Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 5-7
1. Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Transportasi adalah usaha untuk memindahkan, menggerakkan, atau mengangkut orang ataupun
barang dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat lain objek tersebut lebih berguna atau
dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu. Transportasi dikatakan baik jika dari segi keselamatan,
aksesibilitas yang tinggi, kapasitas mencukupi, teratur, lancar, tepat waktu, nyaman, ekonomis, aman,
tertib, rendah polusi, dan beban masyarakat rendah.
Salah satu manfaat dilakukannya perencanaan transportasi jalan adalah mengantisipasi kebutuhan
perjalanan yang terus berkembang, berupa penyiapan prasarana jalan. Antisipasi tersebut
memerlukan perkiraan kebutuhan perjalanan yang akan terjadi di masa datang. Alat yang digunakan
untuk memperkirakan kebutuhan perjalanan adalah model kebutuhan perjalanan.
perencanaan transportasi jalan sangat di perlukan, akan tetapi dalam perencanaan keterbatasan
data khususnya data primer menjadi kendala dalam melakukan pemodelan transportasi jalan. Untuk
itu Pusat Litbang Jalan dan Jembatan melakukan penelitian Perencanaan Transportasi Jalan Perkotaan
dengan hasil menyediakan suatu model perencanaan transportasi jalan perkotaan yang sederhana.
Model kebutuhan perjalanan tersebut memiliki akurasi setingkat pra studi kelayakan, dikarenakan
variabel-variabel yang digunakan dalam persamaan ini hanya variabel yang umum dimiliki oleh tiap
perkotaan.
Dengan menggunakan model kebuthan perjalanan ini perencanaan transportasi jalan untuk
Perkotaan tetap dapat dilakukan hanya dengan data sekunder yang tersedia. Namun, jika kebutuhan
perencanaan transportasi yang lebih akurat maka diharuskan menggunakan proses pemodelan
transportasi yang lebih lengkap, dalam arti memperhitungkan banyak variabel dalam pembentukan
model perencanaan transportasi dengan membutuhkan data yang lengkap.
1.2
Tujuan
Modul ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai ketentuan dan prosedur tentang
perencanaan transportasi Jalan untuk perkotaan.
1.3
Ruang Lingkup
Modul ini menjelaskan ketentuan dan prosedur tentang tata cara Perencanaan Transportasi Jalan
Perkotaan, yang meliputi: Kriteria kota, Penetapan Zona Lalu lintas, Kebutuhan data, ketentuan teknis
Perencanaan, dan prosedur perencanaan.
Kriteria Kota
Menurut UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan perkotaan adalah wilayah yang
mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial,
dan kegiatan ekonomi. Secara Geografis, kota adalah suatu bentang budaya yang ditimbulkan oleh
unsur-unsur alami dan non-alami dengan gejala pemusatan penduduk tinggi, corak kehidupan yang
heterogen, sifat penduduknya individualistis dan materialistis.
Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 menjelaskan bahwa sistem perkotaan nasional terdiri atas
PKN, PKW dan PKL. dapat berupa:
a. kawasan megapolitan;
b. kawasan metropolitan;
c. kawasan perkotaan besar;
d. kawasan perkotaan sedang; atau
e. kawasan perkotaan kecil.
Adapun definisi tiap perkotaan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 menjelaskan
bahwa:
(1) Kawasan megapolitan merupakan kawasan yang ditetapkan dengan kriteria memiliki 2 (dua)
atau lebih kawasan metropolitan yang mempunyai hubungan fungsional dan membentuk
sebuah sistem.
(2) Kawasan metropolitan merupakan kawasan perkotaan yang ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki jumlah penduduk paling sedikit 1.000.000 (satu juta) jiwa;
b. terdiri atas satu kawasan perkotaan inti dan beberapa kawasan perkotaan di sekitarnya
yang membentuk satu kesatuan pusat perkotaan; dan
c. terdapat keterkaitan fungsi antarkawasan perkotaan dalam satu sistem metropolitan.
(3) Kawasan perkotaan besar merupakan kawasan perkotaan yang ditetapkan dengan kriteria
jumlah penduduk lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) jiwa.
(4) Kawasan perkotaan sedang merupakan kawasan perkotaan yang ditetapkan dengan kriteria
jumlah penduduk lebih dari 100.000 (seratus ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu)
jiwa.
(5) Kawasan perkotaan kecil merupakan kawasan perkotaan yang ditetapkan dengan kriteria
jumlah penduduk lebih dari 50.000 (lima puluh ribu) sampai dengan 100.000 (seratus ribu)
jiwa.
2.2
Model perencanaan transportasi empat tahap merupakan pilihan konsep pemodelan yang paling
sering digunakan dalam berbagai studi transportasi di Indonesia, karena selain kemudahannya juga
kemampuannya dalam menggambarkan berbagai interaksi antara sistem transportasi dan tata ruang
di wilayah studi.
Secara umum model ini merupakan gabungan dari beberapa seri submodel yang masing-masing
harus dilakukan secara berurutan, yakni: bangkitan perjalanan, sebaran perjalanan, pemilihan
moda, dan pemilihan rute.
Pendekatan model dimulai dengan menetapkan sistem zona dan jaringan jalan, termasuk di dalamnya
adalah karakteristik populasi yang ada di setiap zona. Dengan menggunakan informasi dari data
tersebut kemudian diestimasi total perjalanan yang dibangkitkan dan/ atau yang ditarik oleh suatu
zona tertentu (trip ends). atau disebut dengan proses bangkitan perjalanan (trip generation). Tahap
ini akan menghasilkan persamaan trip generation yang menghubungkan jumlah perjalanan dengan
karakteristik populasi serta pola dan intensitas tata guna lahan di zona yang bersangkutan.
Selanjutnya diprediksi dari/ kemana tujuan perjalanan yang dibangkitkan atau yang ditarik oleh suatu
zona tertentu atau disebut tahap distribusi perjalanan (trip distribution). Dalam tahap ini akan
dihasilkan matriks asal-tujuan (MAT). Pada tahap pemilihan moda (modal split) MAT tersebut
kemudian dialokasikan sesuai dengan moda transportasi yang digunakan para pelaku perjalanan
untuk mencapai tujuan perjalanannya. Dalam tahap ini dihasilkan MAT per moda.
Terakhir, pada tahap pembebanan (trip assignment) MAT didistribusikan ke ruas-ruas jalan yang
tersedia di dalam jaringan jalan sesuai dengan kinerja rute yang ada. Tahap ini menghasilkan estimasi
arus lalu lintas di setiap ruas jalan yang akan menjadi dasar dalam melakukan analisis kinerja.
Dengan melihat proses di atas maka secara garis besar proses analisis transportasi jalan terdiri atas
beberapa kegiatan utama, yaitu: penetapan wilayah studi, analisis sistem jaringan, analisis kebutuhan
pergerakan, dan analisis sistem pergerakan. Dalam beberapa butir berikut ini disampaikan bahasan
mengenai setiap tahap pemodelan transportasi yang dilakukan.
2.3
A. Data penduduk
Data yang dibutuhkan adalah Jumlah penduduk (P) dari data sekunder tiap zona lalu lintas dalam
satuan orang dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Data jumlah penduduk di gunakan dalam tahapan
Bangkitan dan tarikan perjalanan. Jika data jumlah penduduk 3 tahun terakhir tidak didapat maka
dalam memprediksi penduduk ke tahun rencana dapat menggunakan rumus dan tingkat
pertumbuhan pada sub bab prediksi transportasi jalan.
B. Data waktu tempuh per zona
Data Waktu tempuh perjalanan antar zona lalu lintas dengan satuan per jam yang didapat dari waktu
tempuh rata-rata beberapa ruas yang menghubungkan tiap zona lalu lintas. Data waktu tempuh tiap
ruas dapat diperoleh dari data sekunder atau data primer dengan melakukan survei di lapangan
berdasarkan waktu tempuh rata-rata tiap ruas jalan yang menghubungkan antar zona. Data ini
diperlukan untuk tahap sebaran perjalanan.
C. Data biaya perjalanan
Moda yang diakomodir dalam proses perencanaan transportasi ini terdiri dari angkutan umum dan
angkutan pribadi (sepeda motor dan mobil penumpang) maka untuk menunjang analisis tahap
pemilihan moda diperlukan data sebagai berikut:
1) Biaya perjalanan angkutan umum (ongkos orang per km) yang dapat diperoleh dari data
sekunder
2) Biaya perjalanan angkutan pribadi (sepeda motor dan mobil penumpang) yang dapat
diperoleh dari:
(1) data sekunder saat ini atau data tahun sebelumnya yang disesuaikan terhadap inflasi
(2) data primer dengan melakukan survei dilapangan berdasarkan kebutuhan perjalanan
(rupiah Per km) tiap ruas jalan yang ditinjau. (penentuan ukuran sampel tergantung
dari populasi)
Penentuan ukuran sampel dihitung dengan menggunakan rumus Slovin (Simamora,
2002) sebagai berikut:
N
n =
N.
(1)
dan
5
=1
i =1
dengan,
ni =
wi =
N =
E =
2.5
Analisis perencanaan transportasi jalan kota dengan menggunakan data dasar jumlah penduduk
dapat dilakukan untuk mengetahui kondisi tahun mendatang, dilakukan dengan menggunakan data
tahun terakhir lalu di prediksi ke tahun yang dimaksud. Nilai pertumbuhan dengan menggunakan nilai
default yang ditetapkan dalam pedoman ini atau jika memiliki data time series minimal tiga tahun
terakhir.
2.5.1
(2)
Keterangan:
F
2.5.2
Bangkitan/tarikan perjalanan
Bentuk model bangkitan perjalanan adalah model regresi linier, dengan variabel bebas berupa data
jumlah penduduk variabel tidak bebas berupa jumlah perjalanan asal zona lalu lintas yang ditinjau.
Model tarikan perjalanan menggunakan variabel bebas berupa jumlah penduduk dengan variabel
tidak bebas berupa jumlah perjalanan yang menuju zona lalu lintas yang ditinjau. Persamaan model
bangkitan perjalanan ditunjukkan oleh persamaan 3 dan untuk model tarikan perjalanan ditunjukan
oleh persamaan 4:
+
+
,
,
(3)
(4)
Keterangan:
O adalah jumlah bangkitan perjalanan (perjalanan orang/hari/zona)
D
2.5.3
Sebaran perjalanan
Pada tahap ini, jumlah perjalanan yang dibangkitkan dari suatu zona lalu lintas asal atau yang tertarik
ke suatu zona lalu lintas tujuan akan didistribusikan pada setiap zona lalu lintas asal dan zona lalu
lintas tujuan yang ada. Tahapan ini menghasilkan Matriks Asal Tujuan Perjalanan.
Metode yang digunakan adalah metode sintesis dengan model dasar dari model persamaan distribusi
perjalanan adalah Model Gravitasi. Jumlah perjalanan yang dibangkitkan oleh zona lalu lintas asal i
akan didistribusikan ke zona lalu lintas tujuan d akan berbanding terbalik terhadap waktu tempuh
perjalanan(Cid) antara kedua zona lalu lintas tersebut, atau dalam fungsi matematika untuk perkotaan
kecil adalah sebagai berikut:
Tid = Ai . Oi . Bd . Dd . fid
(5)
Keterangan:
Bd =
1
untuk semua d
Ai Oi f id
(6)
Ai =
1
untuk semua i
Bd Dd fid
(7)
Keterangan:
Tid
adalah perjalanan dari zona lalu lintas asal i ke zona lalu lintas tujuan d (orang/hari)
Oi
adalah jumlah perjalanan yang berasal dari zona lalu lintas asal I (orang/hari)
Dd
adalah jumlah perjalanan yang menuju ke zona lalu lintas tujuan d (orang/hari)
fid
Cid
Ai
Bd
2.5.4
(8)
Pemilihan moda
Tahap ini merupakan suatu upaya untuk mengestimasi proporsi orang yang akan menggunakan suatu
moda angkutan yang tersedia. Moda yang menjadi alternatif pilihan dalam perhitungan ini dibatasi
hanya pada angkutan pribadi dan angkutan umum. Jenis angkutan pribadi hanya mencakup mobil
pribadi dan sepeda motor, sedangkan angkutan umum merupakan semua jenis angkutan umum.
Adapun model yang digunakan untuk perhitungan pemilihan moda pada kota kecil ini adalah sebagai
berikut :
"# ,
$% " # ,
$%
$%
(9)
(10)
(11)
'
(12)
Keterangan:
PP
PSM
PMP
PU
CU
CP
CSM
CMP
selanjutnya kalikan nilai proporsi tersebut dengan jumlah perjalanan Tid dari zona lalu lintas asal i ke
zona lalu lintas tujuan d dari tahap sebaran perjalanan untuk masing masing zona lalu lintas lalu
lintas, sehingga didapatkanlah tiga matriks perjalanan berdasarkan moda perjalanan yang digunakan.
2.5.5
Pemilihan rute
Model Pemiliha rute yang digunakan tidak mempertimbangkan batasan kapasitas dan sifat stokastik.
Model hambatan dijelaskan pada persamaan 14.
./ = .0 1[
34 3561
./ = .0 . 8
34 , 6
3
(13)
/
(14)
Keterangan:
TQ
To
Hubungan antara fungsi permintaan dan fungsi penyediaan untuk masing masing rute dijelaskan
pada persamaan 15 .
./ + ./ + ./ + + .1/ =
; 1;<
1
/;<
(15)
Keterangan:
TQ , TQ? , TQ@ , . . , TQB
adalah waktu tempuh pada kondisi arus lalu lintas Q untuk rute 1, 2, 3
hingga rute x (x=banyaknya rute yang akan dipilih)
PA
AB
QAB
Bd =
AO
i
f id
Ai =
1
Dd f id
=
$%
./ = .0 1 [
4 561
+
+
,
,
C !
F+ ,
10000 10000
C
$%
F+ ,
$%
'
./ + ./ + ./ + + .1/ =
;1 <
1 ,
/;<
simak
Kecamatan/Kelurahan
1
2
3
.
n
Jumlah Penduduk
Prediksi Jumlah
(Orang)
Penduduk
Kecamatan/Kelurahan
1
2
3
.
n
3.4
Menghitung bangkitan perjalanan dengan persamaan 3 dan untuk tarikan perjalan dengan
persamaan 4.
Tabel 2 Jumlah Bangkitan/Tarikan Perjalanan Tiap Zona Lalu Lintas
Zona Lalu lintas
Jumlah Penduduk
Bangkitan Perjalanan Oi
Tarikan Perjalanan Dd
(kelurahan)
(orang)
(perjalanan orang/hari)
(perjalanan orang/hari)
No.
1
2
3
.
.
.
.
n
..
Od
T11
T12
T13
..
T1N
O1
T21
T22
T23
..
T2N
O2
T31
T32
T33
..
T3N
O3
..
..
..
TN1
TN2
TN3
..
TNN
ON
Di
D1
D2
D3
..
DN
i. Zona lalu lintas Asal (i) sebagai baris pada matriks menjelaskan perjalanan asal, dan zona
lalu lintas tujuan (d) terlihat sebagai kolom dari matriks menjelaskan perjalanan tujuan
ii. Jumlah perjalanan zona lalu lintas i ke zona lalu lintas d dinyatakan dengan Tid (T11 sampai
dengan TNN)
iii. Total bangkitan perjalanan (Od) dan tarikan perjalanan (Di) dihasilkan dari informasi
perhitungan bangkitan/tarikan perjalaan tiap zona lalu lintas
2. Menyiapkan data matriks waktu tempuh per zona seperti yang dijelaskan pada sub bab Error!
Reference source not found.
Tabel 4 Matriks Waktu Tempuh per Zona (Cid)
Zona lalu
lintas
..
C11
C12
C13
..
C1N
C21
C22
C23
..
C2N
C31
C32
C33
..
C3N
..
CN1
CN2
CN3
..
CNN
3. hambatan (fid) perjalanan zona lalu lintas asal i ke zona lalu lintas tujuan d. Nilai (fid) didapat
dengan menggunakan persamaan 5
Tabel 5 Matriks Hambatan(fid)
Zona lalu
lintas
..
f11
f12
f13
..
f1N
f21
f22
f23
..
f2N
f31
f32
f33
..
f3N
..
fN1
fN2
fN3
..
fNN
4. Menghitung sebaran perjalanan dibagi menjadi dua cara yaitu dengan batasan dan tanpa
batasan. Pemilihan metode tanpa batasan atau dengan batasan tergantung dari tingkat akurasi
hasil sebaran perjalanan.
Dengan metode tanpa batasan ketepatan hasil tidak begitu dipermasalahkan untuk kajian
perencanaan jangka panjang karena tidak mempertimbangkan dampak dari zona lain selain zona
i. Metode dengan batasan ramalan bangkitan dan tarikan pergerakannya cukup baik di masa
mendatang, karena memungkinkan pemakai jalan memilih alternatif zona tujuan dengan
memperhitungkan permintaan pemakai jalan lain di zona awal.
i. Metode tanpa batasan
Menghitung sebaran perjalanan dengan menggunakan persamaan 5 dengan Ai = 1 untuk
seluruh I dan Bd = 1 untuk seluruh Tid
ii. Metode dengan batasan
Menghitung sebaran perjalanan dengan menggunakan persamaan 5
a. Dengan Ai = 1 untuk seluruh I dan Bd dengan menggunakan persamaan 7 untuk seluruh Tid
(dengan batasan Bangkitan)
b. Dengan Ai menggunakan persamaan 6 untuk seluruh I dan Bd = 1 untuk seluruh Tid
(dengan batasan Tarikan)
5. Dengan cara di atas maka didapatkan nilai Tid, tahap selanjutnya menjumlahkan bangkitan dan
tarikan tiap zona lalu lintas oi dan dd. lalu lakukan iterasi hingga:
oi Oi dan Dd dd
atau
Ei = oi /Oi = 1 dan Ed = Dd/dd = 1
Setelah Ei dan Ed terpenuhi, nilai Tid merupakan hasil akhir sebaran perjalanan.
..
od
Od
T11
T12
T13
..
T1N
oi
O1
T21
T22
T23
..
T2N
oi
O2
T31
T32
T33
..
T3N
oi
O3
..
..
..
TN1
TN2
TN3
..
TNN
di
dd
dd
dd
Dj
D1
D2
D3
oi
ON
dd
..
DN
PP
PSM = proporsi sepeda motor dengan menggunakan persamaan 10 dengan inputing data
(CSM ) biaya Perjalanan Sepeda Motor (rupiah) dan (CMP ) biaya Perjalanan Mobil
Penumpang (rupiah)
PMP = proporsi mobil penumpang dengan menggunakan persamaan 11 dengan inputing data
proporsi kendaraan pribadi dan proporsi sepeda motor
Moda
Biaya Per km
(Rp.)
Mobil Penumpang
Sepeda Motor
Angkutan Umum
Setelah didapat proporsi tiap moda, lalu dikalikan dengan Tid untuk mendapatkan jumlah perjalanan
tiap moda.
Tabel 7 Matriks Prorporsi tiap moda
Zona lalu lintas
..
P . T11
P . T12
P . T13
..
T1N
P . T21
P . T22
P . T23
..
T2N
P . T31
P . T32
P . T33
..
T3N
..
..
..
TN1
TN2
TN3
..
TNN
3.7
1. Data kinerja tiap ruas jalan tiap rute yang menghubungkan zona lalu lintas asal ke tujuan.
Tabel 3-8
Rute
Panjang (Km)
To (Menit)
(Smp/jam)
1
2
Keterangan:
ITP
= 0,3
C
= Kapasitas (smp/jam)
T0
= Waktu tempuh pada kondisi Q=0
2. Jumlah perjalanan Tid di daerah asal
PA
= Jumlah bangkitan dari daerah asal dengan satuan orang/hari diubah menjadi satuan
smp/jam
= Jumlah tarikan perjalanan menuju daerah tujuan dengan satuan orang/hari diubah
menjadi satuan smp/jam.
4. Nilai okupansi (orang) jika tidak melakukan survei maka menggunakan nilai sebagai berikut:
Mobil Penumpang
= 2
Sepeda motor
= 1,5
Angkutan Umum
= 4
= 1
Sepeda motor
= 0,3
Angkutan Umum
= 1