Anda di halaman 1dari 37

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perekonomian saat ini telah berkembang sangat

pesat, seiring

dengan

pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang semakin


canggih. Sehingga persaingan antar perusahaan

menjadi semakin ketat. Adanya

persaingan yang semakin ketat mendorong setiap perusahaan

untuk menetapkan

pengendalian terhadap persediaan sehingga perusahaan dapat tetap berkembang


untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Untuk dapat memenangkan persaingan tersebut, maka perusahaan harus
melakukan perubahan-perubahan yang mendorong aktivitas usaha untuk melakukan
pengawasan persediaan dan efisiensi biaya, sehingga mereka dapat menekan biaya
untuk mendukung profit yang semakin menurun seperti dengan melakukan efektivitas
persediaan barang dalam suatu perusahaan.
Persediaan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2011:14.5) persediaan diartikan
sebagai aset adalah sebagai berikut :
a) Tersedia untuk di jual dalam kegiatan usaha biasa
b) Dalam proses produksi untuk penjualan tersebut; atau
c) Dalam bentuk bahan baku atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses
produksi atau pemberian jasa
Sedangkan tujuan dari pengendalian persediaan adalah agar perusahaan tidak
kehabisan persediaan barang dagangan sehingga tidak mengakibatkan kehilangan
pendapatan serta laba usaha. Kemudian agar menjaga pembelian secara kecil-kecilan
dapat dihindari karena hal ini mengakibatkan biaya pemesanan menjadi besar.
Sehingga perusahaan mempunyai persediaan dan jumlah yang tepat, pada waktu yang
tepat, dan dalam spesifikasi atau mutu yang telah ditentukan sehingga kontinuitas
usaha dapat terjamin.
Jumlah persediaan akan menentukan atau mempengaruhi kelancaran proses
produksi serta keefektifan dan efisiensi perusahaan tersebut. Jumlah atau tingkat
persediaan yang dibutuhkan oleh perusahaan berbeda-beda untuk setiap perusahaan,
misalkan pada pabrik tergantung dari volume produksinya, jenis pabrik dan prosesnya.
Pada dasarnya semua perusahaan mengadakan perencanaan dan pengendalian
bahan dengan tujuan pokok menekan (meminimumkan) biaya dan untuk

mamaksimumkan laba dalam waktu tertentu.Efektivitas biaya persediaan ini dapat


dilakukan dengan melakukan manajemen persediaan pada perusahaan, karena tanpa
manajemen persediaan perusahaan akan mengalami kelebihan atau kekurangan
persediaan barang dagangan.
Ada beberapa alasan sehingga efektivitas perusahaan ini menjadi sangat
penting. Alasan pertama yaitu penyimpanan barang diperlukan perusahaan agar dapat
memenuhi pesanan pembeli dalam waktu yang cepat. Jika perusahaan tidak memiliki
persediaan barang dan tidak dapat memenuhi pesanan pembeli pada saat tepat, maka
kemungkinannya pembeli akan berpindah ke perusahaan lain.
Alasan yang kedua untuk berjaga-jaga pada saat barang di pasar sulit
diperoleh. Sehingga perusahaan perlu untuk menyimpannya. Selain itu karena tanpa
manajemen persediaan perusahaan akan mengalami kelebihan atau kekurangan
persediaan barang dagangan. Apabila persediaan barang dagangan yang dimiliki
perusahaan kurang dari yang dibutuhkan maka peroses kelancaran perdagangan akan
terganggu, kebutuhan pelanggan akan produksi tersebut tidak terpenuhi sehingga
perusahaan akan kehilangan konsumen dan kesempatan memperoleh laba akibat
habisnya barang dagangan.
Apabila persediaan barang dagangan berlebihan mengakibatkan penggunaan
dana yang tidak efisien karena tidak banyak modal yang tertanam untuk satu jenis
barang saja sehingga dapat meningkatkan biaya penyimpanan dan biaya perawatan
serta memperbesar risiko apabila barang tersebut rusak atau hilang.Sehingga untuk
menjawab pertanyaan ini dalam manajemen persediaan barang dipergunakan metode
Economic Order Quantity.
Model EOQ menghitung persediaan optimal dengan cara memasukan biaya
pemesanan dan penyimpanan (Hanafi, 2004:572), metode EOQ berusaha mencapai
tingkat persediaan seminimum mungkin, biaya rendah dan mutu yang lebih
baik.Perencanaan metode EOQ dalam suatu perusahaan akan mampu meminimalisasi
terjadinya out of stock sehingga tidak mengganggu proses dalam perusahaan dan
mampu menghemat biaya persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan karena
adanya efesiensi persediaan di dalam perushaan yang bersangkutan. Analisis EOQ ini
dapat digunakan dengan mudah dan praktis untuk merencanakan berapa kali
persediaan dibeli dan dalam kuantitas berapa kali pembelian.

Selain menetukan metode EOQ perusahaan juga perlu menentukan waktu


pemesanan persediaan yang akan digunakan atau reorder point (ROP) agar pembelian
yang sudah ditetapkan dalam EOQ tidak menggangu kegiatan produksi dan juga
perusahaan perlu menentukan berapa besar persediaan pengaman (safety stock) yang
ideal yang harus disediakan sehingga para pembeli tidak harus menunggu lama yang
pada akhirnya bisa beresiko kehilangan pelanggan.
UD. Kurnia Cahaya Agung

adalah perusahaan yang kegiatan utamanya

menjual furniture. Berdasarkan dokumentasi awal ternyata persediaan furniture belum


direncanakan dengan baik sehingga persediaan di gudang kurang maksimal, ini
disebabkan karena kurangnya persediaan furniture di gudang. Hal tersebut terlihat
pada saat UD.Kurnia Kurnia Cahaya Agung Furniture mendapatkan pesanan produk
furniture tertentu, barulah melakukan pemesanan.
Di sisi lain juga pernah mengalami kelebihan persediaan, sehingga biaya
penyimpanan yang meliputi biaya pemeliharaan dan biaya yang terjadi sehubungan
dengan kerusakan barang yang disimpan dalam gudang. Sehingga dengan adanya
penerapan metode EOQ ini, akan mengurangi biaya penyimpanan, penghematan
ruang gudang dan ruangan kerja serta memperkecil risiko kerusakan pada furniture
tersebut.Perusahaan harus bisa mengelola persediaan dengan baik agar dapat memiliki
persediaan yang seoptimal mungkin demi kelancaran kegiatan usaha perusahaan
tersebut.
Dari latar belakang masalah diatas, penulis tertarik untuk mengangkat judul:
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN MENGGUNAKAN METODE EOQ
DALAM UPAYA MEMINIMALKAN BIAYA (STUDI KASUS PADA UD. KURNIA
CAHAYA AGUNG FURNITURE).
1.2. Identifikasi Masalah
1. Persediaan furniture belum direncanakan dengan baik terlihat dari
sering kurangnya persediaan pada saat permintaan meningkat dan
adakalanya terjadi penumpukan persediaan yang mengakibatkan
timbulnya resiko kerusakan pada furniture serta menambah biaya
penyimpanan dan perawatan.
2. Metode penilaian belum sesuai prinsip Akuntansi.
3. Pengendalian persediaan masih sangat kurang dikarenakan belum
adanya pemisahaan tugas antara bagian pembeli dan bagian penjual.

4. Belum adanya dokumen yang lengkap.


5. Tidak adanya system persediaan yang digunakan sehingga untuk
mengetahui jumlah persediaan barang masih menggunakan cara
manual yaitu menghitung.
1.3. Batasan Masalah
Ruang lingkup pembahasan dalam skripsi ini di batasi pada permasalahan:
pengendalian persediaan belum direncanakan dengan baik,metode penilaian sesuai
prinsip akuntansi,dan pemisahaan tugas pada UD.Kurnia Cahaya Agung.
1.4. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam
persediaan pada UD. Kurnia Cahaya Agung , adalah:
1. Bagaimanakah penggunaan dari metode EOQ?
2. Bagaimanakah pengendaliaan persedian dengan metode EOQ?
3. Bagaimanakah metode EOQ dapat meminimalkan biaya?
4. Bagaimanakah penilaian persediaan sesuai prinsip akuntansi?
5. Bagaimanakah pemisahaan fungsi tugas agar terciptanya suatu pengendalian?
1.5. Tujuan
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1.
2.
3.
4.

Untuk mengetahui metode EOQ dapat meminimalkan biaya.


Untuk mengetahui pengendalian persediaan dengan metode EOQ.
Untuk mengetahui penilaian persediaan yang sesuai prinsip akuntansi.
Dan untuk mengetahui pemisahaan tugas di UD.Cahaya Agung
Furniture.

1.6. Manfaat penelitian


Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi penulis, diharapkan dapat:
a. Meningkatkan pengetahuan mengenai pengendalian persediaan.
b. Untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Akuntansi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bisnis Indonesia
Jakarta.
2. Bagi perusahaan, diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat:

a. Sebagai masukan perusahaan terkait dengan peningkatan kinerja


perusahaan.
b. Menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam hal pengambilan
keputusan yang berhubungan dengan proses persediaan.
3. Bagi pembaca, dapat manambah wawasan mengenai pengendalian persediaan
dan dapat menjadi sumber informasi masukan yang dapat digunakan dalam
penelitian selanjutnya.
1.7. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan berisikan tentang latar
belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori yang
menguraikan mengenai kajian teori, kajian terdahulu, latar belakang institusi, dan
kerangka pikir yang berhubungan dengan pembahasan dari judul diatas. Bab III
Metodologi penelitian yang menguraikan tentang metode penelitian yaitu deskripsi
objek penelitian, metode analisis data, waktu dan lokasi penelitian, jenis data yang
digunakan, metode pengumpulan data yang digunakan, teknik pengolahan dan analisis
data. Bab IV Analisa dan pembahasan yang menjabarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan dan analisis serta pembahasan hasil penelitian yang telah terkumpul terkait
dengan permasalahan yang di bahas. Bab V Simpulan dan saran, dimana dalam bab ini
akan diberikan beberapa simpulan yang diperoleh berdasarkan hasil penulisan pada
bab-bab sebelumnya. Selain itu juga akan diberikan saran-saran sebagai bahan
masukan bagi perusahaan dalam menghadapi permasalahan terkait pengenaan pajak
pertambahan nilai pada perusahaan.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Kajian Teori


II. 1. 1. Pengertian Persediaan

Setiap perusahaan baik perusahaan jasa, perusahaan dagang danperusahaan


manufaktur selalu berusaha untuk mengadakan persediaan. Dengan tersedianya
persediaan bahan baku maka diharapkan sebuah perusahaan dapat melakukan proses
produksi sesuai kebutuhan atau permintaan konsumen. Jika persediaan tidak ada,
perusahaan dikhawatirkan tidak dapat memenuhi kebutuhan proses produksi dan tidak
dapat memenuhi keinginan konsumen pada waktu tertentu. Hal ini dapat
mempengaruhi keuntungan yang akan diperoleh perusahaan.
Untuk memperjelas pengertian tentang persediaan, ada beberapa pendapat tentang
persediaan diantaranya adalah :
1. Menurut Sofan Assauri (1980:176)
Persediaan adalah sebagai suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik
perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang
normal, atau sediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan/ proses
produksi ataupun sediaan bahan baku yang menunggu pengunaannya dalam
suatu proses produksi.
2. Menurut Harsono (1980:87)
Persediaan meliputi :
a) Raw Material, yaitu bahan mentah yang belum pernah diproses sejak
penerimaan barang di gudang.
b) Material in Process, yaitu barang-barang yang telah mengalami pemrosesan
tetapi belum selesai.
c) Supplies Inventory, yaitu bahan-bahan yang diperlukan untuk membantu
terlaksananya proses produksi, tetapi bahan tersebut tidak nampak pada produk
akhir.
d) Final goods, yaitu barang yang telah selesai dikerjakan dan siap untuk dijual.

3. Menurut Prawirosentono (2001:61)


Persediaan adalah aktiva lancar yang terdapat dalam perusahaan dalam bentuk
persediaan bahan mentah (bahan baku / raw material, bahan setengah jadi /
work in process dan barang jadi / finished goods).
4. Menurut Soemarsono (1999:246)
Persediaan sebagai barang-barang yang dimiliki perusahaan untuk dijual
kembali atau digunakan dalam kegiatan perusahaan.

5. Menurut Rangkuti (2004:1) persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi


barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu
periode usaha tertentu, atau persediaan barang-barang yang masih dalam
pengerjaan atau proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang
menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa persediaan adalah aktiva yang
dimiliki perusahaan baik berupa bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi
yang digunakan perusahaan untuk kelancaran kegiatan normal perusahaan dalam
rangka memenuhi permintaan konsumen.
II.1. 2. Sifat Persediaan

Selain fungsi dan tujuan seperti yang dijelaskan di atas, persediaan pun
memiliki sifat-sifat yang tidak bisa disamakan dengan harta lainnya yang dimiliki oleh
perusahaan. Sifat persediaaan dijelaskan menurut Sukrisno Agoes (2007 : 205) yaitu :
1. Biasanya merupakan aktiva lancar (current assets), karena masa perputarannya
biasanya kurang atau sama dengan satu tahun.
2. Merupakan jumlah yang besar, terutama dalam perusahaan dagang dan
industri.
3. Mempunyai pengaruh yang besar terhadap neraca dan perhitungan rugi laba,
karena kesalahan dalam menentukan dalam menentukan persediaan pada akhir
periode akan mengakibatkan kesalahan dalam jumlah aktiva lancar dan total
aktiva, harga pokok penjualan, laba kotor dan laba bersih, taksiran pajak
penghasilan, pembagian deviden dan rugi laba ditahan, kesalahan tersebut
akan terbawa ke laporan keuangan periode berikutnya.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat
persediaan merupakan aktiva lancar yang jumlahnya besar dan mempunyaipengaruh
yang besar terhadap neraca dan perhitungan laba rugi.
II.1. 3. Penggolongan Persediaan
Di dalam pengolongan persediaan sangat dipengaruhi oleh sifat dan jenis usaha
perusahaan yang bersangkutan. Pada perusahaan dagang, persediaan terdiri dari berbagai
macam dan jenis, dimana barang-barang yang dibeli akan diperjualbelikan kembali oleh
perusahaan. Oleh sebab itu, dalam perusahaan dagang umumnya hanya dikenal satu jenis
persediaan, yaitu persediaan barang dagang yang merupakan produk selesai.

Perusahaan manufaktur juga memiliki persediaan, akan tetapi berbeda dengan


perusahaan dagang, pada perusahaan manufaktur tidak semua persediaan siap untuk
dijual. Oleh sebab itu persediaan pada perusahaan manufaktur umumnya terdiri dari 3
jenis yaitu persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses, dan persediaan barang
jadi.Selain penggolongan tersebut persediaan juga dapat digolongkan menurut jenisnya,
yaitu (Assauri, 1990:222):
1. Persediaan bahan baku (raw material)Yaitu persediaan barang-barang berwujud
yang digunakan dalam proses produksi. Bahan baku dapat diperoleh dari sumbersumber alam atau dibeli dari supplier atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk
digunakan dalam proses produksi selanjutnya
2. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts)yaitu persediaan
barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari
perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.
3. Persediaan bahan pembantu atau penolong yaitu persediaan barang-barang yang
diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen
barang jadi.
4. Persediaan barang dalam proses (work in process) yaitu persediaan barang-barang
yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang
telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi
barang jadi.
5. Persediaan barang jadi (finished goods) yaitu persediaan barang-barang yang telah
selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim pada
pelanggan.
II. 1. 4. Fungsi Persediaan
Fungsi persediaan menurut Freddy Rangkuti (2004: 15)
1. Batch stok atau lot size inventory
Persediaan lot size perlu mempertimbangkan penghematan-penghematan atau
potongan pembelian, biaya pengakutan per unit menjadi lebih murah dan sebagainya. Hal
ini disebabkan karena perusahaan melakukan pembelian kuantitas yang lebih besar,
dibandingkan dengan biaya-biaya yang timbul karena besarnya persediaan (biaya sewa
gedung, investasi,risiko, dan sebagainya). Jadi keuntungan yang akan diperoleh dari
adanya batch stock atau lot size inventory ini adalah:
a. Memperoleh potongan pembelian.
b. Memperoleh efisiensi produksi (manufacturing econimics) karenaadanya
operasi atau production run yang lebih lama.
c. Adanya penghematan di dalam biaya angkut.

2. Fungsi Decoupling
Adalah persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan
pelanggan tanpa tergantung supplier. Persediaan bahan mentah diadakan agar perusahaan
tidak akan sepenuhnya tergantung pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu
pengiriman. Persediaan barang dalam proses diadakan agar departemen-departemen dan
proses individual perusahaan terjaga kebebasannya. Persediaan barang jadi diperlukan
untuk memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari para pelanggan. Persediaan
untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau
diramal disebut fluktuasi stock.
3. Fungsi Antisipasi
Apabila perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan
atau diramalkan berdasar pengalaman atau data-data masalalu, yaitu permintaan musiman.
Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan persediaan musiman. Disamping itu,
perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan
permintaan akan barang selama periode tertentu. Dalam hal ini perusahaan memelukan
persediaan ekstra yang disebut persediaan pengaman (safety stock).
Selain fungsi-fungsi diatas, menurut Herjanto (1997:168) terdapat enam fungsi
penting yang dikandung oleh persediaan dalam memenuhi kebutuhan perusahaan antara
lain:
1. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang
dibutuhkan perusahaan.
2. Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus
dikembalikan.
3. Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi.
4. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga
perusahaan tidak akan sulit bila bahan tersebut tidak tersedia dipasaran.
5. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan kuantitas
(quantity discount).
6. Memberikan pelayanan kepada langganan dengan tersediaanya barang yang
diperlukan.
II. 1. 5. Alasan Diadakannya Persediaan
Pada prinsipnya semua perusahaan melaksanakan proses produksi akan
menyelenggarakan persediaan bahan baku untuk kelangsungan proses produksi dalam

10

perusahaan tersebut. Beberapa hal yang menyebabkan suatu perusahaan harus


menyelenggarakan persediaan bahan baku menurut Ahyari (2003:150),adalah:
1. Bahan yang akan digunakan untuk pelaksanaan proses produksi perusahaan
tersebut tidak dapat dibeli atau didatangkan secara satu persatu dalam jumlah unit
yang diperlukan perusahaan serta pada saat barang tersebut akan dipergunakan
untuk proses produksi perusahaan tersebut. Bahan baku tersebut pada umumnya
akan dibeli dalam jumlah tertentu,dimana jumlah tertentu ini akan dipergunakan
untuk menunjang pelaksanaan proses produksi perusahaan yang bersangkutan
dalam beberapa waktu tertentu pula. Dengan keadaan semacam ini maka
bahanbaku yang sudah dibeli oleh perusahaan namun belum dipergunakan untuk
proses produksi akan masuk sebagai persediaan bahan baku dalam perusahaan
tersebut.
2. Apabila perusahaan tidak mempunyai persediaan bahan baku, sedangkan bahan
baku yang dipesan belum datang maka pelaksanaan proses produksi dalam
perusahaan tersebut akan terganggu. Ketidakadanya bahan baku tersebut akan
mengakibatkan terhentinya pelaksanaan proses produksi, pengadaan bahan baku
dengan cara tersebut akan membawa konsekuensi bertambah tingginya harga beli
bahan baku yang dipergunakan oleh perusahaan. Keadaan tersebut tentunya akan
membawa kerugian bagi perusahaan.
3. Untuk menghindari kekurangan bahan baku tersebut, maka suatu perusahaan
dapat menyediakan bahan baku dalam jumlah yang banyak.Tetapi persediaan
bahan baku dalam jumlah besar tersebut akan mengakibatkan terjadinya biaya
persediaan bahan yang semakian besar juga. Besarnya biaya yang semakin besar
ini berarti akan mengurangi keuntungan perusahaan. Disamping itu, resiko
kerusakan bahan juga akan bertambah besar apabila persediaan bahan bakunya
besar. Menurut Assauri (1990: 220) ada beberapa hal yang menyebabkan
perusahaan mengadakan persediaan:
a. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang-barang atau bahan-bahan
yang dibutuhkan perusahaan.
b. Menghilangkan resiko dari materi yang dipesan berkualitas tidak baik sehingga
harus dikembalikan.
c. Mengantisipasi bahan-bahan yang dihasilkan musiman sehingga dapat digunakan
bila bahan itu tidak ada dalam pasaran.
d. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus
produksi.
e. Mencapai penggunaan mesin yang optimal. Memberikan pelayanan kepada

pelanggan dengan sebaik-baiknya diman keinginan pelanggan pada suatu

11

waktu dapat dipenuhi dengan memberikan jaminan tetap tersedianya bahan


tersebut.
Disamping alasan alas an diadakannya persediaan ada beberapa keuntungan
menurut Sofyan Assauri (2008:238), diantaranya :
1. Menghilakan risiko keterlambatan datangnya barang atau bahan bahan yang
dibutuhkan perusahaan.
2. Menghilangkan risiko material yang dipesan tidak baik sehingga harus
dikembalikan.
3. Untuk menumpuk bahan - bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga
dapat digunakan bila bahan itu tidak ada dalam pasaran.
4. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancara arus
produksi.
5. Mencapai penggunaan mesin yang optimal.
6. Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan sebaik - baiknya. Dimana
keinginan pada satu waktu dapat dipenuhi atau memberikan jaminan tetap
tersedianya barang jadi tersebut.
7. Membuat pengadaan atau produksi, tidak perlu sesuai dengan penggunaan atau
penjualannya.
Selanjutnya keuntungan tersebut menurutT. Hani Handoko (2000:152), ada
beberapa masalah yang harus diperhatikan oleh perusahaan apabilamengadakan
persediaan, diantaranya:
A. Persediaan bahan baku terlalu besar, kerugiannya adalah :
1) Biaya penyimpanan atau pergudangan yang menjadi tanggungan perusahaan
akan semakin besar, risiko kehilanggan, risiko kerusakan bahan baku, dalam
penyimpanan, risiko kadaluarsa, risiko penurunan kualitas barang.
2) Penyelenggaraan persediaan bahan baku yang terlalu besarakan berarti
perusahaan tersebut harus mempersiapkan dana yang cukup besar pula untuk
mengadakan pembelian bahan baku.
3) Tingginya biaya penyimpanan yang ada di perusahaan tersebut serta investasi
didalam persediaan bahan baku dari perusahaan tersebutakan mengakibatkan
berkurangnya adanya untuk pembiayaan dan investasi di bidang-bidang yang
lain.
4) Apabila persediaan bahan baku yang disimpan dalam perusahaan ini semakin
besar, maka terjadinya penurunan harga pasar yang merupakan kerugian yang
tidak sedikit bagi perusahaan yang bersangkutan.
B. Persediaan bahan baku yang terlalu kecil juga menyebabkan kerugian
diantaranya adalah:

12

1) Persediaan bahan baku dalam jumlah yang kecil kadang kadang tidak dapat
memenuhi kebutuhan perusahaan yang bersangkutan untuk pelaksanaan proses
produksi.
2) Apabila perusahaan tersebut seringkali kehabisan bahan baku untuk
pelaksanaan proses produksinya, maka pelaksanaannya proses produksi dalam
perusahaan yang bersangkutan tidak akan bisa berjalan dengan lancar.
Akibatnya kualitas dan kuantitas dari produk akhir yang dihasilkan perusahaan
ini menjadi sering berubah pula.
3) Persediaan bahan baku yang rata-rata jumlah unitnya relative kecilakan
mengakibatkan frekuensi pembelian-pembelian bahan bakuakan menjadi
semakin besar seiring dengan bertambahnya frekuensipembelian bahan baku,
maka akan mengakibatkan bertambah besarpula biaya pemesanan.

II. 1. 6. Faktor Yang Mempengaruhi Persediaan Bahan Baku


Dalam

menyelenggarankan

bahan

baku

untuk

proses

produksi,

terdapatbeberapa faktor yang akan mempengaruhi persediaan bahan baku. Faktor


yangmempengaruhi bahan baku menurut Ahyari (1999: 4-6), antara lain:
1. Perkiraan pemakaian bahan baku
Sebelum perusahaan mengadakan pembelian bahan baku, manajemen harus dapat
membuat perkiraan bahan baku yang akan digunakan dalam proses produksi pada
suatu periode.
2. Harga bahan baku
Harga bahan baku merupakan dasar perhitungan berapa besar dana perusahaan
yang harus disediakan dalam persediaan bahan baku ini.
3. Biaya-biaya persediaan
Biaya-biaya persediaan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan
untuk menyelenggarakan persediaan bahan baku yang diperhitungkan dalam
penentuan besarnya persediaan bahan baku.
4. Kebijaksanaan pembelanjaan
Seberapa besar persediaan bahan baku akan mendapatkan dana dari perusahaan
akan tergantung pada kebijaksanaan pembelanjaan perusahaan tersebut.
5. Pemakaian bahan baku senyatanya

13

Pemakaian bahan baku senyatanya dari periode-periode lalu merupakan salah satu
faktor yang dapat digunakan untuk menyusun perkiraan kebutuhan bahan baku
mendekati pada kenyataannya.
6. Waktu tunggu (leadtime)
Waktu tunggu adalah tenggang waktu yang diperlukan antara saat pemesanan
bahan baku sampai dengan datangnya bahan baku itu sendiri.
II. 1. 7. Biaya-biaya Persediaan Bahan Baku

Menurut Schroeder (1995:8) banyak keputusan persoalan persediaan dapat


dipecahkan dengan penggunaan kriteria ekonomi. Namun, satu dari prasyarat yang
paling penting adalah suatu pemahaman tentang struktur biaya. Struktur biaya sediaan
menggabungkan empat tipe biaya berikut :
a. Biaya satuan produksi (item cost). Biaya ini merupakan biaya membeli
atau memproduksi satuan barang sediaan secara individu. Biaya satuan
barang ini biasanya diungkapkan sebagai suatu biaya per unit yang
digandakan oleh kuantitas yang diperoleh atau diproduksi. Kadangkadang biaya satuan dipotong jika cukup unit yang dibeli pada satu
waktu.
b. Biaya pemesanan atau biaya persiapan (ordering or setup cost). Biaya
pemesanan dihubungkan dengan pemesanan suatu tumpukan atau
partai dari satuan-satuan barang. Biaya pemesanan tidak bergantung
pada jumlah satuan terdapat dua biaya utama yang berhubungan
dengan masalah persediaan. Jika persediaan berupa bahan yang
dipesan; biaya ini dibebankan ke seluruh tumpukan. Biaya ini termasuk
pengetikan

pesanan

pembelian,

pengiriman

pesanan,

biaya

pengangkutan, biaya penerimaan, dan seterusnya.


c. Biaya pengadaan atau penyimpanan (carrying or holding cost). Biaya
pengadaan atau penyimpanan berhubungan dengan penyimpanan satusatuan barang dalam sediaan untuk suatu periode waktu.
Biaya pengadaan biasanya terdiri dari tiga komponen :
1. Biaya modal. Apabila satuan-satuan barang diadakan dalam sediaan,
modal yang ditanamkan tidak dapat digunakan untuk maksud lainnya.
Hal ini menunjukkan suatu biaya dari peluang yang hilang untuk
investasi lain, yang digunakan untuk sediaan sebagai suatu biaya
peluang.

14

2. Biaya penyimpanan. Biaya ini mencakup biaya variabel, assuransi, dan


pajak. Dalam beberapa kasus, sebagian dari biaya penyimpanan adalah
tetap, misalnya jika suatu gudang dimiliki dan tidak dapat digunakan
untuk maksud lain. Biaya tetap demikian seharusnya tidak dimasukkan
dalam biaya penyimpanan sediaan. Sebaliknya, pajak dan assuransi
harus dimasukkan hanya jika bervariasi sesuai dengan tingkat sediaan.
3. Biaya keusangan, kemerosotan, dan kehilangan. Biaya keusangan harus
ditempatkan ke satuan-satuan barang yang memiliki resiko tinggi untuk
menjadi usang, semakin tinggi resiko semakin tinggi biaya. Produk produk yang mudah rusak harus dibebani dengan biaya kemerosotan
jika satuan barang merosot sepanjang waktu, misalnya makanan dan
darah. Biaya kehilangan memasukkan biaya kecurian dan kerusakan
yang dikaitkan dengan penyimpanan satuan-satuan barang dalam
sediaan.
d. Biaya kehabisan stok (stockout cost). Biaya kehabisan stok
mencerminkan konsekuensi ekonomi atas habisnya stok.
Menurut Siswanto (2007:122) biaya-biaya yang digunakan dalam analisis
persediaan:
a. Biaya Pesan (Ordering Cost)
Biaya pesan timbul pada saat terjadi proses pemesanan suatu barang. Biaya biaya pembuatan surat, telepon, fax, dan biaya-biaya overhead lainnya
yangsecara proporsional timbul karena proses pembuatan sebuah pesanan
barang adalah contoh biaya pesan.
b. Biaya Simpan (Carrying Cost atau Holding Cost)
Biaya simpan timbul pada saat terjadi proses penyimpanan suatu barang. Sewa
gudang, premi assuransi, biaya keamanan dan biaya-biaya overhead lain yang
relevan atau timbul karena proses penyimpanan suatu barang adalah contoh
biaya simpan. Dalam hal ini, jelas sekali bahwa biaya-biaya yang tetap muncul
meskipun persediaan tidak ada adalah bukan termasuk dalam kategori biaya
simpan.
c. Biaya Kehabisan Persediaan (Stockout Cost)
Biaya kehabisan persediaan timbul pada saat persediaan habis atau tidak
tersedia. Termasuk dalam kategori biaya ini adalah kerugian karena mesin

15

berhenti atau karyawan tidak bekerja. Peluang yang hilang untuk memperoleh
keuntungan.
d. Biaya Pembelian (Purchase Cost)
Biaya pembelian timbul pada saat pembelian suatu barang. Secara sederhana
biaya -biaya yang termasuk dalam kategori ini adalah biaya-biaya yang harus
dikeluarkan untuk membayar pembelian persediaan.
II. 1. 8. Metode Penilaian Persediaan

Penentuan harga pokok persediaan sangat bergantung dari metodepenilaian


yang dipakai. Masalah yang sering timbul dalam penentuan metode yang dipakai
adalah; bagaiman menentukan harga poko persediaan seandainyamasing-masing unit
dari produk yang sama dibeli dengan harga yang berlainan.Sebelum menentukan
metode mana yang lebih sesuai untuk suatuperusahaan, maka ada beberapa cara yang
dapat digunakan menurutSofyanAssauri (2008:244) diantaranya adalah:
1) CaraFirst In, First Out (FIFO Method)
Cara ini didasarkan atas asumsi bahwa harga barang yang sudah terjadi dinilai
menurut harga pembelian barang yang terdahulu masuk. Dengan demikian
persediaan akhir dinilai menurut harga pembelian barang akhir yang masuk.
Kelebihan metode ini yaitu dalam suatu inflasi, penggunaan metode FIFO
akan menghasilkan jumlah laba bersih yang tinggi dibandingkan dengan
metode lainnya. Sedangkan kelemahannya yaitu bahwa ada kecenderungan
memaksimalkan dampak kenaikan inflasi atau deflasi terhadap jumlah yang
dilaporkan sebagai laba bersih.
2) Cara Rata - rata Tertimbang (Weight Average Method)
Cara ini berbeda dengan cara yang dijelaskan sebelumnya karena didasarkan
atas harga rata - rata dimana harga tersebut dipengaruhi oleh jumlah barang
yang diperoleh pada masing - masing harganya. Dengan demikian persediaan
yang dinilai berdasarkan harga rata - rata. Kelebihan metode ini yaitu
penetapan persediaan dapat dikatakan bebas dari naik turunnya harga,
sehingga laba bersih yang dilaporkan atau harga pokok persediaan menjadi
titik berpengaruh. Sedangkan kelemahan metode ini adalah terletak pada
sistem pencatatan akan lebih banyak dibandingkan dengan kedua metode
lainnya. Tambahan bebab administrasi akan lebih besar apabila frekuensi
pembelian cukup banyak dan jenis barang yang dibeli bermacam - macam.

16

3) Cara Last In, First Out (LIFO Method)


Cara ini didasarkan atas asumsi bahwa barang yang telah terjual dinilai
menurut harga pembelian yang terakhir masuk. Sehingga persediaan yang
masih ada (stock), dinilai berdasarkan harga pembelian barang yang terdahulu.
Sebagai contoh perusahaan yang menerapkan metode ini pada umumnya
terdapat pada perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat perputaran (turn
over) penjualan yang sangat tinggi. Kelebihan metode ini yaitu terletak dalam
laporan laba rugi, metode LIFO memberikan nilai yang tertinggi terhadap
barang yang dijual.
4) Perbandingan atas Hasil Penilaian
Bilamana

keadaan

harga

adalah

stabil,

maka

semua

cara

penilaianmenghasilkan angka yang sama. Akan tetapi bila fluktuasi harga


tidakstabil maka masing-masing cara akanmenghasilkan angka yang berbeda.
II. 1. 9. Pengertian Pengendalian Persediaan
Pengendalian merupakan suatu cara atau meode yang dilakukan perusahaan
didalam mengatasi permasalahan yang muncul. Pengendalian dalam hal ini adalah
pengendalian persediaan.Pengendalian persediaan yang dilakukan perusahaan adalah
menetapkan dan menentukan keputusan yang tepat dan benar didalam menyimpan,
memesan dan mengatasi masalah yang timbul akibat adanya persediaan.
Menurut Assauri,Sofyan (2004), pengendalian persediaan adalah salah satu
kegiatan dari urutan kegiatan kegiatan yang bertujuan erat satu sama lain dalam seluruh
operasi produksi perusahaan tersebut sesuai dengan apa yang telah direncanakan lebih
dulu baik waktu, jumlah, kuantitas maupun biayanya.
Oleh karena itu perusahaan mengadakan suatu tingkat persediaan yang tepat
karena bila persediaan terlalu berlebihan berarti lebih banyak modal yang tertanam dan
biaya biaya yang ditimbulkan dari persediaan tersebut akan besar jumlahnya dan bila
persediaan terlalu kecil akan mengganggu kelancaran dari kegiatan produksi perusahaan.
Menurut , Sofyan (1993), pengendalian persediaan oleh perusahaan mempunyai
tujuan untuk menghindari agar jangan sampai terjadi kehabisan bahan baku pada
perusahaan, sehingga proses produksi dapat terus berjalan yang kedua untuk menhindari
pemesanan bahan baku yang berlebihan dan yang ketiga menghindari pembelian dalam
kuantitas kecil dengan frekuensi pemesanan yang sering, sehingga biaya pemesanan
menjadi tinggi.

17

Pengendalian persediaan oleh perusahaan oleh perusahaan sangat penting untuk


menghindari dan mencegah supaya perusahaan tidak mengalami kehabisan bahan baku,
menghindari pemesanan bahan baku yang berlebihan serta menghindari kuanitas dalam
pembelian kecil.
Pengendalian merupakan pengabungan dari dua pengertian yang saling
berhubungan yaitu perencanaan dan pengawasan. Pengawasan tanpa adanya perencanaan
terlebih dahulu tidak ada artinya, demikian juga sebaliknya perencanaan tidak akan
menghasikan sesuatu tanpa adanya pengawasan. Menurut Widjaja (1996: 4), perencanaan
adalah proses untuk memutuskan tindakan apa yang akan diambil dimasa depan.
Perencanan persediaan merupakan suatu hal yang penting dalam mengadakan
persediaan bahan baku. Perencanaan persediaan dilakukan oleh perusahaan dengan tujuan
pokok agar persediaan tersedia dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan proses
produksi atau permintaan pelanggan dan dengan biaya terendah.
Pengawasan bahan adalah suatu fungsi terkoordinasi di dalam organisai yang terus
menerus disempurnakan untuk meletakan pertanggung jawaban atas pengelolaan bahan
baku dan persediaan pada umumnya, serta menyelenggarakan suatu pengendalian internal
yang menjamin adanya dokumen dasar pembukuan yang mendukung sahnya suatu
transaksi yang berhubungan dengan bahan, pengawasan bahan meliputi pengawasan fisik
dan pengawasan nilai atau rupiah bahan (Supriyono, 1999: 400). Ahyari (1999:56)
menambahkan cara melakukan pengawasan fisik terhadap persediaan barang adalah :
1. Setelah bahan baku diterima, pada umumnya segera dimasukkan kedalam gudang
fasilitas penyimpanan bahan baku.
2. Penulisan identitas yang jelas bagi masing-masing gudang dan isinya untuk
mencegah terjadinya kekeliruan atau pencampuran bahan baku.
3. Pembungkusan/ pengepakan yang cukup baik agar tidak terjadi kerusakan selama
masa tunggu.
4. Pengadaan bahan untuk mencegah terjadinya penungguan yang tidak merata.
5. Bahan baku yang punya batas waktu penggunaan, maka batas waktu tersebut
harus ditulis agar bahan tidak kadaluarsa.
6. Mengadakan pemeriksaan gudang atau perhitungan fisik (stock opname)secara
berkala, misal sebulan sekali atau akhir periode.
Kegiatan pengawasan persediaan dapat meliputi penentuan atas tingkat dan
komposisi persediaan, pengaturan dan pengawasan atau pelaksanaan pengadaan bahanbahan yang diperlukan sesuai dengan jumlah dan waktu yang dibutuhkan dengan biaya
yang serendah-rendahnya.

18

Menurut Widjaja (1996: 3), pengendalian adalah proses manajemen yang


memastikan dirinya sendiri sejauh hal itu memungkinkan, bahwa kegiatan yang
dijalankan oleh anggota dari suatu organisasi sesuai dengan rencana dan kebijaksanaanya.
II. 1. 10. Tujuan Pengendalian
Menurut Assauri (1980) tujuan pengendalian persediaan dapat diartikansebagai
usaha untuk:
1. Menjaga agar perusahaan tidak kehabisan persediaan sehingga proses produksi
produksi tidak terganggu.
2. Menjaga agar persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebihan,
sehingga biaya yang timbul tidak terlalu besar juga.
3. Menjaga agar pembelian bahan secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena akan
berakibat pada biaya pemesanan yang besar.
Tujuan dasar pengendalian adalah kemampuan untuk melakukan pemesanan pada
waktu yang tepat dengan pemasok terbaik untuk memperoleh jumlah yang tepat pada
harga dan kualitas yang tepat.

II. 1. 11. Prinsip-Prinsip Pengendalian


Menurut Matz (1994: 230), sistem dan teknik pengendalian persediaan harus
didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
1. Persediaan diciptakan dari pembelian
a. Bahan dan suku cadang.
b. Tambahan biaya pekerja dan overhead untuk mengelola bahan menjadi
barang jadi.
2. Persediaan berkurang melalui penjualan dan perusakan.
3. Perkiraan yang tepat atas rencana penjualan dan produksi merupakan hal yang
4.

penting bagi pembelian, penanganan, dan investasi bahan yang efisien.


Kebijakan manajemen, yang berupaya menciptakan keseimbangan antara
keaneka ragaman dan kualitas persediaan bagi operasi yang efisien dengan biaya
pemilikan persediaan tersebut merupakan faktor yang paling utama dalam

menentukan investasi persediaan.


5. Pemesanan bahan merupakan tanggapan terhadap perkiraan dan penyusunan
rencana pengendalian produksi.
6. Pencatatan persediaan saja tidak akan mencapai pengendalian atas persediaan.
7. Pengendalian bersifat komparatif dan relatif, tidak mutlak.
Oleh karena itu, Matz (1994: 229) berpendapat bahwa pengendalian persediaan
yang efektif harus:

19

a. Menyediakan bahan dan suku cadang yang dibutuhkan bagi operasi yang efisien
dan lancar.
b. Menyediakan cukup banyak persediaan dalam periode kekurangan pasokan
(musiman, siklus atau pemogokan), dan dapat mengantisipasi perubahan harga.
c. Menyiapkan bahan dengan waktu dan biaya penanganan yang minimum serta
melindunginya dari kebakaran, pencurian, dan kerusakan selama bahan tersebut
ditangani.
d. Mengusahakan agar jumlah persediaan yang tidak terpakai, berlebih, atau yang
rusak sekecil mungkin dengan melaporkan perubahan produk secara sistematik,
dimana perubahan tersebut mungkin akan mempengaruhibahan suku cadang.
e. Menjamin kemandirian persediaan bagi pengiriman yang tepat waktu kepada
pelanggan.
f. Menjaga agar jumlah modal yang diinvestasikan dalam persediaan berada pada
tingkat yang konsisten dengan kebutuhan operasi dan rencana manajemen.
II. 1. 12. Metode Mengelola Persediaan
Dalam perusahaan mengelola persediaan ada beberapa metode yang biasanya
dilakukan oleh perusahaan dalam mengatasi masalah persediaan yaitu dalam
meminimumkan biaya persediaan diantaranya adalah dengan menggunakan metode ABC
System, EOQ (Economic Order Quantity), Re Order Point, Requirement Palnning System
(MRP) dan Just in time.
1. ABC System, system ini mengelompokan persediaan kedalam 3 kelompok A,B,C,
yang masuk kelompok A adalah item - item persediaan yang memerlukan dana
paling banyak. Biasanya item item ini merupakan 10% dari seluruh persediaan
tetapi membutuhkan dana 50% dari seluruh invenstasi persediaan. Kelompok B
adalah item item persediaan yang memerlukan dana terbesar kedua 30% dengan
kuantitas berkisar 30% dari total persediaan, dan kelompok C adalah item item
yang memerlikan dana sedikit 20% tetapi kuantitasnya banyak 60%.
2. Economic Order Quantity (EOQ)
Tehnik ini merupakan tehnik manajemen persediaan dengan pendekatan bahwa
biaya persediaan akan minimal dengan menentukan berapan jumlah pemesanan
yang optimal setiap kali melakukan pemesanan.Asumsi yang mendasari tehnik ini
adalah bahwa kebutuhan dalam suatu periode dapat diprediksi dengan baik karena
pola kebutuhan persediaan setiap hari juamlahnya sama.
3. Reorder Point
Bila perusahaan menggunakan EOQ, perlu ditindaklanjuti dengna kapan harus
melakukan pemesanan kembali (reorder point). Reorder point dihitung dengan
menghitung waktu tunggu per hari dikali dengan kebutuhan harian.

20

4. Material Requirement Planning System (MRP)


MRP digunakan untuk menentukan item apa yang perlu segera dipesan, kapan
melakukan pesanan dan item mana yang perlu mendapatakan prioritas dalam
pemesanan.MRP menggunakan konsep EOQ untuk menentukan berapa banyak
yang dipesan.
5. Just in Time (JIT)
JIT digunakan untuk meminimumkan invenstasi dalam persediaan.Prinsipnya

bahwa material harus datang tepat pada waktu dibutuhkan untuk produksi,
dengan demikian investasi persediaan dapat diminimumkan sehingga biaya
persediaanya juga dapat diminimumkan.
Perusahaan dalam mengendalikan persediaan tergantung dari perusahaan
menggunakan metode persediaan dan menerapakan sistem yang efektif serta efisien
untuk meminimumkan biaya persediaan. Metode mengelola persediaan dalam
penelitian ini yang akan diterapkan adalah dengan menggunakan metode EOQ
(Economic Order Quantity) dalam meminimumkan biaya persediaan supaya
perusahaan dapat menekan biaya persediaan.

II. 1.13. Metode EOQ


II. 1.13. Sejarah Economic Order Quantity (EOQ)

Menurut pendapat (Zulfikarizah:2005), pada tahun 1915 FW. Harris


mengembangkan rumus yang cukup terkenal yaitu Economic Order Quantity (EOQ).
Rumus ini banyak digunakan di perusahaan atas suatu usaha yang dilakukan oleh
seorang konsultan yang bernama Willson. Oleh karena itu rumus ini sering disebut
dengan

EOQ

Willson,

walaupun

yang

mengembangkan

FW.Harris.

Walaupun Economic Order Quantity (EOQ) merupakan teknik penentu persediaan


tertua, namun Economic Order Quantity (EOQ) dengan variasinya banyak digunakan
di perusahaan untuk permintaan tersendiri dalam manajemen persediaan karena relatif
mudah digunakan.
II. 1.14. Pengertian EOQ (Economic Order Quantity)
Economic Order Quantity (EOQ) merupakan salah satu model manajemen
persediaan. EOQ sangat berguna untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang
dapat meminimalkan biaya penyimpanan dan biaya pemesanan persediaan. EOQ juga
berguna untuk mengatasi masalah berkaitan dengan ketidakpastian melalui persediaan

21

pengaman (safety stock). Untuk memperjelas pengertian tentang Economic order Quantity
(EOQ), ada beberapa pendapat tentang Economic Order Quantity diantaranya adalah :
1. Menurut Gitosudarmo, (2002: 101)
Economic Order Quantity (EOQ) adalah merupakan volume atau jumlah
pembelian yang paling ekonomis untuk dilaksanakan pada setiap kali pembelian. Untuk
memenuhi

kebutuhan

itu

maka

dapat

diperhitungkan

pemenuhan

kebutuhan

(pembeliannya) yang paling ekonomis yaitusejumlah barang yang akan dapat diperoleh
dengan pembelian dengan menggunakan biaya yang minimal.
2. Menurut Yamit, (1999: 47)
Economic Order Quantity (EOQ) adalah jumlah pesanan yang dapat
meminimumkan total biaya persediaan, pembelian yang optimal. Untuk mencari berapa
total bahan yang tetap untuk dibeli dalam setiap kali pembelian untuk menutup kebutuhan
selama satu periode.
3. Menurut Riyanto (2001)
Economic Order Quantity (EOQ) adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh
dengan biaya yang minimal, atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang
optimal. EOQ adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang

minimal, atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal.


EOQ adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang
minimal, atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal. Pada
pendekatan Economic Order Quantity (EOQ), tingkat ekonomis dicapai pada
keseimbangan antara biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Berdasarkan pernyataan
di atas, dapat disimpulkan bahwa EOQ adalah jumlah pembelian optimal yang yang
bertujuan untuk meminimalkan biaya persediaan. Pada pendekatan Economic Order
Quantity (EOQ), tingkat ekonomis dicapai pada keseimbangan antara biaya pemesanan
dan biaya penyimpanan. Jika persediaan besar maka biaya pemesanan akan turun tetapi
biaya penyimpanan naik.Sebaliknya, jika persediaan kecil maka biaya pemesanan akan
naik tetapi biaya penyimpanan turun. Dalam menentukan EOQ sangat dipengaruhi oleh
faktor tinggi rendahnya tingkat permintaan bahan baku hingga datangnya pesanan.

Dengan adanya faktor tersebut maka EOQ diklasifikasikan menjadi 2 model yaitu
EOQ model deterministik dan probabilistik.
A. EOQ Deterministik

22

EOQ deterministik adalah suatu model EOQ dimana parameter sistem


pengawasan sediaan dianggap selalu sama atau tidak berubah. Asumsi-asumsi yang
digunakan untuk EOQ deterministik adalah:
1. Selama periode yang bersangkutan tingkat harga barang konstan.
2. Setiap saat akan diadakan pembelian selalu ada dana.
3. Pemakaian bahan relative stabil dari waktu ke waktu selama periode yang
bersangkutan.
4. Bahan yang bersangkutan selalu tersedia di pasar setiap saat akan dibeli.
5. Fasilitas penyimpanan selalu tersedia berapa kalipun pembeliaan akan diadakan.
6. Tidak ada kehendak manajemen dalam berspekulasi.
B. EOQ Probabilistik
EOQ probabilistik adalah suatu model EOQ dimana parameter-parameter dari
sistem pengawasan persediaan tidak dapat diketahui dengan pasti.
Menurut (Siswanto, 1985: 102), suatu model dikatakan probabilistik apabila
satu dari demand atau leadtime atau bahkan keduanya tidak dapat diketahui dengan
pasti dimana perilakunya harus diuraikan dengan distribusi probabilitas.
Dalam model probabilistik yang menjadi hal pokok adalah analisis perilaku
persediaan selama lead time. Karena pada kondisi ini, lead time dan demand bersifat
probabilistik, maka akan ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi:
1. Demand atau tingkat pemakaian tidak tetap namun leadtime atau periode
datangnya pesanan tetap.
2. Leadtime tidak tetap namun demand tetap.
3. Demand dan leadtime tidak tetap.
Apabila Demand atau tingkat pemakaian tidak tetap namun leadtime atauperiode
datangnya pesanan tetap, maka sebelum menentukan kapan pemesanan dilakukan terlebih
dahulu harus menentukan leadtime yang diharapkan (expectedleadtime). Tetapi jika
leadtime dan demand tidak tetap, maka untuk menentukan EOQ dan kapan sebaiknya
dilakukan pemesanan, terlebih dahulu harus menentukan tingkat pemakaian yang
diharapkan selama leadtime (expected usageduring leadtime).
Berbagai kemungkinan tersebut akan mempengaruhi kemungkinan terjadinya
kelebihan bahan (surplus) atau kekurangan atau kehabisan bahan (stockouts). Untuk
menghidari kehabisan persediaan maka perlu dibentuk cadangan persediaan (safety stock).

23

II. 1.15. Penetapan Economic Order Quantity

Dalam penentuan atau pemecahan jumlah pesanan yang ekonomis dapat


dilakukan dengan berbagai cara. Cara-cara penetapan tersebut menurut Manullang
(2005 : 55) dibagi dalam tiga cara, yaitu :
Adapun uraian dari penetapan economic order quantity adalah sebagaiberikut:
1. Pendekatan Tabel (Tabular Approach)
Penentuan jumlah pesanan yang ekonomis ini dilakukan dengan caramenyusun
suatu tabel atau daftar jumlah pesanan dan jumlah biaya pertahun. Tentunya
jumlah pesanan yang mengandung biaya terkecil merupakan jumlah pesanan
yang ekonomis.
2. Pendekatan Grafik (Graphical Approach)
Penentuan jumlah pesanan yang ekonomis dengan graphical approach
dilaksanakan dengan cara menggambarkan biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan dalam suatu grafik. Sumbu horizontal menunjukkan jumlah
pemesanan per tahun dan sumbu vertikal menunjukkan besarnya biaya
pemesanan, penyimpanan serta biaya total. Karena itu grafik economic order
quantity dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1
Grafik Economic Order Quantity

Sumber : Manullang (2005:57)

Pada grafik di atas, tampak bahwa kurva biaya pemesanan menurun, kurva
biaya penyimpanan naik, serta kurva biaya total yang mula-mula menurun dan setelah
sampai pada satu titik mulai naik.

24

3. Pendekatan Rumus (Formula Approach)


Menentukan jumlah pesanan ekonomis yang menggunakan rumus-rumus
matematika dapat dilaksanakan dengan memakai simbol-simbol atau notasi
sebagai berikut :
Gambar 2.2
Rumus Economic Order Quantity

Keterangan :
EOQ = Jumlah Pesanan Ekonomis
A

= Jumlah bahan mentah (unit) yang diperlukan dalam satu periode

= Biaya pemesanan (ordering cost) per order

= Harga beli per unit bahan mentah

= Biaya penyimpanan (carrying cost) yang dinyatakan dalam persentase dari


Persediaan rata-rata

II. 1.16. Syarat-Syarat Economic Order Quantity

Dalam

melakukan

pengelolaan

terhadap

persediaan

kita

harus

menyadarisepenuhnya bahwa pembelian berdasarkan economic order quantity


hanyadibenarkan bila syarat-syaratnya dipenuhi. Syarat-syarat yang digunakan dalam
metode EOQ menurut Bambang Riyanto (2001 : 80)yaitu :
1. Harga pembelian bahan per unitnya konstan.
2. Setiap saat kita membutuhkan bahan mentah selalu tersedia di pasar.
3. Jumlah produksi yang menggunakan bahan mentah tersebut stabil, berarti
kebutuhan bahan mentah tersebut relatif stabil sepanjang tahun.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa jika ada hal-halyang
menyimpang dari syarat-syarat tersebut maka haruslah digunakan metodeEOQ dalam
melakukan pembeliannya.
II. 1.17. Persediaan Pengaman (Safety Stock)

25

Safety stock (persediaan pengaman) atau sering pula disebut sebagai persediaan
besi (iron stock) adalah cadangan persediaan yang sengaja diadakan oleh manajemen
untuk menghidari resiko kehabisan persediaan yang disebabkan ketidakpastian tingkat
pemakaian dan kedatangan pesanan.
Persediaan pengaman diperlukan karena dalam kenyataannya jumlah bahan baku
yang diperlukan untuk proses produksi tidak selalu tepat seperti yang direncanakan.
Dengan adanya persediaan pengaman ini diharapkan proses produksi tidak terganggu oleh
adanya ketidakpastian bahan. Disisi lain, dibentuknya cadangan persediaan ini juga
mempunyai masalah yang berkaitan dengan seberapa besarnya cadangan persediaan yang
akan diadakan, mengingat bahwa semakin besarcadangan persediaan akan semakin besar
juga biaya simpan cadangan persediaan.

Pengertian persediaan pengaman (Safety Stock) menurut Rangkuti (2004:10)


adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga
kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (Stock Out).
Sedangkan pengertian menurut Assauri (2004:186) sama halnya dengan
pengertian Rangkuti yaitu persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau
menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (Stock Out).
II. 1.18. Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)

Selain

memperhitungkan

konsep

EOQ

(Economic

Order

Quantity),

perusahaan juga perlu memperhitungkan kapan harus dilakukan pemesanan kembali


(Re Order Point).
Pengertian Re Order Point (ROP) menurut Rangkuti (2004:83) adalah strategi
operasi persediaan merupakan titik pemesanan yang harus dilakukan suatu perusahaan
sehubungan dengan adanya Lead Time dan Safety Stock. Sedangkan menurut Riyanto
(2001:83) ROP adalah saat atau titik dimana harus diadakan pesanan lagi sedemikian
rupa sehingga kedatangan atau penerimaan material yang dipesan itu adalah tepat
waktu dimana persediaan diatas Safety Stock sama dengan nol.
Menurut Assauri (1999:196) ROP (Re Order Point) adalah suatu titik atau
batas dari jumlah persediaan yang ada pada suatu saat dimana pemesanan harus
diadakan kembali. ROP adalah tingkat (titik) persediaan dimana perlu diambil
tindakan untuk mengisi kekurangan persediaan pada barang tersebut (Heizer dan
Render, 2005:75).

26

ROP (Re Order Point) menurut Gaspersz (2004:291) mengatakan bahwa tarik
dari Re Order Point (Pull System With Re Order Point) menimbulakan cashloading
input ke setiap tingkat adalah output dari tingkat atau tahap sebelumnya sehingga
menyebabkan saling ketergantungan diantara tingkat-tingkat dalam sistem distribusi.
Lebih jauh lagi Gasperz menambahkan dalam system ROP (Re Order Point)
setiap pusat distribusi pada tingkat lebih rendah meramalkan permintaan untuk produk
guna melayani pelanggannya, kemudian memesan dari pusat distribusi pada tingkat
yang lebih tinggi apabila kuantitas dalam stock pada pusat distribusi yang lebih rendah
mencapai ROP (Re Order Point).
Menurut Bambang Riyanto (2001:83) faktor untuk menentukan ROP adalah :
a. Penggunaan

material

selama

tenggang

waktu

mendapatkan

barang

(procurement lead time).


b. Besarnya Safety Stock.
Re Order Point= (Lead Time Penggunaan per hari)+ Safety Stock Reorder
point atau titik pemesanan kembali adalah titik waktu dimana sebuah pesanan
baru harus dilakukan. Besarnya reorder point ditentukan dengan rumus (Siswanto,
1985: 113):
Reorder Point (R) = Safety stock + Expected usage during leadtime (EDL)
Besarnya Expected usage during leadtime (EDL) atau pemakaian yang diharapkan
selama leadtime dapat diketahui dengan mengalikan antara tingkat pemakaian
yang diharapkan (expected demand) dengan leadtime yang diharapkan
(expectedleadtime). Hal ini disebabkan karena dalam EOQ probabilistik, besarnya
pemakaian bahan setiap periode dan leadtime nya tidak dapat dipastikan.

2.2 Kajian Terdahulu


2.2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dijadikan acuan oleh penulis adalah :
1. Didik Suprianto (1998), dengan judul Analisa Pengadaan Bahan Baku
sebagai Pengawasan Biaya Persediaan Pada Perusahaan Kopi Bubuk Cap
Mahkota UD. Rasta Utama di Mataram, yang menyimpulkan bahwa
pembelian bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan selama ini belumlah
ekonomis karena setelah dilakukan perhitungan menggunakan metode EOQ
terdapat selisih biaya yang cukup besar antara biaya sebelum dan sesudah
dilakukan pembelian yang ekonomis yaitu sebesar Rp. 6.502.952,797,- per

27

tahun atau dapat dihemat sebesar 65,16% . Yang diperoleh dari selisih antara
TIC riil sebesar Rp. 9.979.952,50,- dengan TIC atas dasar EOQ yaitu sebesar
Rp. 3.476.999,703,- dan jumlah pembeliah bahan baku untuk kopi Arabika
yang ekonomis yakni sebesar 882.179 kg dengan frekuensi pembelian
sebanyak 37 kali selama satu tahun
2. Eva Wijaya (2003), dengan judul analisis Pengendalian Persediaan Baku Pada
Perusahaan Kerupu Terigu Kejar Usaha Desa Telaga Waru Labuapi Lombok
Barat, menghasilkan kesimpulan bahwa setelah penerapan EOQ pada
perusahaan tersebut, terjadi penghematan dalam total biaya persediaan TICnya. Dimana penghematan untuk masing-masing bahan baku setelah
penerapan EOQ yaitu beras Rp. 3.004.774,64,-, tepung terigu Rp.
1.952.800,46-, dan kanji Rp. 2.137.909,18,-.Sebab, TIC awalnya untuk bahan
baku beras Rp. 4.801.967,12,- tetapi setelah penerapan metode EOQ, TIC-nya
menjadi Rp. 1.797.192,48,-, atau dapat dihemat sebesar 62,67% pada bahan
baku tepung terigu TIC awalnya Rp.4.162.620,- namun dengan penerapan
EOQ menjadi Rp. 2.209.819,54,- atau dapat dihemat sebesar 46,91% demikian
juga dengan bahan baku kanji yang pada awalnya TIC Rp. 5.175.718,18,menjadi Rp. 3.037.809,74,- atau dapat dihemat sebesar 41,31% setelah
penerapan metode EOQ.
3. Yahya Puguh Hamdani (2003), pada penelitian yang berjudul Analisis
Pengendalian Persediaan Bahan Baku Perusahan Songkok Aneka Busana di
Desa Kediri Kecamatan Kediri Lombok Barat, menemukan bahwa
perusahaan tersebut dapat mengurangi biaya persediaan, apabila menerapkan
metode EOQ dalam pengadaan persediaan bahan baku pada perusahaan Aneka
Busana meliputi TIC bahan baku kain Titoron Rp. 457.942,26,-, namun
dengan penerapan metode EOQ TIC-nya menjadi Rp. 375.619,-, sehingga
terdapat selisih Rp. 82.322,77,-, atau dapat dihemat sebesar 17,98%.Pada
bahan kapas TIC Rp. 366.860,52,-, akan tetapi setelah penerapan metode EOQ
dapat dikurangi TICH-nya menjadi Rp.294.201,33,-, artinya terdapat selisih
Rp. 72.659,19,-, atau dapat dihemat sebesar 19,8% begitupun dengan bahan
baku kain Kaci TIC Rp. 266.703,61,-, TIC setelah penerapan EOQ menjadi
Rp. 221.984,37,-, sehingga terdapat slisih Rp. 44.719,24,-, atau dapat dihemat
sebesar 16,77%.

28

Dari ketiga penelitian terdahulu diatas, penelitian ini menggunakanalat analisis


yang sama yaitu sama-sama menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ)
sebagai alat untuk mengukur efektifitas pengendalian persediaan pada masing-masing
perusahaan, namun penelitian ini memiliki objek yang berbeda serta pada kurun waktu
yang berbeda pula. Bila beberapa penelitian diatas melakukan penelitian pada
perusahaan-perusahaan yang memproduksi makanan, minuman, dan songkok,
sedangkan penelitian ini fokus pada usaha furniture.
2.3. Latar Belakang Institusi
2.3.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
UD. Kurnia Cahaya Agung adalah usaha yang bergerak dalam industri
furniture yang didirikan oleh Bpk. Wahyu Kurniawan, SE sejak tahun 2005. Berawal
dari uasaha kecil kecilan yaitu hanya memproduksi kusen dan kemudian
berkembang menghasilkan produk-produk seperti lemari, kursi dan berbagai jenis
meja. Furniture yang dihasilkan terbuat dari kayu pilihan berkualitas serta dikerjakan
dengan penyelesaian yang halus dibawah pengawasan dan pengelolaan yang baik
langsung oleh pemiliknya.
Sampai sekarang usaha Furniture tersebut sudah berkembang pesat. Hal ini
dapat diketahui dari penjualan yang mulanya hanya dijual di sekitar kota Jakarta, kini
telah diperluas sampai ke beberapa kota lain di seluruh Indonesia.
2.3.2. Stuktur Organisasi
Pada dasarnya suatu perusahaan perlu membuat struktur organisasi yang secara
rinci menjelaskan mengenai tugas, tanggung jawab dan wewenang tiap tiap fungsi
yang terdapat di dalamnya. Dengan dibentuknya struktur organisasi dalam
menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan perusahaan. Struktur organisasi pada
UD. Kurnia Cahaya Agung masih relatif sederhana. Berikut adalah struktur organisasi
dan tata kerja UD. Kurnia Cahaya Agung sebagai berikut:

Gambar 2.3
Struktur Organisasi UD. Kurnia Cahaya Agung

29

Pemilik

Bagian
Keuangan

Bagian
pemotonga
n

Bagian Kepala
Produksi

Bagian
perkayua
n

Bagian
Pemasaran

Bagian
Pengecata
n

Bagian
Finishing

Bagian
Perakitan

Sumber : UD. Kurnia Cahaya Agung


Dibawah ini adalah uraian dan tugas dari masing masing bagian struktur organisasi
UD. Kurnia Cahaya Agung :
1. Pemilik
Tugas dan tanggung jawab pimpinan adalah :
a. Menetapkan kebijakan umum dalam menyusun rencana kerja dan
rencana pendapatan dan belanja perusahaan
b. Memberikan penilaian, pengarahan dan saran tentang kinerja
perusahaan yang dilakukan oleh para bagian bawah pimpinan
c. Penanggung jawab utama semua kegiatan dan usaha untuk mencapai
tujuan perusahaan
2. Bagian Keuangan
Tugas dan tanggung jawab keuangan adalah :
a. Membuat catatan pembukuan terhadap transaksi transaksi yang
dilakukan oleh perusahaan
b. Bertanggung jawab atas keamanan keuangan perusahaan
3. Bagian Kepala Produksi

30

a. Bertugas mengawasi dan mengontrol kegiatan produksi agar seluruh


tahap-tahap produksi berjalan teratur sehingga pesanan dapat
diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Manajer produksi
membawahi 5 bagian produksi yaitu:
a. Bagian pemotongan
b. Bagian perkayuan
c. Bagian perakitan
d. Bagian pengecatan
e. Bagian finishing
4. Bagian Pemasaran
Bagian pemasaran bertanggung jawab atas semua kegiatan pemasaran serta
memberikan pelayanan langsung terhadap konsumen, seperti penerimaan
pesanan dan negosiasi harga
2.3.3. Kegiatan Usaha
UD. Kurnia Cahaya Agung adalah sebuah UMKM yang bergerak di bidang
furniture yang dalam praktek usahanya UD. Kurnia Cahaya Agung melakukan
kegiatan produksi berdasarkan atas pesanan yang diterima dari konsumen. Dalam
menjalankan kegiatan usahanya UD. Kurnia Cahaya Agung selalu berusaha
mengutamakan kepuasan konsumen dengan memberikan kualitas produk yang baik
dan tepat waktu sesuai keinginan konsumen. Untuk penerimaan pesanan UD. Kurnia
Cahaya Agung memberlakukan sistem langsung, dimana konsumen secara langsung
datang ke perusahaan. UD. Kurnia Cahaya Agung tidak menganjurkan konsumen
untuk melakukan pemesanan melalui media komunikasi seperti telepon atau email,
dimaksudkan agar konsumen dapat melakukan negosiasi langsung dengan pihak
perusahaan

dan

melihat

langsung

contoh

produk

yang

dihasilkan

serta

mendeskripsikan rincian-rinciannya. Kegiatan produksi dimulai dari penerimaan


pesanan secara langsung oleh bagian pemasaran. Setelah adanya kesepakatan harga
dan perjanjian antara kedua belah pihak, pemilik akan melakukan pembelian bahan
baku ke supplier yang sudah menjadi langganan UD. Kurnia Cahaya Agung.
Selanjutnya dimulailah proses produksi atas pesanan konsumen tersebut yang
dilakukan di gudang produksi. Berikut gambaran alur produksi pada UD. Kurnia
Cahaya Agung :
Gambar 2.4
Alur Produksi
Pemotongan

Perkayuan

Perakitan

31

Pengiriman

Finishing

Sumber : UD. Kurnia Cahaya Agung

1. Proses produksi Pemotongan kayu


Dalam proses ini papan - papan tersebut di ukur sesuai dengan kebutuhan dan
kemudian di potong sesuai bentuk dan ukuran yang di diinginkan. proses ini
beresiko tinggi dalam penggunaan papan yang sia2. Banyak sekali
pengusaha Mebel Jati yang merugi akibat kurang pengalaman dalam proses
ini.Ukuran kayu dipotong dan dibelah sesuai dengan ukuran produk yang
dikerjakan. Apabila misalnya ukuran jadi sebuah kaki meja adalah 700 x 40 x
40 mm, maka komponen yang harus disiapkan adalah 720 x 45 x 45mm
sehingga terdapat toleransi untuk proses serut dan amplas.Untuk mendapatkan
ukuran ini tukang kayu akan mengambil lembaran-lembaran papan kering
dengan ketebalan 45mm untuk dibelah di mesin gergaji atau ripsaw menjadi
ukuran lebar 45mm. Dari proses tersebut akan diperoleh batangan/balok kayu
ukuran 45x45mm. Setelah itu balok tersebut dibawa ke mesin cutting saw
untuk dipotong dengan ukuran panjang 720mm.Balok-balok pendek tersebut
kemudian dikirim ke mesin serut (planner, thicknesser atau lainnya yang
sejenis) untuk mendapatkan ukuran jadi dengan permukaan yang halus tanpa
garis gergaji. Selesai diserut (tergantung jenis produk juga), komponen
tersebut dipindahkan ke mesin bor, atau mesin pen (tenoner & mortiser) untuk
membuat konstruksi.
2. Pengeboran
Dalam proses ini komponen Mebel Jati yang masih mentah dari pembahanan
di proses untuk menjadi komponen dengan bentuk dan ukuran yang

32

sebenarnya. proses ini juga mencakup proses ukir kayu proses produksi
pengeboran lubang yang dimaksud ditahap atau bagian ini adalah membuat
lubang kontruksi lebih pas dan akurat, tentu dengan kemudahan dan ketepatan
dalam membuat lubang, karena hasilnya dapat lebih cepat dan rapi, selain itu
juga kontruksi kursi menjadi pas, karena dengan pengukuran yang pas. Jika
pada dasarnya proses konstruksi tersebut selesai, semua komponen akan
berakhir di mesin amplas sebelum dilakukan perakitan
3. Perakitan (Assembling)
Dalam proses ini komponen2 dari proses molding di rakit menjadi Mebel
Minimalis Jati yang di inginkan. Tenaga tukang kayu yang berpengalaman di
butuhkan dalam hal ini untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan
permintaan konsumen. Furniture dengan konstruksi knock down tidak
sepenuhnya melalui proses ini. Ada kemungkinan beberapa komponen perlu
dirakit sebelum finishing, ada pula hanya dirakit setelah proses finishing.
Secara umum proses perakitan dilakukan sebelum finishing agar pada saat
komponen sudah halus tidak akan lagi cacat karena goresan. Perakitan menjadi
salah satu kunci kualitas produk terutama pada kekuatan dan daya tahan
produk. Proses ini memerlukan kesabaran agar penggunaan lem sangat tepat
dan tidak terlalu berlebihan. Selain itu pula kualitas sambungan (rapat/terbuka)
hanya

akan bisa diperbaiki diproses ini. Dari keseluruhan proses furniture,

perakitan merupakan salah proses yang relatif panjang dan rumit. Untuk
produk yang 'fixed', pemasangan hardware juga menjadi bagian dari proses
perakitan terutama untuk pemasangan engsel, kunci, dan alat pengikat lainnya.
Kontrol laci, pintu, kestabilan, dan fungsi produk.Di area perakitan, masalah
laci dan pemasangan pintu harus dikerjakan secara sempurna. Tidak perlu lagi
ada proses perbaikan setelah keluar dari ruang perakitan. Untuk produk kursi
misalnya, kursi harus sudah dalam keadaan terakit kuat dan stabil (tidak
goyang)

sebelum

memasuki

ruang

finishing.

Untuk memenuhi standar kualitas tersebut akan banyak proses tambahan pada
saat perakitan.
4. Finishing

33

Finishing merupakan proses pelapisan akhir permukaan kayu yang bertujuan


untuk memperindah permukaan kayu sekaligus memberikan perlindungan
furniture dari serangan serangga ataupun kelembaban udara. Tenaga ahli dalam
bidang pewarnaan mutlak diperlukan disini agar produk yang telah melalui
prosedur produksi yang benar tidak rusak dan sia2. Dalam beberapa jenis dan
tipe furniture, proses finishing harus dilakukan sebelum komponen dirakit. Hal
ini dilakukan karena finishing lebih mudah dilakukan sebelum komponen
dirakit.
Ada beberapa bahan finishing yang lazim di gunakan dalam pembuatan
Furniture Polyurethane atau sering di sebut PU ( piyu ) adalah jenis bahan
finishing yang paling mahal, Nitrocellulose Gliscerine ( NC ) adalah bahan
finishing yang banyak di gunakan untuk pesanan kelas export. Melamine
adalah bahan yang sering di gunakan dalam industri Mebel Furniture Dalam
negeri / Lokal.
5. Packaging
Terlepas dari proses finishing, product dipindahkan ke bagian packing. Di
dalam area ini beberapa aksesoris (kunci, handle, rel dll) dan perlengkapan lain
dipasang kembali. Jenis-jenis packing yang digunakan juga tergantung pada
tujuan akhir dan level kualitas furniture. Lebih mahal dan lebih jauh lokasi
pengiriman membutuhkan packaging yang lebih kuat dan lebih cermat.
Seluruh proses tersebut harus dilakukan pada pembuatan furniture untuk
mendapatkan kualitas semaksimal mungkin dan pada akhirnya menjadikan
kepuasan tersendiri bagi pembeli. Proses menjadi kunci penting untuk
keawetan dan kualitas furniture dari kayu. Hasil akhir yang tidak melalui
proses lengkap bisa membuat kesan pertama yang menarik akan tetapi tidak
bertahan lama.
6. Pengiriman
Setelah proses packing selesai, maka furniture dapat segera dikirim kepada
pembeli. Lama pengiriman tergantung dari jarak dan lokasi pemesan apabila
jaraknya tidak terlalu jauh yaitu masih dalam satu kota maka pengiriman dapat

34

dilakukan dalam satu hari hingga dua hari.Sedangkan untuk diluar kota
pengirman dapat dilakukan antara dua hari atau maksimal seminggu
tergantung daerah tujuannya.Untuk biaya ongkos pengiriman tidak dibebankan
kepada pembeli karena harga furniture tersebut sudah termasuk biaya ongkos
kirim dan tentu saja untuk pengiriman di luar kota dengan di dalam kota akan
ada perbedaan harga yang sangat mencolok karena biaya transportasi ke luar
kota lebih besar daripada di dalam kota.

35

2.3.4. Kerangka Pemikiran


Berdasarkan permasalahan pada bab sebelumnya, maka kerangka pikir dari penelitian
ini adalah :
Gambar 2.4
Kerangka Pikir

36

Sumber: Penulis (2015)

Penjelasan :
Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa bahan baku sebelumya dievaluasi
terlebih dahulu dalam data kebutuhan bahan baku sebelum menerapkan metode yang
akan digunakan. Bahan baku merupakan kebutuhan utama dalam proses produksi
karena tanpa adanya bahan baku perusahaan tidak dapat memproduksi barang
(output). Kebutuhan bahan baku pada suatu perusahaan tidaklah tetap, tetapi akan
mengalami naik turun. Jadi dibutuhkan manejemen persediaan bahan baku yang baik
agar tidak terjadi stockout (kurangnya bahan) sehingga proses pengolahan terhenti,
ataupun terjadi overstock (kelebihan bahan baku) yang akan memacu pengeluaran
biaya simpan yang tinggi. Maka digunakan metode EOQ agar dapat mengoptimalkan
manajemen persediaan yang ada. Setelah itu dapat dilakukan penarikan kesimpulan

37

tentang total biaya persediaan yang telah diterapkan perusahaan dengan metode EOQ.
Setelah diketahui hasil perbandingannya, maka tahap terakhir adalah penentuan biaya
persediaan yang lebih efisien dengan pertimbanganpertimbangan yang telah ada.

Anda mungkin juga menyukai