Anda di halaman 1dari 22

II.

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pada bab ini akan diuraikan beberapa landasan dalam menentukan metode
penyelesaian yang merupakan anggapan dasar, rumus-rumus dan teori-teori yang
berhubungan dengan permasalahan serta disesuaikan dengan kebutuhan
penelitian.

2.1 Terminal

Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 132


Tahun 2015 menyebutkan bahwa terminal merupakan pangkalan kendaraan
bermotor umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan,
menaikan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta perpindahan moda
angkutan. Morlok (1991) menjelaskan terminal dapat dilihat sebagai alat untuk
proses dimana suatu urutan kegiatan tertentu harus dilakukan untuk
memungkinkan satuan lalu-lintas (kendaraan, barang, dan sebagainya) diproses
penuh sehingga sedia meneruskan perjalanannya. Terminal dibangun sebagai
salah satu prasarana yang sangat penting dalam sistem transportasi.

2.2 Klarifikasi Terminal

Ruang gerak di dalam lokasi terminal untuk proses bongkar muat barang
membutuhkan area yang luas. Agar penumpang pengguna terminal bisa lebih
nyaman beraktifitas, maka antara terminal penumpang dan terminal barang diatur
terpisah sesuai fungsi pelayanannya. Berdasarkan Rancangan Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993, terminal menurut jenis angkutan
diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu.
1. Terminal penumpang adalah tempat melayani pergantian moda angkutan
penumpang ditambah barang bawaan untuk perjalanan antar kota dan dalam
kota,
2. Terminal barang, adalah tempat bergantinya moda angkutan bagi barang pada
jenis terminal tertentu, sekaligus sebagai terminal barang dan terminal
penumpang.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor
PM 132 Tahun 2015 diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu :
1. Terminal penumpang tipe A, berfungsi melayani kendaraan umum untuk
Angkutan Kota Antar Propinsi (AKAP), dan angkutan lalu lintas batas Antar
Negara, Angkutan Kota Dalam Propinsi (AKDP), Angkutan Kota (Angkot),
dan Angkutan Pedesaan (Ades).
2. Terminal penumpang tipe B, berfungsi melayani kendaraan umum unutuk
Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP), Angkutan Kota (Angkot), dan
atau Angkutan Pedesaan (Ades).
3. Terminal penumpang tipe C, berfungsi melayani kendaraan umum untuk
Angkutan Pedesaan (Ades).

2.3 Fungsi Terminal

Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Nomor 31 Tahun 1993,


fungsi terminal bagi pengelola dan pengguna jasa terminal adalah sebagai
berikut :
1. Fungsi terminal bagi penumpang, adalah untuk kenyamanan menunggu,
kenyamanan perpindahan dari satu moda atau kendaraan yang satu ke moda
atau kendaraan yang lain, tempat tersedianya fasilitas – fasilitas dan informasi
(pelataran parkir, ruang tunggu, papan informasi, toilet, toko, loket, dll) serta
fasilitas parkir bagi kendaraan pribadi atau kendaraan penumpang.
2. Fungsi terminal bagi pemerintah, antara lain adalah dari segi perencanaan dan
manajemen lalu lintas dan menghindari kemacetan, sebagai sumber
pemungutan retribusi dan sebagai pengendali arus kendaraan.
3. Fungsi terminal bagi operator/pengusaha jasa angkutan adalah untuk
pengaturan pelayanan operasi bus, menyediakan fasilitas istirahat dan
informasi awak bus dan fasilitas pangkalan.
2.4 Kinerja Pelayanan Terminal
2.5.1. Frekuensi Pelayanan

Frekuensi pelayanan adalah banyaknya angkutan umum per satuan waktu,


yang besarannya dinyatakan dalam kendaraan per jam atau kendaraan per hari
(Panduan Pengumpulan Data Angkutan Umum Perkotaan Dirjen Perhubungan
Darat, 2001).

2.5.2. Kapasitas Pelayanan

Kapasitas terminal adalah besarnya volume tingkat kedatangan rata-rata


kendaraan per satuan waktu semua lajur bus di dalam terminal. Harga kapasitas
diperoleh dengan cara menjumlahkan volume atau tingkat kedatangan semua
lajur bus yang ada di dalam terminal.

2.5.3. Waktu Antara (Headway) dan Waktu Pelayanan

Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (2009), Waktu antara


kendaraan (headway) adalah selang waktu antara kendaraan yang berada
didepan dengan kendaraan yang berada dibelakangnya ketika melewati suatu
titik tertentu. Selama headway lebih besar dari waktu pelayanan, seluruh satuan
lalu lintas akan dapat dilayani. Menurut Morlok (1991) Standar waktu pelayanan
kendaraan dan penumpang di terminal dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 2.1. Standar Waktu Pelayanan Kendaraan di Terminal


No. Kegiatan Waktu Rata-
Rata
1. Waktu pelayanan angkutan di gerbang 10-20 menit/bus
2. Waktu minimum untuk semua proses di terminal
a. Keberangkatan 15,37 menit
b. Kedatangan 3,25 menit
Sumber : Morlok (1991)
Headway dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut
(Perencanaan Teknis Sistem Pengelolaan Transportasi Untuk Kota Sedang dan
Kota Kecil Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaan, 2009) :
60
H=
F
…………………………………………………………………(2.1)
Dimana :
H = Waktu antara/headway (menit).
F = Frekuensi.

2.5.4. Waktu Tunggu

Waktu tunggu merupakan waktu yang dibutuhkan penumpang untuk


menunggu angkutan umum sampai mendapatkan angkutan umum. Waktu tunggu
dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Perencanaan Teknis Sistem
Pengelolaan Transportasi Untuk Kota Sedang dan Kota Kecil Direktorat Bina
Sistem Transportasi Perkotaan, 2009) :
1
Waktu tunggu penumpang = x headway …………………………………(2.2)
2

2.5.5. Pola Parkir

Pola parkir dapat dibedakan atas 2 (dua), yaitu pola parkir paralel dan pola
parkir menyudut. Pola parkir paralel adalah tata penyusunan kendaraan dalam
suatu garis paralel terhadap curb sehingga bagian belakang suatu kendaraan
bertemu dengan bagian muka kendaraan belakangnya. Sedagkan pola parkir
menyudut merupakan suatu bentuk penyusunan kendaraan sehingga bagian
memanjang kendaraan membentuk sudut terhadap curb (Johnravolta, 2011).

2.5.6. Sirkulasi Arus Lalu Lintas


Sistem sirkulasi kendaraan di dalam terminal ditentukan berdasarkan
jumlah dan arah perjalanan, besarnya frekuensi perjalanan dan lama waktu yang
dibutuhkan untuk turun/naik penumpang serta pemisahan jalur kendaraan dalam
kota dengan jalur kendaraan antar kota (Johnravolta, 2011).

2.5.7. Kebutuhan Luas Terminal

Fasilitas-fasilitas yang ada di dalam suatu terminal harus memenuhi syarat


sebagai fasilitas terminal penumpang berdasarkan standar untuk tipe terminal
menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31 Tahun 1995. Standar luas
terminal dapat dilihat pada tebel berikut :

Tabel 2.2. Standar Kebutuhan Luas Terminal


Standar Luas
No. Fasilitas Terminal Tipe B
(m2)
1. Ruang Parkir Angkutan Umum 3240
2. Tempat Tunggu Penumpang 2250
3. Bangunan Kantor Terminal 100
4. Loket Penjualan Karcis 3
5. Toilet 60
6. Kios atau Kantin 1350
7. Ruang Informasi atau Pengaduan 10
Luas Total 7013
Sumber : Kepmenhub No 31 Tahun 1995

2.5.8. Fasilitas Terminal

Fasilitas terminal merupakan faktor pendukung yang sangat dibutuhkan


dalam pengoperasian sebuah terminal. menurut Peraturan Menteri Perhubungan
Republik Indonesia Nomor 132 Tahun 2015, dalam penyelenggaraan terminal
penumpang wajib menyediakan fasilitas terminal yang terdiri atas :
1. Fasilitas utama terminal yang terdiri dari :
a. Jalur keberangkatan kendaraan
b. Jalur kedatangan kendaraan
c. Ruang tunggu penumpang, pengantar, dan/atau penjemput
d. Tempat parkir kendaraan
e. Fasilitas pengelolaan lingkungan hidup (waste management)
f. Perlengkapan jalan
g. Fasilitas penggunaan teknologi
h. Media informasi
i. Penanganan pengemudi
j. Pelayanan pengguna terminal dari perusahaan bus (costumer service)
k. Fasilitas pengawasaan keselamatan
l. Jalur kedatangan penumpang
m. Ruang tunggu keberangkatan (boarding)
n. Ruang pembelian tiket
o. Ruang pembelian tiket untuk bersama
p. Outlet pembelian tiket secara online (single outlet ticketing online)
q. Pusat informasi (information center)
r. Papan perambuan dalam terminal (signage)
s. Papan pengumuman
t. Layanan bagasi (lost and found)
u. Ruang penitipan barang (lockers)
v. Tempat berkumpul darurat (assembly point)
w. Jalur evakuasi bencana dalam terminal.
2. Fasilitas penunjang sebagai fasilitas pelengkap dalam pengoperasian terminal
antara lain :
a. Fasilitas penyandang cacat dan ibu hamil atau menyususi
b. Fasilitas keamanan ( checking point/ metal detector, cctv)
c. Fasilitas pelayanan keamanan
d. Fasilitas istirahat awak kendaraan
e. Fasilitas ramp check
f. Fasilitas pengendapan kendaraan
g. Fasilitas bengkel diperuntukkan bagi operasional bus
h. Fasilitas kesehatan
i. Fasilititas peribadatan
j. Tempat transit penumpang (hall)
k. Alat pemadam kebakaran
l. Fasilitas umum.
3. Fasilitas umum meliputi :
a. Toilet
b. Fasilitas park and ride
c. Tempat istirahat awak kendaraan
d. Fasilitas pereduksi pencemaran udara dan kebisingan
e. Fasilitas pemantau kualitas udara dan gas buang
f. Fasilitas kebersihan, perawatan terminal, dan janitor
g. Fasilitas perbaikan ringan kendaraan umum
h. Fasilitas perdagangan, pertokoan, kantin pengemudi
i. Area merokok
j. Fasilitas restoran
k. Fasilitas anjungan tunai mandiri (atm)
l. Fasilitas pengantar barang (trolley dan tenaga angkut)
m. Fasilitas telekomunikasi dan area jaringan internet
n. Fasilitas penginapan
o. Fasilitas keamanan
p. Ruang anak – anak
q. Media pengaduan layanan
r. Fasilitas umum lainnya sesuai kebutuhan.

2.5 Standar Pelayanan Terminal

Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman


penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai
kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan
yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur. Standar pelayanan
terminal penumpang berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan nomor 40 tahun
2015 mencakup :
1. Pelayanan keselamatan, meliputi
a. Jalur penjalan kaki
b. Fasilitas keselamatan jalan
c. Jalur evakuasi
d. Alat pemadam kebakaran
e. Pos, fasilitas dan petugas kesehatan
f. Pos, fasilitas dan petugas pemeriksa kelaikan kendaraan umum
g. Fasilitas perbaikan ringan kendaraan umum
h. Informasi fasilitas keselamatan
i. Informasi fasilitas kesehatan
j. Informasi fasilitas pemeriksaan dan perbaikan ringan kendaraan bermotor.
2. Pelayanan keamanan, meliputi :
a. Fasilitas keamanan
b. Media pengaduan gangguan keamanan
c. Petugas keamanan
3. Pelayanan kehandalan / keteraturan, meliputi :
a. Jadwal kedatangan dan keberangkatan kendaran serta besaran tariff
kendaraan kendaraan bermotor umum beserta realisasi jadwal secara
tertulis
b. Jadwal kendaraan umum dalam trayek lanjutan dan kendaraan umum tidak
dalam trayek lanjutan beserta realisasi jadwal secara tertulis
c. Loket penjualan tiket
d. Kntor penyelenggara terminal, ruang kendali dan manajemen system
informasi terminal
e. Petugas operasional terminal
4. Pelayanan kenyamanan, meliputi :
a. Ruang tunggu
b. Toilet
c. Fasilitas peribadatan / mushola
d. Ruang terbuka hijau
e. Rumah makan
f. Fasilitas dan petugas kebersihan
g. Tempat istirahat awak kendaraan
h. Area merokok
i. Drainase
j. Area yang tersedia internet
k. Ruang baca
l. Lampu penerangan ruangan
5. Pelayanan kemudahan / keterjangkauan, meliputi :
a. Letak jalur pemberangkatan
b. Letak jalur kedatangan
c. Informasi pelayanan
d. Informasi angkutan lanjutan
e. Informasi gangguan perjalanan kendaraan angkutan umum
f. Tempat penitipan barang
g. Fasilitas pengisian baterai
h. Tempat naik dan turun penumpang
i. Tempat parkir kendaraan umum dan kendaraan pribadi.
6. Kemudahan keseteraan, meliputi :
1. Fasilitas penyandang cacat
2. Ruang ibu menyusui

2.6 Kualitas Pelayanan

Menurut American Society for Quality Control, kualitas adalah ciri-ciri


dan karakteristik-karakteristik dari suatu produk/jasa dalam hal kemampuannya
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau bersifat laten
(Lupiyoadi, 2001).
Menurut Simamora (2002), kualitas sebenarnya adalah persepsi. Jadi
pemasar harus melihat bahwa realitas adalah bukan realitas tetapi realitas adalah
persepsi. Apalagi jika yang diukur kualitasnya adalah jasa, atau lebih dikenal
dengan kualitas pelayanan, penilaian tentang kualitas akan sangat dipengaruhi
oleh persepsi. Kualitas pelayanan adalah kemampuan perusahaan dalam
memberikan pelayanan kepada para pelanggan (Lupiyoadi, 2001) Sedangkan
Payne (2000) mengemukakan bahwa kualitas pelayanan atau kaulitas jasa
berkaitan dengan kemampuan suatu organisasi untuk memenuhi atau melebihi
harapan pelanggan. Menegaskan bahwa realitas adalah persepsi, Payne
menyatakan bahwa ukuran kinerja adalah kualitas pelayanan atau jasa yang
dipersepsikan. Oleh karena itu menurut Payne kualitas jasa memiliki dua
komponen penting, yaitu:
1. Kualitas teknis, yaitu dimensi hasil proses operasi jasa;
2. Kualitas fungsional, yaitu dimensi proses dalam hal interkasi antara
pelanggan dengan penyedia jasa.
Karakteristik-karakteristik dari suatu produk ataupun jasa dalam hal
kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau
bersifat laten (Lupiyoadi, 2001).

2.7 Dimensi – Dimensi Kualitas Pelayanan

Hal pokok yang mendasari kualitas layanan adalah dimensi-dimensinya


yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas layanan tanpa memandang
jenis layanannya. Parasuraman, Zeithaml and Berry (1990) menyatakan bahwa
kualitas layanan merupakan strategi yang mendasar dalam upaya pengelola jasa
meraih sukses. Menurut Zeithaml, Parasuraman, Berry (1990). Untuk mengetahui
kualitas pelayanan yang dirasakan secara nyata oleh konsumen, ada indikator
ukuran kepuasan konsumen yang terletak pada lima dimensi kualitas pelayanan,
yaitu :
1. Tangibles (kualitas pelayanan yang berupa sarana fisik perkantoran,
komputerisasi adminstrasi, ruang tunggu dan tempat informasi). Dimensi ini
berkaitan dengan kemodernan peralatan yang digunakan, daya tarik fasilitas
yang digunakan, kerapian petugas serta kelengkapan peralatan penunjang
(pamlet, pengumuman).
2. Reliability (kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang
terpercaya). Dimensi berkaitan dengan janji menyelesaikan sesuatu seperti
diinginkan, penanganan keluhan konsumen, kinerja pelayanan yang tepat,
menyediakan pelayanan sesuai waktu yang dijanjikan serta memperbaiki
tuntutan pada kesalahan pencatatan.
3. Responsiveness (kesanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan
secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen). Dimensi
ini mencakup pemberitahuan dari petugas ke konsumen tentang pelayanan
yang akan diberikan, pemberian pelayanan dengan cepat, kesediaan petugas
memberi bantuan kepada konsumen serta petugas tidak pemah merasa sibuk
untuk melayani permintaan konsumen.
4. Assurance (kemampuan dan keramahan serta sopan santun petugas dalam
meyakinkan kepercayaan konsumen). Dimensi ini berkaitan dengan perilaku
petugas yang tetap percaya diri sehingga konsumen merasa aman akan
kemampuan petugas serta dapat menjawab pertanyaan konsumen.
5. Emphaty (sikap tegas tetapi penuh perhatian dari petugas terhadap
konsumen). Dimensi ini memuat antara lain, pemberian perhatían individual
kepada konsumen, ketepatan waktu pelayanan bagi semua konsumen,
perusahaan memiliki petugas yang memberikan perhatian khusus pada
konsumen, pelayanan yang melekat dihali konsumen dan petugas yang
memahami kebutuhan spesifik dari pelanggannya.
Garperz (2002) mengemukakan bahwa dimensi yang perlu diperhatikan
dalam perbaikan kualitas jasa adalah:
1. Ketepatan waktu pelayanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan di sini berkaitan
dengan waktu tunggu dan waktu proses.
2. Akurasi pelayanan, yang berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas
kesalahan-kesalahan.
3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, terutama bagi
mereka petugas keamanan, pengemudi, staf administrasi, kasir, petugas
penerima tamu, dan lain-lain. Citra pelayanan dari industri jasa sangat
ditentukan oleh orang-orang dari perusahaan yang berada pada garis depan
dalam melayani langsung pelanggan eksternal.
4. Tanggungjawab, berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan
keluhan dari pelanggan eksternal.
5. Kelengkapan, menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana
pendukung, serta pelayanan komplementer lainnya.
6. Kemudahan mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan banyaknya outlet,
banyaknya petugas yang melayani seperti kasir, staf administrasi dan lainlain,
banyaknya fasilitas pendukung seperti computer untuk memproses data dan
lain-lain.
7. Variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi untuk memberikan
polapola baru dalam pelayanan, features dari pelayanan, dan lain-lain.
8. Pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibilitas, penanganan permintaan
khusus dan lain-lain.
9. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruangan
tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat parkir kendaraan,
ketersediaan informasi, petunjuk-petunjuk, dan bentuk-bentuk lain.
10. Atribut pendukung pelayanan, seperti lingkungan, kebersihan ruang tunggu,
fasilitas musik, AC, dan lain-lain.
Variabel utama yang menentukan kepuasan pelanggan, yaitu expectations
dan perceived performance. Apabila perceived performance melebihi
expectations maka pelanggan akan merasa puas. Pelanggan yang senang dan puas
cenderung akan berperilaku positif. Pelanggan membentuk suatu harapan
terhadap nilai dan bertindak, mereka memperhitungkan dan mengevaluasi
penawaran mana yang akan memberikan nilai tinggi. Penawaran yang memenuhi
harapan nilai pelanggan mempengaruhi kepuasan dan kemungkinan pelanggan
membeli kembali menurut Parasuraman, Zeithaml and Berry (1998).

2.8 Sampel dan Populasi


Menurut Sugiyono (2001:55) populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga benda-benda alam
yang lain. populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek/subjek yang
dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh objek atau
subjek itu.
Sugiyono (2001: 56) menyatakan bahwa sampel adalah sebagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar, dan
peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalny
karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan
sampel yang diambil dari populasi itu.
Cohen, et.al, (2007: 101) menyatakan bahwa semakin besar sampel dari
besarnya populasi yang ada adalah semakin baik, akan tetapi ada jumlah batas
minimal yang harus diambil oleh peneliti yaitu sebanyak 30 sampel. Sebagaimana
dikemukakan oleh Baley dalam Mahmud (2011: 159) yang menyatakan bahwa
untuk penelitian yang menggunakan analisis data statistik, ukuran sampel paling
minimum adalah 30. Senada dengan pendapat tersebut, Roscoe dalam Sugiono
(2012: 91) menyarankan tentang ukuran sampel untuk penelitian sebagai berikut:
1. Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan
500
2. Bila sampel dibagi dalam kategori maka jumlah anggota sampel setiap
kategori minimal 30
3. Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (korelasi
atau regresi ganda misalnya), maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali
dari jumlah variabel yang diteliti. Misalnya variable penelitiannya ada 5
(independen + dependen), maka jumlah anggota sampel = 10 x 5 = 50
4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, yang menggunakan kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol, maka jumlah anggota sampel masing-
masing antara 10 s/d 20.
Menurut (Sevilla et. al., 1960:182), untuk menentukan jumlah sampel
adalah dengan menggunakan rumus Slovin, yaitu :
N
n = 2 …………………………………………………..……..(2.3)
1+ Ne
Keterangan:
n = Ukuran sampel/jumlah responden
N = Ukuran populasi
e = Presentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel yang
masih bisa ditolerir;
Usman (2008:204) menyatakan bahwa untuk populasi yang sudah
diketahui jumlah anggotanya dan dengan tingkat keyakinan sebesar 95%, maka
Krejcie-Morgan memberikan tabelnya yang dikenal dengan Tabel Krejcie -
Morgan. Teknik penarikan sampel yang didasarkan pada Tabel Krejcie dan
Morgan dapat dilihat pada table dibawah ini.

Tabel 2.3. Tabel Krejcie dan Morgan (1970)


Populasi Populasi
Sampel (n) Sampel (n) Populasi (N) Sampel (n)
(N) (N)
10 10 220 140 1200 291
15 14 230 144 1300 297
20 19 240 148 1400 302
25 24 250 152 1500 306
30 28 260 155 1600 310
35 32 270 159 1700 313
40 36 280 162 1800 317
45 40 290 165 1900 320
50 44 300 169 2000 322
55 48 320 175 2200 327
60 52 340 181 2400 331
65 56 360 186 2600 335
70 59 380 191 2800 338
75 63 400 196 3000 341
80 66 420 201 3500 346
85 70 440 205 4000 351
90 73 460 210 4500 354
95 76 480 214 5000 357
100 80 500 217 6000 361
110 86 550 226 7000 364
120 92 600 234 8000 367
130 97 650 242 9000 368
140 103 700 248 10000 370
150 108 750 254 15000 375
160 113 800 260 20000 377
170 118 850 265 30000 379
180 123 900 269 40000 380
190 127 950 274 50000 381
200 132 1000 278 75000 382
210 136 1100 285 1000000 384
Sumber : Usman (2008:204)

2.9 Pengolahan Data

Pengertian data menurut Vercellis (2009: 6) adalah data merupakan


sebuah representasi fakta yang tersusun secara terstruktur. Selain deskripsi dari
sebuah fakta, data dapat pula merepresentasikan suatu objek sebagaimana
dikemukakan oleh Wawan dan Munir (2006: 1) bahwa data adalah nilai yang
merepresentasikan deskripsi dari suatu objek atau kejadian.

2.9.1 Teknik Pengukuran

Menggunakan Skala Likert untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi


seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian
fenomena sosial sudah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti yang disebut
dengan variabel penelitian. Maka variabel yang akan diukur diuraikan menjadi
sub variabel. Kemudian dijabarkan menjadi komponen-komponen yang dapat
terukur. Kemudian dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item instrument
berupa pertanyaan dan pernyataan yang akan dijawab oleh responden.
Sugiyono (2009) menggunakan skala likert memiliki tingkatan dari yang
paling rendah sampai tingkatan yang paling tinggi, dalam bentuk kata-kata yang
memiliki urutan 1 sampai 5. Lebih terperinci sebagai alternatif tanggapanya
adalah dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini:

Tabel 2.4 Skala Likert


Persepsi/ pernyataan Kode Nilai
Sangat Tidak Baik STB 1
Tidak Baik TB 2
Cukup Baik CB 3
Baik B 4
Sangat Baik SB 5
Sumber: Sugiyono (2001)

2.9.2 Uji Validitas

Untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu instrumen atau pertanyaan
dengan kriteria apabila Rhitung > Rtabel = valid dan bila Rhitung < Rtabel = tidak valid,
dengan teknik korelasi product moment dari pearson dengan rumus di bawah ini
menurut Sugiyono (2010: 228) berikut :

rxy = N ∑ X Y −¿ ¿ ¿ …………………………(2.4)

Keterangan :
rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y;
N = Jumlah responden
ƩX = Jumlah skor yang diperoleh dari responden yang diuji
ƩY = Jumlah skor total seluruh item dari seluruh responden yang diuji
2.9.3 Uji Reliabilitas

Untuk instrumen dikatakan reliable (handal) apabila instrument tersebut


secara konsisten memunculkan hasil yang sama setiap kali dilakukan, dengan
kriteria apabila alpha cronbach ≥ 0,6 maka variabel reliable bila Alpha Cronbach
<0,6 tidak reliable dengan rumus di bawah ini menurut Sugiyono (2010: 360):

2
k ∑ σb
ri = [1- 2 ] ………………………………..………..(2.5)
(k −1) σt
Keterangan :
ri = Koefisien reliabilitas instrument (alpha cronbach)
k = Banyaknya butir pertanyaan
Σσb2 = Jumlah varians butiran
Σt2 = Varians total

Tabel 2.5. Interval Koefisien


Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,000 – 0,199 Sangat Rendah
0,200 – 0,399 Rendah
0,400 – 0,599 Cukup
0,600 – 0,799 Kuat
0,800 – 1,000 Sangat Kuat
Sumber : Sugiyono

2.10 Analisis Data

Rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan, sistematisasi, penafsiran


dan verivikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akademis dan
ilmiah. Analisis data juga bisa dikatakan sebagai sebuah proses berkelanjutan
dalam penelitian, dengan analisis awal menginformasikan data yang kemudian
dikumpulkan. Jika metode yang digunakan sesuai dengan obyek penelitian, maka
hasilnya akan dapat diterima. Sedangkan jika tidak sesuai, maka penelitian itu pun
dianggap gagal.

2.10.1 Analisis Deskriptif


Menggunakan metode analisis deskriptif untuk membuat gambaran secara
sistematis data yang faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar
fenomena yang diteliti menurut Sudjana (2005) berpendapat metode analisis
deskriptif dirumuskan sebagai persentase di bawah ini :
F
P = X 100 % ……………………………………………………..…..(2.6)
N
Keterangan:
P = Persentase jawab;
F = Frekuensi nilai yang diperoleh seluruh item;
N = Jumlah respon

Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai


gradasi dari sangat negatif sampai sangat positif. Setiap jawaban dihubungkan
dengan bentuk pertanyaan atau dukungan sikap. Pengukuran dengan skala likert
digunakan untuk keperluan analisa kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor,
misalnya sangat setuju diberi skor 4, setuju diberi skor 3, tidak setuju diberi skor 2
dan sangat tidak setuju diberi skor 1.

2.10.2 Importance Performance Analysisi (IPA)

Analisis Importance-performance atau Importance Performance Analysis


(IPA) pertama kali diperkenalkan oleh Martilla dan James (1977). IPA sebagai
rangka kerja yang sederhana untuk menganalisis atribut-atributproduk. Suatu
rangkaian atribut layanan yang berkaitan dengan layanankhusus dievaluasi
berdasarkan tingkat kepentingan masing- masing atribut menurut konsumen dan
bagaimana layanan dipersepsikan kinerjanya relatif terhadap masing-masing
atribut. Analisis ini digunakan untuk membandingkan antara penilaian komsumen
terhadap kepentingan terhadap kualitas layanan (importance) dengan tingkat
kualitas layanan (performance) dimensi kualitas layanan yang digunakan adalah
lima dimensi kualitas layanan yang kembangkan oleh parasuraman et al., (1985).
1. Tahapan pertama dalam metode Importance Performance Analysis (IPA)
adalah hasil dari penilaian tingkat layanan kinerja (X) dan tingkat
kepentingan harapan (Y) dengan menentukan tingkat kesesuaian antara
variabel X dan Y terhadap pelaksanaan oleh penyedia jasa. Tingkat
kesesuaian merupakan hasil perbandingan antara skor pelaksanaan kinerja
dan skor kepentingan harapan, sehingga tingkat kessuaian inilah yang akan
menentukan skala prioritas yang akan dipakai dalam penangananan faktor-
faktor yang mempengaruhi kepuasan pengguna.
Sebagai pedoman bagi konsumen untuk menilai tingkat kepentingan kualitas
pelayanan terhadap kepuasan, digunakan skala likert dengan nilai 1-5
1 : Sangat Tidak Penting
2 : Tidak Penting
3 : Cukup Penting
4: Penting
5: Sangat Penting
Sebagai pedoman bagi komsumen untuk menilai tingkat kinerja pelayanan
terhadap kepuasan, juga digunakan skala likert dengan nilai 1-5, antara lain:
1 : Sangat Tidak Puas
2 : Tidak Puas
3 : Cukup Puas
4 : Puas
5 : Sangat Puas
Rumus untuk mengetahui tingkat kesesuaian yang digunakan adalah:
Xi
Tki = X 100 % …………………………………………………(2.7)
Yi
Keterangan :
Tki = Tingkat kesesuaian responden
Xi = Skor penilaian kinerja
Yi = Skor penilaian kepentingan pelanggan
2. Tahap kedua adalah menghitung rata-rata untuk setiap atribut yang
dipersepsikan oleh konsumen, dengan rumus :
∑ Xi
X̄ = X 100 % ………………………………………..
n
………..(2.8)
∑ Yi
Ȳ = X 100 % ………………………………………….
n
……...(2.9)
Keterangan :
X̄ = Skor rata-rata tingkat pelaksanaan kinerja
Ȳ = Skor rata-rata tingkat kepentingan/kepuasan
n = Jumlah responden
3. Selanjutnya dihitung rata-rata seluruh atribut tingkat kinerja (X) dan
tingkat kepentingan harapan (Y) dan yang menjadi batas dalam diagram
kartesius, dengan rumus :

…………………………………………………..……(2.10)

……………………………………………………..…(2.11)
Keterangan :
=
= rata-rata skor tingkat kinerja produk seluruh faktor atau atribut
X
=
= rata-rata skor tingkat kinerja produk seluruh faktor atau atribut
Y
K = banyaknya atribut yang dapat mempengaruhi kepuasan
konsumen
4. Tahapan terakhir yaitu penjabaran tiap atribut dalam diagram kartesius
seperti terlihat pada Gambar di bawah ini:
Tinggi
PRIORITAS UTAMA PERTAHANKAN
PRESTASI

A (I) B (II)

KEPENTINGAN
PRIORITAS RENDAH CENDERUNG
BERLEBIHAN

C (III) D (IV)

Rendah X Tinggi

KINERJA

Gambar 2.1. Diagram Kartesius


Sumber: Martilla and James (1977)
Keterangan :
I. Kuadran ke satu (A) merupakan faktor-faktor yang dianggap penting dan
diharapkan pelanggan akan tetapi kinerja perusahaan dinilai belum
memuaskan, sehingga pihak perusahaan perlu berkonsentrasi untuk
mengalokasikan sumber dayanya guna meningkatkan performa atau
kinerja yang masuk pada kuadran ini.
II. Kuadran ke dua (B) merupakan faktor-faktor yang dianggap penting dan
diharapkan sebagai faktor penunjang kepuasan pelanggan sehingga
perusahaan wajib untuk mempertahankan prestasi kinerja tersebut yang
masuk pada kuadran ini.
III. Kuadran ke tiga (C) merupakan faktor-faktor yang dianggap mempunyai
tingkat persepsi atau kinerja aktual yang rendah dan tidak terlalu penting
ataupun tidak terlalu diharapkan oleh pelanggan, sehingga perusahaan
tidak perlu memprioritaskan atau memberikan perhatian lebih pada factor
- faktor tersebut yang masuk pada kuadran ini.
IV. Kuadran ke empat (D) merupakan faktor-faktor yang dianggap tidak
terlalu penting dan tidak terlalu diharapkan oleh pelanggan, sehingga
perusahaan lebih baik mengalokasikan sumber daya yang terkait pada
faktor tersebut kepada faktor lain yang lebih memiliki tingkat prioritas
lebih tinggi.

Anda mungkin juga menyukai