Penulis:
Putu Kwintaryana
NIDN: 0018116502
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan
Yang Maha Esa, karena atas asung kerta wara nugraha-Nya, laporan tentang
kajian pustaka dengan judul “Bangkitan Perjalanan (Trip Generation) dalam
Sistem Transportasi” ini dapat diselesaikan. Kajian ini memberikan pemahaman
tentang bangkitan perjalanan yang dipengaruhi oleh tata guna lahan dan
bagaimana bangkitan perjalanan tersebut dapat mempengaruhi sistem transportasi,
misalnya dalam memprediksi distribusi perjalanan (trip distribution) /
pembebanan jaringan jalan.
Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat dalam menunjang penelitian
terkait.
Penulis
1
DAFTAR ISI
2
PENDAHULUAN
3
BANGKITAN PERJALANAN DALAM SISTEM TRANSPORTASI
4
Tipe tata guna lahan yang berbeda mempunyai karakteristik bangkitan lalu
lintas yang berbeda pula (Tamin, 2000) yaitu :
1. Jumlah lalu lintas
2. Jenis lalu lintas (pejalan kaki, mobil, dan sepeda motor)
3. Lalu lintas pada waktu yang berbeda (kantor menghasilkan arus lalu lintas pada
pagi dan sore hari, sedangkan pertokoan menghasilkan arus lalu lintas di
sepanjang hari).
5
yang akan membutuhkan pergerakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut,
sehingga bisa membangkitkan perjalanan, dan menarik perjalanan.
2. Sistem Jaringan atau Sarana dan Prasana Transportasi (Transport Supply)
Pergerakan manusia atau barang yang ditimbulkan oleh suatu tata guna
lahan tentu akan membutuhkan moda transportasi sebagai dan media
transportasi sebagai prasarana. Bentuk prasarana transportasi meliputi sistem
jaringan jalan raya, kereta api, terminal bus, bandara, dan pelabuhan.
3. Sistem Pergerakan atau Lalu Lintas (Traffic Flow)
Sistem pergerakan atau lalu lintas merupakan interaksi antara sistem
kegiatan dan fungsi tata guna lahan dengan sistem jaringan atau struktur
jaringan jalan yang ada, yang menghasilkan pergerakan arus lalu lintas dengan
karakteristik yang berbeda-beda.
4. Sistem Kelembagaan atau Institusi (Institutional Framework)
Sistem kelembagaan adalah suatu sistem yang meliputi individu,
kelompok, lembaga, dan instansi pemerintah serta swasta yang terlibat secara
langsung maupun tidak langsung. Kelembagaan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berkaitan dengan masalah transportasi adalah sebagai berikut:
a. Sistem Kegiatan
BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional),
BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah), PEMDA
(Pemerintah Daerah), dan BANGDA (Bina Pembangunan Daerah).
b. Sistem Jaringan
Departemen Perhubungan , Bina Marga, dan Kementrian PU.
c. Sistem Pergerakan
DLLAJR (Dinas Lalu lintas Angkutan Jalan Raya), Organda
(Organisasi Angkutan Daerah), dan Polantas (Polisi Lalu Lintas).
Sistem tata guna lahan dan transportasi mempunyai tiga komponen utama,
yaitu tata guna lahan, prasarana transportasi, dan arus lalu lintas. Hubungan antara
6
ketiga komponen ini terlihat dalam enam konsep analisis. Keenam konsep tersebut
(Weels, 1975 dalam Tamin, 2000) dapat diilustrasikan sebagai berikut :
1. Aksesibilitas, yaitu suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan interaksi antar
tata guna lahan melalui sistem jaringan transportasi.
7
4. Pemilihan moda transportasi (moda choice), yaitu menentukan faktor yang
mempengaruhi pemilihan moda transportasi untuk suatu tujuan perjalanan
tertentu.
8
Konsep kedua sampai dengan kelima merupakan bagian utama dari
keenam konsep tersebut, dimana harus dilakukan secara terpisah dan berurutan.
Beberapa alternatif variasi (Black, 1981 dalam Tamin, 2000) dapat dilihat pada
Gambar 2.8.
G-MS G G G
MS D
D D - MS
D MS
A A A A
dimana :
G : Trip Generation
D : Trip Distribution
MS : Moda Split / Moda Choice
A : Trip Assigment
1 2. Bangkitan Perjalanan
Bangkitan perjalanan adalah bagaimana perjalanan dapat dibangkitkan oleh
tata guna lahan. Bangkitan perjalanan menghasilkan lalu lintas yang masuk
disuatu zona dan lalu lintas yang meninggalkan zona (Tamin, 2000). Bangkitan
perjalanan ini berupa:
1. Perjalanan yang meninggalkan suatu lokasi adalah suatu perjalanan yang
menghubungkan atau diawali dari kawasan pemukiman pada tata guna lahan
tertentu.
2. Perjalanan yang masuk menuju suatu lokasi adalah suatu perjalanan yang
dihubungkan dan berakhir tidak pada kawasan pemukiman pada tata guna
lahan tertentu.
9
Kawasan yang memproduksi perjalanan adalah kawasan pemukiman.
Sedangkan kawasan yang cenderung menarik perjalanan adalah kawasan
perkantoran, sekolah, pertokoan, tempat rekreasi, dan lain sebagainya. Bangkitan
perjalanan tergantung dari dua aspek tata guna lahan yaitu tipe tata guna lahan dan
jumlah aktivitas dari sebidang tanah tersebut. Bangkitan perjalanan
memperlihatkan berapa banyak lalu lintas yang dibangkitkan oleh setiap tata guna
lahan. Sedangkan distribusi perjalanan menunjukan kemana dan darimana lalu
lintas tersebut sehingga jelas bahwa bangkitan perjalanan sangat berkaitan dengan
distribusi perjalanan.
Tujuan utama bangkitan perjalanan adalah untuk mendapatkan hubungan
yang mengaitkan tata guna lahan dengan jumlah pergerakan yang memasuki dan
meninggalkan zona. Sehingga tujuan perencanaan bangkitan perjalanan adalah
untuk mengestimasi seakurat mungkin bangkitan lalu lintas pada saat sekarang
yang akan digunakan untuk memprediksi masa yang akan datang. Untuk setiap
lokasi survei akan didapatkan informasi jumlah perjalanan yang dihasilkan,
jumlah perjalanan yang ditarik, variabel tata guna lahan, dan sosial ekonomi.
Bangkitan perjalanan memiliki dua level analisis, yaitu level agregat dan
level individual. Level agregat biasanya digunakan dalam menganalisis bangkitan
perjalanan yang berbasis zona, misalnya untuk menganalisis bangkitan perjalanan
suatu daerah perkotaan. Sedangkan level individual digunakan untuk menganalisis
bangkitan perjalanan yang tidak berbasis zona, misalnya perkantoran, pertokoan,
dan lain sebagainya. Metode ini mempunyai beberapa keuntungan sebagai
berikut:
1. Model bangkitan perjalanan berbasis individu cocok dengan komponen lainnya
dalam sistem pemodelan kebutuhan transportasi klasik berbasis individu.
2. Memungkinkan proses klasifikasi silang yang menggunakan semua variabel
penting yang menghasilkan jumlah kelas yang sesuai sehingga dapat
diramalkan dengan mudah.
3. Ukuran sampel yang dibutuhkan untuk model berbasis individu lebih kecil
daripada untuk model berbasis zona.
4. Perubahan status demografi dapat dengan mudah diperkirakan pada model
berbasis individu.
10
5. Model berbasis individu lebih mudah diramalkan dibandingkan dengan model
berbasis zona karena tingkat galat pengumpulan data lebih kecil.
11
Y : Variabel tidak bebas
X : Variabel bebas
A : Konstanta regresi
B : Koefisien regresi
3. Analisis Klasifikasi Silang (Analisis Kategori)
Model ini didasarkan pada adanya keterkaitan antara terjadinya
pergerakan dengan atribut rumah tangga. Asumsi dasarnya adalah tingkat
bangkitan pergerakan dikatakan stabil dalam waktu untuk setiap stratifikasi
rumah tangga tertentu. Untuk menghitung tingkat pertumbuhan setiap sel
didapatkan dengan mengalokasikan rumah tangga ke setiap kelompok sel dan
menjumlahkannya satu per satu sehingga menghasilkan jumlah pergerakan
untuk setiap tujuan pergerakan.
Persamaannya :
tp (h) = Tp / H (h) (2.4)
dimana :
tp : Tingkat pertumbuhan
Tp : Jumlah pergerakan
H (h) : Jumlah rumah tangga
12
Y = A+ B1X1 + B2X2 + … + Bn Xn (2.5)
dimana :
Y : Variabel tidak bebas
X1, X2, …,Xn : Variabel bebas
A : Konstanta regresi
B1, B2, …,Bn : Koefisien regresi
Analisis regresi linier berganda adalah suatu metode statistik. Beberapa
asumsi yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Variabel tidak bebas adalah fungsi dari variabel bebas. Jika hubungan tersebut
tidak linier, data harus ditranformasikan menjadi linier.
2. Variabel bebas adalah variabel yang tetap atau telah diukur tanpa kesalahan
berarti.
3. Variasi dari variabel tidak bebas terhadap garis regresi adalah sama untuk
seluruh nilai variabel tidak bebas.
4. Nilai variabel tidak bebas harus didistribusikan normal atau mendekati.
dimana :
Jkreg : 𝐵1∑𝑥1 + 𝐵2∑𝑥2𝑦+ . . . +𝐵𝑛∑𝑥𝑛𝑦 (2.7)
(∑𝑌)2
Jktotal : ∑y2 = ∑Y2 - (2.8)
𝑛
13
1.1 4. Analisis Regresi Linier Berganda
Secara umum data variabel tak bebas Y bisa terjadi akibat variabel bebas
X1, X2,X3, …Xn, sehingga faktor berhubungan antara variabel Y terhadap variabel
X dapat ditentukan dengan menggunakan cara regresi Y terhadap X. Koefisien
dari persamaan 2.5 ditentukan dengan metode kuadrat terkecil, dengan
menggunakan penyelesaian sistem persamaan yang terdiri dari (n+1) buah
persamaan. Untuk regresi berganda dengan dua variabel bebas :
∑Yi = B0n + B1∑ X1i + B2∑X2i (2.9)
∑ Yi X1i = B0∑X1i +B1∑X12i + B1∑X1i X2i (2.10)
∑ Yi X2i = B0∑X2i +B2∑X22i + B2∑X1i X2i (2.11)
Dari ketiga persamaan diatas dapat dihitung besaran B0, B1, dan B2,
sehingga regresi Y dan X dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
(∑𝑥22 )(∑𝑥1 𝑦)−(∑𝑥1𝑥2)(∑𝑥2𝑦)
B1 = (∑𝑥12 )(∑𝑥22 )−(∑𝑥1𝑥2 )
(2.12)
(∑𝑥12 )(∑𝑥2 𝑦)−(∑𝑥1𝑥2)(∑𝑥1𝑦)
B2 = (∑𝑥12 )(∑𝑥22 )−(∑𝑥1𝑥2 )
(2.13)
B0 = 𝑌̅ – α1̅̅̅
𝑋1 – α2̅̅̅
𝑋2 (2.14)
Pemilihan model regresi linier berganda didasarkan pada uji statistik yang
dilakukan yaitu :
1. Koefisien Korelasi
Apabila garis regresi yang terbaik untuk sekumpulan data berbentuk
linier, maka derajat hubungan dinyatakan dengan R dan dinamakan koefisien
korelasi. Koefisien korelasi didapat dengan jalan mengambil akar dari
koefisien determinasi (√𝑅2 ). Besarnya koefisien korelasi berkisar antara -1
sampai +1.
2. Nilai Uji t
Nilai uji t (t-test) adalah suatu nilai yang digunakan untuk menguji nilai
koefisien regresi variabel bebas satu demi satu. Nilai banding t akan
menggambarkan disperse dari nilai koefisien dari nilai sebenarnya secara
teoritis. Dari nilai banding t akan diperoleh persentase nilai kemungkinan
kesalahan dari koefisien regresi yang ditetapkan ≤ 5%.
3. Nilai Uji F
14
Nilai uji F (F-test) adalah suatu nilai yang digunakan untuk pengujian
terhadap nilai koefisien regresi. Pengujian ini digunakan untuk menguji apakah
variabel yang menjadi penduga terbentuknya persamaan regresi memenuhi
syarat pada tingkat kepercayaan (level of confident) tertentu.
Dalam pengujian ini hipotesisnya dirumuskan sebagai berikut :
H0 : µ ≠ 0
Bila F hitungannya lebih dari F tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima,
berarti variabel tersebut dikatakan signifikan pada taraf kepercayaan tertentu.
Dalam pemilihan model, tingkat signifikan yang ditetapkan adalah 5%. Hal ini
berarti H1 diterima, jika probabilitas estimasi kesalahan tidak lebih besar dari
5%.
Langkah dalam analisis regresi linier berganda dengan tiga variabel sebagai
berikut :
1. Mencari koefisien – koefisien B1, B2, B3, dan B0.
2. Mencari koefisien korelasi R dan koefisien determinasi (R 2) serta jumlah
kuadrat penyimpangan/residu (Jkes), jumlah kuadrat regresi (Jkreg), rata – rata
kuadrat penyimpangan/residu (Sy2123).
3. Uji keberartian regresi linier berganda.
4. Uji keberartian koefisien regresi linier berganda.
Keempat langkah diatas dapat diuraikan satu per satu sebagai berikut :
a. Mencari B1, B2, B3, dan B0.
• Buatlah tabel penolong untuk regresi berganda
15
(∑ 𝑌)2
∑ 𝑦 2 = ∑ 𝑌2 − (2.15)
𝑛
(∑ 𝑋1 )2
∑ 𝑥12 = ∑ 𝑋12 − (2.16)
𝑛
(∑ 𝑋2 )2
∑ 𝑥22 = ∑ 𝑋22 − (2.17)
𝑛
(∑ 𝑋3 )2
∑ 𝑥32 = ∑ 𝑋32 − (2.18)
𝑛
(∑ 𝑋1 )(∑ 𝑋2 )
∑ 𝑥1 𝑥2 = ∑ 𝑋1 𝑋2 − (2.19)
𝑛
(∑ 𝑋1 )(∑ 𝑋3 )
∑ 𝑥1 𝑥3 = ∑ 𝑋1 𝑋3 − (2.20)
𝑛
(∑ 𝑋2 )(∑ 𝑋3 )
∑ 𝑥2 𝑥3 = ∑ 𝑋2 𝑋3 − (2.21)
𝑛
(∑ 𝑋1 )(∑ 𝑌)
∑ 𝑥1 𝑦 = ∑ 𝑋1 𝑌 − (2.22)
𝑛
(∑ 𝑋2 )(∑ 𝑌)
∑ 𝑥2 𝑦 = ∑ 𝑋2 𝑌 − (2.23)
𝑛
(∑ 𝑋3 )(∑ 𝑌)
∑ 𝑥3 𝑦 = ∑ 𝑋3 𝑌 − (2.24)
𝑛
• Batas Nilai R
Batas nilai R adalah -1 ≤ R ≤ +1. Untuk R = +1 disebut hubungan
positif sempurna dan hubungannya sangat tinggi. Sebaliknya jika R = -1
16
disebut hubungan negatif sempurna dan hubungannya tidak langsung sangat
tinggi. Interpretasi dari nilai R dapat diuraikan dalam tabel sebagai berikut :
0 Tidak berkorelasi
0,01 – 0,20 Sangat Rendah
0,21 – 0,40 Rendah
0,41 – 0,60 Agak Rendah
0,61 – 0,80 Cukup
0,81 – 0,99 Tinggi
1 Sangat Tinggi
dimana :
N : Jumlah pengamatan/ sampel
k : Jumlah variabel bebas
17
Maksudnya bahwa ketiga variabel bebas secara keseluruhan tidak
memberikan pengaruh terhadap variabel terikatnya.
H1 = θ1 ≠ 0
Maksudnya bahwa paling sedikit ada 1 variabel bebas yang memberikan
pengaruh terhadap variabel terikatnya.
Untuk pengujian dilakukan dengan F-test, dengan mengambil tingkat
keberartian 95% (α = 0,05) berarti kira-kira 5 dari 100. Jadi kesimpulannya
bahwa kita menolak hipotesa yang seharusnya diterima. Dengan kata lain,
bahwa kira-kira 95% yakin bahwa kita telah membuat kesimpulan yang benar.
Rumus yang digunakan dalam F-test adalah:
JK reg/k
F reg = (2.32)
JK res/(n−k−1)
Nilai F kritis didapat dari tabel berdasarkan jumlah prediktor (k) lawan
(n-k-1) pada taraf signifikan 95% (α = 0,05). Jika F reg > F kritis, berarti
menolak H0, sehingga kita dapat mengambil kesimpulan awal bahwa model
regresi linier berganda tersebut berarti dan dapat dipergunakan untuk membuat
kesimpulan mengenai hubungan antara variabelnya, demikian sebaliknya.
18
Matriks Korelasi
R11 𝑅12 𝑅13
R = [R21 R22 R23 ] (2.33)
R31 R32 R33
1 R12 R13
R = [𝑅21 1 R23 ]
𝑅31 R32 1
Dimana koefisien korelasi dari suatu variabel dirinya sendiri selalu 1.
∑ 𝑥1 𝑥2
R12 = (2.34)
√∑ 𝑥12 ∑ 𝑥22
∑ 𝑥1 𝑥3
R13 = (2.35)
√∑ 𝑥12 ∑ 𝑥32
∑ 𝑥2 𝑥3
R23 = (2.36)
√∑ 𝑥22 ∑ 𝑥32
Kemudian masukan nilai R12, R21, R13, R31, R23, dan R32 ke dalam
matriks R di atas, inverskan matriks R tersebut menjadi R’ untuk mendapatkan
R11, R22, dan R33 masukan nilai-nilai tersebut ke dalam rumus berikut:
1
R21 = 1 − R (2.37)
11
1
R22 = 1 − 𝑅 (2.38)
22
1
R23 = 1 − R (2.39)
33
S2 y123
Sa2 = √∑ 2 (2.41)
x (1−R2) 2 2
S2 y123
Sa3 = √∑ x2 (1−R2) (2.42)
3 3
19
a2
|t 2 | = | | (2.44)
Sa2
a3
|t 3 | = | | (2.45)
Sa3
Jika |t1 |, |t2 |, |t3 | > t kritis berarti menolak H0 sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa semua koefisien regresi linear berganda tersebut adalah
berarti dan dapat digunakan untuk membuat kesimpulan. Dengan kata lain,
bahwa variabel-variabel bebas mempengaruhi variabel terikatnya, demikian
sebaliknya.
20
1 6. Refrensi Penelitian
Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai refrensi adalah penelitian dari
Suthanaya (2010) dengan judul penelitian Pemodelan Tarikan Perjalanan Menuju
Pusat Perbelanjaan Di Kabupaten Badung dengan studi lokasi Matahari
Departement Store Kuta Square, Mall Bali Galeria, Galael Dewata, Discovery
Shoping Mall, Tiara Gatsu. Untuk hasil penelitian yang didapat adalah untuk
penggunaan moda pada hari kerja didominasi oleh sepeda motor dengan 58,43%
sedangkan untuk akhir pekan didominasi oleh sepeda motor juga dengan 59,68%.
Pada hari kerja variabel luas total lahan (X 1) memiliki korelasi yang tinggi
terhadap tarikan perjalanan untuk jam puncak pagi/siang dengan nilai R = 0,984.
Untuk jam puncak sore/malam, variabel luas areal parkir (X 3) memiliki korelasi
yang tinggi terhadap tarikan perjalanan dengan nilai R = 0,974. Sedangkan untuk
sehari, variabel yang berpengaruh adalah luas total lahan (X 1) dengan nilai R =
0,959. Pada akhir pekan variabel luas areal parkir (X3) memiliki korelasi yang
tinggi terhadap tarikan perjalanan untuk jam puncak pagi/siang, jam puncak
siang/malam, maupun sehari dengan masing – masing nilai R = 0,984, R = 0,992,
R = 0,990. Untuk model tarikan perjalan pada hari kerja jam puncak pagi/siang
Y11 = 105,747 + 0,005 X1 (R2 = 0,967), jam puncak sore/malam Y12 = 45,601 +
0,015 X3 (R2 = 0,984), sehari Y13 = 3405,73 + 0,187 X1 (R2 = 0,920). Untuk akhir
pekan adalah jam puncak pagi/siang Y21 = 52,058 + 0,025 X3 (0,968), jam puncak
sore/malam Y22 = 39,289 + 0,027 X3 (0,949), sehari Y23 = 1693,509 + 0,948 X3
(0,980). Jadi yang membedakan penelitian sekarang dengan penelitian
sebelumnya adalah studi lokasi yang diteliti sekarang berbeda yaitu, Beachwalk
Shopping Center, Mall Bali Galeria, Level 21 Mall, dan Plaza Renon. Untuk
tujuan yang ingin dicapai pada penelitian sekarang menambahkan tentang prediksi
tarikan perjalanan menuju pusat perbelanjaan untuk 5 tahun kemudian. Untuk
pengambilan data sekarang menghitung jumlah kendaraan beserta jumlah
penumpangnya karena jumlah penumpang akan digunakan untuk pengembangan
model dalam satuan orang/jam dan orang/hari.
21
DAFTAR PUSTAKA
22