BAB I, II, III, IV, V, Lampiran
BAB I, II, III, IV, V, Lampiran
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara berkembang memprioritaskan sektor industri
sebagai
penggerak
perekonomian
bangsa,
dengan
tujuan
akhir
untuk
bahan
pencemar
dan
frekuensi
pembuangan
limbah
(http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah,2006).
Berdasarkan karakteristiknya limbah industri dibedakan menjadi 4 bagian
yaitu: limbah cair, limbah padat, limbah gas dan partikel, serta limbah B3 (Bahan
Berbahaya Beracun).
2.1.1 Pengertian Air Limbah
Menurut Sugiharto (1987), air limbah adalah kotoran dari masyarakat dan
rumah tangga dan juga berasal dari industri, air tanah, air permukaaan serta
buangan lainnya. Demikian air buangan ini merupakan kotoran yang bersifat
umum. Menurut Mahida (1984), air limbah adalah buangan cairan yang berasal
dari lingkungan masyarakat dan lingkungan industri yang komponen utamanya
adalah air dan mengandung benda padat yang terdiri atas zat-zat organik dan
anorganik.
2.1.2 Penggolongan dan Komposisi Air Limbah
Menurut Sugiharto (1987), berdasarkan sumbernya air limbah dibedakan
menjadi tiga, yaitu air limbah rumah tangga, air limbah industri, air limbah
rembesan atau tambahan.
Sesuai dengan sumber asalnya, maka air limbah mempunyai komposisi
yang sangat bervariasi dari tempat dan setiap saat. Secara garis besar zat-zat yang
terdapat didalam air limbah dapat dikelompokkan seperti pada skema berikut ini.
Bau
Bau dari air limbah dapat disebabkan oleh adanya bahan-bahan kimia,
ganggang, plankton, dan tumbuhan air, baik yang masih hidup atau yang sudah
mati (Fardiaz,1992).
Warna
Air yang terpolusi dapat dilihat dari warnaya yang tidak normal, warna
air yang terdapat di alam sangat bervariasi, misalnya air rawa yang berwarna
kuning, coklat atau kehijauan dan air sungai yang berwarna kuning kecoklatan
karena adanya lumpur (Fardiaz,1992). Pemeriksaan warnaditentukan dengan
membandingkan secara visual warna dari contoh dengan larutan standar yang
telah diketahui konsentrasinya. Didalam metode ini sebagai standar warna
digunakan larutan platina-kobalt dengan satuan mg/L Pt-Co.
Temperatur
Air yang telah digunakan dalam proses industri, seperti pada sistem
pendingin bila dialirkan kembali ke lingkungan akan mempunyai suhu yang lebih
tinggi dibandingkan dengan suhu asalnya. Hal ini dapat memberikan dampak
buruk bahkan kematian pada biota air seperti ikan dan mahklukhidup lainnya
(Fardiaz,1992).
b. Sifat Kimia
Kandungan bahan kimia yang ada dalam air limbah dapat merugikan
lingkungan mulai dari berbagai cara. Bahan organik terlarut dapat menghabiskan
oksigen dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap.
Bahan kimia yang penting ada didalam air limbah antara lain meliputi :
Bahan Organik
Menurut Achmad (2004), bahwa didalam lingkungan, bahan organik
dapat dalam bentuk karbohidrat, protein, dan lemak. Senyawa-senyawa organik
pada umumnya tidak stabil dan mudah teroksidasi secara biologis atau kimia
menjadi senyawa stabil, antara lain menjadi CO 2 dan H2O. Proses inilah yang
menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan menurun. Menyatakan
kandungan bahan organik dalam perairan dilakukan dengan mengukur jumlah
oksigen yang dibutuhkan untuk mengurai bahan tersebut sehingga menjadi
senyawa yang stabil.
oksigen dalam ppm atau miligram per liter yang dibutuhkan dalam kondisi khusus
untuk menguraikan benda organik secara kimia (Sugiharto, 1987). KOK
digunakan sebagai ukuran dari oksigen serta senyawa organik yang terdapat
dalam contoh yang peka terhadap oksidator kuat. Contoh dari sumber khusus,
KOK dapat dihubungkan secara empiris dengan BOD, karbon organik, dan zat
organik.
Kebutuhan Oksigen Biologi (KOB)
KOB menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh
organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan
didalam air. Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan mengoksidasi air pada
suhu 20o selama 5 hari, dan nilai KOB yang menunjukan jumlah oksigen yang
dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen
terlarut sebelum dan sesudah inkubasi (Fardiaz,1992).
Penentuan nilai KOB dapat dilakukan dengan menghitung perbedaan
tekanan dalam sebuah sistem tertutup yang dinamakan oxidirect. Nilai KOB dapat
ditentukan di dalam botol tersebut tanpa dilarutkan terlebih dahulu. Unit KOB ini
terdiri dari botol sampel dan KOB sensor udara. Selama pengukuran KOB
bakteri-bakteri mengkonsumsi oksigen terlarut dalam sampel, CO 2 yang terlepas
pada saat yang sama diikat oleh kalium hidroksida secara kimia di dalam seal
gasket. Adanya seal gasket ini akan membuat tekanan bertambah dalam sistem,
tekanan ini diukur oleh BOD sensor dan di display sebagai nilai KOB dalam mg/L
O2.
Derajat Keasaman (pH)
pH menunjukan kadar asam atau basa dalam suatu larutan, melalui
konsentrasi ion hidrogen. Air yang mempunyai nilai pH antara 6,7-8,6
mendukung populasi hewan dan tumbuhan dalam air. Jangkauan pH itu
pertumbuhan dan perkembangbiakan hewan dan tumbuhan di air tidak terganggu.
Pengukuran pH dapat dilakukan dengan metode potensiometri menggunakan pH
meter, dengan kertas universal atau dapat juga dengan titrasi asam basa.
Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak yang terdapat dalam air limbah terdapat sebagai
padatan yang mengapung diatas permukaan air, dan ada juga yang mengendap
terbawa lumpur. Apabila lemak tidak dihilangkan sebelum dibuang ke saluran air
limbah dapat mempengaruhi kehidupan yang ada dipermukaan air dan
menimbulkan lapisan tipis dipermukaan sehingga membentuk selaput.
Pencemaran
air
oleh
minyak
sangat
merugikan
karena
dapat
Logam Berat
Logam berat seperti arsen, kadmium, timbal, dan merkuri bila terdapat
dalam konsentrasi melebihi ambang batas dapat bersifat toksik bagi makhluk
hidup yang berada di sekitar daerah perairan yang tercemar.
Arsen dihasilkan antara lain dari pembakaran batu bara dan hasil akhir
pertambangan tembaga dan emas. Arsen sangat berbahaya karena
bersifat
karsinogenik.
Kadmium dalam air berasal dari pembuangan limbah industri dan limbah
pertambangan, kadmium secara luas digunakan dalam industri pelapisan logam.
Kadmium dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, kerusakan ginjal dan
kerusakan dari sel-sel darah merah.
Timbal dapat berasal dari bahan bakar bertimbal, batuan kapur dan
galena. Timbal banyak digunakan sebagai bahan untuk solder dan untuk
menyambung pipa air. Timbal dapat menyebabkan kerusakan parah pada ginjal,
sistem reproduksi, hati dan otak, serta sistem syaraf sentral dan bisa menyebabkan
kematian.
Merkuri dapat masuk secara langsung keperairan alami dari buangan
industri juga dapat masuk melalui air hujan dan pencucian tanah. Merkuri banyak
digunakan dalam peralatan vakum di laboratorium dan juga sebagai pestisida.
Merkuri dapat menyebabkan kerusakan syaraf, kebutaan dan cacat bayi dalam
kandungan (Achmad, 2004).
c. Sifat Biologis
zat
padat,
dan
memisahkan
lemak.
Adapun
kegiatan
kerusakan sel.
Dengan merusak langsung dinding sel seperti yang dilakukan apabila
10
11
12
material
dan
proses
pada
saat
pembakaran
(http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah,2006).
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Degradasi Anaerobik
a. Suhu
Untuk hasil yang optimal, reaktor pencerna harus dijaga pada suhu yang
tetap. Bakteri metan aktifitasnya akan berkurang pada suhu dibawah 10OC, namun
aktivitasnya akan meningkat apabila suhu dinaikan. Bakteri metan dapat tumbuh
optimal pada suhu sekitar 30OC-35OC. Kondisi alam indonesia yang beriklim
tropis sangat cocok untuk mendukung pertumbuhannya.
b. Derajat Keasaman (pH)
Konsentrasi ion hidrogen adalah ukurun kualitas dari air maupun air
limbah. Adapun kadar yang baik adalah dimana masih memungkinkan kehidupan
biologis didalam air berjalan dengan baik (Sugiharto, 1987). pH yang sesuai untuk
pertumbuhan bakteri dalam reaktor anaerob adalah pada kisaran 6,8 sampai 7,4
(Jorgensen, 1979). Pada pH dibawah 6 atau diatas 8 fase metanorgenik tidak dapat
berjalan. Pada awal degradasi anaerobik yaitu pada saat terjadi pembentukan asam
13
pH turun dengan tajam namun pada tahap selajutnya pada saat asam-asam tersebut
dipecah oleh bakteri metan, pH akan kembali naik. Jika jumlah asam lemak volatil
yang terbentuk lebih besar dibandingkan dengan asam lemak volatil yang telah
dipecah oleh bakteri metan maka nilai pH akan jatuh dan dapat mengakibatkan
kematian pada bakteri tersebut.
c. Nutrisi
Untuk pertumbuhan mikroorganisme membutuhkan nutrisi yang cukup.
Air limbah harus mengandung nutrisi seimbang dengan perbandingan KOK,
nitrogen dan fosfat atau disingkat C : N : P = 800 : 5 : 1. Untuk pertumbuhan
bakteri membutuhkan sumber energi berupa senyawa karbon selain itu dibutuhkan
sumber energi berupa senyawa karbon selain itu dibutuhkan pula nitrogen sebagai
pembentuk sitoplasma juga berperan dalam dintesis protein serta penyusun ATP
(Adenosin Tri Fosfat) dan ADP (Adenosin Di Fosfat).
d. Waktu Tinggal
Waktu tinggal (retention time) adalah waktu yang diperlukan oleh suatu
tahap pengolahan agar tujuan pengolahan dapat dicapai secara optimal. Setiap
bangunan pengolah mempunyai waktu tinggal yang berbeda-beda (Sugiharto,
1987). Berdasarkan data hasil percobaan waktu retensi bervariasi yaitu antara 2
hingga 20 hari. Untuk waktu retensi yang panjang, hampir semua asam volatil
diubah menjadi metana dan karbondioksida.
e. Zat Beracun
Logam berat seperti tembaga, perak, timbal, krom arsen dan boron adalah
zat yang beracun terhadap mikroorganisme, begitu juga bila terdapat antibiotik
pada air limbah dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu
sebelum memasuki proses biologis zat-zat tersebut harus dihilangkan terlebih
dahulu karena dapat mempengaruhi terhadap jumlah biogas yang dihasilkan
(Sugiharto,1987).
2.2.4 Model Reaktor Anaerob
Reaktor anaerobik terbuat dari beton, baja, plastik atau batu bata dapat
berbentuk seperti silos, kolam atau palung yang dapat ditempatkan dibawah tanah
atau dipermukaan. Semua model mempunyai komponen dasar yang sama, terdiri
atas tangki pre-mixing, digester vessel, sistem untuk penggunaan biogas, dan
14
2.3
cair. Limbah cair dikelola sendiri oleh PT Nalco Indonesia dan dimanfaatkan
untuk proses pencucian drum, kontainer dan lain sebagainya. Sedangkan untuk
limbah padat dan minyak dikelola oleh PPLI.
15
Asal
Cucian blending dari pabrik
Cucian kontainer dan drum berkas pakai
Cucian laboratorium dan dapur
TOTAL
Sumber: Data perusahan, 2003
Jumlah (%)
(m3/hari)
2
3
1
6
33,33
50,00
16,67
100,00
penyaringan
masuk
ke
dalam
tangki
16
17
18
Reaksi berlangsung selama dua jam dalam alat refluks agar zat organik
yang mudah menguap tidak keluar. Perak sulfat ditambahkan sebagai katalis
untuk mempercepat reaksi.
2.4.4 Kebutuhan Oksigen Biologi (KOB)
Menurut Fardiaz (1992), Kebutuhan Oksigen Biologi (KOB) atau
Biochemical Oksygen Demand (BOD) menunjukan jumlah oksigen terlarut yang
dibutuhkan organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan
19
buangan di dalam air. Jadi, nilai oksigen kebutuhan oksigen biologis (KOB) tidak
menunjukan bahan organik sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif
jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan
tersebut.
2.4.5 TDS (Total Dissolved Solid)
Padatan terlarut (Dissolved Solid) adalah padatan yang mempunyai
ukuran lebih kecil dari pada padatan tersuspensi. Padatan terdiri atas senyawasenyawa anorganik dan organik yang terlarut di dalamnya. Kualitas air limbah
dapat ditunjukan oleh jumlah dan jenis zat- zat yang terlarut. Besarnya nilai TDS
pada saat >2000 mg/L ditentukan oleh banyaknya bahan buangan padat yang
padat yang larut. Pada batasan tertentu, air yang mengandung TDS >2000 mg/L
akan memberikan rasa tidak enak dan timbul rasa mual (Fardiaz,1992).
Penetapan TDS (Total Dissolved Solid) dilakukan berdasarkan metode
konversi. Prinsip metode ini, nilai TDS (perkiraan) diperoleh dari konversi
pengukuran DHL (daya hantar listrik) dengan menggunakan rasio (TDS/DHL)
yang ditetapkan.
2.4.6 F/M (Food to Microorganisme Ratio)
F/M (Food to Microorganisme Ratio) merupakan perbandingan antara
ketersediaan bahan organik sebagai bahan makanan (BOD) dengan jumlah
miksoorganisme lumpur aktif di dalam tangki anaerob. Nilai F/M ini dikontrol
oleh kegiatan wasting, yaitu kegiatan pembuangan bagian dari massa mikroba dari
anaerob atau dari bak pengendapan kedua. Nilai F/M sebaiknya berkisar antara
0,1-1,0, nilai ini menunjukan bahwa terjadinya penggumpalan lumpur dan
pengendapan dalam tangki sedimen yang disebabkan oleh metabolisme bahan
organik berjalan sederhana (Metcalf dan Eddy,Icn,1981).
Perhitungan=
Food
BOD
=
Microorganisme MLSS
20
glass filter yang berpori-pori 1. Nilai MLSS yang baik dalam proses lumpur aktif
di bak anaerob adalah 2000-3500 mg/L (Metcalf dan Eddy,Icn,1981).
2.5 Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan suatu metode yang digunakan untuk
menganalisis suatu zat kimia baik kuantitatif maupun kualitatif atau dapat juga
digunakan untuk menentukan rumus bangun dari suatu senyawa kimia yang
belum diketahui. Alat yang digunakan disebut spektrofotometer.
2.5.1 Spektrofotometri Sinar Tampak (Visible)
Radiasi sinar tampak bila diabsorbsi oleh suatu senyawa, hasilnya adalah
transisi elektron dari keadaan dasar (energi terendah) kekeadaan energi yang lebih
tinggi karena adanya rangsangan. Spektrofotometri sinar tampak atau visible
banyak digunakan untuk analisis kuantitatif suatu zat dan memancarkan energi
radiasi pada daerah dengan panjang gelombang antara 400-800 nm. Panjang
gelombang dari sinar tampak diukur dalam nanometer dimana 1 nm = 10 -9 m dan
dapat juga dinyatakan dalam satuan angstrom, dimana 1A = 10 -10 m atau satuan
milimikron (m), dimana 1 m = 1 nm (Fesenden & Fesenden, 1997).
Jika suatu berkas sinar melalui suatu medium yang serba sama, sebagian
dari cahaya datang (Io) akan diabsorpsi sebanyak (Ia), sebagian dapat dipantulkan
(Ir) dan sisanya akan diteruskan (It). Hubungan di atas dapat dituliskan sebagai
berikut :
Io = Ia + Ir + It
Keterangan :
Io = sinar yang masuk
Ia = sinar yang diserap
Ir = sinar yang dipantulkan
It = sinar yang diteruskan
Pada tahun 1760, Lambert menyelidiki hubungan antara absorpsi radiasi dan
panjang jalan melaui medium yang menyerap. Bunyi dari hukum Lambert adalah
bila suatu cahaya monokromatis dialirkan melalui suatu media maka turunnya
intensitas cahaya berbanding lurus dengan panjang media penyerap .
21
Keteranagan :
Io = sinar yang masuk
It = sinar yang diteruskan
a = Absorbtivitas
b = tebal media
c = konsentrasi
A = Absorbansi
2.5.2 Instrumentasi Spektrofotometer
Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber cahaya, monokromator sel
penyerap, detektor, penguat arus dan penampil data. Gambar 3. merupakan
diagram dari komponen spektrofotometer jenis single beam.
22
.
Gambar 3. Diagram komponen spektrofotometer single beam.
a. Sumber Cahaya
Sumber energi radiasi yang biasa digunakan pada daerah tampak
adalah lampu wolfram. Lampu walfram dapat memancarkan cahaya
tampak pada kisaran panjang gelombang 400 nm hingga 800 nm.
Kelebihan dari lampu walfram adalah energi radiasi yang dibebaskan
tidak bervariasi pada berbagai panjang gelombang. Arus cahaya yang
dipancarkan tergantung dari tegangan lampu, untuk memperoleh
tegangan yang stabil dapat digunakan transformator sebab jika potensial
tidak
stabil,
akan
didapatkan
energi
yang
bervariasi,
untuk
grating.
Sumber
cahaya
dari
wolfram
dilewatkan
pada
23
24
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan uji dan
bahan kimia. Bahan uji meliputi contoh air limbah yaitu air limbah hasil proses
koagulasi flokulasi sebagai inlet, air limbah yang berada pada bak anaerobik
sebagai proses serta air limbah hasil proses pengolahan anaerobik sebagai outlet.
Bahan kimia larutan perak sulfat 0,0324 M, larutan pencerna (kalium dikromat,
asam perak sulfat, merkuri sulfat), larutan asam sulfat 4 N, tablet NaOH, larutan
buffer pH 4, 7, dan 10, air demin.
3.2.2. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung HACH
lengkap dengan tutup plastik, HACH COD Reactor, Nalco pH-meter,
konduktometer, termometer, membran filter steril dengan pori berukuran 0,45 m,
kertas Whatman, Vacum Flask, kompresor, labu ukur 50 mL dan 100 mL, pipet
volumetric 1 mL, 6 mL, dan 10 mL, Spektrofotometer Visibel merek Nalco seri
DR-2800, kuvet 10 mL,eksikator, pipet tetes, pipet Mohr 5 mL, Hot plate merek
Thermolyne, bulb, gelas ukur 250 mL, labu semprot.
3.3. Metode
Penelitian ini dilakukan melalui 2 tahap yaitu, pengambilan sampel, dan
pengujian.
3.3.1. Pengambilan sampel
Pengambilan contoh air limbah (sampel)
ulangan dalam satu unit pengolahan limbah cair, yaitu diambil dari tangki
keluaran flokulasi/koagulasi (inlet), bak proses anaerob, dan bak hasil proses
anaerob (outlet). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan derigen
(polyethylene) dengan ukuran 1 liter.
25
limbah baru akan masuk ke tangki anaerob. Pengambilan sampel proses dilakukan
pada hari pertama proses sampai dengan hari terakhir proses yaitu pada hari
keenam. Pengambilan sampel outlet dilakukan pada hari keenam dimana air
limbah baru akan masuk ke tangki aerob.
3.3.2. Perlakuan
Sebelum pengolahan limbah secara anaerobik PT. Nalco Indonesia,
dilakukan pengamatan terhadap suhu, pH, KOK, KOB5 dan TDS sebagai
pengamatan inlet pada limbah cair keluaran dari flokulan tank. Limbah cair ini
diumpankan ke dalam tangki anerobik yang telah berisi mikroorganisme
anaerobik. pengolahan secara anaerobik dilakukan untuk memecahan senyawa
organik
menjadi
senyawa
yang
lebih
sederhana
dengan
melibatkan
26
berlangsung mikroorganisme dalam tangki anaerob akan terkumpul satu sama lain
dan membentuk flok miksroorganisme yang akibat gaya beratnya sendiri akan
turun secara gravitasi ke bagian bawah tangki sebagai sludge atau lumpur
biomassa. Selama waktu tersebut dilakukan pengamatan Suhu, pH, KOK, KOB5,
MLSS dan perhitungan jumlah nutrisi F/M sebagai pengamatan proses. Setelah
proses anaerobik selesai, lumpur biomassa akan dipisahkan mengunakan
penyaring dan limbah cair dialirkan kepengolahan limbah secara aerob di aerobik
pond. Limbah cair yang keluar dari anaerobik pond dilakukan pengamatan suhu,
pH, KOK, KOB5 dan TDS sebagai pengamatan outlet.
3.3.3.
Pengujian
Pengujian pada sampel dilakukan dalam beberapa parameter, yaitu suhu,
pH, pengukuran KOK, KOB5, TDS, pengamatan MLSS dan perhitungan F/M
Ratio.
3.3.3.1.
Pengukuran Suhu
Pengukuran suhu dilakukan di tangki anaerob pada hari ke-1 sampai hari
ke-6 dengan menggunakan termometer raksa. Dicatat suhu suhu yang tertera pada
termometer.
3.3.3.2.
Pengukuran pH
Pada pengukuran pH dilakukan pada sampel air limbah tangki anaerob
pada hari ke-1 sampai hari ke-6. Sebelum dilakukan pengukuran pH, pH-meter
dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan buffer 4, buffer 7, buffer 10.
Elektroda dibersihkan dengan cara membilasnya menggunakan air demin dan
mengeringkannya dengan tisu. Setelah itu elektroda dicelupkan ke dalam larutan
contoh sampai angka yang tertera pada layar stabil. Nilai yang tertera pada layar
merupakan pH dari larutan contoh.
3.3.3.3.
Pengukuran KOK (Kebutuhan Oksigen Kimia)
Penetapan KOK dilakukan pada sampel air limbah tangki anaerob pada
hari ke-1 sampai hari ke-6. Sampel dipipet 2,5 mL ke dalam tabung HACH yang
telah dicuci bersih dan dikeringkan lengkap dengan tutupnya, kemudian berturutturut ditambahkan 1,5 mL larutan pencerna 3,5 mL larutan perak sulfat 0,0324 M.
Contoh direfluks pada HACH COD Reactor dengan suhu 105oC selama dua jam
lalu contoh didinginkan pada suhu kamar dengan spektrifotometer DR-2800 pada
27
600 nm. Kadar KOK yang terdapat dalam contoh dihitung.Penetpan blanko
dilakukan dengan menggunakan air demin dan diperlakukan sama dengan contoh.
3.3.3.4.
hari ke-1 sampai hari ke-6. Pengukuran KOB dilakukan dengan menggunakan
metode respirometeri. Mula-mula sampel air limbah cair di masukan ke botol
KOB yang kemudian dimasukan magnetic stirrer ke botol dan karet ke leher
botol. Di isikan 1-2 tablet NaOH untuk menjaga agar nilai pH dapat tetap terjaga
antara 6-9. Botol KOB ditutup dengan hati-hati. Dinyalakan alat dan sampel KOB
disimpan selama 5 hari pada suhu 20 oC. Pengukuran selesai setelah 5 hari dan
dicatat pembacaan nilai KOB pada alat dalam satuan mg O2/L.
3.3.3.5.
Pengukuran TDS
Pengukuran TDS dilakukan pada sampel air limbah keluaran tangki
flokulan (inlet) dan sampel air limbah keluaran tangki anaerobik (outlet). Jumlah
padatan terlarut (TDS) ditetapkan dengan menggunakan alat konduktometer
dengan prinsip mengukur daya hantar listrik dari aktifitas ion yang terdapat pada
larutan. Konduktometer yang digunakan adalah Nalco-HACH Conductivity. Alat
dihidupkan dengan menekan tombol On. Sebelum dan sesudah digunakan
elektroda harus dibilas dengan menggunakan air demin dan dikeringkan dengan
tisu. Dicelupkan elektroda ke dalam larutan contoh yang diambil dari instalasi
pengolahan. Elektroda digoyang-goyangkan dan didiamkan sejenak hingga angka
pada display stabil. Dicatat angka yang ditunjukan alat.
3.3.3.6.
Penetapan MLSS
Penetapan MLSS dilakukan pada sampel air limbah tangki anaerob pada
hari ke-1 sampai hari ke-6. Sampel air limbah dikocok sampai homogen dan
dipipet 50 ml, lalu saring dengan kertas saring Whatman yang telah diketahui
beratnya (w0 0,001 g) pada Vacum Flask. Kemudian di keringkan di dalam oven
pada suhu 110-120oC selama 1 jam. Dimasukan kedalam eksikator selama 20
menit. Selanjutnya di timbang kembali sampai diperoleh berat yang tetap. (w 1
0,001 g).
Perhitungan :
MLSS (mg/L) = (w1-w0) x 1000 x 20
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
tangki inlet dan outlet, dibandingkan dengan standar baku mutu yang telah
ditetapkan Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No:
KEP-
Suhu
Pengolahan
Suhu
Pengolahan
Suhu
Pengolahan
29
1
2
3
4
5
6
Ulangan ke-1
(oC)
28
29
31
30
31
29
Ulangan ke-2
(oC)
28
28
30
31
33
30
Ulangan ke-3
(oC)
27
28
30
32
33
29
Berdasarkan Tabel 2. secara keseluruhan nilai kondisi suhu baik pada air
limbah selama proses anaerobik ulangan ke-1, ke-2 dan ke-3 pada kondisi normal,
yaitu berkisar 28 oC -33oC. Nilai suhu ini tidak mengganggu aktifitas biologis
yang terdapat pada tangki anaerob mengingat bakteri pencerna aktifitasnya akan
berkurang pada suhu di bawah 10oC.
4.1.2. Hasil Pengukuran pH
Nilai pH yang terukur menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan dari
suatu limbah cair. Adapun hasil pengukurannya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Data pengukuran pH limbah cair selama tiga kali pengolahan.
Hari
Ke1
2
3
4
5
6
pH Pengolahan
Ulangan ke-1
8,02
7,50
5,06
5,72
6,71
6,78
pH Pengolahan
Ulangan ke-2
7,62
6,81
4,94
5,42
6,01
6,38
pH Pengolahan
Ulangan ke-3
7, 54
6,44
5,34
5,92
7,01
6,98
Baku Mutu
Maksimum
6-9
6-9
6-9
6-9
6-9
6-9
30
secara
alamiah
dapat
dioksidasikan
melalui
proses
kimia,
dan
KOK inlet
(mg O2/L)
KOK
outlet
(mg O2/L)
Efisiensi
Pengolahan
(%)
Ulangan ke-1
Ulangan ke-2
Ulangan ke-3
6203,06
8170,32
4072,59
2240,60
3026,86
1386,46
63,87
62,95
66,06
Baku
Mutu
Maksimu
m (mg
O2/L)
300
300
300
31
limbah secara anaerobik diperoleh hasil konsentrasi yang belum memenuhi baku
mutu, sehingga air limbah outlet dari pengolahan limbah belum bisa langsung
dibuang ke lingkungan. Untuk lebih jelasnya ditampilkan grafik perbandingan
yang mendeskripsikan penurunan konsentrasi KOK selama waktu tinggal proses
pengolahan limbah secara anaerobik yang dapat dilihat pada Gambar 5, 6, dan 7.
6203.06
5101.87
f(x)
= 6545.72 x^-0.63
R = 0.94
2911.32541.3
2353.78
Ulangan ke-1
Power (Ulangan2240.6
ke-1)
Gambar 5. Grafik Penurunan nilai KOK Proses pada pengolahan limbah ulangan
ke-1 Selama Waktu Tinggal.
10000 8170.32
5000
5953.96
f(x)
= 8307.93 x^-0.59
4104.83
R = 0.98
3504.11
3108.21
Ulangan ke-2
Power (Ulangan3026.86
ke-2)
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
waktu tinggal (hari)
Gambar 6. Grafik Penurunan nilai KOK Proses pada pengolahan limbah ulangan
ke-2 Selama Waktu Tinggal.
32
5000 4072.59
4000
3000
3033.3
f(x)
= 4177.13 x^-0.64
R = 0.96
1813.03
1702.45
1449.88
1386.46
2000
Ulangan ke-3
1000
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
waktu tinggal (hari)
Gambar 7. Grafik Penurunan nilai KOK Proses pada pengolahan limbah ulangan
ke-3 Selama Waktu Tinggal.
Berdasarkan Gambar 5, 6, dan 7, dapat dilihat penurunan konsentrasi
KOK selama 6 hari berlangsung baik pada ulangan ke-1, ke-2 dan ke-3. Ini
mendeskripsikan kondisi bahan-bahan organik yang telah didegradasi oleh bakteri
anaerobik. Penurunan konsentrasi KOK selama 6 hari belum mencapai titik
optimal, dimana KOK outlet masih jauh dari baku mutu yang ditentukan. Secara
keseluruhan diperkirakan waktu tinggal pengolahan limbah yang dibutuhkan
untuk menurunan konsentrasi KOK agar mencapai titik optimal yang sesuai, baik
SOP perusahaan sebesar 80-90% maupun baku mutu maksimum Berdasarkan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No: KEP-03/MENLH/1995 Tentang Baku
Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri masih yaitu sebesar 814,51 mg/L
memerlukan waktu tinggal diatas 12 hari (Lampiran 15). Untuk menambahan
waktu tinggal menjadi 12 hari dalam satu kali proses pengolahan limbah cair
secara anaerobik memungkinkan penurunan akan lebih kecil dari pada konsentrasi
KOK yang didapat sekarang ini. Tapi hal ini kurang begitu efisien, karena
mengingat setelah proses pengolahan limbah cair secara anaerob masih dilakukan
proses pengolahan limbah lanjutan.
4.1.4. Hasil Pengukuran KOB5 (Kebutuhan Oksigen Biologi)
KOB merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan bakteri untuk
menguraikan (mengoksidasi) hampir semua zat organik yang terlarut dan sebagian
33
zat- zat yang tersuspensi dalam air. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Efisiensi penurunan nilai KOB5.
Pengolahan limbah
anaerobik
Ulangan ke-1
Ulangan ke-2
Ulangan ke-3
KOB5
inlet
(mg
O2/L)
723
719
735
KOB5
outlet
(mg
O2 /L)
280
307
265
Efisiensi
(%)
Baku Mutu
(mg O2/L)
61,3
57,3
63,9
150
150
150
723
611
f(x)
= 786.99 x^-0.52
R = 0.94
447 421
342
280
Gambar 8. Grafik Penurunan nilai KOB5 Proses pada pengolahan limbah ulangan
ke-1 Selama Waktu Tinggal
34
719
636
f(x) = 783.59 x^-0.46
475 433
R = 0.93
379
307
Gambar 9.
641
f(x) = 825.17 x^-0.57
456
R = 0.93
398
320
265
Gambar 10. Grafik Penurunan nilai KOB5 Proses pada pengolahan limbah
ulangan ke-3 Selama Waktu Tinggal.
Berdasarkan Gambar 8, 9, dan 10, dapat dilihat penurunan konsentrasi
KOB5 selama 6 hari berlangsung baik pada ulangan ke-1, ke-2 dan ke-3. Ini
mendeskripsikan kondisi bahan-bahan organik yang telah didegradasi oleh bakteri
anaerobik. Penurunan konsentrasi KOB5 selama 6 hari belum mencapai titik
optimal, dimana KOB5 outlet masih jauh dari baku mutu yang ditentukan.
Diperkirakan waktu tinggal pengolahan limbah yang dibutuhkan untuk
menurunan konsentrasi KOB5 agar mencapai titik optimal yang sesuai baik SOP
perusahaan sebesar 80-90% maupun baku mutu maksimum Berdasarkan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No: KEP-03/MENLH/1995 Tentang Baku
Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri sebesar 150 mg/L masih diatas 15 hari
(Lampiran 15). Untuk menambahan waktu tinggal menjadi 15 hari dalam satu
kali proses pengolahan limbah cair secara anaerobik memungkinkan penurunan
35
yang lebih kecil untuk konsentrasi KOB5 yang didapat sekarang ini. Hal ini
kurang begitu efisien, karena mengingat limbah yang dihasilkan oleh PT. Nalco
Indonesia baik dari segi jenis maupun jumlahnya, dan dalam menghasilkan
produk tidak selalu sama dalam setiap waktu maka penambahan waktu tinggal
menjadi 15 hari terlalu lama. Tapi hal ini tidak begitu berpengaruh, karena setelah
proses pengolahan limbah cair secara anaerob masih dilakukan proses pengolahan
limbah lanjutan.
4.1.5. Hasil Pengukuran TDS (Total Dissolved Solid).
Kualitas air limbah dapat ditunjukkan oleh jumlah dan jenis zat- zat yang
terlarut. Pengukuran TDS dilakukan untuk mengetahui efisiensi pengolahan
limbah secara anaerobik dalam menurunkan nilai TDS. Berdasarkan hasil analisis
untuk pengukuran TDS dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Efisiensi penurunan nilai TDS.
TDS
TDS
Efisiensi
Baku Mutu
(%)
Maksimum
inlet
outlet
(mg /L)
(mg
(mg /L)
/L)
Ulangan ke-1
11078
6890
37,8
4000
Ulangan ke-2
15200
9465
37,7
4000
Ulangan ke-3
8735
4065
53,4
4000
Data pada Tabel 6 menujukan selama tiga kali ulangan proses pengolahan
Pengolahan
limbah
anaerobik
36
Kandungan air di bak anaerobik dalam sistem ini disebut mixed liquor. Jumlah
padatan tersuspensi, termasuk mikroorganisme dalam bak anaerobik dinyatakan
MLSS. MLSS digunakan untuk memastikan bahwa ada jumlah yang cukup aktif
biomassa tersedia untuk mengkonsumsi kuantitas diterapkan polutan organik
setiap saat. Keseimbangan antara nutrisi dengan bakteri anaerobik yang terdapat
pada proses pengolahan limbah cair bisa diketahui dengan MLSS (Mixed Liquor
Suspended Solids). MLSS sebagian besar terdiri dari mikroorganisme dan nonbiodegradable padatan tersuspensi. Kadar MLSS pada tangki pengolahan limbah
cair secara anaerobik selama proses pengolahan limbah anaerobik dapat dilihat
pada Tabel 7.
Tabel 7. Data pengukuran MLSS selama tiga kali pengolahan.
Hari
Ke1
2
3
4
5
6
ulangan ke-1, ke-2 dan ke-3 yang bersifat fluktuatif. Jika nilai MLSS lebih besar
dari 5000 mg/L menandakan bahwa mikroorganisme yang ada di dalam bak
anaerob kekurangan nutrisi sehingga terjadi kanibalisme, sedangkan nilai MLSS
lebih kecil dari 2000 mg/L, menandakan pengolahan limbah kurang baik, karena
kekurangan mikroorganisme untuk mengurai bahan-bahan organik. Pada hari ke4 rata-rata mengalami penurunan nilai MLSS yang menandakan bahwa
pengolahan limbah kurang baik. Hal ini dapat disebabkan proses asetogenik
sedang berlangsung tinggi yang mengakibatkan kondisi limbah cair menjadi asam,
sehingga banyak bakteri anaerob yang mati sebelum mengurai bahan-bahan
organik yang terkandung dalam limbah. Hal ini dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan jumlah bakteri pencerna dengan nutrisi yang terkandung
dalam air limbah.
37
mengevaluasi jumlah makanan (KOK dan KOB) yang tersedia per satuan MLSS.
Kondisi F/M Ratio pada tangki pengolahan limbah cair secara anaerobik dapat
diketahui pada akhir proses pengolahan limbah anaerobik. Nilai F/M Ratio yang
diperoleh dapat dilihat pada Gambar 11, 12, dan 13.
0.23
0.21
0.16
0.16
0.14
0.13
0.5
1.5 Ratio
2 2.5
3 ke-1
3.5 4 4.5
F/M
Ulangan
Waktu tinggal (Hari)
5.5
6.5
Gambar 11. Grafik kondisi F/M Ratio pada tangki pengolahan minggu ke-1.
0.19
F/M Ratio (KOB/Kg)
0.5
0.19
0.16
0.15
0.14
1 F/M
1.5 Ratio
2 Ulangan
2.5 3 ke-2
3.5 4 4.5
Waktu tinggal (Hari)
0.12
5.5
6.5
Gambar 12. Grafik kondisi F/M Ratio pada tangki pengolahan minggu ke-2.
0.22
0.21
0.16
0.15
0.13
0.12
0.5
1 F/M
1.5 Ratio
2 2.5
3 3.5
Ulangan
ke-3 4
4.5
5.5
6.5
Gambar 13. Grafik kondisi F/M Ratio pada tangki pengolahan minggu ke-3.
Gambar 4, 5, 6. menunjukan nilai F/M Ratio selama tiga kali pengolahan
limbah cair secara anaerobik di PT. Nalco Indonesia. Ulangan ke-1 F/M Ratio
berkisar antara 0,13 sampai 0,23 KOB/kg, ulangan ke-2 F/M Ratio berkisar antara
0,12 sampai 0,19 KOB/kg, dan ulangan ke-3 F/M Ratio berkisar antara 0,12
sampai 0,22 KOB/kg. Kisaran F/M Ratio yang diharapkan sebesar 0,1-0,2
KOB/kg. Nilai yang didapat menunjukkan bahwa F/M ratio pada proses
pengolahan limbah secara anaerobik di PT. Nalco Indonesia masih pada kondisi
normal. Nilai ini menunjukkan proses penggumpalan lumpur dan pengendapan
38
dalam tangki anaerob yang disebabkan oleh metabolisme bakteri anaerob terhadap
bahan organik berjalan lancar. Semakin tinggi F/M Ratio menandakan semakin
tinggi jumlah makanan yang terkandung dalam air limbah atau makin sedikit
jumlah bakteri pencerna. Parameter ini penting karena kondisi ideal dapat tercapai
jika kebutuhan nutrisi bagi bakteri terpenuhi (Metcalf dan Eddy, Icn,1981).
4.4. Evaluasi Efisiensi Pengolahan Limbah Secara Anaerobik.
Pengolahan limbah cair secara anaerobik di PT. Nalco Indonesia selama
tiga kali tahap pengolahan menghasilkan rata-rata efisiensi terhadap penurunan
KOK sebesar 64,3%, KOB5 sebesar 60,8%, dan TDS sebesar 42,9%. Efisiensi
tertinggi terlihat pada parameter KOK, sedangkan terendah pada parameter TDS.
Penurunan ini sangat bergantung pada karakteristik dan jumlah air limbah yang
diolah dan kondisi proses anaerobik yang dilakukan. Hal ini menujukkan bahwa
pengolahan limbah cair secara anaerobik di PT. Nalco Indonesia dapat
menurunkan KOK, KOB5, dan TDS yang terkandung dalam limbah cair. Hasil
dari pengolahan limbah secara anaerobik di PT. Nalco Indonesia masih belum
sesuai harapan SOP perusahaan maupun ketetapan Berdasarkan Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No: KEP-03/MENLH/2010 Tentang Baku Mutu Air
Limbah Bagi Kawasan Industri (lampiran). Hasil efisiensi dari Pengolahan limbah
cair secara anaerobik di PT. Nalco Indonesia dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rata-Rata Efisiensi Dari Berbagai Parameter
Parameter
KOK
KOB5
TDS (mg /L)
Efisiensi
Ulangan ke-1
(%)
63,87
61,3
37,8
Efisiensi
Ulangan ke-2
(%)
62,95
57,3
37,7
Efisiensi
Ulangan ke-3
(%)
66,06
63,9
53,4
RataRata
(%)
64,3
60,8
42,9
39
limbah dari tiap ulangan tidak sama yang berarti jumlah kandungan pencemar
dalam limbah cair pada saat akan diolah bervariasi. Nilai konsenterasi yang tidak
sama tersebut mempengaruhi nilai beban yang ingin diolah dengan jumlah bakteri
pencerna tidak seimbang, sehingga ada kemungkinan nilai hasil pengolahan pun
tidak maksimal.
Faktor lainnya yang turut berperan dalam penguraian limbah yaitu
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi biodegradasi selama proses pengolahan
limbah berlangsung, diantaranya nutrisi, suhu dan pH. Keadaan nutrisi pada saat
pengolahan limbah kadangkala tidak sesuai dengan yang ditentukan yaitu kurang
dari seharusnya. Akibatnya bakteri pencerna yang membutuhkan nutrisi pun
aktifitas pertumbuhannya terhambat dan penguraian tidak optimal. Dari tiga kali
ulangan pengolahan limbah dilakukan perhitungan F/M Ratio kontrol proses. Hal
ini digunakan untuk mengevaluasi jumlah makanan atau nutrisi (KOK dan KOB)
yang tersedia per satuan MLSS. Walaupun dari data yang diperoleh bersifat
fluktuatif, tapi hasilnya nilai kisaran F/M Ratio masih pada kisaran yang
diharapkan sebesar 0,1-0,2 KOB/kg (Metcalf dan Eddy,Icn,1981).
Kondisi faktor pendukung sangat berpengaruh, yang diantaranya suhu
dan pH. Kondisi suhu pada tiga kali ulangan pengolahan limbah juga masih pada
kondisi normal atau pada kondisi mendukung aktifitas biologis. Pengontrolan
suhu sangat penting dalam proses anaerob yang bertujuan untuk mengontrol
keadaan suhu pada saat proses pengolahan berlangsung tidak jatuh dibawah 10 OC,
sebab sebagian bakteri pencerna aktifitasnya akan berkurang pada suhu dibawah
10oC. Faktor yang berpengaruh sebenarnya adalah pH sistem. pH sistem yang
optimal untuk proses anaerob adalah mendekati 7 atau netral. Keseimbangan
pertumbuhan asetogenisis dan metanogenisis perlu dijaga. Bila asetogenisis lebih
cepat, maka terjadi akumulasi asam-asam volatil, yang mengakibatkan pH sistem
menjadi rendah (kondisi asam). Pada pH asam yang rendah, metanogenesis akan
terhambat, akibatnya penguraian menjadi tidak sempurna. Data pH pada tiga kali
ulangan pengolahan limbah terjadi penurunan pH maksimum pada hari ke tiga, ini
40
Suhu (oC)
pH
KOK (mg O2/L)
KOB5 (mg
O2/L)
TDS (mg/L)
Outlet
Ulangan
ke-1
29
6,78
2240,60
280
6890
Outlet
Ulangan
ke-2
30
6,38
3026,86
307
9465
BAB V
Outlet
Ulangan
ke-3
29
6,98
1386,46
265
Baku Mutu
Maksimum
4065
4000
40
6,0-9,0
300
150
5.1. Kesimpulan
Efisiensi pengolahan limbah cair secara anaerobik di PT. Nalco Indonesia
selama tiga kali tahap pengolahan dalam menurunkan kadar KOK mencapai
62,95% sampai dengan 66,06%, dan menurunkan kadar TDS mencapai 37,7%53,4%. Kualitas parameter pengolahan limbah cair secara anaerobik di PT. Nalco
perlu dijaga yaitu suhu, pH, KOK, KOB 5, dan TDS agar sesuai dengan SOP PT.
Nalco Indonesia sebesar 80-90% dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor : KEP-03/MENLH/2010 Tentang Baku Mutu Air limbah Bagi Kawasan
Industri.
5.2. Saran
a. Perlu adanya penanganan lebih terhadap pengolahan limbah cair secara
anaerobik di PT. Nalco indonesia mengingat belum tercapainya efisiensi
41
42
Jorgensen, Stven, E., 1979. Industrial Wate Water Mangement. Elsevier Scientific
Publishing Company, Amsterdam.
Khopkar, S. M., Penerjemah Saptoharjo, A., 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik.
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Mahida, U. N., 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri, C. V.
Rajawali, Jakarta.
Manahan, E. S., 2005. Enverironmental Chemistry. 8th edition, CRC Press Boca
Raton, London.
Ramalho R. S., 1977. Introduction To Wastewater Treatment Processes, Academic
Press, London.
Setyowati, A. R., 2000. Pengolahan Air Limbah Secara Anaerobik. PT Nusantara
Waterr Centre, Jakarta.
Soeprijatna, E., Eva, S., 2003. Penuntun Praktikum Teknologi Analisis Air. ST.
MIPA Bogor, Bogor.
Sugiharto, 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. Universitas Indonesia
Press, Jakarta.
Susanto, E., A. Moestafa Gazali, Sri Harjanto, Nasyirudin, 1997. Perencanaan
Instalasi Pengolahan Air Limbah Laboratorium, Balai Besar Penelitian Dan
Pengembangan Industri Hail Pertanian, Bogor.
U.S. Departement of Energy, 2003. Methane (Biogas) from Anaerobic Digestres,
29/7/2006.
Underwood, A. L., R. A., Day J. R., 1990. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi ke-5,
Erlangga, Jakarta.
43
Kadar Maksimum
BOD5
COD
TDS
PH
Kekeruhan
TSS
Minyak dan Lemak
Fosfat
Detergen/ MBAS
Amonia
Nitrit
Nitrat
50-150 mg/L
100-300 mg/L
2000-4000 mg/L
6.0-9.0
5-20 NTU
60-100 mg/L
25 mg/L
3 mg/L
5 mg/L
10-150 mg/L
0.03-0.27 mg/L
2-9 mg/L
44
45
Limbah Padat
Limbah Gas
Limbah Cair
PT. PPLI
Sump pit
20 M3
Flokulan Tank
30 M
TDS inlet
Pengukuran :
Anaerobik Pond
Suhu
120 M3
pH
KOK proses
Aerobik Pond
3
120 M
KOB5 proses
Pengukuran :
MLLSS
KOK outlet
TDS outlet
46
47
Lampiran 5. Pengukuran pH
Dibaca nilai pH
48
49
Sampel KOB disimpan pada alat selama 5 hari pada suhu 20oC
50
51
52
Hari
Ke-
1
2
3
4
5
6
KOK inlet
(mg O2/L)
6203,06
8170,32
4072,59
Rata-Rata
KOK proses
Pengolahan
Ulangan ke-1
(mg O2/L)
6203,06
5101,87
2911,30
2541,30
2353,78
2240,60
Rumus :
Efisiensi=
KOK outlet
(mg O2/L)
2240,60
3026,86
1386,46
Efisiensi
(%)
63,87
62,95
66,06
64,3%
KOK proses
Pengolahan
Ulangan ke-2
(mg O2/L)
8170,32
5953,96
4104,83
3504,11
3108,21
3026,86
= 66,06 %
100-300 mg/L
100-300 mg/L
100-300 mg/L
KOK proses
Pengolahan
Ulangan ke-3
(mg O2/L)
4072,59
3033,30
2579,03
1702,45
1449,88
1386,46
Contoh perhitungan :
a. Perhitungan Efisiensi Proses Pengolahan Limbah Ulangan ke-1
6203,062240,60
Efisiensi=
x 100
= 63,87 %
6203,06
Efisiensi=
Baku Mutu
53
Baku Mutu
Baku Mutu
(mg
O2/L)
50-150
50-150
50-150
50-150
50-150
50-150
50-150
50-150
50-150
Rumus :
Efisiensi=
Contoh perhitungan :
a. Perhitungan Efisiensi Proses Pengolahan Limbah Ulangan ke-1
723280
Efisiensi=
x 100
= 61,3%
723
b. Perhitungan Efisiensi Proses Pengolahan Limbah Ulangan ke-2
719307
Efisiensi=
x 100
= 57,3%
719
c. Perhitungan Efisiensi Proses Pengolahan Limbah Ulangan ke-3
Efisiensi=
735265
x 100
735
= 63,9%
TDS
outlet
(mg /L)
Efisiensi
(%)
Baku Mutu
6890
9465
4065
37,8
37,7
53,4
42,9%
2000-4000
2000-4000
2000-4000
54
Rumus :
Efisiensi=
Contoh perhitungan :
a. Perhitungan Efisiensi Proses Pengolahan Limbah Ulangan ke-1
110786890
Efisiensi=
x 100
= 37,8%
11078
b. Perhitungan Efisiensi Proses Pengolahan Limbah Ulangan ke-2
152009465
Efisiensi=
x 100
= 37,7%
15200
c. Perhitungan Efisiensi Proses Pengolahan Limbah Ulangan ke-3
Efisiensi=
87354065
x 100
8735
= 53,4%
Hari
Ke1
2
3
4
5
6
55
Contoh perhitungan :
a. Perhitungan MLSS Hari ke-1, Ulangan ke-1
MLSS (mg/L) = (0,156-0,001) x 1000x 20 = 3120 mg/L
b. Perhitungan MLSS Hari ke-1, Ulangan ke-2
MLSS (mg/L) = (0,185-0,001) x 1000x 20 = 3680 mg/L
c. Perhitungan MLSS Hari ke-1, Ulangan ke-3
MLSS (mg/L) = (0,164-0,001) x 1000x 20 = 3260 mg/L
Hari
Ke1
2
3
4
5
6
Persamaan :
Perhitungan=
Food
KOB
=
Microorganisme MLSS
Contoh perhitungan :
1. Perhitungan pengukuran F/M Hari ke-1, Ulangan ke-1 :
Hari ke-1 =
Food
723
=
Microorganisme 3120
= 0,23
56
Hari ke-1 =
Food
719
=
Microorganisme 3680 = 0,19
Food
735
=
Microorganisme 3260
= 0,22
Hari Optimal
Ulangan ke-1
14 hari
134 hari
Hari Optimal
Ulangan ke-2
58 hari
268 hari
Hari Optimal
Ulangan ke-3
12 hari
58 hari
Parameter
KOB5
SOP (80%)
Baku Mutu Maksimum
(150 ppm)
Hari Optimal
Ulangan ke-1
27 hari
15 hari
Hari Optimal
Ulangan ke-2
49 hari
40 hari
Hari Optimal
Ulangan ke-3
18 hari
20 hari
Persamaan :
y = 4177 . x -0,64
ln y = ln 4177 + (-0,64) . ln x
(y)
(a)
(b) .
(x)
57
ln y = ln a + b ln x
ln x=
ln yln a
b
2000
0
4072.59
3033.3
f(x) = 4177.13
x^-0.64
1813.03
1702.45
1449.88
1386.46
R = 0.96
Ulangan ke-3
Contoh perhitungan :
ln 300ln 4177
ln x=
0,64
ln x=
5,78,3
0,64
x = Anti ln 4,1
x = 58 hari