Ahmad Muchlis
Notasi
Pada umumnya matriks yang kita bicarakan dalam kuliah adalah matriks
kompleks. Himpunan semua matriks kompleks [real] berukuran m × n diny-
atakan dengan Cm×n [Rm×n ]. Huruf kapital cetak tebal digunakan untuk
menyatakan sebuah matriks. Matriks identitas dinyatakan dengan I, sedan-
gkan matriks nol dengan 0. Bilamana diperlukan, ukuran matriks diberikan
sebagai subskrip. Sebagai contoh, 0m,n menyatakan matriks nol berukuran
m × n, sedangkan Ik menyatakan matriks identitas k × k.
Himpunan semua nilai eigen matriks persegi A kita tuliskan sebagai sp(A).
1
Matriks Normal
Dari definisi di atas, jelas bahwa matriks identitas adalah sebuah matriks
permutasi. Selanjutnya, semua baris setiap matriks permutasi adalah baris-
baris matriks identitas. Dua baris berbeda pada sebuah matriks permutasi
adalah dua baris berbeda matriks identitas. Demikian pula, semua kolom
setiap matriks permutasi adalah kolom-kolom matriks identitas. Dua kolom
berbeda pada sebuah matriks permutasi adalah dua kolom berbeda matriks
identitas.
Misalkan P matriks permutasi berukuran n × n. Untuk i = 1, 2, . . . , n,
misalkan komponen 1 baris ke-i matriks P terletak di posisi (kolom) ti . Ini
berarti bahwa baris tersebut adalah baris ke-ti matriks identitas. Dengan
kata lain, baris ke-i matriks P adalah etti . Pengaitan i 7−→ ti memberikan
pemetaan σ : {1, 2, . . . , n} −→ {1, 2, . . . , n}: σ(i) = ti . Karena dua baris
3
4 1. MATRIKS NORMAL
C adalah matriks dengan nilai-nilai eigen tak semuanya real yang dapat
didiagonalkan oleh matriks uniter.
Fakta di atas bersama-sama dengan dua fakta bahwa (i) setiap matriks
permutasi adalah matriks uniter, dan (ii) setiap matriks permutasi serupa,
oleh matriks permutasi, dengan matriks blok diagonal yang komponen-
komponen diagonalnya adalah matriks permutasi siklus atau [1], membawa
kita kepada kesimpulan bahwa setiap matriks permutasi adalah matriks de-
ngan nilai-nilai eigen tak harus semuanya real yang dapat didiagonalkan
oleh matriks uniter.
(b) A definit positif jika dan hanya jika x∗ Ax > 0, untuk setiap x ∈ Cn ,
x 6= 0.
Bukti: Kita berikan di sini bukti untuk (a). Bukti untuk (b) diberikan
sebagai latihan.
Misalkan A definit tak-negatif dan x ∈ Cn . Karena A Hermite, terda-
pat basis ortonormal {u1 , u2 , . . . , un } bagi Cn dengan Aui = λi ui , untuk
suatu λi ∈ R, i = 1, 2, . . . , n. Karena A definit tak-negatif, maka semua
Xn
λ1 , λ2 , . . . , λn tak-negatif. Tulis x = αi ui , dengan α1 , α2 , . . . , αn ∈ C.
i=1
Maka
∗ ∗
n n n n
! !
X X X X
∗
x Ax = αj uj A α i ui = αj uj αi Aui
j=1 i=1 j=1 i=1
∗
n n n X
n
!
X X X
= αj uj α i λ i ui = αj αi λi u∗j ui
j=1 i=1 j=1 i=1
n
X
= λj |αj |2 kuj k2 ≥ 0.
j=1
(a) A definit positif jika dan hanya jika determinan setiap submatriks
utama pemuka A positif, dan
(b) A definit tak-negatif jika dan hanya jika determinan setiap submatriks
utama A tak-negatif.
λk ≤ x∗ Ax ≤ λl ,
Karena λk ≤ λi ≤ λl , i = k, . . . , l − 1, maka
l
X l
X l
X
λk = λk |αi |2 ≤ λi |αi |2 ≤ λl |αi |2 = λl .
i=k i=k i=k
Jadi λk ≤ x∗ Ax ≤ λl .
Perhatikan bahwa, pada bukti di atas, u∗k Auk = λk dan u∗l Aul = λl .
Dengan demikian, λk = min{x∗ Ax | x ∈ huk , uk+1 , . . . , ul i, x∗ x = 1} dan
λl = maks{x∗ Ax | x ∈ huk , uk+1 , . . . , ul i, x∗ x = 1}. Ketika k = 1 dan l = n
kita memperoleh akibat berikut.
λ1 = min
∗
x∗ Ax dan λn = maks
∗
x∗ Ax.
x x=1 x x=1
Vektor x pada Teorema 1.3.8 dan Akibat 1.3.9 di atas dibatasi pada
vektor dengan panjang 1. Kita dapat mengganti vektor tersebut dengan
sembarang vektor x yang taknol, tetapi ekspresi x∗ Ax juga diganti dengan
x∗ Ax
. Ekspresi ratio ini dikenal sebagai kuosien Rayleigh, sedangkan Aki-
x∗ x
bat 1.3.9 dikenal dengan nama Teorema Rayleigh-Ritz.
Teorema berikut dikenal dengan nama Teorema Sela (interlacing theo-
rem).
λi ≤ µi ≤ λn+i−k , untuk i = 1, 2, . . . , k.
λ1 ≤ µ1 ≤ λ2 ≤ µ2 ≤ · · · ≤ λn−1 ≤ µn−1 ≤ λn .
(a) A definit tak-negatif jika dan hanya jika terdapat matriks B ∈ Cn×n
yang memenuhi A = BB∗ , dan
(b) A definit positif jika dan hanya jika terdapat matriks tak-singular B ∈
Cn×n yang memenuhi A = BB∗ .
Bukti: Kita cukup membuktikan bagian “hanya jika” pada kedua perny-
ataan dalam teorema. Karena A matriks Hermite, terdapat matriks uniter
U ∈ Cn×n dan matriks diagonal D = diag (λ1 , λ2 , . . . , λn ) yang memenuhi
A = UDU∗ . Sifat definit tak-negatif pada A berarti λ1 , λ2 , . . . , λn se-
muanya tak-negatif. Pilih bilangan-bilangan kompleks α1 , α2 , . . . , αn , de-
ngan |αi |2 = λi , i = 1, 2, . . . , n. Definisikan B = U diag (α1 , α2 , . . . , αn ) U∗ .
16 1. MATRIKS NORMAL
Maka
= U diag (λ1 , λ2 , . . . , λn ) U∗ = A.
0 1 0
sehingga S−1 AS tidak simetris?
3 12 27
dian, dapatkan faktorisasi Cholesky untuk A.
2
Faktorisasi Matriks
19
20 2. FAKTORISASI MATRIKS
5. Kalau kita kalikan ruas kanan pada dekomposisi nilai singular, kita
lihat bahwa submatriks-submatriks U2 dan V2 tidak berperan untuk
22 2. FAKTORISASI MATRIKS
persis sama. Dengan dasar yang sama, jika λ nilai eigen P2 , maka λ = µ2 ,
untuk suatu nilai eigen µ bagi P. Karena P definit tak-negatif, λ ada-
√
lah nilai eigen P2 jika dan hanya jika λ adalah nilai eigen P. Pernyataan
serupa juga berlaku untuk P1 . Ini membawa kita kepada kesimpulan bahwa
P1 = P.
Faktorisasi kutub pada matriks dapat dibandingkan dengan represen-
tasi kutub bilangan kompleks. Setiap bilangan kompleks z dapat dituliskan
sebagai perkalian sebuah bilangan real tak-negatif dengan sebuah bilangan
kompleks dengan modulus 1, yaitu dalam bentuk z = reiθ , untuk r, θ ∈ R,
r ≥ 0.
memenuhi LR = A.
Asumsikan A ∈ Cn×n dan teorema berlaku untuk semua matriks tak " singu-
#
B w
lar berukuran (n − 1) × (n − 1). Partisi matriks A menjadi A = ∗ ,
z α
dengan B ∈ C(n−1)×(n−1) . Dengan hipotesis teorema, B tak singular dan
memenuhi hipotesis induksi, sehingga B = L1 R1 , dimana L1 matriks segit-
iga bawah dan R1 matriks segitiga atas. "Karena B tak
# singular, L1 dan R1
L1 0
keduanya juga tak singular. Maka L = ∗ −1 adalah matriks segit-
z R1 1
" #
R1 L−1
1 w
iga bawah, R = adalah matriks segitiga atas dan
0∗ α − z∗ R−1 −1
1 L1 w
LR = A.
Sekarang misalkan A singular dengan rank r. Maka A memiliki submatriks
utama pemuka B berukuran r ×r yang tak singular dan memenuhi hipotesis
teorema, sehingga B = L1 R1 , untuk suatu matriks segitiga bawah L1 dan
matriks segitiga atas R1 . Karena rank(A) = r terdapat matriks-matriks
2.2. FAKTORISASI SEGITIGA 25
0 0 In−2
untuk suatu matriks permutasi P dan skalar θ ∈ R.
2.2. FAKTORISASI SEGITIGA 27
0 1 α
memiliki faktorisasi LU .
2 8 37
holder untuk memperoleh faktorisasi QR bagi A. Kemudian, gunakan
rotasi Givens untuk tujuan yang sama. [Gunakan kalkulator, lakukan
pembulatan sampai 4 angka di belakang koma.]
h i
11. Misalkan A = a1 a2 · · · an ∈ Cn×n . Tentukan v ∈ Cn sehingga
2vv∗
H = In − ∗ memenuhi Ha1 = ka1 ke1 .
v v
12. Buktikan Teorema 2.2.5.
0 0 In−2
Norma Matriks
Pertama-tama,
h kita berikan sejumlah
it norma yang lazim digunakan di Cn .
Untuk x = x1 x2 . . . xn :
n
X
1. kxk1 = |xi |;
i=1
31
32 3. NORMA MATRIKS
n
!1/2
X
2
2. kxk2 = |xi | ;
i=1
n
!1/p
X
p
4. kxkp = |xi | .
i=1
Bukti:
Tanpa mengurangi keumuman, asumsikan xi dan yi real positif, i = 1, 2, . . . , n.
Pertama-tama, misalkan kxkp = kykq = 1. Maka xi < 1 dan yi < 1,
i = 1, 2, . . . , n. Misalkan i = 1, 2, . . . , n. Definisikan ai = p ln xi dan
bi = q ln yi . Sifat cekung ke atas fungsi eksponensial memberikan
1 1
xi yi = eai /p+bi /q ≤ eai + ebi
p q
1 p 1 q
= x + yi .
p i q
1 1
y∗ x ≤ + = kxkp kykq .
p q
|y∗ x| = y∗ x = z∗ w
≤ kzkp kwkq
≤ kykp kxkq .
n
X
1. kAk1 = maks |aij | (jumlah modulus kolom terbesar);
j
i=1
n
X
3. kAk∞ = maks |aij | (jumlah modulus baris terbesar);
i
j=1
v
u n X
n
uX
4. kAkF = t |aij |2 (norma Frobenius).
i=1 j=1
Ekivalensi norma yang kita bicarakan di atas juga berlaku untuk norma
matriks. Ini kita peroleh karena ekivalensi norma tidak memerlukan sifat
submultiplikatif.
Norma matriks yang kita perkenalkan di atas memuat subskrip. Peng-
gunaan subskrip tersebut memiliki makna tersendiri.
memenuhi
n
X
|(A (uk − w))i | = aij (uk )j − wj
j=1
X n
≤ |aij | (uk )j − wj
j=1
n
X n
X
≤ |aij | (uk )j − wj
j=1 j=1
n
X
= |aij | kuk − wk1 .
j=1
0 ≤ kAuk − Awk1
= kA(uk − w)k1
Xn
= |(A(uk − w))i |
i=1
n
X n
X
≤ |aij | kuk − wk1
i=1 j=1
n X
X n
= kuk − wk1 |aij | .
i=1 j=1
0 ≤ |kAuk k − kAwk|
≤ kAuk − Awk,
Akibatnya,
kABxk kABxk
kABk = maks = maks
x6=0 kxk x6=06=Bx kxk
kABxk kBxk
= maks
x6=06=Bx kBxk kxk
kABxk kBxk
≤ maks maks
Bx6=0 kBxk x6=0 kxk
kAyk kBxk
≤ maks maks
y6=0 kyk x6=0 kxk
= kAkkBk.
n
X
Akibatnya maks kAxk1 ≤ maks |aij |. Selanjutnya, misalkan maksi-
kxk1 =1 j
i=1
mum jumlah kolom modulus A tercapai pada kolom m. Maka kAem k1 =
Xn n
X
|aim | = maks |aij |.
j
i=1 i=1
Norma matriks hasil induksi memenuhi dua sifat berikut. Bukti kedu-
anya tidak terlalu sukar, sehingga pembaca diharapkan dapat dengan mudah
memperolehnya.
Sifat 3.2.4. Jika k · k adalah norma matriks di Cn×n hasil induksi, maka
kIn k = 1.
Bukti: Kita hanya perlu membuktikan kasus k · k bukan norma hasil in-
duksi.
Untuk setiap x ∈ Cn , definisikan kxk0 = kxe∗1 k, dimana e1 adalah vektor
basis baku pertama di Cn . Akan kita tunjukkan terlebih dahulu bahwa k · k0
adalah norma vektor di Cn .
Pertama-tama, kxk0 = kxe∗1 k ≥ 0. Kemudian, kxk0 = 0 =⇒ kxe∗1 k = 0 =⇒
xe∗1 = 0 =⇒ x = 0.
Kemudian, untuk α ∈ C berlaku kαxk0 = k(αx)e∗1 k = kα(xe∗1 )k = |α|kxe∗1 k =
|α|kxk0 .
Akhirnya, kx + yk0 = k(x + y)e∗1 k = kxe∗1 + ye∗1 k ≤ kxe∗1 k + kye∗1 k =
kxk0 + kyk0 .
Sekarang kita buktikan bahwa k · k0 memenuhi kAxk0 ≤ kAkkxk0 . Karena
perkalian matriks bersifat asosiatif, kita dapatkan
Teorema 3.2.6. Misalkan k·k dan k·k0 norma-norma hasil induksi di Cn×n .
Jika kAk ≤ kAk0 , untuk semua A ∈ Cn×n , maka kAk = kAk0 , untuk semua
A ∈ Cn×n .
Bukti: Dari Soal Latihan 16, terdapat c ∈ R, c > 0, yang memenuhi kvk =
ckvk0 , untuk setiap v ∈ Cn . Akibatnya, untuk semua v ∈ Cn , v 6= 0, berlaku
kAvk kAvk0
= . Kesimpulan yang diinginkan segera kita dapatkan.
kvk kvk0
3.2. NORMA MATRIKS 41
Bukti: Kita gunakan norma vektor k · k0 yang diberikan pada Sifat 3.2.5.
Misalkan A ∈ Cn×n dan λ sembarang nilai eigen A dengan vektor eigen x
yang memenuhi kxk0 = 1. Maka
Karena ρ(A) adalah maksimum modulus nilai eigen A, maka ρ(A) ≤ kAk.
Lebih jauh, spektral radius sebuah matriks adalah infimum dari norma-
norma matriks tersebut.
n
X
Misalkan > 0. Pilih δ sehingga δ j−1 |rij | < , i = 1, 2, . . . , n − 1,
j=i+1
misalnya δ = min{ 12 , / n2 maks |rij | }. Maka
n
X
kD−1 U∗ AUDk∞ = kD−1 RDk∞ = maks |λi | + δ j−1 |rij |
i
j=i+1
n
X
≤ maks |λi | + maks δ j−1 |rij |
i i
j=i+1
< ρ(A) + .
1 1
Maka kδxk ≤ kA−1 k kδbk dan ≤ kAk . Dengan demikian
kxk kbk
kδxk kδbk
≤ kAk kA−1 k .
kxk kbk
Definisi 3.3.1. Besaran kAk kA−1 k kita namakan bilangan kondisi matriks
A, ditulis κ(A).
11. Tunjukkan bahwa norma matriks k·k2 adalah norma hasil induksi dari
norma Euklid di Cn .
14. Jika k·k adalah norma matriks di Cn×n hasil induksi, tunjukkan bahwa
kIn k = 1.
16. Misalkan k·k, k·k0 dua norma di Cn . Misalkan pula norma-norma hasil
induksi keduanya memenuhi kAk ≤ kAk0 , untuk semua A ∈ Cn×n
dengan rank 1. Buktikan bahwa terdapat konstanta real positif c yang
memenuhi kvk = ckvk0 , untuk setiap v ∈ Cn .
46 3. NORMA MATRIKS
Masalah nilai eigen adalah satu dari dua masalah dasar dalam aljabar linier
dan teori matriks. Pada masalah nilai eigen kita mencari nilai-nilai eigen
suatu matriks atau pemetaan linier beserta vektor-vektor eigen yang terkait.
Dari sudut komputasi, masalah ini adalah masalah yang sukar. Tidak ada
satu metode tertentu yang dapat digunakan untuk memperoleh secara eksak
nilai eigen semua matriks.
Ketika menyelesaikan masalah nilai eigen, seringkali kita harus cukup puas
dengan metode iteratif. Penentuan lokasi nilai eigen merupakan hal krusial
dalam metode-metode iteratif.
Dari Teorema 3.2.7, norma matriks dapat digunakan untuk menentukan
lokasi nilai-nilai eigen. Semua nilai eigen matriks A ∈ Cn×n berada di dalam
lingkaran dengan pusat titik asal dan jari-jari kAk, untuk sembarang norma
di Cn×n .
Penggunaan norma untuk menentukan lokasi nilai eigen masih terlalu
kasar. Teorema berikut memberikan lokalisasi yang lebih baik. Bukti teo-
rema memerlukan fakta bahwa nilai-nilai eigen sebuah matriks bergantung
secara kontinu pada komponen-komponen matriks tersebut. Sebelum meny-
atakan teorema, untuk A= [aij ] ∈ Cn×n kita definisikan
terlebih dahulu
X
cakram Gershgorin Di = z ∈ C |z − aii | ≤ |aij | , i = 1, 2, . . . , n.
j6=i
47
48 4. MASALAH NILAI EIGEN
4.2 Metode QR
Secara teoritis, semua nilai eigen matriks A dapat kita peroleh kalau kita
berhasil melakukan dekomposisi Schur pada A, lihat Teorema 2.2.1. Bukti
Teorema 2.2.1 bersifat konstruktif, tetapi memerlukan nilai eigen A. Akibat-
nya, kita tidak dapat menggunakan konstruksi tersebut untuk memperoleh
nilai-nilai eigen A.
Teknik yang lazim digunakan untuk memperoleh dekomposisi Schur tanpa
memerlukan nilai eigen adalah dengan memanfaatkan faktorisasi QR. Berikut
ini kita deskripsikan metode QR untuk memperoleh nilai eigen matriks A.
Pertama-tama kita konstruksi barisan matriks {Ak } sebagai berikut:
Inisialisasi: A0 = A;
Iterasi: untuk k = 0, 1, . . . :
Ak = Qk Rk (faktorisasi QR);
Ak+1 = Rk Qk .
Ak = PDk P−1
= UTDk LR
= UT Dk LD−k Dk R.
matriks uniter dan Tk TDk R matriks segitiga atas, maka Tk TDk R ada-
∗
Karena P = UT, maka A = UTDT−1 U−1 . Dari Ak+1 = Q(k) AQ(k) ,
kita peroleh
∗
Ak+1 = Q(k) UTDT−1 U−1 Q(k)
= (UUk+1 ∆k+1 )∗ UTDT−1 U−1 UUk+1 ∆k+1
= ∆∗k+1 U∗k+1 TDT−1 Uk+1 ∆k+1 .
Sepanjang subbab ini, matriks A adalah matriks real yang simetris. Ak-
ibatnya, A memiliki n nilai eigen real yang tidak harus berbeda. Misalkan
λ1 ≤ λ2 ≤ · · · ≤ λn adalah nilai-nilai eigen A. Dengan Teorema Rayley-
∗ x∗ Ax
Ritz (Akibat 1.3.9), kita peroleh λ1 = min x Ax = min , sedangkan
x∗ x=1 x6=0 x∗ x
∗ x∗ Ax
λn = maks x Ax = maks . Dengan kata lain, nilai-nilai eigen ekstrim
x∗ x=1 x6=0 x∗ x
A adalah nilai-nilai ekstrim kuosien Rayleigh.
Gagasan yang digunakan adalah menggunakan nilai-nilai ekstrim kuosien
Rayleigh pada subruang dari Rn sebagai hampiran nilai-nilai eigen ekstrim
matriks A. Kita memperhalus hampiran yang diperoleh secara iteratif. Per-
hatikan bahwa kuosien Rayleigh pada dasarnya adalah sebuah fungsi dari
x∗ Ax
Rn \ {0} ke R dengan aturan rA (x) = ∗ .
x x
Misalkan U = [u1 u2 · · · un ] ∈ Rn×n matriks ortogonal. Maka {u1 , u2 , . . . , un }
adalah basis ortonormal bagi Rn . Untuk k = 1, 2, . . . , n, tuliskan matriks
Uk = [u1 u2 · · · uk ] ∈ Rn×k . Setiap unsur subruang Sk = hu1 , u2 , . . . , uk i
dapat dituliskan sebagai Uk y, untuk suatu y ∈ Rk .
Untuk k = 1, 2, . . . , n, definisikan Mk = maks{rA (x) | x ∈ Sk , x 6=
y∗ U∗k AUk y
0}. Akibatnya, Mk ≤ λn . Selain itu, Mk = maks ∗ =
y∈Rk ,y6=0 y∗ Uk Uk y
maks{rU∗k AUk (y) | y ∈ Rk , y 6= 0} = λk (U∗k AUk ), nilai eigen terbesar ma-
triks U∗k AUk .
Dengan cara serupa, definisikan mk = min{rA (x) | x ∈ Sk , x 6= 0}. Aki-
y∗ U∗k AUk y
batnya, mk ≥ λ1 . Selain itu, mk = min ∗ = min{rU∗k AUk (y) | y ∈
y∈Rk ,y6=0 y∗ Uk Uk y
Rk , y 6= 0} = λ1 (U∗k AUk ), nilai eigen terkecil matriks U∗k AUk .
Dari uraian di atas, kita dapat menggunakan Mk sebagai hampiran (dari
bawah) untuk λn dan mk sebagai hampiran (dari atas) untuk λ1 . Dengan
metode Lanczos, kita mulai dengan k = 1 untuk memperoleh hampiran
berupa nilai ekstrim kuosien Rayleigh pada sebuah subruang berdimensi
satu. Pada iterasi selanjutnya kita memperbesar dimensi subruang dan,
sudah tentu, kita menginginkan hasil iterasi ini memberikan hampiran yang
lebih baik. Masalahnya adalah bagaimana kita memperoleh matriks U yang
akan memenuhi keinginan kita itu.
Misalkan kita sudah melakukan k iterasi. Ini berarti kita sudah memiliki
hampiran Mk = rA (wk ), dimana wk = Uk yk , untuk suatu yk ∈ Rk . Un-
tuk iterasi berikutnya, kita mencari vektor wk+1 yang memenuhi Mk+1 =
rA (wk+1 ) > rA (wk ). Vektor wk+1 ini haruslah berada di subruang Sk+1 .
54 4. MASALAH NILAI EIGEN
Karena masalah kita adalah menentukan matriks U, dalam hal ini yang kita
perlu tentukan adalah vektor uk+1 . Secara spesifik, kita ingin memperoleh
vektor uk+1 yang akan memberikan wk+1 seperti di atas.
Dari kalkulus, kita mengetahui bahwa peningkatan nilai rA terbesar kita
dapatkan dalam arah gradien rA . Kita dapat menurunkan bahwa ∇rA (x) =
2
(Ax − rA (x)x). Dengan asumsi bahwa ∇rA (wk ) 6= 0, nilai rA akan
x∗ x
meningkat bila kita memilih uk+1 sehingga ∇rA (wk ) ∈ Sk+1 .
Pada sisi lain, misalkan mk = rA (zk ). Karena penurunan nilai rA terbe-
sar kita dapatkan dalam arah berlawanan dengan gradien rA , kita juga
menginginkan uk+1 sehingga ∇rA (zk ) ∈ Sk+1 .
Perhatikan bahwa ∇rA (wk ) berada di hwk , Awk i. Karena wk ∈ Sk ,
maka Awk ∈ A(Sk ). Dengan demikian, haruslah Sk+1 memuat subruang
A(Sk ). Tuntutan ini secara iteratif dapat dipenuhi dengan memilih uk+1 =
Auk , sehingga kita pada akhirnya memperoleh U = [u1 Au1 A2 u1 · · · An−1 u1 ].
Kita dapat memeriksa bahwa pemilihan U demikian juga memenuhi per-
syaratan untuk mk .
Subruang hx, Ax, A2 x, . . . , Ak−1 xi dinamakan subruang Krylov dan dino-
tasikan dengan K(A, x, k). Secara umum, dim(K(A, x, k)) ≤ k.
Matriks Tak-negatif
55
56 5. MATRIKS TAK-NEGATIF
Pn+ = Pn \ {0}.
5.2. FUNGSI COLLATZ-WIELANDT 57
1. r nilai eigen A,
Sifat 5.2.1.
Bukti:
(A(tx))i
fA (tx) = min
i;txi 6=0 txi
t(Ax)i
= min
i;xi 6=0 txi
(Ax)i
= min
i;xi 6=0 xi
= fA (x).
58 5. MATRIKS TAK-NEGATIF
Ax − λx ≥ 0 ⇐⇒ Ax ≥ λx
(Ax)i
⇐⇒ λ ≤ , ∀i, xi 6= 0
xi
(Ax)i
⇐⇒ λ ≤ min = fA (x).
i;xi 6=0 xi
Karena juga berlaku bahwa Ax−fA (x)x ≥ 0, hasil yang kita inginkan
pun berlaku.
A. r > 0.
Pilih u = [1, 1, · · · , 1]t ∈ Pn+ . Maka r ≥ fA (u) = mini j aij > 0. Ke-
P
C. z > 0.
Perhatikan bahwa karena Az = rz, maka (I + A)z = (1 + r)z, dan
dengan demikian y = (I + A)n−1 z = (1 + r)n−1 z. Karena y > 0,
haruslah z > 0.
Dengan hasil terakhir ini kita peroleh bahwa setiap vektor eigen A yang
berkaitan dengan nilai eigen r mestilah memiliki komponen-komponen yang
bertanda sama, semuanya positif atau semuanya negatif.
Apa yang kita tunjukkan sejauh ini juga berlaku untuk matriks At . Su-
dah dikemukakan di depan bahwa At juga tak tereduksi. Kita juga menge-
tahui bahwa nilai-nilai eigen At persis sama dengan nilai-nilai eigen A. De-
ngan demikian r adalah nilai eigen bermodulus terbesar At dengan multi-
plisitas geometri 1 dan dengannya terkait suatu vektor eigen yang positif.
B(λ)(λI − A) = Φ(λ)I.
Fungsi Matriks
63
64 6. FUNGSI MATRIKS
6 Inti(A) ⊆ Inti(A2 ) ⊆ · · · ,
(a) h0i =
Bukti: Kita akan membuktikan pernyataan (b); bukti pernyataan (a) dis-
erahkan kepada pembaca.
Misalkan k bilangan asli dan Inti(Ak−1 ) = Inti(Ak ). Berdasarkan (a), kita
cukup menunjukkan bahwa Inti(Ak+1 ) ⊆ Inti(Ak ).
Misalkan x ∈ Inti(Ak+1 ). Maka 0 = Ak+1 x = Ak (Ax). Ini berarti,
Ax ∈ Inti(Ak ), dan berdasarkan hipotesis Ax ∈ Inti(Ak−1 ). Jadi Ak x =
Ak−1 (Ax) = 0, yaitu x ∈ Inti(Ak ).
Karena kita bekerja di ruang vektor Cn yang berdimensi hingga, barisan
subruang Inti(A), Inti(A2 ), . . . tidak mungkin terus naik. Jika A matriks
singular, Sifat 6.1.3 menyatakan bahwa barisan subruang {Inti(A)i }, dimana
i bilangan cacah, mula-mula akan naik, lalu konstan. Dalam hal terse-
but, terdapat secara tunggal bilangan asli k yang memenuhi Inti(Ak−1 ) 6=
Inti(Ak ) = Inti(Ak+1 ). Dalam hal A matriks nilpoten, bilangan asli k
tersebut tidak lain adalah ν(A). Dengan demikian, untuk sebarang matriks
nilpoten A ∈ Cn×n berlaku Inti(Ai ) = Cn , untuk setiap i ≥ ν(A).
Sekarang, misalkan A ∈ Cn×n menyatakan matriks nilpoten dengan in-
deks kenilpotenan ν(A) = k ≤ n.
Misalkan v ∈ Inti(Ak ), tetapi v 6∈ Inti(Ak−1 ). Maka vektor-vektor
v1 = Ak−1 v, v2 = Ak−2 v, . . . , vk−1 = Av, vk = v semuanya bukan vektor
nol. Lebih jauh, himpunan {v1 , v2 , . . . , vk } bebas linier, lihat Soal Latihan
3.
Perhatikan bahwa Avi = vi−1 untuk i = 2, 3, . . . , k, sedangkan Av1 =
0. Sekarang misalkan K = hv1 , v2 , . . . , vk i. Maka Ax ∈ K, untuk se-
htiap x ∈ K, yaitu i K invarian terhadap A. Dengan mengambil X =
v1 v2 · · · vk ∈ Cn×k , kita peroleh AX = XN, dimana N = [nij ] ∈
Ck×k dengan
1, j = i + 1, i = 1, 2, . . . , k − 1
nij =
0, selain itu.
Matriks N kita sebut matriks nilpoten fundamental dengan indeks k.
Sebelum sampai kepada teorema puncak untuk subbab ini, kita tinjau
matriks nilpoten untuk kasus n = 2 dan n = 3.
6.1. MATRIKS NILPOTEN 65
0 0 0
yaitu A serupa dengan matriks nilpoten fundamental dengan indeks 3.
Asumsikan ν(A) = 2. Pilih v ∈ C3 dengan A2 v = 0, Av 6= 0. Pilih
u ∈ C3 sehingga {Av, v, u} basis C3 . Maka
h i h i 0 1 c1
A Av v u = Av v u 0 0 c2 .
0 0 c3
Karena keserupaan tidak menghilangkan sifat nilpoten dan matriks segitiga
atas yang nilpoten hanya mempunyai komponen 0 pada diagonal utamanya,
haruslah c3 = 0. Dengan demikian, Au = c1 Av + c2 v. Mengalikan A di
kedua ruas menghasilkan
0 = A2 u = c1 A2 v + c2 Av = c2 Av.
0 0 0
66 6. FUNGSI MATRIKS
# "
A1 0
Jadi A serupa dengan matriks blok diagonal , dimana A1 adalah
0 A2
matriks nilpoten fundamental dengan indeks 2 dan A2 = [0].
Teorema berikut, yang merupakan puncak pembahasan subbab ini, mem-
berikan karakterisasi matriks nilpoten dengan indeks kenilpotenan k.
Bukti: Bagian “jika” kita peroleh dengan menghitung langsung dan mengin-
gat bahwa Ak1 = 0, tetapi Ak−1 1 6= 0.
Bagian “hanya jika” kita buktikan dengan menggunakan induksi pada n.
Kita telah memulai pembuktian ini dengan tinjauan terhadap kasus n = 2
dan n = 3 sebelum teorema.
Misalkan n > 2 dan bagian “hanya jika” berlaku untuk setiap matriks
nilpoten yang berukuran lebih kecil dari n × n.
Ambil v ∈ Cn yang memenuhi Ak v = 0, tetapi Ak−1 v 6= 0. Ambil basis
{v1 , v2 , . . . , vk , uk+1 , . . . , un } "bagi Cn#, dimana vi = Ak−i v, i = 1, 2, . . . , k.
h i h i N B h i
Maka A X Y = X Y , dimana X = v1 · · · vk , Y =
0 C
h i
uk+1 · · · un , N matriks nilpoten fundamental dengan indeks k, B ∈
Ck×(n−k) , C ∈ C(n−k)×(n−k) . Perhatikan bahwa C adalah matriks nilpoten
dengan indeks tidak lebih dari k. Berdasarkan hipotesis induksi, C =
SFS−1 , dimana S ∈ C(n−k)×(n−k) tak singular dan F matriks blok diag-
onal yang komponen diagonal utamanya adalah [0] atau matriks
h nilpoteni
fundamental dengan indeks tidak lebih dari k. Akibatnya, A X YS =
" #
h i N BS
X YS .
0 F
Untuk menyederhanakan notasi, asumsikan C = F dan S = I. Kita tuliskan
6.1. MATRIKS NILPOTEN 67
" #
N B
juga M = .
0 C
Selanjutnya, seperti yang telah kita tunjukkan untuk kasus n = 3, kita akan
mengganti uk+1 , . . . , un dengan wk+1 , . . . , wn , sehingga terhadap basis yang
baru A memiliki representasi yang kita inginkan.
Proses penggantian tersebut kita lakukan terhadap uj satu demi satu mulai
dari j = k + 1, lalu j = k + 2, dan seterusnya sampai j = n. Vektor peng-
ganti wj ditetapkan bergantung pada posisi relatif kolom ke-j dalam blok
matriks pada diagonal utama C. Ada dua kasus yang akan kita tinjau. Pada
kasus pertama, kolom ke-j matriks M bersesuaian dengan blok [0] pada di-
agonal utama C atau dengan kolom pertama suatu blok matriks nilpoten
fundamental pada diagonal utama C. Kasus ini terjadi ketika kolom ke-
(j − k) matriks C adalah kolom nol. Sedangkan pada kasus kedua, kolom
ke-j matriks M bersesuaian dengan kolom ke-l pada salah satu blok matriks
nilpoten fundamental pada diagonal utama C, l = 2, . . . , k. Kasus kedua
ini terjadi ketika kolom ke-(j − k) matriks C memuat komponen 1.
Kita ingin memperoleh vektor pengganti wj memenuhi Awj = 0 pada kasus
pertama, dan Awj = wj−1 pada kasus kedua.
Sebelum merinci proses penggantian tersebut, perhatikan bahwa At vi =
vi−t , i = 2, . . . , k; t = 0, . . . , i − 1, dan At vi = 0, i = 1, 2, . . . , k; t ≥ i.
Kasus I: Dalam hal ini, kolom ke-j matriks C adalah kolom nol. Akibat-
Xk Xk
k k−1
nya, Auj = bij vi . Maka 0 = A uj = A Auj = bij Ak−1 vi =
i=1 i=1
k−1
X k−1
X
bkj v1 , sehingga bkj = 0. Dengan demikian, Auj = bij vi = bij Avi+1 .
i=1 i=1
k
X
Ambil wj = uj − b(i−1)j vi untuk mendapatkan Awj = 0.
i=2
Kasus II: Kolom ke-j matriks M bersesuaian dengan kolom ke-l pada salah
satu blok matriks nilpoten fundamental pada diagonal utama C, l =
2, . . . , k. Dalam hal ini kolom ke-(j − k) matriks C memuat komponen
Xk
1. Dengan demikian, Auj = bij vi + uj−1 . Kita klaim bahwa uj
i=1
digantikan oleh
l X
X i−1 k X
X l
wj = uj − b(i−t)(j−t+1) vi − b(i−t)(j−t+1) vi .
i=2 t=1 i=l+1 t=1
68 6. FUNGSI MATRIKS
k
X l−1 X
X i−1 k X
X l−1
Auj = bij vi + wj−1 + b(i−t)(j−t) vi + b(i−t)(j−t) vi .
i=1 i=2 t=1 i=l t=1
Kita peroleh
0 = Ak uj = Ak−1 Auj
k
X l−1 X
X i−1
k−1 k−1
= bij A vi + A wj−1 + b(i−t)(j−t) Ak−1 vi
i=1 i=2 t=1
k X
X l−1
+ b(i−t)(j−t) Ak−1 vi
i=l t=1
l−1
X
= bkj Ak−1 vk + b(k−t)(j−t) Ak−1 vk
t=1
l−1
!
X
= bkj + b(k−t)(j−t) v1 .
t=1
6.1. MATRIKS NILPOTEN 69
l−1
X
Dengan demikian, bkj + b(k−t)(j−t) = 0 dan
t=1
k−1
X l−1 X
X i−1 k−1 X
X l−1
Auj = wj−1 + bij vi + b(i−t)(j−t) vi + b(i−t)(j−t) vi
i=1 i=2 t=1 i=l t=1
k−1
X l−1 X
X i−1 k−1 X
X l−1
= wj−1 + bij Avi+1 + b(i−t)(j−t) Avi+1 + b(i−t)(j−t) Avi+1
i=1 i=2 t=1 i=l t=1
k
X l X
X i−2 Xk X l−1
= wj−1 + b(i−1)j Avi + b(i−t−1)(j−t) Avi + b(i−t−1)(j−t) Avi .
i=2 i=3 t=1 i=l+1 t=1
Ambil
k
X l X
X i−2 k X
X l−1
wj = uj − b(i−1)j vi − b(i−t−1)(j−t) vi − b(i−t−1)(j−t) vi
i=2 i=3 t=1 i=l+1 t=1
k
X l X
X i−1 k X
X l
= uj − b(i−1)j vi − b(i−t)(j−t+1) vi − b(i−t)(j−t+1) vi
i=2 i=3 t=2 i=l+1 t=2
l
X k
X
= uj − b1j v2 − b(i−1)j vi − b(i−1)j vi
i=3 i=l+1
l X
X i−1 k X
X l
− b(i−t)(j−t+1) vi − b(i−t)(j−t+1) vi
i=3 t=2 i=l+1 t=2
l i−1
!
X X
= uj − b1j v2 − b(i−1)j + b(i−t)(j−t+1) vi
i=3 t=2
k l
!
X X
− b(i−1)j + b(i−t)(j−t+1) vi
i=l+1 t=2
l X
X i−1 k X
X l
= uj − b1j v2 − b(i−t)(j−t+1) vi − b(i−t)(j−t+1) vi
i=3 t=1 i=l+1 t=1
l X
X i−1 k
X l
X
= uj − b(i−t)(j−t+1) vi − b(i−t)(j−t+1) vi .
i=2 t=1 i=l+1 t=1
Subbab ini kita mulai dengan meninjau bentuk A−tI, dimana A ∈ Cn×n dan
t ∈ C. Perhatikan bahwa A − tI singular jika dan hanya jika Inti(A − tI) 6=
h0i jika dan hanya jika t nilai eigen A.
Misalkan A ∈ Cn×n dan λ ∈ C nilai eigen A. Maka A − λI singular dan,
berdasarkan Sifat 6.1.3, terdapat bilangan asli k yang memenuhi Inti(A −
λI)k−1 6= Inti(A − λI)k = Inti(A − λI)k+1 .
Teorema 6.2.2. Setiap matriks persegi serupa dengan matriks blok diagonal
yang semua komponen blok diagonalnya adalah blok Jordan.
Teorema Cayley-Hamilton
Buku\AnalisisMatriks.tex