Dokumen - Tips - Geologi Regional Jawa Baratdocx
Dokumen - Tips - Geologi Regional Jawa Baratdocx
A. Pendahuluan
Jawa Barat sebagai bagian dari Pulau Jawa merupakan pulau terluar dari busur
selatan Asia, disamping itu dengan adanya penunjaman lempeng Indo-Australi dengan
lempeng Eurasia maka Pulau Jawa memiliki kondisi geologi yang unik dan rumit. Pada
jaman pra tersier Jawa Barat merupakan kompleks melange yaitu zone percampuran
antara batuan kerak samudra dengan batuan kerak benua. Terdiri dari batuan metamorf,
vulkanik dan batuan beku, yang diketahui hanya dari data pemboran dibagian utara laut
Jawa barat (Martodjojo,1984).
Pada Tersier awal (peleosen) terbentuk kompleks melange pada barat daya Jawa
barat (Teluk Cileutuh) yang diduga sebagai bagian zona penunjaman ke arah Jawa
Tengah. Di sebelah utara Jawa Barat mulai diendapkan produk hasil letusan gunung api
yang terendapkan sebagai formasi Jatibarang sementara. Pada kala Eosen, Jawa Barat
berada pada kondisi benua, yang ditandai oleh ketidakselarasan, tetapi RajamandalaSukabumi merupakan area terestial fluvial dimana hadir formasi Gunung Walat yang
mengisi depresi interarc basin. Pada kala Oligosen Awal ditandai oleh ketidaklarasan
pada puncak Gunung Walat berupa konglomerat batupasir kwarsa, yang menunjukan
suatu tektonik uplift diseluruh daerah. Pada kala oligosen akhir diawali dari transgesi
marin, yang terbentuk dari selatan-timur (SE) ke arah utara-timur (NE). Bogor Through
berkembang ditengah Jawa barat yang memisahkan off-shelf platform di selatan dari
Sunda shelf di utara. Pada tepi utara platform ini reef formasi Rajamandala terbentuk
yang didahului oleh pengendapan serpih karbonatan formasi Batuasih. Kala ini juga
diendapkan formasi Gantar pada bagian utara yang berupa terumbu karbonat dan
berlangsung selama siklus erosi dan trangesi yang berulangkali, pada waktu yang sama
terjadi pengangkatan sampai Meosen Awal bersamaan dengan aktivitas vulkanik yang
menghasilkan struktur lipatan dan sesar dengan arah barat daya timur laut.
Pada kala Meosen yaitu setelah formasi Rajamandala terbentuk maka pada
cekungan Bogor diisi oleh endapan turbidit dan volcanic debris. Sementara pada bagian
selatan diendapkan formasi Jampang dan Cimandiri. Di sebelah utara diendapkan
formasi Parigi dan formasi Subang. Pengangkatan kala Meosin tengah diikuti oleh
perlipatan dan pensesaran berarah barat-timur. Pliosen Akhir mengalami pengangkatan
yang diikuti oleh pelipatan lemah, zona Cimandiri mengalami pensesaran mendatar.
Sementara itu berlangsung pengendapan formasi Bentang Pada zaman kuarter peristiwa
geologi banyak diwarnai oleh aktivitas vulkanisme sehingga pada seluruh permukaan
tertutupi oleh satuan produk gunung api. Daerah Bandung mengalami penyumbatan
sungai Citarum oleh lava erupsi Tangkuban Perahu sehingga tergenang oleh air dan
terbentuk Danau Bandung. Selama tergenang maka daerah Bandung dan sekitarnya
seperti Padalarang dan Cimahi banyak terbentuk endapan-endapan danau. Sampai
akhirnya Danau Bandung bocor di daerah gamping Sang Hyang Tikoro dan selama itu
terendapkan lagi produk-produk gunung api dari Tangkuban Perahu.
Struktur regional Jawa Barat memiliki empat pola struktur akibat adanya empat
aktifitas tektonik yaitu: Struktur perlipatan dan pensesaran yang mempunyai arah barat
ke timur. Diakibatkan oleh pengangkatan yang berlangsung selama Miosen tengah
Struktur perlipatan dan pensesaran yang mempunyai arah sekitar N45oE. Struktur ini
diakibatkan oleh pengangkatan yang disertai oleh volkanisme pada Oligosen akhir
sampai Miosen awal Struktur di sebelah timur Jawa Barat mempunyai arah sekitar
N315oE, membentang ke barat di utara Bandung berarah timur-barat, semakin ke barat
maka struktur berarah umum barat daya. Struktur ini diakibatkan oleh aktivitas tektonik
yang berlangsung selama Kuarter. Sementara itu di dataran Jakarta mempunyai struktur
dengan arah utara-selatan. Di Jawa barat daerah tengah arah struktur sekitar N75oE
yang di tunjukkaan oleh Tinggian Rajamandala.
Pengangkatan pada Pliosen akhir yang diikuti oleh perlipatan lemah. Pada
formasi Bentang sehingga batuan pada formasi ini relatif memeliki kemiringan lapisan
yang landai, selanjutnya diikuti dengan kegiatan tektonik sehinnga Zone Cimandiri
mengalami pensesaran mendatar yang mempunyai arah sekitar N45oE memotong
struktur terdahulu.
Aktifitas geologi Jawa Barat menghasilkan beberapa zona fisiografi yang satu
sama lain dapat dibedakan berdasarkan morfologi, petrologi dan struktur geologinya.
Van Bemmelen (1949), membagi daerah Jawa Barat ke dalam 4 besar zona fisiografi
yaitu:
1. Zona Dataran Pantai Jakarta
Zona Dataran Pantai Jakarta menempati bagian utara Jawa membentang barat-timur
mulai dari Serang, Jakarta, Subang, Indramayu hingga Cirebon. Darah ini
bermorfologi pedataran dengan batuan penyusun terdiri atas aluvium sungai/pantai
dan endapan gunungapi muda.
2. Zona Pegunungan Selatan
Zona Pegunungan Selatan terletak di bagian selatan Zona Bandung. Pannekoek,
(1946), menyatakan bahwa batas antara kedua zona fisiografi tersebut dapat diamati
di Lembah Cimandiri, Sukabumi. Perbukitan bergelombang di Lembah Cimandiri
yang merupakan bagian dari Zona Bandung berbatasan langsung dengan dataran
tinggi (pletau) Zona Pegunungan Selatan. Morfologi dataran tinggi atau plateau ini,
oleh Pannekoek (1946) dinamakan sebagai Plateau Jampang.
3. Zona Bandung
Zona Bandung yang letaknya di bagian selatan Zona Bogor, memiliki lebar antara
20 km hingga 40 km, membentang mulai dari Pelabuhan ratu, menerus ke timur
melalui Cianjur, Bandung hingga Kuningan. Sebagian besar Zona Bandung
bermorfologi perbukitan curam yang dipisahkan oleh beberapa lembah yang cukup
luas. Van Bemmelen (1949) menamakan lembah tersebut sebagai depresi diantara
gunung yang prosesnya diakibatkan oleh tektonik (intermontane depression).
Batuan penyusun di dalam zona ini terdiri atas batuan sedimen berumur Neogen
yang ditindih secara tidak selaras oleh batuan vulkanik berumur Kuarter. Akibat
tektonik yang kuat, batuan tersebut membentuk struktur lipatan besar yang disertai
oleh pensesaran. Zona Bandung merupakan puncak dari Geantiklin Jawa Barat yang
kemudian runtuh setelah proses pengangkatan berakhir (van Bemmelen, 1949).
4. Zona Bogor
Zona Bogor menempati bagian selatan Zona Dataran Pantai Jakarta,
tertutup oleh bahan vulkanik dari gunung Geden (2958 m) dan gunung Pangrango (3019
m), yang menjulang di tengah-tengah dataran. Bahan-bahan vulkanik tersebut bahkan
tersebar di lembah-lembah zona bogor.
Depresi Bandung pada ketinggian 650-675 m dengan lebar 25 km, merupakan
dataran alluvial yang subur yang dialiri oleh sungai Ci Tarum. Dataran itu terletak
antara dua deretan gunung berapi. Di sebelah utara pada perbatasan zona bogor terletak
gunung Burangrang yang tua (2064 m), gunung bukittunggul (2209 m) dan gunung
Tangkubanparahu yang muda (2076 m) dan pada perbatasan zona Pegunungan sealatan
terletak gunung Malabar (2321 m) dengan beberapa gunung api tua seperti gunung
Patuha (2429 m) dan gunung Kendeng (1852 m).
Zona Bandung memiliki karakteristik banyak gunung api baik yang sudah tidak
aktif (gunung tipe B dan C) yang ditandai dengan fumarol dan solfatara dan gunung api
yang masih aktif (tipe A ). Gunung tersebut dapat berperan sebagai penangkap hujan
yang baik karena material-material gunung api bersifat porous sehingga dapat menjadi
daerah penyimpan air yang baik dan sumber yang potensial untuk sungai-sungai di
sekitarnya.
Di dataran Bandung terdapat endapan rawa yaitu batuan lempung yang
kemudian tertutupi oleh endapan danau yang berumur resen, yaitu danau pra historis
yang terbentuk karena pengaliran air dibarat laut, terbendung oleh bahan vulkanik
(pada kebudayaan Neolithikum / zaman batu muda) dan selanjutnya kering lagi karena
Ci Tarum mendapat pengaliran baru pada suatu celah sempit yang dinamakan
Sanghyang Tikoro di daerah bukit Rajamandala.
Depresi Garut pada ketinggian 717 m merupakan daerah yang lebarnya 50 km
dan di kelilingi gunung berapi. Disebelah selatan terletak gunung Kracak (1838 m) yang
tua dan gunung Ci kuray (2821 m) yang muda. Di gunung Papandayan (2622 m)
terdapat solfatara dan di gunung Guntur (2249 m) terdapat aliran lava yang membeku
menyebar dilereng gunung Calancang (1667 m) di utara merupakan batas dengan zona
Bogor.
Depresi lembah Ci Tnaduy tertutupi oleh endapan alluvial, dan sporadis terdapat
bukit-bukit dari batuan yang terlipat. Gunung Sawal (1733 m) endapannya tersebar ke
arah barat yang menutupi plateau Rancah, yang melandai ke selatan. Agak kebarat
terletak dataran Tasikmalaya yang mempunyai komplek gunung berapi tua, dengan
gunung berapi muda gunung Galunggung (2241 m) yang meletus akhir tahun 1982. Di
sekitar kota Tasikmalya terdapat bukit-bukit kecil yang sebagai produk letusan gunung
Galunggung purba yang morfologi Hollic atau disebut juga bukit sepuluh ribu (Ten
Thousand Hill). Disebelah timur Bajar, lembah Ci Tanduy terbagi dua oleh bukit
Kabanaran di bagian selatan sepanjanglembah Ci Tanduy dan menerus di bagian utara
melalui Majenang bersambung dengan depresi Serayu di jawa tengah.
Skema stratigrafi wilayah Bandung telah diperkenalkan sebelumnya oleh
beberapa peneliti dengan klasifikasi atau penamaannya berdasarkan lokasi penelitiannya
masing-masing. Koesoemadinata dan Hartono (1981) mengklasifikasikan stratigrafi di
di blok Malabar - Papandayan (Katili dan Sudradjat, 1984) menghasilkan umur K-Ar
antara 4,32 0,004 sampai dengan 2,62 0,03 juta tahun. Data tersebut menunjukkan
bahwa di daerah Bandung Selatan ini pernah terjadi kegiatan vulkanisme Tersier paling
tidak dua kali, yaitu pada Kala Miosen (lk. 12 jtl.) dan Pliosen (4 2,6 jtl.).
Secara stratigrafis batuan gunung api Tersier itu ditindih oleh batuan gunung api
Kuarter. Di selatan, Alzwar drr. (1992) membagi tiga satuan batuan gunung api Kuarter,
yaitu Andesit Waringin - Bedil, Malabar (Qwb), Malabar - Tilu (Qmt), Guntur Pangkalan dan Kendang (Qgpk). Di utara satuan batuan gunung api berupa Tuf
berbatuapung Gunung Sunda (Qyt, Silitonga, 1973). Batuan kompleks Gunung Sunda
diketahui berumur 0,21 1,72 juta tahun (Sunardi dan Koesoemadinata, 1999) dan
disimpulkan adanya kesinambungan kegiatan gunung api dari Kala Pliosen ke Jaman
Kuarter. Bogie dan Mackenzie (1998, Tabel 1) juga melaporkan data umur mutlak di
kawasan Gunung Malabar dan sekitarnya.
Satuan batuan termuda adalah endapan danau yang mengisi Cekungan Bandung,
terdiri atas bahan lepas berukuran lempung, lanau, pasir, dan kerikil yang bersifat tufan,
setempat mengandung sisipan breksi. Silitonga melaporkan bahwa endapan danau ini
mencapai ketebalan 125 m, di dalamnya mengandung konkresi gamping, sisa
tumbuhan, moluska air tawar, dan tulang binatang bertulang belakang.
Secara regional (Katili dan Sudradjat, 1984) daerah Bandung selatan merupakan
bagian dari kelompok gunung api Kuarter yang dibatasi oleh segi tiga sesar besar. Di
bagian barat laut terdapat zone sesar geser mengiri Sukabumi- Padalarang, di sebelah
timur laut zone sesar geser menganan Cilacap-Kuningan dan di sebelah selatan adalah
sesar turun yang berbatasan dengan Pegunungan Selatan.
Secara umum dari utara ke selatan, bentang alam daerah Bandung Selatan
berupa dataran tinggi Bandung, perbukitan, dan pegunungan. Kawasan pegunungan
mempunyai sebaran paling luas. Puncak-puncak gunung api di daerah ini antara lain
Gunung Malabar (2321 m), Tilu (2042 m),Tanjaknangsi (1514 m), Bubut (1333 m,
tinggiandi sebelah utara Gunung Tanjaknangsi), Wayang(2182 m), dan Windu (2054 m).
Jauh di tepi barat terdapat puncak Gunung Kuda (2002 m), sedangkandi sebelah timur
Gunung api Malabar terdapat deretan puncak Gunung Kendang (2817 m), Guha (2397
m), Kamasan (1815 m), dan Dogdog (1868 m). Daerah pegunungan ini tersusun oleh
batuan gunung api muda (Kuarter, Alzwar drr., 1992). Kawasan perbukitan terletak di
bagian tengah di antara pegunungan di sebelah selatan dan dataran tinggi Bandung di
sebelah utara. Morfologi perbukitan ini menempati daerah sempit di Soreang (723 m),
area di wilayah Baleendah - Arjasari yang terletak di timur kota Banjaran Pameungpeuk hingga di sebelah barat Majalaya - Ciparay. Puncak-puncak perbukitan
ini antara lain Gunung Kromong (908 m),Geulis (1151 m), Pipisan (1071 m), dan
Bukitcula (1013 m). Pada umumnya, bentang alam perbukitan ini tersusun oleh batuan
gunung api tua (Tersier).
Dataran tinggi Bandung (lk. 700 m) terletak di bagian utara, mulai dari daerah
Banjaran di sebelah barat dan Majalaya di sebelah timur meluas ke utara hingga Cimahi
dan kota Bandung. Dataran ini tersusun oleh endapan danau dan batuan gunung api
Sunda - Tangkubanparahu. Dataran Pangalengan (1400 m) yang relatif sempit dan
terletak di bagian selatan, hampir dikelilingi oleh puncak-puncak pegunungan, yakni
Gunung Malabar di sebelah utara, Gunung Kendang - Guha di sebelah timur, dan
Gunung Kuda di sebelah barat. Hanya ke selatan berbatasan dengan Pegunungan
Selatan yang bahan penyusun utamanya adalah batuan gunung api Tersier. Di tengahtengah Dataran Pangalengan terdapat sebuah danau bernama Situ Cileunca. Dataran
Pangalengan ini tersusun oleh endapan piroklastika yang sangat tebal. adalah Ci Tarum
yang berhulu di sebelah barat Gunung Api Kendang dan Gunung Api Dogdog, mengalir
ke utara hingga Majalaya kemudian ke barat masuk ke Waduk Saguling. Cabang sungai
besar Ci Tarum di daerah penelitian bagian timur adalah Ci Hejo yang berhulu di lereng
timur G. Malabar. Di bagian tengah adalah Ci Sangkuy yang berhulu di Situ Cileunca
dan mengalir ke utara di sebelah barat Gunung Malabar. Cabang sungai besar paling
barat adalah Ci Widey yang berhulu di Kawah Putih Gunung Patuha dan mengalir di
tepi barat kota Soreang. Di kawasan Gunung Wayang dan Gunung Windu terdapat
banyak mata air panas. Mata air panas tersebut bersama-sama dengan Situ Cileunca
merupakan lokasi pariwisata di dataran tinggi Pangalengan, Bandung Selatan. Energi
geotermal di daerah Gunung Wayang-Windu dimanfaatkan sebagai pusat pembangkit
listrik tenaga panas bumi.
3. Tasikmalaya
Secara geologis menurut Van Bemmelen, wilayah Kabupaten Tasikmalaya
termasuk ke dalam formasi Zona Gunung Api Kwarter, Zona Depresi Tengah dan Zona
Pegunungan Selatan. Dengan kondisi tersebut maka struktur geologi Kabupaten
Tasikmalaya memiliki kenampakan yang berbeda dari mulai utara hingga selatan. Nama
Tasikmalaya sendiri sebelumnya adalah Tawang/Galunggung yang berarti dalam bahasa
Sunda adalah sawah yang luas. Nama Tawang diganti menjadi Tasikmalaya setelah
Gunung Galunggung meletus hingga wilayah Tawang berubah menjadi lautan pasir
hasil erupsi Galunggung sehingga dalam bahasa sunda tasik berarti danau sedangkan
malaya berarti bukit pasir. Jadi Tasikmalaya berarti daerah lautan bukit pasir. Gunung
Galunggung masuk ke dalam tipe Gunung Api Kwarter (Muda) yang masih aktif
hingga saat ini.
DI bagian tengah, Kabupaten Tasikmalaya termasuk ke dalam Zona Depresi
Tengah yang dicirikan dengan morfologi perbukitan curam yang dipisahkan oleh
beberapa lembah yang cukup luas. Perbukitan tengah tersebut dihasilkan dari aktivitas
tektonik yang menghasilkan lipatan-lipatan pegunungan yang oleh Van Bemmelen
disebut dengan intermontane depression.
Zona Pegunungan Selatan merupakan rangkaian pegunungan yang membujur
dari Pelabuhan Ratu sampai Pulau Nusakambangan. Kabupaten Tasikmalaya bagian
selatan didominasi oleh plato (dataran tinggi) yang terdiri dari daerah kapur, sehingga di
daerah Kabupaten Tasikmalaya banyak dijumpai gua kapur. Adanya daerah kapur
menandakan bahwa Tasikmalaya dahulunya berada di bawah laut yang kemudian
mengalami pengangkatan oleh tenaga tektonik sehingga menjadi daratan.
Secara umum daerah Kota Tasikmalaya dapat dibagi menjadi tiga satuan
geomorfologi. Satuan geomorfologi perbukitan landai menempati bagian Barat Laut
Kota Tasikmalaya, dengan ketinggian berkisar 280-475 meter di atas permukaan laut.
Satuan Geomorfologi ini membentuk perbukitan-perbukitan soliter dengan ukuran
bervariasi berkisar puluhan meter. Satuan geomorfologi pedataran menempati bagian
tengah dan timur Kota Tasikmalaya, dengan ketinggian berkisar 201-350 mdpl. Kedua
satuan geomorfologi ini tersusun atas litologi breksi volkanik, lava andesit, tuff dan
endapan pasir tufaan yang termasuk ke dalam Endapan Breksi Vulkanik Gunung
Galunggung yang berumur Holosen. Endapan ini merupakan hasil letusan dan
longsoran saat terjadi erupsi Gunung Galunggung, sedangkan satuan geomorfologi
perbukitan curam menempati bagian selatan Kota Tasikmalaya. Satuan ini memiliki
ketinggian berkisar 300-503 mdpl, dan tersusun atas litologi breksi gunung api, lahar,
tuff yang bersifat andesitis sampai basaltis yang termasuk ke dalam endapan Gunung
api Muda yang berumur Holosen.
4. Sukabumi
Secara stratigrafi batuan tertua yang tersingkap di daerah ini ialah batuan dari
Formasi Ciletuh terrdiri dari batu pasir kuarsa, serpih dan batu sabak, di atasnya secara
tidak selaras ditutupi oleh batu pasir kuarsa dari formasi walat (Oligosen). Tidak selaras
di atas Formasi Walat diendapkan batuan dari Formasi Rajamandala (oligosen), terdiri
dari konglomerat, batu pasir, kuarsa, batu lempung dan napal. Selaras di atasnya
terdapat satuan batuan Formasi Jampang (Miosen Bawah), terdiri. dari anggota lava
andesit - basalt, anggota tufa dan anggota breksi bersisipan lava.
Secara selaras Formasi Jampang ditutupi oleh Formasi Lengkong (Miosen),
batuannya terdiri dari batu pasir gampingan, lempung , dan napal. Formasi Cimandiri
(Miosen) menindih Formasi Lengkong secara selaras, batuannya terdiri dari batu pasir
glauconit, lempung dan napal pasiran, batu gamping bersisipannapal. Tidak selaras di
atas Formasi Cimandiri. diendapkan batuan Formasi Beser ( Miosen Atas), yang terdiri
dari. breksi tua bersisipan batu pasir, batulempung,tufaan dan lava andesit. Selaras
diatasnya diendapkan batuan Formasi Bentang ( Miosen Atas ) terdiri. dari batupasir
tufaan, napal tufaan dan breksi. Di atasnya secara selaras terdapat batuan gunungapi
berumur Pliosen, terdiri dari. breksi., breksi tufa berbatuapung dan batupasir tufaan.
Batuan - batuan tersebut di atas di tutupi secara tidak selaras oleh endapan batuan
gunungapi Kuarter yarg berasal dari Gunung Pangrango, Gunung Salak, Gunung Gede.
Sedangkan satuan yang terrnuda ialah endapan alluvium yang terdiri dari pasir, kerikil,
keraka1, dan 1empung.
A. Sesar Cimadiri
Sesar Cimandiri merupakan sesar aktif yang berada di wilayah selatan Jawa
Barat, tepatnya berada di Sukabumi selatan. Sesar Cimandiri memanjang dari Pelabuhan
Ratu, Sukabumi, Cianjur dan Padalarang. Sesar ini terbentuk pada masa Meosen. Gaya
utama yang memicu aktivitas Sesar Cimandiri adalah gaya tekan yang timbul dari
proses subduksi lempeng Australia ke bawah lempeng Eurasia di bawah Pulau Jawa.
Kecepatan relatif subduksi lempeng Australia adalah sekitar 70mm/yr dalam arah NNE.
Subduksi ini memberikan tegangan tektonik pada kawasan fore-arc di lepas pantai juga
daratan Pulau Jawa, termasuk pada Sesar Cimandiri. Enerji yang terakumulasi pada
suatu kawasan dapat berubah menjadi enerji gempa bumi pada saat kondisi maximum
threshold nya terlewati.
Sementara itu penelitian oleh Institut Teknologi Bandung dengan menggunakan
citra Landsat dan SPOT melihat kelurusan Sesar Cimandiri dari Pelabuhan Ratu
mengikuti aliran sungai Cimandiri dan menerus ke timur laut sampai ke Lembang. Sesar
Cimandiri sulit di jumpai tanda-tandanya dengan jelas di lapangan, dan diperkirakan
sifat gerakannya berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain.
Cimandiri, yaitu: gempa Pelabuhan Ratu (1900), gempa Padalarang (1910), gempa
Conggeang (1948), gempa Tanjungsari (1972), gempa Cibadak (1973), gempa
Gandasoli (1982) dan gempa Sukabumi (2001). Akibat yang ditimbulkan gempa-gempa
tersebut sangat dahsyat seperti kerusakan lingkungan, bagunan dan infrastruktur serta
korban jiwa. Beberapa gempa berkekuatan sedang yang terjadi pada 2006
mengindikasikan aktifnya kembali Sesar Cimandiri.
Wilayah disekitar Sesar Cimandiri adalah wilayah yang padat penduduk serta
banyaknya bangunan dan infrastruktur yang berada pada wilayah ini. Sehingga bila
terjadi gempa maka akan menimbulkan kerusakan serta korban yang sangat besar. Oleh
sebab itu aktivitas sesar cimandiri perlu dipantau dengan semua metode pemantauan
yang ada seperti metode geofisik, geologi dan geodetik.
B. Lampiran
Gambar 4: Interpretasi sesar berdasarkan kelurusan aliran sungai dan system tegasan di
Pulau Jawa.