Anda di halaman 1dari 12

Fungsi Terminal

Seperti halnya pengertian terminal belum banyak literatur yang


menyatakan fungsi dari terminal sehingga pengetahuan tentang
fungsi terminal masih terbatas. Morlok (1991, p. 271) menyatakan
ada beberapa fungsi dari terminal secara umum antara lain:
1. Memuat penumpang atau barang keatas kendaraan serta
membongkar/ menurunkannya termasuk memindahkan dari
satu kendaraan ke kendaraan lain atau dari moda angkutan
satu ke moda angkutan lain.
2. Menampung penumpang dan barang dari waktu tiba sampai
waktu berangkat.
- Kemungkinan untuk memproses barang, seperti
mengelompokan, membungkus dan pemberian label dan
selanjutnya untuk diangkut.
- Menyediakan keamanan dan kenyamanan penumpang
(misalnya; pelayanan makan, dan sebagainya)
3. Menyiapkan dokumentasi perjalanan, meliputi:
- Menimbang muatan, menyiapkan rekening, memilih rute.
- Menjual tiket penumpang, memeriksa pesanan tempat.
4. Menyimpan kendaraan dan komponen lainnya, memelihara,
dan menentukan tugas selanjutnya.
5. Mengumpulkan penumpang dan barang didalam groupgroup berukuran ekonomis untuk diangkut (misalnya untuk
memenuhi kereta api atau pesawat udara) dan menurunkan
mereka setelah tiba ditempat tujuan.
Untuk melihat lebih rinci proses yang berlangsung disuatu
terminal penumpang umum dapat dilihat Gambar berikut.

Sedangkan menurut Wright & Ashford (dalam Damai, 2001) fungsi


terminal adalah:
1.

Sebagai titik konsentrasi penumpang (traffic consentration) dari


segala arah yang menuju keterminal untuk kemudian
melanjutkan perjalanan ke tempat yang dituju.

2.

Sebagai titik dispersi (classification and sorting) di


manapenumpang menyebar sesuai dengan tujuannya baik ke
seluruh penjuru kota atau keluar kota.

3.

Titik pusat layanan (service avaibility), bongkar muat (loading


and unloading), penyimpanan jangka pendek (storage) dan

tempat proses (processing) untuk pembelian tiket, menunggu,


menyimpan bawaan penumpang dan prosedur lain.

Departemen Pekerjaan Perhubungan Direktorat Jenderal


Perhubungan Darat juga menjelaskan fungsi terminal angkutan
jalan dapat ditinjau dari 3 unsur yang terkait dengan terminal yaitu;
penumpang, operator bus dan pemerintah antara lain:
1.

Fungsi terminal bagi penumpang, adalah untuk kenyamanan


menunggu, kenyamanan perpindahan dari satu moda atau
kendaraan yang satu ke moda yang lain, tempat tersedianya
fasilitas-fasilitas dan informasi (pelataran, teluk, ruang tunggu,
papan informasi, toilet, toko, loket, restoran, dll) serta fasilitas
parkir bagi kendaraan pribadi (penjemput maupun pengantar).

2.

Fungsi terminal bagi operator bus, adalah untuk pengaturan


pelayanan operasi bus, penyediaan fasilitas istirahat dan
informasi awak bus dan fasilitas pangkalan.

3.

Fungsi terminal bagi pemerintah, antara lain adalah dari segi


perencanaan dan manajemen lalulintas untuk manata lalulintas
dan menghindari kemacetan, sebagai sumber pemungutan
retribusi dan sebagai pengendali arus kendaraan umum.

Jika dari sudut pandang ilmu ekonomi, terminal angkutan


penumpang dapat dianalogikan dengan pasar, yaitu tempat
pertemuan antara konsumen dengan produsen atau permintaan dan
penawaran (Azehari, 1991, p. 28). Dengan demikian terminal dapat
disamakan dengan fungsi pasar tempat terjadinya transaksi di
bidang jasa yaitu jasa transportasi.
1.

Sebagai titik pertemuan dari segala arah, yaitu tempat


bertemunya antara berbagai konsumen (penumpang dengan
berbagai tujuan) dengan berbagai produsen (operator angkutan
penumpang dengan berbagai layanan).

2.

Sebagai tempat berpisahnya antara berbagai


konsumen (penumpang dengan berbagai tujuan) dengan
berbagai produsen (operator angkutan penumpang dengan
berbagai layanan).

3.

Tempat terjadinya trasaksi, antara konsumen dengan produsen.

4.

Tempat pelayanan, yaitu tempat segala fasilitas pendukung yang


berfungsi penunjang.

Berdasarkan fungsi pelayanannya, terminal penunpang


diklasifikasikan kedalam tiga tipe terminal (PP RI No.43 tahun 1993)
yaitu:
1. Terminal penumpang Tipe A, yaitu yang berfungsi melayani
kendaraan penumpang umum untuk angkutan antar kota antar
propinsi (AKAP), dan angkutan lintas batas antar negara,
angkutan antar kota dalam propinasi (AKDP), angkutan kota (AK)
serta angkutan pedesaan (ADES).
2. Terminal penumpang Tipe B, yaitu yang berfungsi melayani
kendaraan penumpang umum untuk angkutan antar kota dalam
propinasi (AKDP), angkutan kota (AK) serta angkutan pedesaan
(ADES).
3. Terminal penumpang Tipe C, yaitu yang berfungsi melayani
kendaraan penumpang umum untuk angkutan pedesaan
(ADES).
Klasifikasi terminal tersebut akan mendasari pertimbangan bagi
keperluan perencanaan berbagai fasilitas penunjang dari masingmasing tipe terminal. Tipe yang berbeda akan menuntut jumlah dan
dimensi fasilitas pendukung yang berbeda pula. Demikian juga
halnya dengan lokasi terminal, di manamasing-masing tipe
mempunyai kriteria tersendiri dalam penentuan lokasi yang sesuai
dengan tipe pelayanan yang diembannya.
Syarat Penentuan Lokasi Terminal

Prinsip dasar dalam penentuan lokasi adalah menempatkan sesuatu


kegiatan sesuai dengan fungsinya dan perananya sehingga kegiatan
yang ditempatkan tersebut dapat memberikan manfaat sebesarbesarnya (optimum location).
Hal ini telah dikemukakan oleh Von Thunen seorang geograf dari
Jerman. Lokasi terbaik menurut Von Thunen (1926) adalah lokasi
yang dapat menghasilkan keuntungan tertinggi/maksimal yang
dapat diterima (Daldjoeni 1997, p. 35). Selanjutnya Weber (1909)
menyatakan bahwa lokasi optimum adalah lokasi yang terbaik
secara ekonomis yaitu lokasi yang biayanya paling minimal (least
cost location) dengan asumsi keuntungan maksimal dapat diperoleh
(Moril, 1970. p. 87).
Namum dalam kenyataan tidak selalu lokasi terpilih merupakan
lokasi cocok secara ekonomis atau yang memberikan keuntungan

yang maksimal (maximum revenue locations). Ada faktor lain yang


juga menjadi pertimbangan. Beberapa macam faktor lain yang biasa
dijadikan pertimbangan dalam pemilihan lokasi kegiatan seperti;
faktor keamanan, lingkungan/ekologi, kesediaan energi, sistim
politik dan sistim perpajakan dan lain sebagainya sesuai dengan
jenis kegiatan yang akan diusahakan. Inilah yang disebut oleh
Harvey (dalam Daldjoeni, 1997 p. 88) dengan the statisficer
concept, yaitu siap menerima lokasi yang lebih memuaskan dari
pada lokasi yang hanya dilihat dari sudut pandang ekonomis semata
(profitability).
Juka kita terapkan dalam menentukan lokasi sebuah terminal,
banyak hal yang perlu dipertimbangkan baik kepentingan jangka
pendek maupun jangka panjang. Pertimbangan jangka pendek
seperti nilai/harga lahan sering dijadikan faktor yang
mempengaruhi pengambil keputusan sehingga kadang-kadang
mengorbankan kepentingan jangka panjang. Akibatnya lokasi
terminal yang diusulkan terletak tidak sesuai dengan prasyaratan
lokasi sebuah terminal.
Demikian juga halnya ketersediaan lahan kosong yang luas disuatu
tempat juga tidak selalu tepat untuk lokasi terminal apabila lokasi
tersebut tidak berada pada akses yang tinggi dengan lintas
kendaraan, karena salah satu fungsi utama terminal adalah tempat
pergantian antar moda, maka disana akan terjadi akumulasi
manusia. Akibatnya banyak lokasi terminal tidak berfungsi
sebagaimana semestinya. Banyak contoh terminal yang telah
dibangun dengan biaya yang besar akan tetapi pemanfaatannya
tidak maksimal hal ini dapat dilihat dari jumlah penumpang yang
turun naik serta kendaraan penumpang yang tak mau masuk
sehingga terkesan sepisepi. Terminal tidak lagi dapat diharapkan
menjadi sebagai generator pengembangan daerah sekitarnya. Bus
yang masuk hanya sebatas menyetor retribusi. Proses naik turun
penumpang praktis lebih banyak dilakukan diluar terminal, terutama
pada lokasi-lokasi yang strategis sehingga tumbuh menjadi terminal
bayangan.
Sesuai dengan pendapat Warpani (1990) penentuan lokasi terminal
juga harus mempertimbangkan lintas kendaraan. Karena pada
hakekatnya terminal merupakan pertemuan berbagai lintasan
kendaran dari berbagai wilayah dan berbagai moda angkutan.
Disamping itu untuk mendekatkan konsumen dengan tempat
perbelanjaan, maka lokasi terminal sering digabung atau didekatkan
dengan pusat perdagangan. Dengan demikian jumlah perjalanan
dapat dikurangi dengan adanya pemusatan kegiatan (travel is
reduced by nucleating activities) (Daldjoeni, 1997, p. 99).
Secara umum ada dua model yang diacu dalam menentukan lokasi
terminal (Departemen Perhubungan, 1993 p. 94) yaitu:

a. Model nearside terminating


b. Model central terminating
Model nearside terminating, yaitu mengembangkan sejumlah
terminal di pinggiran kota. Angkutan antar kota berakhir di terminalterminal di pinggiran kota, sedangkan pergerakan di dalam kota
dilayani dengan angkutan kota yang berasal dan berakhir di
terminal-terminal yang ada. Model ini lebih cocok pada kota-kota
yang lama di manaketerbatasan ketersedian lahan ditengah kota.
Permasalahan yang muncul adalah letak terminal akan jauh dari
pusat kota dan menyebabkan waktu tempuh yang cukup lama untuk
menempuh dari terminal keterminal lain.

Model Lokasi Terminal - Near Side Terminating


Model nearside terminating ini sangat sejalan dengan konsep
dekonsentrasi planologis (Ilhami, 1990, p. 54-55), yaitu untuk
memecahkan masalah perkotaan terutama kota-kota besar dengan
meningkatkan fasilitas perkotaan dan juga mengembangkan pusat
pertumbuhan baru dibagian pinggir kota, apakah dalam bentuk
pembangunan kota-kota baru disekitarnya atau pengembangan

daerah desa di pinggiran kota menjadi daerah perkotaan dengan


tujuan untuk mendekosentrasikan perkembangan. Hal yang tak
kalah penting dari tujuan dekonsentrasi planologis adalah untuk
membentuk titik-titik pertumbuhan baru disekitar kota dengan
harapan titik pertumbuhan ini dapat menjadi generator
perkembangan serta sekaligus mengimbangi daya tarik kota/pusat
kota sehingga dapat mengurangi / mengatasi beban pusat kota
(tingginya pertumbuhan dan kegiatan penduduk serta keterbatasan
lahan di pusat kota).

Model Lokasi Terminal - Central Terminating


Salah satu pendekatan yang dipakai adalah dengan
mendistribusikan beberapa fungsi kegiatan kota ke titik-ttik
pertumbuhan dipinggir kota yang diinginkan dengan harapan fungsi
kota yang didistribusikan ini dapat menjadi agen pertumbuhan (fisik,
ekonomi maupun sosial) untuk daerah sekitarnya. Beberapa jenis
kegiatan kota yang dapat menjadi generator/titik pertumbuhan
menurut Harris dan Ullman 1945 (Daldjoeni, 1997, p. 159) seperti
pelabuhan udara, kompleks perindutrian, pelabuhan laut, stasiun
kereta api, kampus universitas yang kemudian berkembang menjadi

pusat pelayanan. Model pengembangan kota seperti di atas


termasuk kedalam kota model inti banyak atau ganda (multiple
nuclei) seperti teori Harris dan Ullman.
Model central terminating, yaitu mengembangkan satu terminal
terpadu di tengah kota yang melayani semua jenis angkutan di kota
tersebut. Model ini lebih menguntungkan dari pada model pertama
karena akan memberikan aksesibilitas yang baik seperti; dekat
dengan berbagai aktifitas, kemudahan pencapaian oleh calon
penumpang, dan mengurangi transfer. Model ini disarankan untuk
dikembangkan pada kota-kota baru yang banyak berkembang akhirakhir ini, terutama di kota-kota besar.
Model di atas secara prinsipnya sama dengan prinsip pemusatan
kegiatan (aglomerasi); yaitu pengelompokan berbagai kegiatan dan
penduduk dititik-titik simpul (kota). Kota tidak saja sebagai pusat
administratif tetapi juga sebagai pusat pelayanan berbagai
kebutuhan penduduk kota maupun penduduk daerah hinterlandnya.
Untuk memberikan pelayanan yang optimal tersebut, diusakan
pengembangan fasilitas pelayanan kota pada titik titik simpul kota
atau pusat kota. Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dengan
pemusatan kegiatan tersebut, baik itu secara ekonomis, geografis
maupun secara psikologis (Daldjoeni, 1997, p. 99).
Pada prinsipnya aglomerasi dapat berfungsi mengurangi jarak total
yang semestinya ditempuh, sehingga hal itu termasuk keuntungan
secara geografis, juga menguntungkan dalam arti ekonomis karena
dengan mengeluarkan usaha sedikit saja dapat diperoleh hasil yang
banyak. Aglomerasi itu sendiri merupakan faktor lokasi yang amat
penting, baik yang berwujud mengelompoknya perumahan
penduduk, maupun mengelompoknya pertokoan di shoping centre,
mengelompoknya indutri dikawasan industri atau bermacammacam kegiatan mengelompok pada pusat kota, sama-sama
memanfaatkan dalam usaha meningkatkan efisiensi. Orang di
samping memenuhi tujuan utama dari kerpergiannya, sekaligus ia di
beri kesempatan untuk memenuhi kebutuhan lainnya tampa harus
mengulangi perjalanannya dari rumah ketujuan tambahan itu.
Dengan demikian jumlah perjalanan dapat dikurangi dengan adanya
aglomerasi atau pemusatan kegiatan (travel is reduced by
nucleating activities) (Daldjoeni, 1997, p. 99).
Untuk lebih jelasnya perbedaan jumlah perjalanan antara kegiatan
yang terpencar dengan kegiatan yang terpusat dapat dilihat
Gambar berikut:

Perbedaan Jumlah Perjalanan Antara Kegiatan yang Terpencar


dan Terpusat (Daldjoeni, 1997)

Berdasarkan ketentuan normatif seperti Peraturan Pemerintan


Nomor 43 Tahun 1993 yang ditindaklanjuti dengan Pedoman teknis
pembangunan dan penyelenggaraan terminal angkutan penupang
dan barang (Departemen Perhubungan, 1993) menjelaskan faktor
yang perlu dipertimbangkan di dalam memilih lokasi terminal
penumpang dan barang diataranya adalah:
1. Aksessibilitas, yaitu tingkat kemudahan untuk pencapaian
yang dapat dinyatakan dengan jarak fisik, waktu tempuh atau
biaya angkutan.
2. Rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari
Rencana Umum Tata Ruang (RUTR). Penentuan lokasi ini
harus mempedomani struktur tata ruang wilayah/kota.
3. Lalulintas, terminal merupakan sumber pembangkit angkutan,
dengan demikian merupakan pembangkit lalulintas.
Penentuan lokasi terminal harus tidak boleh menimbulkan
persoalan lalulintas, tetapi justru harus dapat mengurangi
persoalan lalulintas.
4. Ongkos konsumen, penetuan lokasi terminal perlu
memperhatikan ongkos angkutan konsumen, dalam arti
mempertimbangkan besarnya ongkos yang harus dikeluarkan
oleh konsumen untuk mencapai tempat tujuan tertentu
dengan menggunakan kendaraan umum secara cepat, aman
dan murah.
Sedangkan persyaratan lokasi terminal angkutan regional atau
Angkutan Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) adalah;
1. Lokasi yang diusulkan harus terkait pada sistem jaringan jalan
nasional, mempunyai jarak maksimum 100 meter dari sumbu
jalan arteri.
2. Terletak pada lokasi sedemikian rupa, sehingga merupakan
bagian yang integral dengan sistem angkutan lainnya.
3. Terletak di daerah pinggir kota yang sesuai dengan arah
geografi lokasi pemasaran regional.

a. Terletak pada lokasi sedemikian rupa, sehingga tingkat


kebisingan dan polusi udara tidak menggangu lingkungan
hidup sekitarnya.
b. Terletak pada lokasi sedemikian rupa, sehingga dapat
dicapai secara langsung dengan cepat, aman, murah oleh
pemakai jasa angkutan regional.
Lebih jauh secara lebih rinci kriteria pemilihan lokasi terminal
disarankan mengikuti pedoman (PPTT LPM UGM, 1993, p. 96)
sebagai berikut:
1. Berada pada titik kritis pergantian moda angkutan. Biasanya
dekat dengan percabangan jalan, simpang jalan arteri,
perpotongan antara dua kelas jalan (arteri dan kolektor),
interchange dan sebagainya.
2. Pada (rencana) konsentrasi tempat asal dan tujuan perjalanan.
Biasanya disuatu daerah mixed-use, yaitu daerah yang sekaligus
terdapat pemusatan papan mukim penduduk, kawasan industri,
kantor, pasar atau sekolah.
3. Kesesuaian dengan pola pengembangan kota.
4. Harus sesuai dengan rencana detail tata ruang kota, tata guna
tanah, zoning, kemungkinan pengubahan peruntukan, ijin,
kemungkinan menutup suatu jalan dan membuka jalan baru,
efek dari building codes dan sebagainya.
5. Ketersedian fasilitas dan utilitas penunjang.
6. Pada lokasi yang harga tanah yang relatif murah.
7. Tidak jauh, sedapat mungkin menempel dan segera dapat dilihat
dari jalan utama.
8. Sedikit mungkin menggusur dan dianjurkan apabila
pembangunan terminal dapat membawa perbaikan kampung
dan lingkungan.
9. Karaktristik site dan lingkungan yang mendukung termasuk
bentuk dan ukuran kapling, topografi, kualitas lingkungan,
kerentanan dari bencana alam dan polusi dari terminal itu
sendiri.

Anda mungkin juga menyukai