
Cn adalah vektor eigen matriks blok
uanya bebas linier. Maka vi =
0
diagonal diag(B, 0) Cnn untuk nilai eigen i , i = 1, 2, . . . , k.
Misalkan i = 1, 2, . . . , k. Definisikan dua subruang K = hv1 , v2 , . . . , vi i dan
L = hui , ui+1 . . . , un i dari Cn . Maka dim(K) = i dan dim(L) = n i + 1,
sehingga K L bukan ruang nol.
" #
y
Misalkan x KL, x x = 1. Maka x =
, untuk suatu y hy1 , y2 , . . . , yi i.
0
Dengan Teorema 1.3.8 kita peroleh i x Ax = y By i .
Dengan hasil di atas yang dikenakan pada matriks A kita memperoleh
i n+ik .
"
#
1 2
Sebagai ilustrasi penggunaan Teorema Sela ini, matriks
memi2 1
liki dua nilai eigen berbeda. Sesungguhnya, nilai eigen terkecil matriks ini
tidak lebih dari 1, sedangkan nilai eigen terbesarnya tidak kurang dari 1.
15
16
1. MATRIKS NORMAL
17
kita lihat bahwa matriks normal B pada Teorema 1.3.12 tidaklah tunggal.
Akan tetapi, kita mempunyai teorema berikut.
Teorema 1.3.13. Misalkan A Cnn matriks Hermite. Maka A definit
positif jika dan hanya jika terdapat matriks segitiga bawah tak-singular L
Cnn yang memenuhi A = LL . Hanya ada satu matriks L yang semua
komponen diagonal utamanya real positif.
Bukti: Seperti pada Teorema 1.3.12, kita cukup membuktikan bagian hanya jika saja. Ini kita lakukan
#
# induksi pada n.
"
" dengan
l11 0
a11 a21
, di, pilih matriks L =
Untuk n = 2, jika A =
l21 l22
a21 a22
det A
mana l11 memenuhi |l11 |2 = a11 , l22 memenuhi |l22 |2 =
, sedangkan
a11
a21 l11
. Hanya satu l11 dan l22 positif yang memenuhi, yaitu l11 = a11
l21 =
a11r
det A
dan l22 =
.
a11
Misalkan n 3 dan asumsikan teorema
#berlaku untuk semua matriks berorde
"
B u
, dengan B berorde n 1, u Cn1
n 1. Partisi A menjadi A =
u
dan C. Dengan Sifat 1.3.5, B definit positif dan real positif. Dari
hipotesis induksi kita peroleh B = L1 L1 , untuk suatu matriks segitiga
bawah L1 berorde n 1. Matriks L1 "mestilah tak-singular.
Perhatikan
#
B
u
bahwa karena A ekivalen baris dengan
, maka det A =
0 u B1 u
"
#
L1 0
1
u B u det B. Pilih matriks L =
, dimana v = L1
1 u dan
v
det A
C yang memenuhi ||2 =
. Ketunggalan L diperoleh dari ketungdet B
r
det A
.
galan L1 dan pemilihan =
det
B
Penulisan A = LL pada teorema ini dikenal sebagai faktorisasi Cholesky.
1.4
Soal Latihan
18
1. MATRIKS NORMAL
2. Misalkan A Cmn dengan rank(A) = r. Tunjukkan bahwa terdapat matriks permutasi P, matriks-matriks B berukuran m r dan
C berukuran r n, yang memenuhi rank(B) = rank(C) = r dan
AP = BC.
3. Misalkan P1 , P2 , . . . , Pk matriks-matriks permutasi berorde n. Misalkan i R, 0 i 1, i = 1, 2, . . . , k. Tunjukkan bahwa jumlah
k
X
semua komponen pada setiap baris matriks A =
i Pi konstan,
i=1
"
#
0 1 0
0
1
S1 = 0 0 1 dan S2 = S3 =
.
1 0
1 0 0
(b) Tentukan nilai-nilai dan vektor-vektor eigen P .
0 1 0
19
y
, diu v2 v3 vn Cnn uniter. Jika X AX =
0 B
mana y Cn1 dan B berorde n 1, tunjukkan bahwa y = 0 dan
BB = B B.
10. Misalkan L matriks segitiga bawah. Buktikan bahwa L matriks normal
jika dan hanya jika L matriks diagonal.
11. Misalkan A matriks normal berorde n dan x Cn . Buktikan bahwa
x vektor eigen A jika dan hanya jika x vektor eigen A .
12. Misalkan A Cnn . Tunjukkan bahwa terdapat matriks-matriks
H, M Cnn yang memenuhi H = H, M = M dan A = H + M,
sehingga setiap matriks dapat dituliskan sebagai jumlah dua matriks
nomal.
13. Misalkan A, B Cnn definit tak-negatif dan , bilangan-bilangan
real tak-negatif. Tunjukkan bahwa A + B definit tak-negatif.
14. Misalkan x1 , x2 , . . . , xn Cn . Misalkan komponen baris ke-i kolom
ke-j matriks A Cnn adalah xj xi , i, j = 1, 2, . . . , n. Tunjukkan
bahwa A definit tak-negatif.
15. Misalkan A Cnn matriks Hermite. Tunjukkan bahwa A definit
tak-negatif jika dan hanya jika A = B2 , untuk suatu matriks definit
tak-negatif B Cnn . Tunjukkan bahwa dalam hal ini B tunggal.
16. Misalkan A matriks definit tak-negatif. Buktikan bahwa Ak definit
tak-negatif, untuk semua bilangan asli k.
1 2 3
20
1. MATRIKS NORMAL
Faktorisasi Matriks
Diagonalisasi sebuah matriks persegi adalah contoh dekomposisi matriks.
Melalui dekomposisi, kita memberikan representasi matriks dalam bentuk
atau struktur yang lebih sederhana. Representasi ini pada dasarnya terkait
dengan perubahan basis ruang vektor. Dalam bahasa matriks, dekomposisi matriks adalah penulisan matriks tersebut sebagai perkalian beberapa
matriks yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Secara umum, penulisan
sebuah matriks sebagai perkalian dua atau lebih matriks dikatakan sebagai faktorisasi matriks. Sebagaimana dekomposisi, kita menginginkan faktorisasi matriks ke dalam faktor-faktor dengan bentuk atau struktur yang
lebih sederhana.
2.1
22
2. FAKTORISASI MATRIKS
Misalkan A Cmn . Dalam Subbab 1.3 telah kita lihat bahwa matriks AA Cmm adalah matriks definit tak-negatif. Sesungguhnyalah,
menurut Teorema 1.3.12, setiap matriks definit tak-negatif dapat dituliskan
sebagai perkalian sebuah matriks dengan transpos konyugatnya. Ini berarti semua nilai eigen AA tak-negatif. Kita buktikan terlebih dahulu sifat
berikut.
Sifat 2.1.1. Misalkan A Cmn . Maka Inti(A ) = Inti(AA ), yaitu untuk
setiap x Cm berlaku A x = 0 jika dan hanya jika AA x = 0.
Bukti: Bagian hanya jika jelas berlaku. Misalkan sekarang AA x = 0.
Maka kA xk2 = x AA x = x 0 = 0. Jadi A x = 0.
Teorema 2.1.2. Misalkan A Cmn , A 6= 0. Maka terdapat bilangan asli
r min{m, n}, matriks diagonal D Rrr yang semua komponen diagmm , V Cnn ,
onal utamanya positif
dan
"
# matriks-matriks uniter U C
D 0
sehingga A = U
V .
0 0
Bukti: Tulis AA = UU , dimana = diag(1 , 2 , . . . , m ), i real
tak-negatif, dan U Cmm uniter. Dengan melakukan permutasi serentak
pada baris-baris dan kolom-kolom bila perlu, kita dapat mengasumsikan
1 , 2 , . . . , r semuanya positif, sedangkan r+1 = r+2 = = m = 0,
untuk suatu r m. Pilih D = diag( 1 , 2 , . . . , "r ). Partisi
# U menjadi
h
i
2
D 0
U = U1 U2 , dimana U1 Cmr . Maka =
, U1 U1 = Ir ,
0 0
U1 U2 = 0 dan AA = U1 D2 U1 . Dengan demikian, AA U2 = 0, dan
akibatnya A U2 = 0.
Definisikan V1 = AhU1 D1 i Cnr . Maka V1 V1 = Ir . Perluas V1 menjadi
matriks uniter V = V1 V2 Cnn . Kita peroleh
"
#
"
#" #
h
i D 0 V
D 0
1
U
V = U1 U2
0 0
0 0 V2
" #
h
i V
1
= U1 D 0
V2
= U1 DV1
= U1 D A U1 D1
= U1 DD1 U1 A = U1 U1 A.
23
#
D 0
U
V = U1 U1 A
0 0
= A U2 U2 A
= A (A U2 U2 )
= A.
Baris terakhir kita peroleh dari A U2 = 0.
Definisi 2.1.3. Misalkan A Cmn . Misalkan pula 1 , 2 , . . . , r nilainilai eigen positif AA , u1 , u2 , . . . , ur dan v1 , v2 , . . . , vr seperti pada bukti
Teorema 2.1.2. Kita katakan adalah nilai singular dari A, dan untuk
i = 1, 2, . . . , r, vektor ui [vi ] dinamakan vektor singular kiri [kanan] matriks
A.
"
#
D 0
Definisi 2.1.4. Dekomposisi A = U
V yang diberikan pada Teo0 0
rema 2.1.2 dinamakan dekomposisi nilai singular matriks A.
Dari Teorema 2.1.2 dan buktinya kita memperoleh fakta-fakta berikut:
h
i
1. Perhatikan bahwa AV = U1 D 0 , sehingga kolom-kolom U1 menyusun sebuah basis bagi Peta(A). Kemudian, perhatikan juga bahwa
AV2 = 0. Dengan memperhatikan dimensi Inti(A), kita dapat menyimpulkan bahwa kolom-kolom V2 menyusun sebuah basis bagi Inti(A).
Akibatnya, bilangan r pada Teorema 2.1.2 adalah rank A. Jadi, setiap
matriks A Cmn memiliki nilai singular sebanyak ranknya.
2. Dekomposisi nilai singular menyatakan bahwa Cn terdekomposisi atas
subruang-subruang saling ortogonal yang dipetakan konstan oleh A
ke subruang-subruang dari Cm yang juga saling ortogonal.
3. Untuk i = 1, 2, . . . , r, Avi =
i ui dan A ui = i vi .
urutan 1 2 r sebagai
" bentuk
# kanonik dekomposisi
D 0
nilai singular. Dalam hal ini, matriks
tunggal.
0 0
24
2. FAKTORISASI MATRIKS
5. Kalau kita kalikan ruas kanan pada dekomposisi nilai singular, kita
lihat bahwa submatriks-submatriks U2 dan V2 tidak berperan untuk
menghasilkan A di ruas kiri. Oleh karena itu, kita mempunyai bentuk
ringkas dekomposisi nilai singular:
25
2.2
Faktorisasi segitiga
26
2. FAKTORISASI MATRIKS
#
"
#
1
0
a11
a12
L=
,R =
a21 /a11 1
0 a22 a12 a21 /a11
memenuhi LR = A.
Asumsikan A Cnn dan teorema berlaku untuk semua matriks tak
" singu#
B w
lar berukuran (n 1) (n 1). Partisi matriks A menjadi A =
,
z
dengan B C(n1)(n1) . Dengan hipotesis teorema, B tak singular dan
memenuhi hipotesis induksi, sehingga B = L1 R1 , dimana L1 matriks segitiga bawah dan R1 matriks segitiga atas. "Karena B tak
# singular, L1 dan R1
L1
0
keduanya juga tak singular. Maka L = 1
adalah matriks segitz R1
1
"
#
R1
L1
1 w
iga bawah, R =
adalah matriks segitiga atas dan
1
0 z R1
1 L1 w
LR = A.
Sekarang misalkan A singular dengan rank r. Maka A memiliki submatriks
utama pemuka B berukuran r r yang tak singular dan memenuhi hipotesis
teorema, sehingga B = L1 R1 , untuk suatu matriks segitiga bawah L1 dan
matriks segitiga atas R1 . Karena rank(A) = r terdapat matriks-matriks
27
#
"
#
L1 0
R1 R1 C
Pilih L =
dan R =
. Maka L matriks segitiga
EL1 0
0
0
bawah, R matriks segitiga atas dan LR = A.
Faktorisasi pada Teorema 2.2.2 ini lazim dikenal sebagai faktorisasi LU
karena diperkenalkan dengan menggunakan notasi U untuk matriks segitiga atas. Pada dasarnya, faktorisasi ini adalah notasi matriks untuk hasil
eliminasi Gauss, tanpa pertukaran baris, pada matriks A.
Faktorisasi LU , bila ada, tidak mesti tunggal. Kita dapat memperoleh
ketunggalan dengan menambahkan syarat bahwa L tak singular dan semua
komponen diagonal utama L adalah 1. Dari sisi eliminasi Gauss, ketunggalan ini kita peroleh jika kita membatasi diri hanya pada satu tipe operasi
baris elementer saja, yaitu menjumlahkan satu baris dengan kelipatan baris
lainnya.
Proses ortonormalisasi Gram-Schmidt kita gunakan untuk memperoleh
basis ortonormal dari sebuah basis sembarang. Dalam bahasa matriks,
proses Gram-Schmidt mengubah matriks tak-singular A Cnn menjadi
matriks uniter Q Cnn . Dengan memperhatikan bagaimana proses ortonormalisasi ini bekerja, kita lihat bahwa kedua matriks tersebut memenuhi
hubungan A = QR, untuk suatu matriks segitiga atas R Cnn .
Proses Gram-Schmidt dapat juga kita kenakan pada himpunan bebas
linier selain basis. Teorema berikut merupakan konsekuensi proses GramSchmidt.
Teorema 2.2.3. Misalkan A Cmn dengan m n. Jika rank(A) = n,
maka A = QR, untuk suatu Q Cmn yang memenuhi Q Q = In dan
matriks segitiga atas R Cnn . Dengan menambahkan persyaratan bahwa
semua komponen diagonal utama R real positif, faktorisasi ini tunggal.
Faktorisasi yang diperkenalkan dalam teorema ini dikenal sebagai faktorisasi QR. Berbagai teknik dalam komputasi matriks bersandar pada
faktorisasi QR ini.
28
2. FAKTORISASI MATRIKS
Secara teoritis, proses Gram-Schmidt memberikan bukti konstruktif untuk faktorisasi QR. Akan tetapi, dalam prakteknya kita menggunakan
teknik lain dalam melakukan faktorisasi ini. Dua teknik, refleksi Householder dan rotasi Givens, telah digunakan secara luas.
2vv
adalah
v v
cos sin
0
G = P sin cos
0 Pt ,
0
0
In2
untuk suatu matriks permutasi P dan skalar R.
29
Qt AQ = 0
.
..
..
.
N1k
N2k
N3k
,
..
.
30
2. FAKTORISASI MATRIKS
2.3
Soal Latihan
2 0
memiliki faktorisasi LU .
9. Misalkan A Cnn tak singular dan A = QR = Q1 R1 adalah dua
faktorisasi QR untuk matriks A. Tunjukkan bahwa terdapat matriks
diagonal D = diag(d1 , d2 , . . . , dn ), dengan |d1 | = |d2 | = = |dn | = 1,
sehingga berlaku Q = Q1 D.
31
1 19 34
cos sin
0
0 A
sin cos
0
0
In2
memiliki komponen nol pada baris kedua kolom pertama.
14. Jika A Cnn matriks tridiagonal, haruskah matriks R hasil faktorisasi QR matriks A adalah matriks diagonal? Mengapa?
[A = [aij ] matriks tridiagonal jika aij = 0, untuk semua i, j yang
memenuhi |i j| > 1.]
15. Buktikan Teorema 2.2.8.
Norma Matriks
Konsep ruang vektor merupakan rampatan sifat-sifat aljabar vektor di bidang dan di ruang. Selain sifat aljabar, vektor di bidang dan ruang juga
memiliki sifat-sifat geometris yang bertumpu pada konsep sudut dan jarak.
Dengan memperkenalkan konsep hasilkali dalam di ruang vektor, kita memunculkan kembali sejumlah sifat geometris vektor.
Sekali pun adanya konsep sudut membuat tinjauan geometris pada ruang
vektor lebih lengkap, konsep jarak sudah memadai untuk berbagai keperluan. Secara aljabar, ini kita lakukan melalui konsep norma.
Sudah kita ketahui bahwa ruang matriks m n isomorfik dengan ruang
vektor berdimensi mn. Melalui isomorfisma ini, kita dapat menggunakan
sembarang norma ruang vektor berdimensi mn untuk ruang matriks m n.
Ketika perkalian matriks juga kita perhitungkan, norma tersebut memerlukan syarat yang lebih keras.
Dalam bab ini kita akan membicarakan norma matriks, khususnya untuk
matriks persegi. Sebelum itu, kita akan membicarakan beberapa hal yang
berkaitan dengan norma vektor.
3.1
Norma Vektor
34
3. NORMA MATRIKS
kxkA = x Ax.
Tidak setiap norma berasal dari hasilkali dalam. Agar norma k k di Cn
berasal dari hasilkali dalam, identitas jajargenjang berikut harus berlaku:
kx + yk2 + kx yk2 = 2 kxk2 + kyk2 , untuk setiap x, y Cn .
Dengan demikian, kedua norma berikut ini tidak berasal dari hasilkali
dalam:
n
X
kxk1 =
|xi | dan kxk = maks |xi |.
i
i=1
n
X
!1/p
p
|xi |
i=1
Ketaksamaan segitiga untuk norma-p dikenal sebagai ketaksamaan Minkowski. Untuk membuktikan ketaksamaan ini, kita akan menggunakan sebuah rampatan dari ketaksamaan Cauchy-Bunyakowski-Schwarz, yaitu ketaksamaan H
older.
Sifat 3.1.1 (Ketaksamaan Holder). Misalkan p, q R positif dan memenuhi
1 1
+ = 1. Maka |y x| kxkp kykq , untuk setiap x, y Cn .
p q
Bukti: Tidak ada yang perlu dibuktikan ketika n = 1. Asumsikan n 2.
Kita buktikan terlebih dahulu kasus xi dan yi real positif, i = 1, 2, . . . , n,
dan kxkp = kykq = 1. Dalam hal ini, xi < 1 dan yi < 1, i = 1, 2, . . . , n.
Misalkan i = 1, 2, . . . , n. Definisikan ai = p ln xi dan bi = q ln yi . Sifat
cekung ke atas fungsi eksponensial memberikan
1
1
xi yi = eai /p+bi /q eai + ebi
p
q
1 p 1 q
=
x + yi .
p i
q
35
1 1
+ = kxkp kykq .
p q
= x/kxkp dan y
= y/kykq .
Dalam hal norma x atau y bukan 1, ambil x
x
k
Maka k
xkp = k
ykq = 1 dan y
xkp k
ykq = 1. Perkalian kedua ruas
yi xi
|y x| =
i=1
n
X
|yi | |xi | = z w
i=1
!1/p
p
|xi + yi |
i=1
n
X
!1/p
p
|xi |
i=1
n
X
!1/p
p
|yi |
i=1
Bukti: Ketaksamaan jelas berlaku ketika kx + ykp = 0. Karena itu asumsikan sebaliknya. Pertama-tama, kita peroleh
kx + ykpp =
n
X
i=1
n
X
i=1
|xi + yi |p =
n
X
i=1
n
X
i=1
36
3. NORMA MATRIKS
Dengan ketaksamaan H
older, kita peroleh
n
X
p1
|xi ||xi + yi |
kxkp
i=1
n
X
!1/q
|xi + yi |
q(p1)
i=1
!1/q
|xi + yi |q(p1)
i=1
sehingga
n
X
!(p1)/p
|xi + yi |p
= kx + ykp1
p ,
i=1
n
X
i=1
i=1
Jadi,
kx + ykpp kxkp kx + ykpp1 + kykp kx + ykp1
p
= (kxkp + kykp ) kx + ykp1
p ,
dan ketaksamaan Minkowski segera kita dapatkan.
Indeks tak hingga pada norma maksimum modulus memperoleh pembenaran dari sifat berikut.
Sifat 3.1.3. Untuk setiap x Cn berlaku
kxk = lim kxkp .
p
!1/p
n
X
|xi | p
= |xm |
|xm |
i=1
X xi p 1/p
= |xm | k +
,
xm
37
38
3. NORMA MATRIKS
|i | maks kej k = c
j
n
X
i=1
i=1
i=1
39
3.2
Norma Matriks
Telah kita ketahui bahwa himpunan matriks Cmn membentuk ruang vektor atas C yang isomorfik dengan Cmn . Sebagai akibatnya, ruang matriks
ini dapat kita perlengkapi dengan norma, yaitu dengan mengambil norma
vektor di Cmn .
Dalam hal m = n, kita juga mempunyai operasi perkalian di Cnn .
Dalam kasus ini, kita menginginkan adanya kaitan antara norma matriks
dengan operasi perkalian.
Definisi 3.2.1. Pemetaan : Cnn R adalah norma matriks jika
berlaku:
1. (A) 0, A Cnn , dan (A) = 0 A = 0;
2. (A + B) (A) + (B), A, B Cnn ;
3. (A) = || (A), C, A Cnn ; dan
4. (AB) (A)(B), A, B Cnn .
Sifat 1 kita namakan kepositifan, Sifat 2 ketaksamaan segitiga, dan Sifat
4 submultiplikatif.
Sebagaimana norma vektor, kita lazim menggunakan notasi kAk untuk
menyatakan norma matriks A.
Berikut ini beberapa norma matriks A = [aij ] Cnn yang banyak
digunakan.
1. kAk1 = maks
j
n
X
|aij |
i=1
40
3. NORMA MATRIKS
3. kAk = maks
i
n
X
|aij |
j=1
v
uX
n
u n X
4. kAkF = t
|aij |2
(norma Frobenius).
i=1 j=1
Ekivalensi norma yang kita bicarakan di atas juga berlaku untuk norma
matriks. Ini kita peroleh karena ekivalensi norma tidak memerlukan sifat
submultiplikatif.
Norma matriks yang kita perkenalkan di atas memuat subskrip. Penggunaan subskrip pada Contoh 1-3 di atas memiliki makna tertentu.
Teorema 3.2.2. Misalkan A Cnn . Untuk sembarang norma k k di Cn ,
kAxk
= maks kAxk mendefinisikan sebuah norma matriks di
kAk := maks
x6=0 kxk
kxk=1
Cnn .
Bukti: Pertama-tama, kita tunjukkan bahwa maksimum pada definisi memang ada. Mengingat Sifat 3.1.6, kita cukup menunjukkan bahwa fungsi
x 7 kAx|| kontinu di U = {x Cn | kxk = 1}. Karena norma vektor di
Cn ekivalen, kita dapat menggunakan norma k k1 .
Misalkan barisan {uk } di U konvergen ke w U . Ini berarti bahwa
kuk wk1 konvergen ke 0. Akan ditunjukkan bahwa |kAuk k kAwk| konvergen ke 0. Untuk i = 1, 2, . . . , n, modulus komponen ke-i pada A (uk w)
memenuhi
n
X
|(A (uk w))i | =
aij (uk )j wj
j=1
n
X
|aij | (uk )j wj
j=1
n
X
|aij |
j=1
n
X
j=1
n
X
(uk )j wj
j=1
41
n
X
n
X
i=1
j=1
= kuk wk1
n X
n
X
|aij | .
i=1 j=1
kABk = maks
=
42
3. NORMA MATRIKS
Kita tunjukkan berikut ini bahwa norma matriks jumlah modulus kolom
terbesar adalah benar hasil induksi dari norma vektor k k1 .
n
X
Misalkan x Cn memenuhi kxk1 =
|xi | = 1. Maka
i=1
kAxk1
n X
n X
n
X
X
n
=
aij xj
|aij xj |
i=1 j=1
i=1 j=1
=
n X
n
X
|aij | |xj | =
j=1 i=1
maks
k
|xj |
n
X
j=1
n
X
!
|aik |
i=1
n
X
n
X
|aij |
i=1
|xj | = maks
j
j=1
n
X
n
X
|aij |.
i=1
i=1
kxk1 =1
n
X
|aim |
i=1
= maks
j
n
X
i=1
Norma matriks hasil induksi memenuhi dua sifat berikut. Bukti keduanya tidak terlalu sukar, sehingga pembaca diharapkan dapat dengan mudah
memperolehnya.
Sifat 3.2.3. Misalkan k k0 norma vektor di Cn . Maka norma matriks
hasil induksinya di Cnn memenuhi kAxk0 kAk0 kxk0 , untuk setiap A
Cnn , x Cn .
Sifat 3.2.4. Jika k k adalah norma matriks di Cnn hasil induksi, maka
kIn k = 1.
Sebagai konsekuensi Sifat 3.2.4, norma matriks k kF pada contoh di
atas bukan norma hasil induksi. Sifat 3.2.3, dengan demikian tidak dapat
dikenakan kepada norma k kF . Sekali pun demikian, untuk norma matriks
bukan hasil induksi kita mempunyai sifat berikut.
Sifat 3.2.5. Untuk setiap norma matriks k k di Cnn , terdapat norma
vektor k k0 di Cn yang memenuhi kAxk0 kAk kxk0 , untuk setiap A
Cnn , x Cn .
43
Bukti: Kita hanya perlu memberikan bukti untuk kasus dimana k k bukan
norma hasil induksi.
Untuk setiap x Cn , definisikan kxk0 = kxe1 k, dimana e1 adalah vektor
basis baku pertama di Cn . Akan kita tunjukkan terlebih dahulu bahwa k k0
adalah norma vektor di Cn .
Pertama-tama, kxk0 = kxe1 k 0. Kemudian, kxk0 = 0 = kxe1 k = 0 =
xe1 = 0 = x = 0.
Kemudian, untuk C berlaku kxk0 = k(x)e1 k = k(xe1 )k = ||kxe1 k =
||kxk0 .
Akhirnya, kx + yk0 = k(x + y)e1 k = kxe1 + ye1 k kxe1 k + kye1 k =
kxk0 + kyk0 .
Sekarang kita buktikan bahwa k k0 memenuhi kAxk0 kAkkxk0 . Karena
perkalian matriks bersifat asosiatif, kita dapatkan
kAxk0 = k(Ax)e1 k = kA(xe1 )k kAkkxe1 k kAkkxk0 .
Jelas bahwa, pada Sifat 3.2.5, norma hasil induksi dari norma vektor kk0
didominasi oleh norma matriks yang diberikan, yaitu kAk0 kAk, untuk
setiap A Cnn . Teorema berikut menyatakan bahwa norma hasil induksi
tidak mungkin mendominasi norma hasil induksi lain.
Teorema 3.2.6. Misalkan kk dan kk0 norma-norma hasil induksi di Cnn .
Jika kAk kAk0 , untuk semua A Cnn , maka kAk = kAk0 , untuk semua
A Cnn .
Bukti: Dari Soal Latihan 16, terdapat c R, c > 0, yang memenuhi kvk =
ckvk0 , untuk setiap v Cn . Akibatnya, untuk semua v Cn , v 6= 0, berlaku
kAvk
kAvk0
=
. Kesimpulan yang diinginkan segera kita dapatkan.
kvk
kvk0
Ingat kembali bahwa radius spektral matriks A, ditulis (A), adalah
maksimum modulus nilai karakteristik A. Perhatikan bahwa radius spektral
bukan norma matriks, kecuali ketika n = 1. Sekali pun demikian, kita
mempunyai dua teorema berikut yang menunjukkan hubungan antara norma
matriks dengan radius spektralnya.
Teorema 3.2.7. Jika k k adalah norma matriks di Cnn , maka (A)
kAk, untuk setiap A Cnn .
Bukti: Kita gunakan norma vektor k k0 yang diberikan pada bukti Sifat
3.2.5. Misalkan A Cnn dan sembarang nilai eigen A dengan vektor
44
3. NORMA MATRIKS
2 r23 r2n
3 r3n
R=
.
..
..
.
0
.
n
Untuk R, > 0, definisikan matriks D = diag(1, , 2 , . . . , n1 ) berukuran n n. Perhatikan matriks
2
r23 n2 r2n
3
n3 r3n
D1 RD =
.
..
..
.
0
.
n
Misalkan > 0. Pilih sehingga
n
X
j1 |rij | < , i = 1, 2, . . . , n 1,
j=i+1
misalnya = min{ 21 , / n2 maks |rij | }. Maka
maks |i | + maks
i
< (A) + .
n
X
j=i+1
n
X
j=i+1
j1 |rij |
j1 |rij |
45
kAk2 = maks
46
3. NORMA MATRIKS
Sebagai catatan penutup, adalah mungkin untuk berbicara norma matriks pada kelas semua matriks {A Cmn | m, n N}. Dalam hal ini kita
tidak bekerja dengan satu norma saja. Persyaratan submultiplikatif kita
kenakan hanya ketika perkalian matriks dapat kita lakukan.
Sebagai contoh, kita bisa mendefinisikan untuk A Cmn ,
kAk2 = maks
x6=0
kAxk2
,
kxk2
3.3
Bilangan Kondisi
Dalam komputasi, hampir tidak mungkin bagi kita untuk menghindari galat,
baik karena pembulatan maupun pemotongan. Selain itu, data masukan
mungkin merupakan hasil eksperimen atau pengamatan dengan akurasi rendah. Berapa besar pengaruh galat terhadap hasil komputasi? Berikut ini
kita perkenalkan perangkat analisis untuk masalah sistem persamaan linier.
Misalkan A Cnn tak singular dan b Cn , b 6= 0. Maka persamaan
Ax = b memiliki solusi. Jika b kita ganggu menjadi b + b, solusi persamaan pun terganggu menjadi x + x. Kita peroleh Ax = b, sehingga
x = A1 b. Pilih norma matriks k k di Cnn sembarang dan norma
vektor di Cn yang memenuhi ketaksamaan pada Sifat 3.2.5.
1
1
kAk
. Dengan demikian
Maka kxk kA1 k kbk dan
kxk
kbk
kxk
kbk
kAk kA1 k
.
kxk
kbk
Ketaksamaan di atas memberikan sebuah batas bagi deviasi relatif solusi persamaan Ax = b dalam hubungan dengan deviasi relatif b. Hubungan tersebut ditentukan oleh kAk kA1 k. Karena kita menginginkan deviasi relatif solusi tidak jauh lebih besar daripada deviasi relatif b, kita
menginginkan kAk kA1 k kecil.
47
Definisi 3.3.1. Besaran kAk kA1 k kita namakan bilangan kondisi matriks
A, ditulis (A).
Ketaksamaan di atas dan ketaksamaan pada Soal Latihan 17 memberikan (A) 1.
3.4
Soal Latihan
1. Misalkan k k norma di Cn .
(a) Buktikan bahwa |kuk kvk| ku vk, untuk setiap u, v Cn .
(b) Apakah selalu berlaku ku vk ku + vk?
2. Misalkan (A) adalah maksimum modulus komponen A Cnn .
Tunjukkan, untuk setiap n > 1, bahwa terdapat A, B Cnn yang
memenuhi (AB) > (A)(B).
3. Misalkan (A) adalah jumlah modulus semua komponen A Cnn .
Periksa apakah memenuhi sifat submultiplikatif.
4. Diberikan ruang vektor ` = {(a1 , a2 , . . . ) | ai C, hampir semuanya 0}
(dengan operasi komponen demi komponen). Maka k k1 dan k k
keduanya norma di `. Tunjukkan bahwa kedua norma tersebut tidak
ekivalen.
kAxk2
konstan untuk semua
kxk2
n
x 6= 0 di C jika dan hanya jika semua nilai singular A sama besar.
(tr(AA ))1/2 .
9. Tentukan m, M real positif yang memenuhi sekaligus (i) mkAk1
kAk2 M kAk1 , untuk setiap A Cnn , dan (ii) mkA1 k1 = kA1 k2 ,
kA2 k2 = M kA2 k1 , untuk suatu A1 , A2 Cnn .
48
3. NORMA MATRIKS
4.1
Ketika menyelesaikan masalah nilai eigen, seringkali kita harus cukup puas
dengan metode iteratif. Penentuan lokasi nilai eigen merupakan hal krusial
dalam metode-metode iteratif.
Dari Teorema 3.2.7, norma matriks dapat digunakan untuk menentukan
lokasi nilai-nilai eigen. Semua nilai eigen matriks A Cnn berada di dalam
lingkaran dengan pusat titik asal dan jari-jari kAk, untuk sembarang norma
di Cnn .
Penggunaan norma untuk menentukan lokasi nilai eigen masih terlalu
kasar. Teorema berikut memberikan lokalisasi yang lebih baik. Bukti teorema memerlukan fakta bahwa nilai-nilai eigen sebuah matriks bergantung
secara kontinu pada komponen-komponen matriks tersebut. Sebelum menyatakan teorema, untuk A= [aij ] Cnn kita definisikan
terlebih dahulu
X
|aij | , i = 1, 2, . . . , n.
cakram Gershgorin Di = z C |z aii |
j6=i
49
50
j6=k
j6=k
j6=k
51
maka nilai-nilai eigen tersebut akan menjadi pusat cakram untuk lokasi nilainilai eigen matriks A + E. Berbeda dengan Teorema Gershgorin, jari-jari
cakram yang diberikan Teorema Bauer-Fike konstan.
Karena norma-norma matriks ekivalen, kita boleh mengharapkan ada
versi lain Teorema Bauer-Fike yang menggunakan norma selain norma-.
Teorema 4.1.3 (Bauer-Fike). Misalkan A Cnn dapat didiagonalkan
dan A = SDS1 , dimana S Cnn tak singular dan D Cnn diagonal.
Misalkan E Cnn sembarang. Maka untuk setiap p R, 1 p < , dan
untuk setiap nilai eigen bagi A + E terdapat nilai eigen bagi A yang
memenuhi | | p (S)kEkp .
Bukti: Misalkan v vektor eigen A + E untuk nilai eigen . Misalkan
w = S1 v 6= 0 dan F = S1 ES. Maka (D + F)w = (D + F)S1 v =
S1 (A + E)v = S1 v = w dan kFkp kS1 kp kEkp kSkp = p (S)kEkp .
Jika I D singular, maka sama dengan salah satu komponen diagonal
utama D, yang beerarti = , salah satu nilai eigen A.
Misalkan sekarang ID tak singular. Maka w = (ID)1 Fw. Kita peroleh juga kwkp k(I D)1 kp kFkp kwkp , sehingga k(I D)1 kp kFkp
1. Menurut Soal Latihan 2, k(I D)1 kp = 1/ min | dj |, dimana
1jn
1 1 0
1 1 0
0 0 0
1 0 1
12 0 0
1 1
1
1
52
bagi nilai kuosien Rayleigh dalam subruang tertentu. Lebih jauh, nilai-nilai
eigen batas tersebut adalah kuosien Rayleigh untuk vektor tertentu, yaitu
vektor eigen bagi masing-masing nilai eigen.
Hal sebaliknya juga berlaku. Diberikan kuosien Rayleigh untuk sembarang vektor, kita dapat memberikan lokalisasi bagi vektor eigen berdasarkan vektor dan kuosien Rayleigh tersebut.
Teorema 4.1.4. Misalkan A Cnn matriks Hermite dan u Cn dengan
u u = 1. Misalkan = u Au R. Maka selang
{x R | |x | kAu uk2 }
memuat suatu nilai eigen A.
Bukti teorema ini diserahkan kepada pembaca.
4.2
Metode QR
Secara teoritis, semua nilai eigen matriks A dapat kita peroleh kalau kita
berhasil melakukan dekomposisi Schur pada A, lihat Teorema 2.2.1. Bukti
Teorema 2.2.1 bersifat konstruktif, tetapi memerlukan nilai eigen A. Akibatnya, kita tidak dapat menggunakan konstruksi tersebut untuk memperoleh
nilai-nilai eigen A.
Teknik yang lazim digunakan untuk memperoleh dekomposisi Schur tanpa memerlukan nilai eigen adalah dengan memanfaatkan faktorisasi QR.
Berikut ini kita deskripsikan metode QR untuk memperoleh nilai eigen
matriks A. Pertama-tama kita konstruksi barisan matriks {Ak } sebagai
berikut:
Inisialisasi: A0 = A;
Iterasi: untuk k = 0, 1, . . . :
Ak = Qk Rk (faktorisasi QR);
Ak+1 = Rk Qk .
Perhatikan bahwa Rk = Qk Ak , sehingga Ak+1 = Qk Ak Qk , yaitu Ak+1
serupa uniter dengan Ak . Kita akan perlihatkan bahwa, dengan kondisi
tertentu, barisan {Ak } konvergen ke sebuah matriks segitiga atas. Kekonvergenan barisan {Ak } seperti ini ekivalen dengan barisan {Qk } konvergen
ke suatu matriks diagonal diag(ei1 , ei2 , . . . , ein ).
4.2. METODE QR
53
54
0
jika i < j,
jika i = j,
lk,ij = 1
k
4.2. METODE QR
55
b T.
b Akimengambil limit subbarisan {I + TFk0 T1 }, kita peroleh I = U
b positif. Dengan menggunakan
batnya, semua komponen diagonal utama T
b =T
b = I.
Teorema 2.2.3 sekali lagi, haruslah U
Argumentasi di atas kita gunakan untuk menunjukkan bahwa jika terdapat
subbarisan konvergen lainnya dari {Uk } dan {Tk }, maka kedua subbarisan
tersebut haruslah konvergen ke matriks identitas. Ini berarti bahwa keseluruhan barisan {Uk } dan {Tk } keduanya konvergen ke I.
Dari I + TFk T1 = Uk Tk , kita peroleh TLk = Uk Tk T dan, akibatnya,
Q(k1) R(k1) = Ak = UUk Tk TDk R = (UUk ) Tk TDk R . Karena UUk
matriks uniter dan Tk TDk R matriks segitiga atas, maka (UUk ) Tk TDk R
adalah juga faktorisasi QR untuk matriks Ak . Untuk setiap k, terdapat matriks k = diag (dk,1 , dk,2 , . . . , dk,n ), dengan |dk,1 | = |dk,2 | = = |dk,n | = 1,
sehingga Q(k1) = UUk k .
Karena P = UT, maka A = UTDT1 U1 . Dari Ak+1 = Q(k) AQ(k) ,
kita peroleh
Ak+1 =
Q(k) UTDT1 U1 Q(k)
= (UUk+1 k+1 ) UTDT1 U1 UUk+1 k+1
= k+1 Uk+1 TDT1 Uk+1 k+1 .
Misalkan Bk = Uk TDT1 Uk = [bk,ij ]. Karena {Uk } konvergen ke matriks
identitas, maka {Bk } konvergen ke TDT1 yang merupakan matriks segitiga atas yang diagonal utamanya sama dengan diagonal utama D, yaitu
bk,ii konvergen ke i , untuk i = 1, 2, . . . , n, dan bk,ij konvergen ke 0 untuk
1 j < i n.
Kita juga memperoleh Ak = k Bk k . Dengan demikian, untuk i 6= j,
ak,ij = dk,i dk,j bk,ij , sedangkan ak,ii = bk,ii . Jadi, untuk i = 1, 2, . . . , n, ak,ii
konvergen ke i , dan untuk 1 j < i n, ak,ij konvergen ke 0. Kekonvergenan terakhir ini kita peroleh karena |dk,i | = 1, untuk i = 1, 2, . . . , n.
Perhatikan bahwa kita menggunakan tanda kutip untuk menyatakan
kekonvergenan barisan matriks {Ak }. Sesungguhnyalah, yang kita peroleh
adalah kekonvergenan komponen-komponen matriks Ak yang terletak pada
diagonal utama dan di bawahnya. Hanya komponen-komponen tersebut
yang relevan untuk pembicaraan kita tentang nilai-nilai eigen matriks A.
Sedangkan untuk komponen-komponen di atas diagonal utama matriks Ak ,
kita tidak mengetahui, dan tidak memerlukan, kekonvergenan mereka.
56
Dalam implementasinya, kita dapat mempercepat kekonvergenan metode QR dengan terlebih dahulu mengubah matriks A ke bentuk Hessenberg. Ini kita lakukan dengan memanfaatkan Teorema 2.2.8. Dengan perubahan ini, metode QR tinggal membuat diagonal tepat di bawah diagonal
utama berisikan komponen-komponen 0.
4.3
Metode Lanczos
Kita tidak selalu memerlukan semua nilai eigen sebuah matriks. Dalam
banyak masalah, kita lebih memerlukan beberapa nilai eigen, biasanya nilai
eigen yang ekstrim. Pada subbab ini kita akan membicarakan masalah memperoleh nilai eigen ekstrim matriks real simetris. Metode yang digunakan
dikenal dengan nama metode Lanczos.
Sepanjang subbab ini, matriks A adalah matriks real yang simetris. Akibatnya, A memiliki n nilai eigen real yang tidak harus berbeda. Misalkan
1 2 n adalah nilai-nilai eigen A. Dengan Teorema Rayleighxt Ax
Ritz (Akibat 1.3.9), kita peroleh 1 = min xt Ax = min t , sedangkan
x6=0 x x
xt x=1
t Ax
x
n = maks xt Ax = maks t . Dengan kata lain, nilai-nilai eigen ekstrim
x6=0 x x
xt x=1
A adalah nilai-nilai ekstrim kuosien Rayleigh.
Gagasan yang digunakan adalah menggunakan nilai-nilai ekstrim kuosien
Rayleigh pada subruang dari Rn sebagai hampiran nilai-nilai eigen ekstrim
matriks A. Kita memperhalus hampiran yang diperoleh secara iteratif. Perhatikan bahwa kuosien Rayleigh pada dasarnya adalah sebuah fungsi dari
xt Ax
Rn \ {0} ke R dengan aturan rA (x) = t .
xx
Misalkan {u1 , u2 , . . . , un } adalah basis ortonormal bagi Rn . Maka U =
[u1 u2 un ] Rnn matriks ortogonal. Untuk k = 1, 2, . . . , n, tuliskan
matriks Uk = [u1 u2 uk ] Rnk . Setiap unsur subruang Sk =
hu1 , u2 , . . . , uk i dapat dituliskan sebagai Uk y, untuk suatu y Rk .
Untuk k = 1, 2, . . . , n, definisikan Mk = maks{rA (x) | x Sk , x 6= 0}
dan mk = min{rA (x) | x Sk , x 6= 0}. Akibatnya, 1 mk Mk n .
Perhatikan bahwa Mk = k (Utk AUk ), nilai eigen terbesar matriks Utk AUk
dan mk = 1 (Utk AUk ), nilai eigen terkecil matriks Utk AUk .
Dari uraian di atas, kita dapat menggunakan Mk sebagai hampiran (dari
bawah) untuk n dan mk sebagai hampiran (dari atas) untuk 1 . Dengan
metode Lanczos, kita mulai dengan k = 1 untuk memperoleh hampiran
57
4.4
Soal Latihan
n
X
j=1
58
Buktikan bahwa
(b) Misalkan {Ak } dan {Bk } dua barisan di Cnn yang konvergen
berturut-turut ke A dan B di Cnn . Buktikan bahwa barisan
{Ak Bk } konvergen ke AB Cnn .
6. Misalkan {Uk } barisan matriks uniter di Cnn yang konvergen ke
U Cnn . Tunjukkan bahwa U juga uniter dan, dengan demikian,
himpunan semua matriks uniter di Cnn tertutup.
7. Berikan argumentasi untuk pernyataan bahwa kedua barisan {Uk }
dan {Tk } pada bukti Teorema 4.2.2 konvergen ke I.
8. Misalkan A Rnn dan x Rn . Tunjukkan bahwa (xt Ax) =
1
A + At x 2rA (x)x .
(A+At )x. Simpulkan bahwa rA (x) = t
xx
Buku\AnalisisMatriks.tex